PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Nasib Proyek Besi Baja di Cilegon

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,
Sabtu, 14 November  1970 --- Di Istana Merdeka pagi ini, Presiden Soeharto bertemu dengan Duta Besar Uni Soviet untuk Indonesia, Mikhail Mikhailovich Volvov. Dalam pertemuan yang memakan waktu satu jam itu telah dibicarakan nasib proyek besi baja di Cilegon, Jawa Barat, dan proyek super-posphat di Cilacap, Jawa Tengah. Kedua proyek yang dibiayai dan dibangun oleh Uni Soviet itu telah terhenti kegiatannya selama ini.

Menteri Negara Mintaredja SH, yang juga merupakan seorang tokoh Muhammadiyah, diminta oleh Presiden Soeharto menjadi Ketua Parmusi. Ini merupakan jalan keluar atau penyelesaian yang ditempuh oleh Presiden untuk mengatasi perpecahan yang terjadi dalam partai tersebut, yaitu antara kelompok Djarnawi Hadikusumo dengan kelompok John Naro. Presiden turun tangan dalam masalah ini setelah kedua belah pihak yang bertikai dalam Parmusi menyerahkan masalah kepemimpinan partai itu sepenuhnya kepada Presiden. Kedua belah pihak menyetujui kebijaksanaan yang diambil oleh Jenderal Soeharto.


Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Publikasi : Oval Andrianto

Pawai Kiprah Muda dalam Pembangunan Silang

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,
Minggu, 1 November 1992 --- Presiden dan Ibu Soeharto, minggu pagi ini menyaksikan pawai kiprah pemuda dalam pembangunan silang Monas Jakarta, yang diadakan dalam hari sumpah pemuda ke-64 pawai tersebut ditandai dengan pelepasan pataka Safari karya penghijauan pemuda ( SKPP) V. Patakan tersebut Presiden Soeharto kepada ketua DPP KNPI pada puncak acara peringatan hari pemuda ke-64 . Pataka ini akan dibawa secara estafet ke tujuh wilayah provinsi lainya. Di provisi-provinsi tersebut diadakan kegiatan penghijauan.


Sumber : Buku Jejak langkah Pak Harto Jilid 1-6
Publikasi : Oval Andrianto

Peninjauan Proyek Pasang - Surut di Riam Kanan

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,
Rabu, 28 Oktober 1970 --- Hari ini Presiden Soeharto meninjau proyek persawahan pasang-surut di Riam Kanan, kira-kira 60 Kilometer dari Banjarmasin. Selain itu, Presiden meninjau pula proyek Pasang-surut di Tambau.

Malam ini sejumlah alim ulama se-Kalimantan Selatan menemui Presiden Soeharto di Banjarmasin. Pada kesempatan ini Presiden menyerahkan sumbangan sebesar Rp. 21.900.000,- yang dananya berasal dari subsidi haji yang telah dihapuskan itu.

 
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Publikasi : Oval Andrianto
Editor : Sukur Patakondo


Proyek Pembangunan Pulau Batam

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,
Selasa, 26 Oktober 1971 --- Hari ini melalui keputusan Presiden No. 74 tahun 1971, Presiden membentuk Badan/Pimpinan Daerah Industri Batam. Badan yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden ini merupakan badan penguasa daerah itu, dan bertugas untuk mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan dalam bidang pembangunan proyek-proyek  di Pulau Batam. Sebagai mana diketahui P. Batam telah dijadikan daerah industri dengan status entreport partikelir. Untuk kelancaran tugasnya, Presiden memberi wewenang kepada Badan Pimpinan Daerah Industri Batam untuk mengadakan hubungan dengan semua industri pemerintah tingakat pusat maupun daerah serta pengusaha-pengusaha yang ada hubungan dengan pengembangan daerah industri tersebut. Presiden juga memberikan wewenang kepada Badan ini untuk megkoordinasikan kegiatan pejabat-pejabat dari instasi pemerintah yang ditugaskan dalam rangka pelaksanaan pembangunan proyek-proyek di daerah industri tersebut. Dengan keluarga kepperes No. 65 tahun 1970 tentang pelaksanaan proyek pembangunan Pulau Batam dinyatakan tidak berlaku lagi.



Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Publikasi : Oval Andrianto
Editor : Sukur Patakondo

Penyelenggaraan Telekomunikasi Tidak Ketinggalan Zaman

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,
Kamis, 18 Oktober 1990 --- Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto melantik pimpinan anggota badan Pretimbangan Telekomunikasi. Badan ini merupakan forum kordinasi dan bertugas untuk memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah dalam rangka perumusan kebijaksanaan dan penyelesaian permasalahan yang sifatnya strategis di bidang telekomunikasi. Kecuali beranggotakan penjabat-penjabat yang tugasnya erat berkaitan dengan masalah Telekomunikasi, badan ini juga beranggotakan para pakar dari berbagai ilmu.

Dalam amanatnya, Presiden mengharapkan agar pertimbangan-pertimbangan mengenai kebijaksanaan penyelenggara telekomunikasi yang dianjurkan oleh badan ini, benar-benar mencangkup segi-segi yang luas dan mendasar ; seperti dukungan persatuan dan kesatuan bangsa, pertumbuhan ekonomi, kelancaran kegiatan pemerintah, peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, serta peningkatan kelancaran hubungan telekomunikasi Internasional. Dikatakanya bahwa kebijaksanaan-kebijaksanaan juga harus dapat mengikuti pesatnya perkembangan dibidang telekomunikasi, sehingga penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia tidak sampai ketinggalan zaman.

Diingatkan oleh Kepala Negara bahwa dalam dunia yang bergerak sangat dinamis sekarang ini, ketinggalan acapkali harus dibayar sangat mahal dikemudian hari. Namun tekad kita mengejar ketinggalan itu juga harus tetap realistis. Artinya, demikian Presiden , harus kita sesuaikan dengan kemampuan kita saat ini.


 
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6

Publikasi : Oval  Andrianto

Presiden Soeharto Menerima Menteri Penerangan Papua Nugini di Istana Merdeka

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,,,
Senin, 13 Oktober 1980 --- Menteri Penerangan Papua Nugini, Clement Poye, pagi ini diterima Presiden Soeharto di Istana Merdeka Dalam pertemuan yang singkat itu, Presiden telah menjelaskan tentang fungsi Departemen penerangan di Indonesia, terutama untuk menggairahkan pelaksanaan pembangunan untuk terus menerus memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Juga dikatakan oleh Presiden bahwa indonesia dalam perjalanan sejarahnya tidak hanya menunjukkan keberhasilan dan kemajuan, tetapi juga pernah membuat kesalahan-kesalahan. Menurut presiden dalam hal ini Papua Nugini lebih beruntung, kerena dalam berbagai usaha pembangunan akan dapat menghadiri kesalahan dengan mempelajari kekeliruan yang pernah dibuat Indonesia.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6

Publikasi : Sukur Patakondo

Hari Pangan Sedunia ke-5 dan Ulang Tahun FAO ke-40

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,
Sabtu, 12 Oktober 1985 --- Berkenaan dengan Hari Pangan Sedunia ke-5 dan ulang tahun FAO ke-40, Presiden Soeharto hari ini menyampaikan pesan kepada Direktur Jendral FAO, Dr Edouard Saouma. Tema peringatan Hari Pangan Sedunia kali ini adalah Rual Poverty, Foresty, Food and Enivironment.

Dalam pesanya, Kepala Negara mengatakan bahwa tersedianya bahan pangan yang cukup bagi setiap manusia dimana pun mereka berada merupakan kunci utama bagi terwujudnya rasa sejahtera dan tentram di seluruh dunia. Diingatkanya bahwa perjuangan untuk mencapai swasembada pangan dan pengamanan dan penyediaan pangan dunia harus ditingkatkan dengan memberikan bantuan peralatan dan bantuan teknik untuk mendukung upaya-upaya pengembangan pertanian dan pembangunan pedesaan di negara-negara yang sedang membangun.

Untuk ini, demikian Presiden, peranan FAO sangatlah penting dan usaha yang telah dilakukanya selama ini patut mendapat penghargaan karena telah ikut memberi dorongan bagi perbaikan situasi pangan dunia. Dalam hubungan ini, dengan rasa syukur Presiden menyampaikan bahwa  usaha-usaha pembangunan pertanian telah menunjukan kemajuan yang membesarkan hati.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Publikasi : Oval Andrianto 

Pemberian Dana Bantuan Pembangunan Pompa Air di Kabupaten Gunung Kidul

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,
Rabu, 7 Oktober 1987---Presiden Soeharto telah menyetujui untuk memberikan bantuan bagi pembangunan sistem pompanisasi sumber air di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, guna menanggulangi masalah kekeringan di sana. Persetujuan itu diberikan atas konsep sistem pompanisasi sumber air lima wilayah yang merupakan daerah kritis air. Demikian dikatakan oleh Pimpinan Proyek Pengembangan Air Tanah  (P2TA) Yogyakarta hari ini.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6

Publikasi : Sukur Patakondo

Pemberian Dana Pembangunan Masjid Oleh Presiden

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,
Jum'at, 7 Oktober 1977
Presiden Soeharto memberikan persetujuannya hari ini untuk menyediakan dana bantuan guna menunjang penyelesaian pembangunan sarana keagamaan, seperti masjid dan pondok pesantren. persetujuan Kepala Negara ini dituangkan dalam Keputusan Presiden, yang untuk realisasinya kepada panitia yang bersangkutan diintruksikan agar segera mengajukan DIP kepada Menteri/Sekretaris Negara. para Bupati/KDH tingkat II yang bersangkutan diintruksikan untuk mengetahui penggunaan dana tersebut. Bantuan Presiden ini diambil dari dana sosial kerohanian Presiden.

Yang mendapat bantuan tersebut adalah Masjid Al Mabrur, lancang Barat, Aceh Utara; Masjid Jami' Peusangan, Aceh Utara; Masjid Jami' Al syaikhuna Abu Habib Muda seunangan, Aceh Barat, dan Masjid serta Dayah Darul-muta'alma Nigan, Aceh Barat. Disamping itu juga bantuan diberikan untuk menunjang penyelesaian pembangunan dayah/pesantren Ryadhussalihin Ateuk Angguk, Inginjaya Aceh Besar dan Masjid Al-Jihad Geumpang, Aceh Pidie. Bantuan juga diberikan kepada sekolah Menengah Islam di Bireuen, Aceh Utara. perbaikan dan perluasan Masjid Agung di Tasikmalaya dan pembangunan Madrasah Islamiyah Pesantren Karang Butoh, Bangkalan, Madura, telah pula mendapat bantuan dana dari Presiden.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6

Publikasi : Sukur Patakondo

Presiden Soeharto Meminta Agar Disiplin Pembangunan

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,,


Senin, 27 September 1982 --- Presiden Soeharto meminta agar “disiplin pembangunan” yang dikemukakannya dalam pidato kenegraan tanggal 16 Agustus 1982, dijabarkan lebih lanjut, sehingga bisa diterapkan dalam pembangunan mendatang. Penjabaran ini harus selesai pada akhir Oktober 1982. Hal ini diungkapkan Menteri PPLH, Emil Salim, selesai diterima Presidn di Bina Graha pagi ini.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Publikasi : Rayvan Lesilolo 

Presiden Soeharto Gembira Atas Jaminan Kelompok Persatuan Pembangunan

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,


Senin, 25 September 1972 --- Presiden Soeharto menyatakan kegembiraannya atas jaminan Kelompok Persatuan Pembangunan (NU, Parmusi, PSIIdan Perti) untuk tidak mempersoalkan Piagam Jakarta dan Pancasila dalam sidang umum yang akan datang. Demikian dikatakan oleh wakil Persatuan Pembangunan, HMS Mintaredja, seusai pertemuannya dengan Jenderal Soeharto.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Publikasi : Rayvan Lesilolo 

Presiden Soeharto Bertekar Pikiran dengan Para Industriawan dan Para Pengusaha Jawa Barat

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,
Sabtu, 5 September 1970 --- Hari ini Presiden Soeharto bertukar pikiran dengan para industriawan dan para pengusaha Jerman Barat di Hotel Am Tulpenfeld. Pada kesempatan itu Presiden antara lain mengemukakan bahwa Indonesia sudah berumur 25 tahun , tetapi secara kongrit baru memulai usaha pembangunan sekitar dua atau tiga tahun terakhir ini. Dikatakan oleh Jenderal Soeharto, pembangunan di Indonesia berlandaskan pada Rencana Pembangunan Lima Tahun yang sangat sederhana bentuknya. Tetapi rencana pembangunan ini adalah realistis, sebab meletakkan tekanan pada pembangunan industri pertanian. Menurut Presiden, dengan membangun industri yang menyokong bidang pertanian maka hasilnya dapat dinikmati oleh rakyat Indonesia yang 70 persennya adalah petani.
Selama di Bonn Presiden Soeharto menerima kunjungan wakil-wakil masyarakat Maluku di Negeri Belanda, yaitu Haji Olong dan VT Lucas. Mereka mewakili 8.000 orang Maluku warganegara Indonesia yang tersebar di beberapa kota di negeri Belanda. Mereka datang ke Jerman Barat, sebab tidak berkesempatan bertemu Presiden ketika di Negeri Belanda. Menjawab pertanyaan Presiden, mereka mengatakan bahwa masyarakat Maluku warganegara Indonesia di Negeri Belanda tidak akan menghianati Indonesia, dan tetap sebagai bangsa Indonesia.
 
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Publikasi : Rayvan Lesilolo

Presiden dan Ibu Tien Soeharto Menyambut Pawai Pembangunan yang Melawati Istana Merdeka

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,
Rabu, 18 Agustus 1971 --- Presiden dan Ibu Tien Soeharto didampingi oleh pejabat-pejabat lainnya menyambut pawai pembangunan yang melewati Istana Merdeka. Pawai yang diadakan dalam rangka Hari Kemerdekaan ini mulai melintas di depan Istana pada jam 09.00 pagi dan berlangsung selama dua jam lebih.
Sore ini Presiden menerima apel besar Gerakan Pramuka di halaman Istana Merdeka. Dalam amanatnya Presiden Soeharto antara lain menyerukan kepada anggota pramuka agar lebih giat belajar dan memiliki kecintaan kerja, sebab hanya dengan bekerja keras kita dapat mencapai dita-dita yang diinginkan. Presiden juga mengingatkan mereka akan pentingnya makna kemerdekaan ini bagi bangsa kita. Dengan kemerdekaan itu, demikian Presiden Soeharto, kita dapat mendududukkan dan mengangkat harkat dan kedudukan bangsa Indonesia sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
 
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Publikasi : Rayvan Lesilolo

MENINGKATKAN KESERASIAN DAN TOLERANSI AGAMA

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,

Di bulan Juli 1975 diadakan konferensi nasional ulama-ulama seluruh Indonesia, dibuka di Istana Negara. Saya bicara di depan para peserta konferensi itu. Betapa pentingnya pertemuan itu tak perlu Iagi saya jelaskan. Saya katakan dalam kesempatan itu bahwa untuk meningkatkan keserasian dan toleransi agama, dibutuhkan badan musyawarah agama sebagai satu forum di mana dapat diperbincangkan hal-hal yang menyangkut kepentingan kelompok-kelompok agama.

Selang beberapa waktu tidak lama kemudian, dibentuklah Majelis Ulama Indonesia dan saya mengadakan satu resepsi untuk para ulama kita itu, yang pertama sekali diadakan oleh Kepala Negara RI sejak Indonesia  merdeka. Saya mengartikan kejadian ini sangat penting. Menciptakan keserasian agama adalah satu syarat yang utama untuk menguatkan ketahanan nasional.

Memang sebelum berdirinya Majelis Ulama Indonesia itu beberapa kali meletup persoalan yang menyangkut agama. Terjadi pula riuh pembicaraan orang tentang adanya usaha dari sementara pihak untuk mengubah kepercayaan seseorang. Maka saya harus mengingatkan kembali bahwa setiap usaha mengubah kepercayaan seseorang yang telah menganut agama tertentu hendaknya dielakkan, karena ini hanya akan mengundang kecemasan umum dan prasangka.

Saya kemukakan pandangan saya mengenai hal ini. Agama diturunkan oleh Tuhan karena kecintaan-Nya terhadap umat-Nya. Kemudian wahyu itu dirangkum dalam suatu tulisan yang kita sebut Kitab Suci. Semua Kitab Suci itu membimbing manusia untuk berbuat baik. Mereka yang berbuat baik akan memperoleh pahala. Mereka yang berbuat tidak baik akan memperoleh hukuman di akhirat nanti. Semua agama menetapkan demikian. Yang berbeda, lahirnya, berkenaan dengan situasi dan kondisi. Waktu Tuhan menurunkan agama Kristen, situasi dan kondisinya berbeda dengan sewaktu Tuhan menurunkan agama Islam.

Tuhan mengirimkan utusan-Nya ke tengah masyarakat yang berbuat bertentangan dengan kehendak-Nya. Tuhan memerlukan menurunkan nabi di tengah masyarakat Arab. Tetapi itu tidak berarti bahwa nabi itu diturunkan untuk masyarakat di tempat itu saja, melainkan untuk seluruh umat manusia. Jadi, agama itu untuk semua manusia.

Tinggallah sekarang manusia diberi kebebasan untuk memilih, mana yang baik, mana yang cocok untuk dirinya sebagai pegangan untuk melakukan perbuatan baik dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Bagi dirinya sendiri boleh saja seseorang membenarkan dan mengakui bahwa yang paling baik itu adalah pilihannya, seperti Islam buat saya. Tetapi bagi orang yang percaya kepada Tuhan, tidak perlu mengatakan “agamamu tidak baik”. Islam menyebutkan bahwa “agamamu, agamamu; agamaku, agamaku”.

Dalam negara kita, negara Pancasila, yang ditetapkan sebagai dasar pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka kita harus melindungi agama yang diturunkan Tuhan. Dalam melaksanakan agama masing-masing, hendaknya kita benar-benar dapat menghayati kehidupan yang rukun; bersatu di negeri ini.

Kita harus menempatkan diri sebagai umat-Nya yang mempunyai kekurangan. Sebab itu, jangan lantas mencari benarnya sendiri. Sebagai misal, seorang umat Islam Indonesia jangan beranggapan bahwa semua orang Indonesia beragama Islam. Dan janganlah kita menuding-nuding orang lain dengan mengatakan bahwa “agamamu tidak benar”. Di Indonesia, kita harus melaksanakan agama kita masing-masing dengan bersikap rukun terhadap dan bersama orang lain, sekalipun kita berlainan agama. Cuma orang fanatik yang beranggapan seolah-olah hanya agamanya yang paling benar dan menuding agama orang lain tidak benar. Orang fanatik begitu akan menimbulkan bentrokan. Orang fanatik begitu akan memaksa, mendorong-dorong orang lain untuk masuk agamanya. Padahal adalah hak asasi masing-masing untuk memilih agamanya sendiri.

Soal dosa dan bukan dosa, tidak akan dipikulkan kepada orang lain, melainkan kita sendirilah, secara masing-masing, yang akan memikulnya kelak. Atas dasar itu kehidupan Pancasila harus kita pelihara dan kita pegang teguh. Kita harus percaya kepada Tuhan, harus percaya dan menghormati bahwa Tuhan itu hanya satu. Tetapi kenyataan bahwa Tuhan telah menurunkan bermacam-macam agama di dunia ini, perlu kita sadari.

Hak beragama, sesuai dengan keyakinan masing-masing, harus dijamin dan dilindungi. Terlebih-lebih karena Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan naluri hidup yang tidak dapat dipisahkan dari rakyat dan bangsa Indonesia, dan telah menjadi sila pertama dari Pancasila.

Dalam melakukan kebebasan beragama ini, dalam kita sebagai pemeluk-pemeluk agama melakukan ibadah keagamaan sesuai dengan keyakinan kita masing-masing, hendaknya kita tetap waspada, jangan sampai timbul perbedaan-perbedaan pendapat yang dapat dimanfaatkan oleh musuh-musuh kita, musuh-musuh agama yang mengadu dombakan kita dengan kita.

Kita mempunyai tradisi yang baik mengenai toleransi dan kerukunan beragama ini. Tradisi dan kenyataan inilah yang antara lain menguatkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila kita. Dan sebaliknya, dengan Pancasila itu harus kita kembangkan toleransi agama. Bangsa kita menganut berbagai agama. Walaupun demikian, kesatuan dan persatuan harus tetap terpelihara. Setiap agama memang tidak memaksa seseorang menjadi pemeluknya. Agama bertolak dari kepercayaan, dan kepercayaan ini terletak dalam dasar hatinya seseorang. Oleh karena itu, tidak dapat dipaksakan.

Pancasila dan UUD ’45 menjamin kebebasan beragama. Di samping itu mewajibkan pula adanya toleransi agama. Kebebasan beragama merupakan salah satu hak yang paling asasi di antara hak-hak asasi manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Masalah agama yang timbul hendaknya dapat dinilai dan diselesaikan berdasarkan kematangan berpikir, kematangan berPancasila, dan kematangan beragama sendiri.

Seluruh bangsa kita telah menerima Pancasila. Oleh karena itu, di seluruh wilayah tanah air kita kebebasan beragama dijamin. Kebebasan untuk menjalankan ibadat menurut keyakinan masing-masing juga dijamin.

Sesuai dengan kebulatan kita menerima Pancasila, sesuai dengan kebulatan pengertian kita tentang sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka kita tidak perlu mempersoalkan mayoritas atau minoritas agama di negeri ini.

***


[1]      Penuturan Presiden Soeharto, dikutip langsung dari buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH, diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta, tahun 1982, hal. 307-310.

MEMBANGUN TAMAN MINI INDONESIA INDAH

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,
Keong Mas, salah satu ikon di Taman Mini Indonesia Indah

Saya dan istri saya mempunyai cita-cita untuk membangun suatu pusat kebudayaan peninggalan nenek moyang kita yang akhirnya nanti bisa berfungsi sebagai tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan juga tempat untuk mengembangkan kebudayaan.

Saya tahu bahwa ada kelompok tertentu yang ingin menjadikan proyek yang kami cita-citakan itu sebagai satu issue politik. Mereka mencari kesempatan untuk bisa mengganggu kestabilan nasional. Saya pernah mengingatkan mereka bahwa saya tidak akan membiarkan cara-cara yang tidak demokratis seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dan akan menindak orang-orang yang bersangkutan itu jika mereka terus melakukan tindakan mereka yang dapat mengganggu stabilitas nasional. “Kalau mereka tidak mengerti akan kalimat ‘tidak akan saya biarkan’, terus terang saja, akan saya tindak,” kata saya. Demi kepentingan Negara dan Bangsa, “Supersemar” bisa saya pergunakan untuk mengatakan ‘keadaan dalam darurat’. Saya bertanggungjawab kepada rakyat dan Tuhan dalam mempergunakan itu.

Akhirnya proyek yang kami cita-citakan itu terlaksana, dibangun mulai tahun 1975. Kritik terhadap ide kami itu muncul lagi. Namun, sebenarnya pihak yang mengkritik itu belum tahu tujuan kami. Mereka khawatir bahwa pembangunan itu akan membuat pemborosan saja dan tidak ada artinya. Padahal tujuan kami bukan seperti yang dikhawatirkannya itu.

Kenyataan, sekian tahun kemudian, menunjukkan bahwa setelah Taman Mini Indonesia Indah itu (TMII) jadi, pengkritik-pengkritik itu akhirnya mengakui manfaatnya.

Tidak bisa tidak!. Rekreasi makin hari makin terasa sebagai kebutuhan yang benar-benar diperlukan. Daya tahan tubuh, mental dan pikiran ada batasnya. Karena itu, kita memerlukan pemulihan kekuatan dan kesegaran baru, hingga timbul kekuatan baru untuk bekerja keras pada waktu selanjutnya. Jika anggota masyarakat memiliki kekuatan baru, maka sebagai bangsa, kita pun mampu melaksanakan tugas yang lebih besar dan berat. Karena itu, rekreasi besar manfaat dan artinya bagi bangsa yang sedang membangun.

Dari tahun ke tahun proyek yang berharga dan diperlukan orang banyak itu kita tambah dan kita perbaiki terus. Penambahan sarana baru di Taman Mini itu, di tahun 1986, yakni berupa Istana Anak-Anak Indonesia, Taman Bunga, Keong Emas, Museum Asmat, Pusat Informasi Budaya dan Wisata serta Taman Among Putera mendapat sambutan meriah dari masyarakat. Turis-turis dari luar negeri pun bertambah banyak saja yang menyaksikan proyek itu.

Tujuan utama pembangunan TMII itu adalah untuk menyediakan suasana rekreasi yang sehat bagi masyarakat, tempat pendidikan dalam arti luas, tempat pengenalan dan pengembangan seni budaya bangsa Indonesia dan salah satu pengembangan dunia kepariwisataan. Semuanya itu diletakkan dalam kerangka besar sumbangan bagi perkembangan dan pertumbuhan bangsa yang sedang membangun masyarakat Pancasila.

Saya secara pribadi menaruh perhatian besar atas pengembangan taman itu. Saya sekarang merasa lega dan berbahagia karena tujuan itu semakin hari makin menjadi kenyataan dan terlihat pelbagai pengaruh positif yang dibangkitkan taman itu. Sebagai tempat pendidikan, taman itu sudah menyumbangkan peranannya. Dan pendidikan itu berlaku seumur hidup untuk semua orang dan untuk semua generasi. Pendidikan itu tidak hanya menyangkut olah pikiran, tetapi juga olah rohani. Jika bertekad membangun manusia Indonesia seutuhnya, maka kebutuhan budaya tidak bisa diabaikan. Tanpa ini pasti terasa kering dan gersang.

***


[1]      Penuturan Presiden Soeharto, dikutip langsung dari buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH,  diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta, tahun 1982, hal. 315-316.

MENYELESAIKAN KESULITAN PERTAMINA

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,

Di tahun 1975 saya menemukan kesulitan berkenaan dengan Pertamina yang meminjam uang untuk melaksanakan proyek­-proyeknya. Heboh terjadi mengenai soal hutang perusahaan minyak kita itu yang berhubungan dengan berbagai macam kontrak dalam dan luar negeri, berjumlah sekitar 10,5 milyar dollar AS. Sementara surat kabar gencar menyerang kebijaksanaan pimpinan Pertamina. Saya mesti memperdalam persoalannya. Saya mesti bersikap adil sementara saya pun tahu tipu muslihat di tengah dunia bisnis raksasa, seperti dunia perminyakan. Musuh Pertamina di luar negeri pun, yang iri kepada kita, banyak.

Dalam pada itu saya tidak menyembunyikan masalah-masalah serius yang ditimbulkan oleh krisis Pertamina itu. Saya didorong-dorong untuk mengambil tindakan. Padahal saya tahu dengan betul kapan waktunya mengambil tindakan dan tidak, dan hanya memberi teguran.

Kesulitan-kesulitan kita waktu itu memang cukup merisaukan, tetapi bukan tidak dapat diatasi. Jalan keluar kita ambil dan jalan itu kita tempuh dengan tetap berhati-hati. Kesulitan yang dialami Pertamina memang cukup parah. Terutama karena terlibat dalam kewajiban pembayaran hutang-hutang yang tidak terpikul lagi oleh kemampuan perusahaan minyak kita itu. Besarnya kewajiban­-kewajiban itu disebabkan oleh meluasnya kegiatan Pertamina yang sebagian besar tidak langsung ada hubungannya dengan kegiatannya di bidang minyak.

Memang benar, pemerintah telah mengetahui dan bahkan menyetujui beberapa kegiatan Pertamina di luar minyak tersebut. Tetapi pengetahuan dan persetujuan adalah dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas pokoknya dan dengan syarat bahwa dana pembinaannya tidak boleh memberatkan perusahaan dan apalagi membebani Pemerintah.

Ternyata tanpa diketahui oleh pemerintah, mungkin didorong oleh besarnya keinginan untuk segera menyelesaikan proyek-proyeknya, Pertamina telah ditimbuni dengan berbagai kewajiban keuangan yang di luar kemampuannya. Baik yang berupa pinjaman jangka pendek maupun kewajiban keuangan dalam rangka kegiatan usaha yang tidak ekonomis. Dan itu sangat memberatkan, misalnya, sewa beli tanker samudera, pembangunan proyek-proyek lain yang menimbulkan hutang dagang yang besar.

Andaikata pemerintah tidak segera mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan Pertamina, pastilah Pertamina akan  bangkrut dan tidak mungkin mengatasi masalahnya sendiri, karena beban itu sudah di luar kemampuannya. Keadaan ini pasti akan menimbulkan akibat yang lebih serius pada keadaan ekonomi keuangan negara.

Tindakan-tindakan yang diambil pemerintah waktu itu di satu pihak berupa penertiban ke dalam tubuh Pertamina. Dan di pihak lain berupa membantu Pertamina untuk menyelesaikan dan mengurangi secara maksimal beban yang harus dipikul oleh Pertamina.

Di samping itu, pemerintah juga telah menetapkan agar dilakukan penjualan sebagian dari kekayaan Pertamina yang berlebihan, baik kepada Pemerintah ataupun kepada pihak swasta.

Oleh karena itu, tidak benar dan tidak beralasan perkiraan atau kekhawatiran masyarakat bahwa karena besarnya hutang Pertamina, pemerintah terpaksa mengadakan devaluasi rupiah. Kita tidak akan dan memang tidak perlu mengadakan devaluasi rupiah waktu itu.

Alhasil, kejadian ini lebih dari sekedar masalah kesulitan keuangan. Masalah Pertamina itu sungguh merupakan pengalaman yang pahit dan harus menjadi pelajaran bagi kita semua, bagi semua aparatur pemerintah, bagi perusahaan-perusahaan milik negara. Betapa pun keinginan kita untuk mempercepat pembangunan, namun apabila pelaksanaan tidak dilakukan berdasarkan perhitungan-perhitungan yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, akhirnya pasti akan mengalami kesulitan dan bahkan mungkin kegagalan.

Beberapa waktu kemudian, sewaktu meyampaikan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk tahun 1976/1977, saya kemukakan pendirian saya. Pemerintah sesungguhnya percaya dengan segala tindakan yang telah dijalankan dengan penuh keyakinan, masalah Pertamina dapat diselesaikan dan peningkatan pembangunan selama tahun 1976/1977 dan seterusnya akan berlangsung seperti yang diharapkan. Memang pada waktu itu jalan keluarnya telah kita dapatkan. Dan persoalan Pertamina terselesaikan.

Tuntutan yang gencar di tengah masyarakat saya diamkan dulu. Saya diamkan dulu air yang mendidih itu supaya saya bisa meminumnya. Setelah semua mata dan perhatian pun terarah kepada yang lain, maka kemudian pertukaran pimpinan Pertamina pun terjadi.

Saya tetapkan mengangkat kembali hampir semua anggota direksi yang lama untuk menjamin kelangsungan dan kelancaran tugas perusahaan, sementara Ibnu Sutowo diganti oleh Piet Harjono sebagai Dirutnya.

Saya tidak suka pada goncangan-goncangan yang tidak perlu dan malahan membahayakan dan merugikan. Namun tentu saja saya terus menguji kemampuan dan pengabdian mereka dalam rangka melaksanakan tugas mereka bagi keberhasilan tugas-tugas Pertamina.

***


[1]      Penuturan Presiden Soeharto, dikutip langsung dari buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH,  diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta, tahun 1982, hal. 304-306.

Gebrakan Pak Harto Menyehatkan Ibu dan Anak

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,,,
Kesehatan ibu dan anak masih menjadi masalah di Indonesia. Padahal, dulu Pak Harto telah mengembangkan Posyandu yang diakui berhasil memberi kehidupan yang lebih baik bagi ibu dan anak.

KEPALA Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sonny Harry Budiutomo Harmadi mempunyai kabar tak baik. Awal tahun ini (2012), dia mengatakan bahwa setengah dari sekitar 260 ribu Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Indonesia kini tak aktif lagi. Menurut Sonny, kurangnya dukungan politik, pendanaan, dan minimnya sukarelawan menyebabkan hal itu.

“Zaman sudah berubah. Orang-orang kini tak bangga lagi menjadi sukarelawan Posyandu,” kata Sonny seperti dikutip The Jakarta Globe.

Padahal, Posyandu menjadi garda terdepan dalam upaya pencegahan penyakit, khususnya pada ibu dan anak. Apalagi, metode pencegahan kini dijadikan prioritas ketimbang penyembuhan oleh Kementerian Kesehatan. Namun demikian, Kementerian Kesehatan seolah melupakan Posyandu dan membiarkannya berjalan tanpa arahan dan dukungan.

Dikembangkan atas prakarsa Presiden Soeharto pada 1984, Posyandu dulu pernah menjadi kebanggaan rakyat. Setiap bulannya, rakyat berbondong-bondong mendatangi Posyandu yang dikelola berbasiskan komunitas. Tenaga sukarelawan kesehatan di Posyandu—yang telah mendapatkan pelatihan dari dinas kesehatan setempat—memberikan panduan kesehatan bagi ibu hamil dan ibu menyusui. Selain itu, Posyandu juga memberi vaksinasi dan makanan suplemen kepada bayi dan balita. Posyandu juga menjadi media deteksi dini kasus-kasus malnutrisi dan kekurangan gizi pada bayi dan balita.

Gebrakan Pak Harto lewat Posyandu memang menunjukkan hasil signifikan. Survei Demogarafi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan angka kematian ibu melahirkan menurun dari 390 kematian per 100.000 kelahiran pada 1990 menjadi 228 kasus pada 2007. Angka kematian bayi menurun dari 70 kematian per 1.000 bayi lahir pada 1986 menjadi 34 pada 2007. Demikian pula angka kematian balita, yang menurun dari 69 kematian per 1.000 kelahiran pada 1993 menjadi 44 pada 2007. Prestasi tersebut bahkan membuat Honduras mengadopsi konsep Posyandu dan malah mengembangkannya lebih baik daripada Indonesia saat ini.

Hari ini, Posyandu memang tampak tak begitu efektif daripada sebelumnya. Perkembangannya sepertinya mengalami perlambatan.

Ini terlihat pada data SDKI 2007. Meskipun angka kematian ibu terus menurun, perkembangan rerata angka kematian bayi baru lahir justru melambat. Sejak 2003 hingga 2007, angka kematian bayi hanya berkurang satu dari 35 kematian per 1.000 kelahiran menjadi hanya 34 pada 2007. Ini perkembangan paling lambat sejak 2000. Sementara itu, angka kematian balita hanya turun dua, dari 46 kematian per 1.000 kelahiran pada 2000 menjadi hanya 44 pada 2005. Lagi-lagi angka perkembangan terlambat sejak 2000.

Kepemimpinan Pak Harto dalam Kesehatan Ibu Dan Anak

MENURUT Jeremy Shiffman dari American Public Health Association—dalam artikel “Generating Political Priority for Maternal Mortality Reduction in 5 Developing Countries” yang dimuat dalam American Journal of Public Health—keberhasilan Pemerintah Orde Baru menurunkan angkan kematian ibu dan anak didorong oleh apa yang dia sebuah sebagai “political entrepreneurship” yang dimiliki Pak Harto. Shiffman menulis Pak Harto memimpin langsung kampanye kebijakan, menambah anggaran untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak, dan memobilisasi pemerintah provinsi serta kabupaten/kota untuk memerhatikan masalah yang sama.

Selama kepemimpinan Pak Harto, Puskesmas dan Posyandu menjadi ujung tombak sekaligus implementasi program di bidang kesehatan. Pelayanan kesehatan dan Posyandu yang tersebar hingga desa terpencil berhasil menekan angka kematian bayi, mengendalikan penyebaran penyakit menular, dan memperbaiki kondisi kesehatan masyarakat.

Puskesmas yang digagas Bung Karno berkembang pesat di era Pak Harto. Melalui program Inpres Sarana Kesehatan pada 1994 hingga 1995 telah 6.984 unit Puskesmas, 20.477 unit Puskesmas Pembantu, dan 3.794 unit Rumah Dinas untuk dokter di daerah terpencil pun berdiri.

Dalam memenuhi kebutuhan tenaga medis, Pak Harto mengupayakan penempatan dokter di daerah-daerah tertinggal yang dikenal dengan program dokter Inpres Desa Tertinggal (IDT). Pada 1994-1995 telah ditempatkan lebih dari 3.000 dokter PTT dan 800 dokter gigi PTT. Jumlah tersebut terus meningkat untuk tahun-tahun berikutnya.

Gebrakan menarik lain adalah pengadaan bidan ketika akseptor dan calon akseptor Keluarga Berencana (KB) sernakin merebak di berbagai pelosok desa dan tidak bisa lagi dilayani dokter, karena padukuhan tempat tinggal mereka jauh dari Puskesmas. Memperhatikan kondisi demikian, Pak Harto menggelar Inpres Bidan (crash program pengadaan bidan) dengan membuka sekolah bidan di mana-mana dan dalam tiga tahun kebutuhan bidan terpenuhi.

Secara khusus, Posyandu menjadi pusat penyebaran informasi betapa pentingnya KB dan pelayanan kesehatan sebelum dan setelah persalinan. Posyandu mengajarkan warga bagaimana mengelola nutrisi yang baik, pakaian yang bersih, dan rumah yang sehat.

Namun seiring berjalannya waktu, kegiatan Posyandu yang awalnya begitu aktif digelar di kampung-kampung itu akhirnya semakin ditinggalkan. Kegiatan yang begitu kaya manfaat itu kini harus mati suri.

Dugaan muncul, bahwa kegiatan Posyandu mengalami penurunan karena terpengaruhi oleh situasi politik pasca 1998. Sebagaimana kita ketahui, ketika reformasi bergulir, segala yang berbau Orde Baru pun ikut ditinggalkan meskipun positif, termasuk Posyandu.

Selain itu, tampaknya era desentralisasi—yang disebut otonomi daerah—juga menjadi salah satu pemicu penurunan aktivitas posyandu. Kebijakan pelayanan kesehatan kini sudah menjadi kewenangan pemerintah daerah. Sedangkan kemampuan dan kesadaran pemerintahan daerah terhadap pelayanan kesehatan, termasuk dalam masalah Posyandu tidak sama. Hal ini kemudian berakibat pada kecilnya persentase anggaran daerah (APBD) dalam masalah pelayanan kesehatan, khususnya kesehatan ibu dan anak.

Shiffman juga melihat faktor tersebut. Dia menulis ketika pada 1998 terjadi desentralisasi, tak ada lagi prioritas pada kebijakan kesehatan ibu dan anak. Kapasitas Pemerintah Pusat untuk mengarahkan pemerintah daerah melemah. Kini pemerintah daerah lebih suka memfokuskan sumberdaya yang ada kepada hal-hal populis—yang bisa memberi mereka suara dalam pemilu—seperti pembangunan jalan.

Posyandu Harus Direviltalisasi

Meskipun terkendala sejumlah persoalan di atas, Posyandu mutlak direvitalisasi karena beberapa hal berikut—yang sejatinya menjadi konsepsi dan pemikiran Pak Harto saat mengembangkan Posyandu.

Pertama, Posyandu membantu warga untuk tetap sehat sehingga pendapatan bisa digunakan untuk kebutuhan lain. Terlebih lagi, mengurangi ketergantungan warga kepada Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tentu akan menghemat penggunaan anggaran negara.

Kedua, peran Posyandu sangat krusial ketika ketersediaan tenaga dokter masih belum memadai. Meskipun jumlahnya meningkat, dokter praktik umum tak tersebar secara merata. Rasio dokter per populasi antara kota dan desa sangatlah senjang, yakni 32 berbanding 6 per 100.000 populasi. Sebab, banyak dokter enggan bekerja di wilayah pedesaan, terkecuali pengorbanan yang mereka hadapi—kehilangan kesempatan dan penghasilan lebih tinggi di kota—dikompensasi dengan penghargaan yang pantas.

Ketiga, Posyandu mengurangi ketergantungan berlebihan masyarakat kepada penggunaan obat-obatan.

Untuk merevitalisasi Posyandu, Kementerian Kesehatan harus to mengkaji kembali konsep awal Posyandu. Konsep Posyandu adalah konsep kesehatan komunal, dimana warga di suatu wilayah secara kolektif bertanggung jawab terhadap kesehatan satu sama lain.

Kunci sukses Posyandu pada era kepemimpinan Pak Harto adalah kemampuan pemerintahannya melibatkan dan memobilisasi warga— baik sebagai subjek maupun objek pelayanan kesehatan— serta mengadaptasi proyek itu ke dalam konteks lokal.

Posyandu pada dasarnya bertujuan mengakomodasi kapasitas keuangan warga, mengintegrasikan pengetahuan komunitas, dan mengunakan segala sumberdaya lokal yang tersedia. Hasilnya, masyarakat yang berpartisipasi dalam proyek ini mampu mengidentifikasi masalah mereka dan mencarikan solusinya. Yang lebih penting, warga kemudian menjadi sadar akan manfaat Posyandu sehingga mereka secara sukarela bersedia untuk membantu agar Posyandu tetap ada di lingkungan mereka.

Posyandu sukses ketika itu karena kepemimpinan Pak Harto berinisiatif dan mampu mengembangkan inisiatif itu untuk mengatasi masalah lokal. Dan yang tak kalah penting, Pak Harto sangat menjaga kesinambungan dari setiap kebijakan yang ia jalankan.[]

Sumber: Harian Pelita, 09 Oktober 2012