PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 31 Maret 1966 - 1986

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Kamis, 31 Maret 1966

DPP Parkindo menyatakan kegembiraannya sehubungan dengan terbentuknya kabinet baru; partai ini juga menyerukan agar usaha pembersihan terhadap G-30-S/PKI dan orang-orang yang “plin-plan” terhadap Ampera diteruskan. Anggota-anggota parti diminta untuk membantu Letjen. Soeharto dalam melaksanakan Supersemar.

DPP/PNI Front Marhaenis menginstruksikan kepada para anggotanya untuk melaksanakan perintah Letjen. Soeharto untuk menangkap Ir. Surachman dan pembantu-pembantunya yang berusaha menyelamatkan menteri “buronan” tersebut. Selain itu diserukan pula agar membersihkan PNI/FM dari unsur-unsur G-30-S/PKI.

Front Pancasila Bandung telah mengirimkan pernyataan kepada pemerintah agar membubarkan Parindo beserta organisasi-organisasi massa dan Baperki secara formal. Front Pancasila juga mendesak agar segala kegiatan organisasi-organisasi, orang-orang dan golongan-golongan yang nyata-nyata mendukung PKI dilarang.

Minggu, 31 Maret 1968

Hari ini Presiden Soeharto mengadakan perundingan babak kedua dengan PM Jepang, Eisaku Sato. Sebagai kelanjutan dari pertemuan sebelumnya, dalam pertemuan hari ini Presiden Soeharto telah berhasil memperoleh jaminan bahwa  Jepang ”dengan pandangan jauh” akan mempertimbangkan jumalah bantuannya kepada Indonesia tahun ini. Namun dalam hal ini Jepang belum dapat memberikan angka-angka yang pasti.

Senin, 31 Maret 1969

Pukul 09.00 pagi ini bertempat di Istana Merdeka Presiden Soeharto menandatangani RUU APBN 1969/1970. Penandatanganan ini di saksikan oleh para ketua MPRS, DPA, DPR-GR, dan lembaga-lembga tinggi negara lainnya, serta seluruh anggota Kabinet Pembangunan. pada kesempatan itu, Presiden menyatakan bahwa saat ini lebih besar artinya dari pada sekedar lahirnya UU. Saat ini sangat penting artinya bagi masa depan bangsa kita, karena kita akan segera memasuki tahun pertama Repelita. Dengan UU ini kita memiliki rencana kerja yang jelas dan terperinci untuk tahun 1969/1970 dalam rangka melaksanakan Repelita 1969/1970.

Sabtu, 31 maret 1973

Setelah mendengar dan mepertimbangkan saran-saran Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional, Pemerintah hari ini mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak. Kenaikan harga yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 April itu tercantum didalam Keputusan Presiden No. 10/1973 tertanggal 31 Maret 1973. Dijelaskan bahwa harga bahan bakar minyak perlu dinaikkan yaitu untuk menjamin kelancaran produksi dan distribusi minyak serta untuk meningkatkan penerimaan negara dalam rangka pelaksanaan Repelita. Dengan kenaikan ini maka harga setiap liter bahan bakar minyak adalah sebagai berikut:
Avigas dari Rp35,- menjadi Rp40,-
Bensin suoer dari Rp40,- menjadi Rp45,-
Bensin Premium dari Rp35,- menjadi Rp40,-
Minyak Tanah dari Rp10 menjadi Rp11,50,-
Minyak Solar dari Rp14,- menjadi Rp16,-
Minyak diesel dari Rp8,50,- menjadi Rp 9,-
Minyak bakar dari Rp6,50,- menjadi Rp7,50,-

Senin, 31 Maret 1975

Selama tiga jam terus- menerus di Cendana hari ini Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan beberapa menteri dalam bidang ekonomi. Menteri-menteri yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Menteri Negara Ekuin/Ketua Bappenas, Widjojo Nitisasro,  Menteri Keuangan, Ali Wardhana, Menteri Pertambangan, Mohammad Sadli, dan Menteri Perdagangan, Radius Prawiro tidak diperoleh keterangan mengenai masalah ekonomi apa yang telah menjadi pokok pembahsan dalam pertemuan tersebut.

Rabu, 31 maret 1976

Pagi ini, pukul 09.00 Presiden Soeharto menerima para pengurus Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Cendana. Selain ketua pengurus pusat IAI, Drs. Radius Prawiro, dan Penasihat Pengurus Pusat Prof. Sumardjo Tjiptosidojo, hadir pula pengurus-[engurus inti lainnya, yaitu Drs. Utomo Josodirjo, Drs. Basuki Sidharta, Drs. Sujono dan Drs. Soebagjo.
Pada kesempatan itu, Presiden meminta IAI untuk membantu pengembangan pasar uang dan modal di Indonesia. Menurut Kepala Negara bantuan yang dapat diberikan oleh para akuntan antara lain ialah menilai perusahaan yang akan menawarkan sahamnya kepada masyarakat. Dengan bantuan IAI yang menunjukkan yang mana perusahaan yang terbaik, maka diharapkan bahwa kepentingan calon pembeli saham akan terlindungi. Demikian harapan Presiden.

Presiden Soeharto hari ini menetapkan Peraturan Pemerintah No. 11/1976 tentang penyempurnan ekspor, impor, dan lalulintas devisa. Dengan berlakunya peraturan yang menggantikan peraturan Pemerintah No. 16/1970 ini, maka para pengekspor dapat memperoleh nilai lawan rupiah dari hasil seluruh penjualan devisa umum yang diperolehnya dari hasil ekspor dengan terlebih dahulu dikurangi pajak ekspor. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16/1970 yang telah dicabut itu, pengekspor hanya meperoleh nilai lawan rupiah sebanyak 9% dari hasil penjualan devisa umumnya, yang diperoleh dari hasil ekspor dengan kurs yang terjadi pada bursa valuta asing. Sisa yang 10% harus diserahkan kepada pemerintah pusat, kecuali untuk barang jadi seperti kerajinan rakyat.

Kamis, 31 Maret 1977

Hari ini Presiden Soeharto meresmikan pembukaan pabrik nikel di Soroako, Sulawesi Selatan. Pada peresmian itu, Presiden Soeharto menyampaikan sambutannya yang antara lain menyatakan agar investor asing mempunyai pengertian dan kesadaran bahwa kesempatan untuk menanamkan modalnya disini dan memperoleh keuntungan dapat berfungsi memajukan perekonomian Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan. Dengan selesainya proyek pertambangan nikel ini berarti Indonesia menjadi negara produsen nikel di dunia. Dengan demikian bertambahlah kekayaan riil produksi tambang, yaitu nikel, yang merupakan salah satu bahan baku yang sangat penting dan dibutuhkan oleh dunia.

Acara peresmian ini antara lain dihadiri duta-duta besar Amerika Serikat, Kanada, Australia, Inggris, dan Jepang. Terlihat pula antara lain menteri Pertambangan Mohammad Sadli, Menteri M Jusuf, Menteri Tojob Hadiwidjaja. Menteri Sudharmono SH dan Nyonya, dan Pangkowihan II. Sesudah peresmian pabrik nikel ini, Presiden Soeharto melanjutkan peninjauan ke obyek transmigrasi Luwuk, lalu ke Pekuburan alam Londa di Tana Toraja, dan malm ini menginap di Tana Toraja.


Jumat, 31 maret 1978

Pada pukul 09.00 pagi ini bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto melantik menteri-menteri Kabinet Pembangunan III. Dalam amanatnya Kepala Negara antara lain, menegaskan kembali kedudukan para menteri sebagai pembantu Presiden. menurutnya, sesuai dengan penjelasan UUD 1945, sebagai pembantu Presiden, para menteri bukanlah para pegawai tinggi biasa, oleh karena para menterilah yang terutama menjalankan kekuasaan Pemerintah dalam praktek. Sebagai pembantu Presiden, para menteri juga harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR, sepanjang sesuai dan dalam rangka pelaksanaan GBHN.

Sabtu, 31 Maret 1979

Peserta Rapim ABRI diterima Presiden Soeharto pukul 10.00 pagi ini di Bina Graha. Dengan dipimpin oleh Menhankam/Pangab, Jenderal M Jusuf, mereka menghadap untuk menyampaikan hasil-hasil Rapim yang telah mereka ikuti sejak beberapa hari yang lalu di Dili, Timor Timur.
Menyambut hasil-hasil tersebut, Presiden mengatakan bahwa sangatlah mutlak bagi setiap prajurit ABRI dan seluruh jajaran ABRI sebagai kesatuan terus mendalami dan menghayati dasar, semangat dan idealisme ABRI. Dan untuk itu yang teramat penting ialah agar ABRI selalu mendengarkn suara hati rakyat mengenai apa yang diinginkan dan diharapkan rakyat dari ABRI. Setiap anggota ABRI perlu terus menerus mengingatkan suara hatinya sendiri apa sesungguhnya tujuan hidup seorang prajurit ABRI. Jawaban dan perbuatan atas pertanyaan mendasar itu akan mewujudkan secara nyata kemanunggalan ABRI dengan rakyat. Kemanunggalan inilah kunci berhasilnya perjuangan bangsa kita dalam menegakkan kemerdekaan tiga dasawarsa yang lalu dan didalam mengisi kemerdekaan sekarang ini.

Mengakhiri amanatnya Presiden meminta kepada para piminan ABRI agar memperhatikan kesejahteraan prajurit dan keluarganya. Kita memandang prajurit sebagai pejuang, akan tetapi, demikian Presiden, bagaimanapun juga mereka manusia-manusia biasa. Prajurit pun berhak mendapat ketentraman batin dan kebahagiaan keluarga, demikian ditegaskan oleh Kepala Negara.

Minggu, 31 maret 1985

Atas nama Presiden Soeharto, hari ini Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono SH, menyerahkan bantuan Presiden untuk pembangunan Masjid Raya at-Taqwa di Kutacane, Aceh Tenggara, T Johan Syahbudin SH.

Senin, 31 maret 1986

Pemerintah tetap tidak akan mengizinkan ekspor sapi atau kerbau hidup, melainkan harus dalam bentuk karkas (sudah dipotong dan dikuliti). Demikian ditegaskan Presiden Soeharto kepada Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan, Hutasoit, yang menghadapnya di Bina Graha siang ini. Penegasan ini dinyatakan Presiden Soeharto sehubungan dengan adanya keinginan sejumlah negara, termasuk Singapura dan Malaysia, untuk mengimpor sapi hidup dari Indonesia. Presiden juga menolak pengiriman bibit sapi keluar negeri, sebab sampai sekarang Indonesia masih kekurangan bibit ternak. Oleh karena itu produksi bibit yang ada harus memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu.


Penyusun Intarti Publikasi Lita,SH.



Jejak Langkah Pak Harto 30 Mei 1966 - 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Rabu, 30 Maret 1966

Sehubungan dengan “pengamanan” terhadap 15 menteri yang diduga terlibat dalam G-30-S/PKI, maka Presiden/Panglima Tertinggi ABRI melantik menteri-menteri baru untu mengisi kekosongan jabatan tersebut. Kabinet, yang diberi nama Kabinet Dwikora Yang Lebih Disempurnakan ini, dibentuk dua hari yang lalu, untuk menggantikan Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan. Susunan kabinet yang baru dilantik ini dapat dilihat dalam Lampiran III.

Kamis, 30 Maret 1967

Pejabat Presiden Jenderal Soeharto telah menginstruksikan kepada semua menutama/menteri Kabinet Ampera, pimpinan lembaga/badan pemerintahan lainnya agar upacara bendera atau upacara-upacara lainnya tidak lagi membacakan “Panca Setia”. Sementara menunggu ketentuan lebih lanjut, maka dalam upacara semacam itu di instruksikan untuk membacakan “Pancasila dan Mukaddimah UUD 1945” secara khidmat. Instruksi yang mulai diberlakukan hari ini, merupakan perombakan besar terhadap tradisi dan praktek-praktek upacara yang dibina oleh Orde Lama dalam beberapa tahun terakhir ini. Sebagaimana diketahui, isi daripada Panca Setia adalah bertentangan dengan Pancasila.
Pejabat Presiden Soeharto mengadakan pertemuan kembali dengan Pimpinan DPR-GR sehubungan dengan timbulnya kemacetan dalam pembicaraan RUU Pemilihan Umum.


Sabtu, 30 Maret 1968

Pada jamuan makan siang yang diselenggarakan oleh foreign Correspondents Clubs untuk menghormati kunjungannya di Jepang, Presiden Soeharto memberikan penjelasan tentang Pancasila, politik dalam dan luar negeri RI, dan terutama yang berhubungan dengan pembangunan di Indonesia. Dijelaskan oleh Presiden bahwa Indonesia memberikan prioritas kepada kerjasama regional dan pembangunan Asia Tenggara di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan. Ditegaskannya pula, bahwa Indonesia tidak menghendaki pakta militer atau pangkalan militer asing di Asia Tenggara. Akan tetapi Indonesia cukup realistis untuk dapat menerima pertimbangan dari negara-negara tetangganya bahwa pangkalan-pangkalan militer asing itu tidak dimaksud untuk merongrong kemerdekaan negara lain.

Senin, 30 Maret 1970

Seorang gadis cilik dari Amerika Serikat, Mauren Ann, telah menyumbang uang sebesar 17 dolar untuk proyek kemanusiaan Irian Barat. Maureen tergerak hatinya setelah membaca harian Los Angeles Times tentang proyek kemanusiaan yang dilancarkan oleh Presiden Soeharto beberapa waktu yang lalu. Ia dan keempat saudaranya, yang berusia 2-10 tahun, telah menyumbangkan uang saku mereka untuk membantu anak-anak Irian Barat.

Selasa, 30 Maret 1971

Presiden Soeharto mengungkapkan bahwa anggaran untuk keluarga berencana dalam APBN 1971/1972 dilipatkangandakan tiga kali. Hal ini sebab ia berpendapat bahwa keluarga berencana dan perencanaan penduduk merupakan salah satu faktor yang amat penting dalam usaha pembangunan bangsa dan negara. karena itu keluarga dimaksudkan dalam Repelita I, dan akan dilanjutkan pada Repelita II, III dan seteruskan.

Dalam sidang kabinet paripurna pagi ini Presiden menyatakan bahwa pada awal April nanti ia akan mengadakan pertemuan dengan pimpinan partai politik dan Golrkar untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan pemilihan umum.

Selain itu, sidang ini memutuskan bahwa para pegawai Departemen  Keuangan dilarang menjadi pegawai atau pengurus usaha swasta. Untuk ini Menteri Keuangan Ali Wardhana diberikan wewenang untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pelanggar.
Presiden juga menginstrusikan kepada para menteri untuk mengadakan inventarisasi kekayaan negara secara menyeluruh, baik kendaraan ataupun barang yang ada di departemennya masing-masing secepatnya.Sidang kabinet ini juga mengeluarkan Keputusan Presiden No. 14/1971 yang mengatur  secara terperinci tentang pedoman, pelaksanaan dan pengelolaan keuangan negara yang menyangkut APBN 1971/1972. Khusus mengenai hal ini, Presiden Soeharto menegaskan aga para menteri, sekjen, dirjen,irjen, dan pejabat tinggi lainnya menaati dan melaksanakan tata cara pengelolaan keuangan itu dengan sebaik-baiknya.

Selasa, 30 Maret 1976

Presiden Soeharto menyatakan pendapatnya bahwa membayar pajak kepada negara merupakan realisasi kehidupan Pancasila, oleh karena itu sistem perpajakan di Indonesia harus pula sesuai dengan falsafah Pancasila. Untuk merealisasikan cita-cita tersebut, demikian Presiden, maka masalah perpajakan dapatlah hendaknya diajarkan di sekolah-sekolah, terutama sejak SMA. Hal ini dikemukakan Kepala Negara kepada para wartawan yang meliput kunjungan pribadinya di Kantor Inspeksi Pajak Jakarta Pusat IV pagi ini, untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak pendapatan tahun 1975, dan pajak kekayaan tahun 1976.
Dikatakan pula oleh Presiden bahwa warganegara yang sanggup, harus membayar pajak, sedangkan yang tidak mampu, sudah pasti tidak akan dikenakan pajak. Menurut Kepala Negara, dengan cara demikianlah perpajakan menecerminkan semangat kegotong-royongan bangsa kita didalm membangun negara. kemudian Presiden menghimbau instansi perpajakan agar mempermudah orang yang akan membayar pajak dengan membuat SPT yang sederhana.

Rabu, 30 Maret 1977

Presiden Soeharto meresmikan lapangan minyak Handie dan terminal minyak Senipah di Kalimantan Timur pagi ini. Pada peresmian itu, Presiden Soeharto mengatakan bahwa usaha kita untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi minyak dan pemasarannya perlu memperoleh perhatian secara terus menerus. Untuk itu, kerjasama dengan para kontraktor atau “partner” bagi-hasil dengan bidang minyak harus dibina sebaik-baiknya atas dasar kebijaksanaan-kebijaksanaan dan peraturan perundang-undangan yag berlaku. Dengan memanfaatkan penanaman modal asing, kita berusaha untuk mempercepat penggalian sumber-sumber kekayaan alam dan potensi-potensi ekonomi kita, terutama pada bidang-bidang yang belum mampu kita kerjakan sendiri. Presiden Seoaharto mengucapkan selamat kepada Pertamina, Total Indonesia dan Japex Indonesia yang telah menghasilkan minyak di Lapangan dan terminalnya yang baru diresmikan itu.
Setelah acara peresmian itu, Presiden Soeharto beserta rombongan meninggalkan Kalimnatan Timur menuju Sulwasi Selatan. Di Ujung Pandang, Kepala Negara meresmikan beberapa proyek pembangunan, seperti STM Pembangunan, Penjernihan air minum, dan Pusat Latihan Kejuruan Mandiri.
Dalam pidatonya ketika meresmikan proyek-proyek pembangunan di Ujung Pandang, Kepala Negara  mengatakan bahwa selama Orde Baru ribuan proyek pembangunan telah diselesaikan. Pembangunan itu dilaksanakan selama bertahun-tahun, baik oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maupun oleh swasta dan rakyat. Dengan demikian, slangkah demi selangkah kita mendekati cita-cita kita bersama, yaitu kehidupan masyarakat maju, adil dan sejahtera.

Senin, 30 Maret 1981

Pagi ini Presiden Soeharto membuka Lokakarya Peningkatan Operasional Hubungan Perburuhan Pancasila di Bina Graha. Dalam kata sambutannya, Presiden antara lain mengemukakan bahwa asas kekeluargaan dalam hubungan perburuhan Pancasila akan menempatkan buruh dan perusahaan bukan sebagai kekuatan yabg saling berhadap-hadapan, melainkan sebagai dua kkuatan yang saling membantu dan saling isi mengisi dalam kerjasama yang saling hoormat menghormati. Selanjutnya ia mendesak agar hubungan perburuhan yang mantap, penuh keadilan dan rasa kemanusiaan, segera dikembangkan bersama. Hal ini dalam waktu-waktu yang akan datang kita akan menghadapi pertumbuhan perusahaan yang sangat besar, sejalan dengan kemajuan ekonomi dan pembangunan.

Rabu, 30 Maret1983

Presiden Soeharto pada pukul 10.00 pagi ini mwmimpin sidang kabinet paripurna bertempat di Gedung Utama Sekretariat Negara. salah satu keputusan yang diambil didalam sidang tersebut adalah kebijaksanaan untuk mendevaluasikan kurs mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Dengan kebijaksanaan baru yang mulai berlaku pada jam 11.30 pagi ini, kurs tengah rupiah terhadap dollar adalah sebesar Rp970,- . kebijaksaan itu juga menetapkan bahwa penentuan kurs mata uang asing akan dilakukan dengan sistem kurs mengambang yang terkendali (managed floating rate) sebagaimana yang telah berlaku selama ini.
Menteri Koordinator bidang Ekuin, Ali Wardhana, mengatakan bahwa dengan kebijaksanaan pemerintah itu, sistem lalu lintas devisa bebas tetap dipertahan. Selanjutnya dikatannya bahwa Pemerintah memandang perlu untuk melakukan devaluasi rupiah, karena dengn langkah ini Pemerintah akan dapat menghadapi kesulitan-kesulitan ekonomi sekarang ini.

Minggu, 30 Maret 1986 

Presiden Soeharto selaku pribadi dan selaku ketua Yayasan Dharmais, Supersemar dan Yayasan Dakab, pagi ini menyerahkan sumbangan kepada Ibu Tien Soeharto, selaku Ketua Umum Panitia Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dalam suatu upacara di Istana Bogor. Panitia Gotong-royong ini dibentuk guna menghimpun dana kemanusiaan dari masyarakat umum untuk membantu meringankan penderitaan korban bencana alam.
Dalam acara yang berlangsung kurang dari empat jam ini, tercatat 246 pribadi yang memberikan sumbangan. Selaku Ketua Yayasan Dharmais, Supersemar, dan Yayasan Dakab menyumbang pula masing-masing sebesar Rp200 juta. Hari ini secara keseluruhan panitia itu berhasil berhasil menghimpun dana sebesar Rp9.731.422.000,-.

Kamis, 30 Maret 1989

Pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima Wakil Perdana Menteri Singapura. Goh Chok Tong dan rombongan di Bina Graha. Dalam pertemuan yang berlangsung selama 40 menit itu telah dibahas masalah ketahanan nasional dan ekonomi. Ketika berbicara tentang ketahanan nasional, Presiden Soeharto memberikan penjelasan secara terperinci mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Selain itu Kepala Negara juga menekankan pentingnya generasi muda ASEAN meningkatkan hubungan kerjasama dan saling pengertian untuk kepentingan masa depan masing-masing bangsa.

Senin, 30 Maret 1992

Menteri Perindustrian Hartarto pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Cendana. Ia datang untuk melapor tentang hasil perjalanannya ke India, Thailand, dan Singapura baru-baru ini. Seusai menghadap, ia mengatakan bahwa pemerintah India telah meminta agar Indonesia mendirikan pabrik minyak kelapa sawit di negaranya. Bahan yang diolah oleh pabrik tersebut adalah minyak sawit mentah (CPO) yang didatangkan dari Indonesia. Dikatakannya bahwa permintaan itu merupakan bagian dari upaya peningkatan kerjasama bilateral. Selain pabrik minyak sawit, pihak India menginginkan juga Indonesia membangun pabrik petrokimia disana. Sebaliknya, India ingin mendirikan pabrik pulp di Aceh yang hasilnya akan dikirim ke India.

Penyusun Intarti Publikasi Lita,SH.
    

Jejak Langkah Pak Harto 29 Maret 1966 - 29 Maret 1978

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Selasa,29 Maret 1966

KAPPI Sumatera Utara mengajukan tuntutan pada pemerintah agar memutuskan hubungan diplomatik dengan RCC yang disebutnya sebagai nekolim timur”. Tuntutan tersebut didasari oleh fakta-fakta yang antara lain adalah sebagai berikut:
1. RCC telah turut campur tangan dalam politik dalam negeri RI, serta menunjukkan sikap-sikap dan tindakan-tindakan yang ridak bersahabat.
2. RCC telah melancarkan fitnahan dan provokasi, lewat radio peking dan memburuk-burukkan nama baik ABRI yang justru bertindak terhadap PKI/Gestapu karena tugas penyelamatan terhadap revolusi Indonesia.
3. Baperki yang di Indonesia merupakan himpunan/konsentrasi dari orang-orang Tionghoa telah membantu gerakan kontra revolusi G-30-S dan RRC telah memasukkan senjata-senjata lewat proyek Conefo.
4. Gedung-gedung sekolah dan perkumpulan Tionghoa yang ada di Indonesia selalu digunakan untuk pertemuan gelap untuk merongrong RI. 

Rabu, 29 Maret 1967

Hari ini Pejabat Presiden telah mengadaka pertemuan dengan Pimpinan DPR-GR. Dalam pertemuan ini telah dibicarakan tentang ketidaklancaran pembahasan beberapa perundangan di DPR-GR. Seperti diketahui, saat ini DPR-GR sedang membahas RUU tentang pemilihan umum, RUU tentang Kehakiman, RUU Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara.

DPP PNI/FM dalam keterangan persnya yang diberikan oleh Ketua Umumnya, Osa Maliki, dan Sekretaris, Usep Ranawidjaja SH, sehubungan dengan pendapat Ketua NU KH M Dachlan, mengatakan bahwa tidak akan membantah tuduhan Dachlan bawa PNI talah terkena infiltrasi PNI A-Su, tetapi sebagai proses kristalisasi dalam tubuh PNI telah diadakan pemecatan-pemecatan aktivis dan kader Ali Surachman yang dianggap membahayakan PNI Osa-Usep.

Jumat, 29 Maret 1968

Di Tokyo, hari ini Presiden Soeharto mengadakan perundingan dengan PM Jepang, Eisaku Sato menjawab pertanyaan para wartawan dalam suatu konferensi pers di Tokyo, Presiden Soeharto mengatakan bahwa dalam pertemuan tersebut membicarakan tentang soal bantuan Jepang kepada Indonesia, Presiden mengatakan bahwa bagaimanapun Indonesia tidak akan bergeserke arah pembentukan pakta militer. Mengenai pandangan tentangperang Vietnam, Presiden mengatakan bahwa Indonesia menginginkan agar masala Vietnam dapat diselesaikan secara damai leh rakyat Vietnam.

Presiden Soeharto menghadiri jamuan makan yang diadakan oleh Keidanren di Tokyo. Dalam pertemuan dengan sekitar 200 tokoh industri, pengusaha dan keuangan Jepang, Presiden Soeharto mengatakan bahwa menyangkut penanaman moda asing, Indonesia Indonesia mempunyai kecenderungan yang utama  kepada Jepang sebagai bangsa Asia yang termaju. Dalam pertemuan ini juga Presiden memberikan jaminannya bahwa tidak satu sen pun dari bantuan luar negeri dipergunakan untuk kepentingan lain kecuali untuk perbaikan ekonomi. Stabilisasi ekonomi hanya dapat dicapai dengan mengendalikan laju inflasi, menstabilkan persediaan pangan, perbaikan prasarana, dan pengadaan sandang.

Senin, 29 Maret 1971

Bertempat di Istana Merdeka, pagi ini Presiden Soeharto meresmikan terbentuknya pengurus baru kwartir Nasional Gerakan Pramuka. Dalam amanatnya Presiden antara lain megatakan bahwa mental ideologi Pancasila ini tidak cukup hanya diucapkan oleh setiap warganegara, tetapi benar-benar harus jadi landasan hidup dari setiap warganegara. Oleh karena itu kita harus menanamkan mental ideologi Pancasila itu kepada bangsa Indonesia sejak mereka masih di bangku sekolah. Gerakan Pramuka mempunyai peranan penting dalam merealisir kehidupan Pancasila sehingga dipraktekkan oleh anak-anak kita sejak kecil. Demikian antara lain gambaran Presiden Soeharto tentang posisi Gerakan Pramuka dalam menghadapi tantangan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia didalam meneruskan semangat ’45 kepada generasi yang datang.

Rabu, 29 Maret 1972

Dalam pertemuan dengan pengurus Kadin, yang dipimpin oleh Ketua Umum Brigjen. Sofyar, hari ini di Bina Graha, Presiden Soeharto menyatakan keyakinannya bahwa pemerintah akan dapat melakukan suatu peraturan mengenai penanaman modal dalam negeri milik pribumi dan non-pribumi. Akan tetapi untuk ini masih diperlukan waktu, sebab pengaturan mengenai penjualan sebagian saham pengusaha non-pribumi kepada pihak pribumi melalui pasar modal tidak aka bersifat paksaan karena tujuannya adalah untuk meningkatkan kerjasama di antara warganegara dan bukan untuk memperuncing perbedaan. 
Khusus mengenai Kadin, Presiden mengatakan agar memberanikan diti untuk menjadi wadah mitra PMA.

Selasa, 29 Maret 1977

Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono memberikan keterangan kepada wartawan setelah menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha hari ini. Dikatakannya, Presiden telah memanggil empat orang pejabat dan sekaligus membentuk sebuah team untuk menghimpun bahn-bahan yang telah dikumpulkan wanhankamnas. Bahan-bahan tersebut nantinya akan disampaikan kepada Sidang MPR. Team tersebut terdiri dari Ketua Sudharmono SH, Wakil Ketua Dr. JB Sumarlin, dan Sekretaris Ismail Saleh. Sedangkan anggota-anggotanya adalah MMR Kartakusumah, A Wiranatakusumah, Subarkah, Ali Murtopo, Daryatmo, Majid Ibrahim, Kartidjo dan Drs. Murdiono.

Bahan-bahan yang dihimpun oleh team ini diserahkan kepada Presiden sebagai Mandataris MPR untuk disampaikan kepada Sidang MPR nanti. Bahan-bahan ini tidak harus merupakan satu-satunya bahan dan sama sekali dimaksudkan untuk mengurangi wewenang dan hak MPR untuk mengumpulkan bahan-banhan lain. Bahan-bahan tersebut terutama diharapkan akan dapat memperlancar pembahasan-pembahasan sidang MPR agar tidak bertele-tele dan bisa mempunyai hasil yang nyata, terutama dalam pembuatan GBHN. Demikian penjelasan Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono SH.

Sabtu, 29 Maret 1986

Pagi ini di Bina Graha Presiden menerima Penasehat Menteri Luar Negeri Jepang, Ryozo Sunobe. Ia menemui Kepala Negara dalam rangka lawatannya ke negara-negara ASEAN guna mencari masukan bagi KTT tujuh negara industri yang akan diadakan pada tanggal 4-5 mei mendatang di Tokyo.
Dalam pertemuan itu, Presiden Soeharto menegaskan bahwa negara-negara maju dan berkembang mempunyai saling ketergantungan. Oleh karena itu, antara negara maju dan negara berkembang, harus ada saling kerjasama yang kompak menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dunia seperti halnya kesulitan ekonomi sekarang ini.


Rabu, 29 Maret 1978

Bertempat di Istana Merdeka, pagi ini Presiden Soeharto meresmikan terbentuknya Kabinet Pembangunan III. Susunan kabinet ini meliputi tujuh Menteri Negara yang tidak memimpin departemen dan 17 menteri Negara yang memipin departemen. Tiga dari Menteri Negara yang tidak memipin departemen merupakan Menteri Negara Koordinator, sedangkan empat lainnya adalah Menteri Negara yang mempunyai bidang tugas suatu departemen. Selain itu masih terdapat enam Menteri Negara Muda. Susunan Kabinet Pembangunan III selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran.

Dalam penjelasannya, Presiden mengatakan bahwa Kabinet Pembangunan III mempunyai tujuh sasaran yang harus dicapai atau Saota Krida Kabinet. Pertama, terciptanya keadaan dan suasana yang makin menjamin tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat dengan makin memeratakan pembangunan dan hasil-hasilnya. Kedua, terlaksananya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Ketiga terpeliharanya stabilitas nasional yang makin mantap. Keempat, terciptanya aparatur negara yang makin bersih dan berwibawa. Kelima, terbinanya persatuan dan kesatuan bangsa yang makin kokoh, yang makin mendalam. Keenam, terlaksananya pemilihan umum yang lansung, umum, bebas dan rahasia dalam rangka memperkuat kehidupan Demokrasi Pancasila. Ketujuh, makin berkembangnya pelaksanaan plotik luar negeri yang bebas dan aktif untuk diabdikan kepada kepentingan nasional dalam rangka memperkuat ketahanan nasional.

Dalan penjelasannya, Kepala Negara juga mengumukan nama-nama pejabat Pimpinan Lambaga-lembaga Negara yang erat hubungannya dengan pelaksanaan tugas kabinet pembangunan III. Nama-nama pejabat ini dapat dilihat di Lampiran.


Penyusun Intarti Publikasi Lita, SH.

Jejak Langkah Pak Harto 28 Maret 1966 - 1988

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Senin, 28 Maret 1966

Dalam dialog dengan Menpangad Letjen. Soeharto, Front Pancasila menjelaskan sebab-sebab kekurangpuasan yang dirasakan oleh rakyat terhadap kabinet yang sekarang. Dikatakan bahwa kabinet sekarang ini belum merupakan Kabinet Ampera dan tidak mencerminkan Tritura.

Kamis, 28 Maret 1968

Presiden dan Ibu Tien Soeharto beserta anggota rombongan hari ini jam 7.30 pagi meninggalkan Jakarta untuk melakukan kunjungan resmi ke Jepang dan Kamboja selama satu minggu.
Setibanya di Tokyo hari ini, Presiden Soeharto memberikan penjelasan kepada para wartawan tentang maksud kunjungannya bahwa selain untuk mengenal Jepang dari dekat, kunjungannya juga dipergunakan untuk bertukar pikiran dengan pemimpin-pemimpin Jepang mengenai masalah-masalah yang menyangkut hubungan dan kepentingan bersama. Juga menghargai pengertian dan usaha-usaha yang dilakukan Jepang selama ini untuk membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi Indonesia dalam bidang ekonomi.

Sabtu, 28 Maret 1970

Pagi ini Presiden Soeaharto menerima Menteri Luar Negeri Yugoslavia, Mirko Tepavac, di Istana Merdeka. Selain membahas masalah-masalah kerjasama Negara-negara  non-blok, dan hubungan bilateral antara kedua Negara, secara khusus Presiden Soeharto menyampaikan harapannya agar Yugoslavia dapat melakukan penundaan pembayaran kembali utang Indonesia.

Selasa, 28 Maret 1972

Jurubicara Kepresidenan, Sudhrmono SH, memberikan penjelasan tentang pernyataan Presiden di depan peserta rapat kerja Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Istana Negara kemarin. Menurut Sudharmono, pernyataan Presiden yang memiinta kepada perusahaan modal dalam negeri non-pribumi agar nantinya melepaskan sebagian dari sahamnya untuk dibeli pemerintah yang akan menjualnya kembali kepada pengusaha pribumi ini baru bersifat anjuran saja.

Senin, 28 Maret 1977

Menteri Hankam/Pangab Jenderal M Panggabean siang ini melapor kepada Presiden Soeharto di Bina Graha. Selesai melpor, dalam keterangan kepada pers, ia membantah bahwa selama ini penyusunan GBHN hanya dilakukan oleh satu golongan saja. Baik Golkar maupun kedua partai politik yang memiliki konsep pembangunan, bersama-sama dengan rakyat, juga ikut serta dalam penyusunan GBHN itu. Mengenai penilaian terhadap masa kampanye yang baru lalu, ia mengatakan bahwa memang diakui ada percikan-percikan yang terjadi di sana-sini, namun secara umum pelaksanaannya telah berjalan dengan aman.

Rabu, 28 Maret 1979

Dengan mengenakan pakaian adat Jawa dari Solo, hari ini Presiden Soeharto menghadiri upacara pelaksanaan Karya Eka Dasa Rudra, yang berlangsung di Pura Besakih, Bali.

Setelah menyaksikan upacara persembahyangan, Presiden memberikan sambutannya. Pada kesempatan itu, Kepala Negara mengatakan bahwa peristiwa keagamaan seperti ini hendaknya membimbing kita untuk melakukan mawas diri, apakah sebagai umat beragama kita telah benar-benar menghayati nilai-nilai agama sebagai pedoman hidup kita. Ditegaskannya, kita harus menyadari sedalam-dalamnya bahwa dihayatinya agama secara sungguh-sungguh dalam perikehidupan bangsa kita akan memberikan kekuatan kejiwaan yang kokoh bagi terwujudnya cita-cita utama bangsa kita, yakni terwujudnya masyarakat pancasila.
Kemudian Presiden mengharapkan agar umat Hindu menjadikan saat pelaksanaan Karya Eka Dasa Rudra ini sebagai tonggak untuk membina dan mengembangkan kehidupan agama sebaik-baiknya pada masa-masa mendatang. Juga diharapkannya agar bersama-sama dengan umat beragama lainnya yang sebangsa dan setanah air, terus menerus menggalang persatuan dan kesatuan bangsa.

Kamis, 28 Maret 1985

Presiden Soeharto pagi ini meresmikan jalan tol Cengkareng dengan nama Jalan Toll Prof Dr Ir Sediyatmo. Jalan sepanjang 13 kilometer itu diharapkan akan memperlancar arus lalu lintas ke bandar udara Jakarta di Cengkareng yang kini masih dalam tahap penyelesaian.

Senin, 28 Maret 1988

Pada jam 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet paripurna pertama Kabinet Pembangunan V yang berlangsung di Gedung Utama Sekretariat Negara. berbeda dari sidang-sidang kabinet peripurna sebelumnya, sidang kali ini hanya dihadiri oleh Wakil Presiden, para menteri, Panglima ABRI, Jaksa AGUNG, dan Gubernur Bank Indonesia. Dalam sidang tersebut Kepala Negara telah menggariskan pokok-pokok kebijaksanaan dan petunjuk-petunjuk umum, yang akan merupakan arah yang akan ditempuh dalam kurun waktu lima lima tahun mendatang.

Pada kesempatan itu Presiden meminta agar para menteri menjabarkannya dalam kebijaksanaan pelaksanaan, menyusun rencana-rencana kerja dan menetapkan sasaran-sasaran dalam lingkungan masing-masing. Juga dimintanya agar kebijaksanaan dan rencana kerja itu jelas kaitannya satu dengan yang lain, sehingga secara keseluruhan dapat terarah dan terpusat pada usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran-sasaran dalam ruang lingkup nasional.

Dalam rangka memelihara tertib kehidupan konstitusional dan menjaga kesinambungan pembangunan, Kepala Negara meminta agar semua departemen melaksanakan Undang-undang APBN 1988/1989. Dimintanya agar departemen-departemen dan lembaga-lembaga lainnya bekerja berdasarkan anggaran yang tersedia serta menggunakannya sebaik-baiknya, dan tidak mengajukan anggaran tambahan dengan dalih apapun. Karena itu diminta oleh Presiden agar para menteri tidak memberi janji atau sumbangan berupa proyek atau bentuk lain, yang tidak termasuk program dan tidak tersedia anggarannya kepada daerah atau pihak lain. Departemen-departemen juga dilarang membiayai suatu proyek pembangunan dengan biaya yang dipinjam dari perusahaan negara atau badan usaha lain yang berada dalam lingkungannya.

Dibidang penerimaan negara, Presiden mengarahkan supaya semua departemen membantu Departemen Keuangan agar dapat mencapai sasaran penerimaan negara yang telah direncanakan. Hal ini antara lain melalui tugas bendaharawan-bendaharawan untuk membantu memungut pajak, kewajiban-kewajiban menyetor  penerimaan-penerimaan administatif, dan lain-lain. Departemen-departemen yang membawahi perusahaan-perusahaan milik negara supaya mengadakan pengawasan dan mendorong perusahaan-perusahaan tersebut melaksanakan kewajiban-kewajiban keuangan kepada negara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Petunjuk-petunjuk Kepala Negara dalam bidang pengeluaran negara meliputi pengeluaran rutin, pengeluaran pembangunan, peningkatan penerimaan devisa, penuyusunan Repelita V, dan penyusunan RAPBN 1989/1990. Menyangkut pengeluaran rutin, dalam petunjuknya Kepala Negara telah menekankan pentingnya sikap hemat dan prihatin serta kesahajaan dari segenap pejabat dan aparatur negara. juga ditegaskannya bahwa belanja barang harus digunakan sebaik-baiknya, antara lain dengan mengutamakan pembelian barang produksi dalam negeri dan diutamakan pula dari pembelian barang produksi dalam negeri dan diutamakan pula daro pengusaha golongan ekonomi lemah. Dalam dalam hal ini kepada para menteri diminta agar terus menerus melaksanakan pengawasan terhadap pelaksaa    kebjikasaan ini.

Demikian pula biaya perjalan, belanja barang dan sebagainya supaya dibatasi pada hal-hal yang benar-benar mendesak sekali dan tidak bergaya mewah dan tidak berlebih-lebihan. Sementara itu, rapat-rapat dinas, rapat-rapat kerja seminar-seminar, lokakarya-lokakarya, dan sejenisnya diminta oleh Kepala Negara supaya dibatasi pada hal-hal yang benar-benar perlu saja.


Penyusun Intarti Publikasi Lita,SH.

Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1968 - 1985

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Rabu, 27 Maret 1968

Sidang umum V MPRS secara bulat memilih dan mengangkat Jenderal Soeharto mejadi Presiden RI. Pemgangkatan yang dilakukan oleh Ketua MPRS, Jenderal  Nasution, malam ini, termaktub didalam Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang Pengangkatan Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/1966 sebagai Presiden RI, yang juga menetapkan bahwa masa jabatan kepresidenan ini adalah lima tahun, dari tahun 1968 sampai 1973, sesuai dengan UUD 1945.

Dalam hubungan ini, tepat jam 22.00, Jenderal Soeharto diambil sumpahnya sebagai Presiden RI. Dalam pidato sambutannya, Jenderal Soeharto berjanji akan melaksanakan segala keputusan MPRS. Presiden Soeharto juga mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk membantunya dan bersama-sama melaksanakan ketetapan-ketetapan MPRS.

Sebagai Presiden, Jenderal Soeharto tidak didampingi oleh seorang “Wakil Presiden” ataupun dilengkapi dengan “Garis-garis Besar Haluan Negara’ (GBHN) sebagaiman diamanatkan oleh UUD 1945. Mengenai Wakil Presiden sudah menjadi konsensus dari seluruh kekuatan Orde Baru untuk meniadakan jabatan tersebut dalam masa transisi ini. Oleh sebab itulah MPRS tidak mengangkat seorang Wakil Presiden mengikuti pengangkatan Jenderal Soeharto sebagai Presiden.
Tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, sebenarnya MPRS telah membuat semacam GBHN yang disusun oleh beberapa orang berdasarkan pidato-pidato Presiden Soekarno. Hal ini dengan sendirinya tidak mencerminkan kemauan rakyat, padahal konstitusi menentukan bahwa GBHN disusun oleh rakyat melalui wakil-wakilnya dalam MPR yang kemudian menyerahkannya kepada Presiden/Mandataris MPR untuk dilaksanakan dalam masa jabatannya yang lima tahunitu. Oleh karena itu pula MPRS tidak menyerahkan suatu GBHN  kepada Mandatarisnya ketika Jenderal Soeharto malam ini dilantik sebagai Presiden RI.

Jumat, 27 Maret 1970

Malam ini Presiden Soeharto menerima Pangeran Bernhard yang datang di Istana Merdeka untuk berpamitan. Pada kesempatan itu, Pangeran Bernhard menyampaikan undangan kepada Presiden Soeharto untuk berkunjung ke Negeri Belanda.

Senin, 27 Maret 1972

Dalam amanatnya di depan para rektor dankepala perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang baru saja mengikuti rapat kerja, Presiden mengatakan ada kekhawatiran di sementara kalangan bahwa perekonomian kita akan dikuasai oleh swasta non-pribumi atau apa yang disebut kasno (bekas Cino). Menurut Presiden, kekhawatiran itu dapat dimengerti, tetapi apabila kita khawatir terhadap hal-hal demikian, tidak mungkin kita akan berkembang. Untuk menghilangkan kekhawatiran itu, selama perusahaan-perusahaan pribumi belum berkembang seperti yang diharapkan, maka terhadap perusahaan-perusahaan non-pribumi nanti akan kita adakan peraturan dan kewajiban untuk melepaskan kira-kira 50% saham perusahaan mereka untuk dibeli pemerintah. Pemerintah selanjutnya akan menjual saham tersebut kepada pengusaha-pengusaha swasta pribumi. Presiden yakin bahwa dengan usaha itu akan hilang kekhawatiran perekonomian Indonesia akan dikuasai oleh swasta non-pribumi.

Selasa, 27 Maret 1973

malam ini Presiden Soeharto mengumumkan susunan Kabinet Pembangunan II. diumumkan pula bahwa para menteri kabinet ini akan dilantik esok hari. adapun program kabinet yang dinamakn Sapta Krida Kabinet Pembangunan II, adalah sebagai berikut:
1. meningkatkan dan memelihara stabilitas politik dengan pelaksanaan politik dalam negeri maupun luar negeri sesuai dengan GBHN.
2. meningkatkan dan memelihara stabilitas ekonomi.
3. meningkatkan dan memelihara stabilitas keamanan.
4. meneruskan pelaksanaan tahun kelima Repelita I serta merencakan dan melaksanakan Repelita II
5. meningkatkan kesejahteraan rakyat sepadan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh pelaksanaan Repelita
6. meneruskan pelaksanaan penertiban dan pendayagunaan aparatur negara di segala bidang dan tingkatan
7. melaksanakan pemilihan umum selambat-lambatnya pada akhir tahun1977

mengenai susunan Kabinet Pembangunan II dapat dilihat dalam Lampiran


Senin, 27 Maret 1974

Ketua Dewan Direaksi Texaco, Maurice E Granville, dari Amerika Serikat mengadakan kunjungan kehormatan kepada Presiden Soeharto di Istana Merdeka pagi ini. Kepada Pimpinan Taxco itu, Kepala Negara antara lain menyampaikan harapannya agar perusahaan – perusahaan asing yang beroprasi di Indonesia bersedia berkerja sama dengan masyrakat, karena penanaman modal disini dimaksudkan untuk mengaitkan kesejahtraan seluruh rakyat.

Kamis, 27 Maret 1975

Setiba di Jambi hari ini, Presiden Soeharto dan rombongan meninjau proyek pasang surut di Rantau Rasau. Di proyek transmigrasi ini Presiden telah menyerahkan sejumlah hadiah kepada para transmigran. Hadiah tersebut berupa bibit Kedelai jenis Orba, bibit pada varitas unggul, Itik Alabio, seperangkat mesin huller, dan alat – alat untuk keperluan keluarga berencana. Pada kesempatan itu Kepala Negara menyatakan bahwa proyek transmigrasi pasang surut ini sangat baik dan mempunyai prospek yang bagus, meskipun masih menghadapi banyak tantangan didalam usaha untuk mengembangkannya.

Selanjutnya Kepala Negara meminta kepada para transmigran untuk menggarap tanah secara semestinya, sehingga tidak hanya dapat mencukupi kebutuhan mereka sendiri, melainkan juga dapat memberikan sumbangan pada pengadaan pangan bangsa Indonesia, sehingga kita tidak perlu lagi mengimpor beras. Juga disampaikan agar para petani di daerah ini meninggalkan cara bertani terpisah – pisah. Disampaikannya pula agar petani disamping melakukan usaha pertanian, menanam palawaji, jagung dan lainnya, juga berternak sehingga bila panen gagal, merka masih mempunyai cadangan untuk kehidupan sehari – hari. 

Sabtu, 27 Maret 1976

Enam Duta Besar baru saja dilantik oleh Kepala Negara pukul 09.00 pagi ini di Istana Merdeka. Keenam duta besar itu adalah duta besar Adlinsyah Jenie untuk Sri Lanka, duta besar Utoyo Sutoto untu Sariname, duta besar Hardi, SH untuk Republik Demokrasi Vietnam, duta besar Kusumasmoro MA untuk Argentina, duta besar Djanamar Adjam untuk Kerajaan Saudi Arabia, dan Ras Hardojo untuk Ethiopia.

Dalam pidatonya, Presiden mengatakan bahwa ASEAN tidak ditujukan untuk kelompok lain yang manapun. Ditegaskannya bahwa kerjasama ASEAN bertujuan agar bangsa – bangsa yang tergabung didalamnya agar segera dapat menikmati kemajuan, dan merasakan kesejahteraan dan hidup dalam suasana damai. Akan tetapi diingatkan bahwa sikap ASEAN yang sedimikian janganlah di pandang sebagai kelemahan atau sikap minta belas kasihan. Demikian antara lain dikemukakan Presiden.

Kamis, 27 Maret 1980

Setelah mengadakan pertemuan konsultasi dengan Perdana Menteri Malaysia, di Kuantan, Malaysia, Presiden Soeharto siang ini lansung menuju Pekanbaru, Riau, untuk membuka Rapim ABRI 1980. Setibanya di Gedung Dang Mardu, tempat ddi selenggarakannya Rapim ABRI, Kepala Negara menerima laporan dari Menhankam/Pangab mengenai penyelenggaraan Rapim ABRI tahun ini.
Memberikan sambutan dalam acara pembukaan Rapim ABRI itu, Presiden Soeharto bahwa tugas dan tantangan nasional dewasa ini adalah menegakkan demokrasi politik dan demokrasi Ekonomi dengan Pancasila yang harus dilaksanakan di segala bidang dengan terencana, bertahap dan berkesinambungan. Selanjutnya dikatakan oleh Presiden bahwa ABRI sebagau suatu kekuatan sosial harus menggunakan cara – cara yang demokratis dan konstitusional seperti yang di wajibkan dalam Pancasila dan UUD 1945 itu sendiri, tidak dengan kekerasan, paksaan apalagi dengan Senjata.
Di lain bagian pidatonya, Kepala Negara bahwa berlangsungnya Rapim ABRI di daerah – dearah akan memperkuat hubungan batin antara ABRI dan rakyat, baik sebagai unsur hankam maupun sebagai kekuatan sosial. Dikatakannya bahwa walaupun seorang ABRI telah memasuki masa pensiun, namun perjuangannya dalam mempertahankan dan menjalakan Pancasila tetap dilanjutkan.
Setelah membuka Rapim ABRI, Presiden beserta rombongan siang ini kembali bertolak ke Jakarta.

Selasa, 27 Maret 1984

Bertempat di Istana Merdeka, pagi ini Presiden Soeharto membuka Temu Karya Pengrajin Indonesia tingkat Nasional. Temu karya yang dipimpin oleh Ibu Umar Wirahadikusumah, selaku Ketua Umum Dewan Kerajinan Nasional, diikuti oleh kurang lebih 500 peserta.

Pada kesempatan itu, Presiden antara lain meminta agar para pengrajin memperhatikan empat hal berikut. Pertama, industri kerajinan supaya dikembangkan pada seluruh aspeknya. Kedua, industri kerajinan harus dapat digunakan sebagai alat untuk memeratakan pembangunan dan hasil – hasil pembangunan. Ketiga, perkembangan industri kerajinan juga harus dapat memberi kesempatan usaha yang layak. Keempat untuk mencapai kesemuanya itu, peranan koperasi agar lebih ditingkatkan lagi. Sebab, koperasi merupakan wadah yang paling tepat untuk mengangkat kemampuan yang lemah, sehingga pemerataan dan keadilan dapat semkin kita wujudkan.

Rabu, 27 Maret 1985

Menteri Negara Perumahan Rakyat, Cosmas Batubara, menghadap Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha. Setelah melapor, ia menjelaskan kepada para wartawan bahwa pemerintah akan mengembangkan sistem tabungan perumahan sebagai usaha untuk menghimpun dana dari masyrakat untuk dari pembangunan pembangunan perumahan di masa mendatang.

Penyusun Intarti Publikasi Lita,SH.


Jejak Langkah Pak Harto 26 Maret 1966 - 1991

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Minggu, 26 Maret 1967 

Jenderal Soeharto mengatakan bahwa kini telah terbuka jalan untuk memberi perhatian sepenuhnya pada pembangunan ekonomi. Secara khusus, titik perhatian dalam pembangunan ekonomi Indonesia adalah menciptakan stabilitas ekonomi, pengekangan inflasi dan penghapusan kepincangan harga-harga. Pemusatan perhatian ini dimungkinkan oleh tercapainya situasi yang menguntungkan, yaitu hapusnya dualisme setelah Sidang Istimewa MPRS. Demikian dikatakan oleh Pejabat Presiden dalam sambutan tertulisnya pada seminar pembangunan ekonomi di Bogor hari ini.

Kamis, 26 Maret 1970

Presiden Soeharto menginstrukan kepada Jaksa Agung agar Persoalan jemaah haji “Gambela” dapat diselesaikan dengan bijaksana, mengingat masalah ini menyangkut persoalan haji dan agama.

Jumat, 26 Maret 1971

Para pengemudi becak  di kota Bandung diberi bantuan khusus oleh Presiden Soeharto sebesar Rp427.679,-. Maksud dari pemberian bantuan ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan para pengemudi becak. Selain itu Presiden juga memberikan bantuan untuk pembangunan pangkalan becak sebesar Rp344.815,-.

Selasa, 26 Maret 1974

Sidang terbatas bidang Kesra berlangsung mulai pukul 10.00 pagi ini di Bina Graha. Sidang yang dipimpin Presiden Soeharto itu telah mengambil beberapa keputusan penting. Pertama, menggariskan kebijaksanaan untuk mengaitkan program KB dengan pembayaran SPP. Untuk itu Departemen P dan K beserta Bappenas telah ditugaskan untuk merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan ini. Kedua, mulai bulan April nanti Pemerintah akan mengambil tenaga sukarela sebanyak 3.500 sarjana dan sarjana muda untuk tahun anggaran 1974/1975. Ketiga, mengadakan pendidikan keterampilan secara sentral bagi keperluan perusahaan-perusahaan asing yang hingga kini masih menggunakan tenaga asing. Hal ini dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam Undang-undang Penanaman Modal Asing, menyangkut penggunaan tenaga kerja Indonesia dapat dilaksanakan. Demikian diungkapkan oleh Menteri Penerangan Mashuri kepada pers seusai sidang.

Rabu, 26 Maret 1975

Presiden Soeharto hari ini memperingatkan dunia pers Indonesia bahwa mereka sendirilah yang pertama-tama bertanggungjawab memelihara martabat kebebasan pers dan tidak membiarkan kebebasan itu tergelincir menjadi kebebasan tanpa tanggungjawab. Lebih-lebih karena dorongan pertimbangan-pertimbangan komersil atau kepentingan golongan. Demikian pokok pikiran yang disampaikan oleh Kepala Negara dalam pertemuan pimpinan PWI seluruh Indonesia hari ini di Istana Negara.

Kepada peserta pertemuan yang berjumlah lebih dari 200 orang itu, Kepala Negara mengingatkan bahwa pers yang bebas dan bertanggungjawab akan memperkokoh pengembangan stabilitas nasional yang dinamis, tumbuhnya kreatifitas dan mekarnya demokrasi yang sehat, yang mana semua itu merupakan unsur-unsur penting bagi pembangunan. tidak ada sedikitpun  keraguan diantara kita bahwa yang hendak dikembangkan bagi masyarakat demokratis adalah hak untuk berbeda pendapat, juga berbed pendapat harus disertai dengan jalan keluar yang baik, sedangkan usaha untuk melaksanakan pendapat yang  berbeda harus dilakukan dengan cara-cara yang demokratis berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.

Setelah bertemu dengan pengurus PWI dan pemimpin-pemimpin redaksi, Presiden Soeharto memanggil Menteri Negara Ekuin/Ketua Bappenas, Widjojo Nitisasro, Menteri PAN, Sumarlin, Gubernur Bank Sentral, Rachmat Saleh, dan Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono, untuk menghadapnya di Istana Merdeka. Dalam pertemuan yang berlangsung mulai pikul 11.00 itu telah dibahas persiapan-persiapan delegasi Indonesia yang akan menghadiri sidang IGGI di Negeri Belanda bulan ini. Diputuskan dalam pertemuan itu bahwa menyangkut pinjaman, Indonesia akan mengutamakan pinjaman untuk proyek-proyek pembangunan, yang komposisinya lebih besar untuk proyek pembangunan daripada devisa kredit.

Sore ini Presiden Soeharto meninggalkan Jakarta menuju Palembang dalam rangka kunjungan kerja selama dua hari di Sumatera Selatan dan Jambi. Setiba di Palembang sore ini, Presiden Soeharto meresmikan proyek PLTU yang dibangun di daerah Kramasan  dengan bantuan pemerintah Yugoslavia. Menyambut peresmian PLTU ini, Kepala Negara mengatakan bahwa penyediaan dan penggunaan tenaga listrik dapat menjadi petunjuk penting bagi makin cepatnya pembangunan dan makin naiknya tingkat kehidupan masyarakat. Diharpkan oleh Presiden bahwa dengan selesainya proyek listrik di Palembang ini, kelancaran penyediaan listrik di daerah ini menjadi lebih terjamin.

Sabtu, 26 Maret 1977

Kaskopkamtib, Laksamana Sudomo, hari ini di Bina Graha menyatakan kepada pers bahwa bekas Direktur Utama Pertamina, Dr. Ibnu Sutowo, telah diminta pertanggungjawabannya oleh pemerintah mengenai tindakannya selama menjadi pejabat Pertamina. Untuk memperlancar pemeriksaan, ia diminta untuk tinggal di rumah saja. 

Senin, 26 Maret 1979

Presiden Soeharto jam 09.00 pagi ini membuka Seminar Hukum Nasional ke-4. Dalam acara pembukaan yang berlangsung di Istana Negara itu, Presiden mengamanatkan bahwa sementara kita memikirkan dan merancangkan pembangunan hukum untuk masa datang, sekarang juga hukum harus tetap terasa kewibawaan dan usaha pemerataan kesempatan memperoleh keadilan dan perlindungan hukum yang mengayomi masyarakat harus mendapat prioritas untuk dapat diwujudkan.

Untuk itu usaha menyempurnakan badan penegak hukum harus kita lanjutkan, agar kemampuan serta kewibawaan aparat penegak hukum dapat terus dibina dan ditingkatkan. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah penyelenggaraan bantuan hukum dan segala usaha untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, agar supaya kesempatan memperoleh keadilan bagi masyarakat seluas-seluasnya dapat dilaksanakan.

Selanjutnya dikatan pula olej Kepala Negara bahwa badan-badan peradilan harus kita jaga martabat dan keagungannya, sebab disinlah puncak dari segala harapan masyarakat untuk memperoleh keadilan dan kepastian hukum. Demikian antara lain dikatakan Presiden.

Pada pukul 10.00, sesudah acara pembukaan seminar, Presiden Soeharto menerima kunjungan Putera Mahkota Yordan, Pangeran Hassan bin Talal, di Istana Merdeka. Kemudian, di tempat yang sama, Presiden menerima pula Pangeran Aga Khan.
Hari ini, melalui Keputusan Presiden No. 10 Tahun 1979, Presiden Soeharto membentuk Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (BP7). Badan ini merupakan lembaga non-departemen yang berkedudukan dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden, dibawah koordinasi Menteri/Sekretaris Negara. tugasnya adalah untuk melaksanakan pembinaan pendidikan pelaksanaan P4 dikalangan masyarakat berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan Presiden.

Rabu, 26 Maret 1980

Presiden Soeharto beserta rombongan pagi ini jam 07.30 berangkat menuju Kuantang, Pahang, Malaysia, untuk mengadakan pembicaraan tidak resmi dengan PM Hussein Onn. Ini merupakan pertemuan kedua mereka; pertemuan pertama berlangsung di yogyakarta tahun lalu. Dalam pertemuan hari  ini disinggung mengenai masalah ASEAN dan masalah yang berkaitan dengan kepentingan kedua negara.

Kamis, 26 Maret 1981

Hari ini Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Thailand, Prem Tinsulanonda. Dalam pembicaraan tersebut telah disepakati bahwa kedua negara secara bersma-sama berkeinginan menyelesaikan maslah Kamboja melalui jalan politik dan diplomasi. Hal ini demi untuk menciptakan stabilisasi yang di kawasan di Asia Tenggara, sehingga pembangunan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Presiden Soeharto yang tiba di Bangkok kemarin, hari ini melakukan kunjungan kehormatan kepada Raja Bhumiphol Adulyadej. Dalam kunjungan itu telah dibicarakan masalah-masalah yang dihadapi oleh kedua negara, terutama dalam rangka melaksanakan pembangunan.

Malam ini Presiden Soeharto beramahtamah dengan masyarakat Indonesia yang berada di Thailand. Pada kesempatan itu Kepala Negara telah menjelaskan mengenai berbagai aspek pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia, baik dalam bidang sosial, ekonomi maupun politik. Dalam bidang politik, antara lain telah disinggungnya masalah yang sedang hangat di tanah air sekarang ini. Dikatakannya bahwa tujuan pengangkatan sepertiga anggota MPR adalah untuk mengamankan pasal 37 UUD 1945 yang memungkinkan MPR untuk mengubah UUD tersebut. Jika saja pengangkatan tersebut dianggap tidak demokratis, maka Presiden mengusulkan kepada MPR agar sebelum pasal tersebut dilaksanakan, terlebih dahulu harus mendapat persetujuan langsung dari rakyat melalui referendum.

Lebih jauh dikatakannya bahwa belakangan ini ada kalangan uang kurang mengerti dan kurang puas terhadap keadaan di dalam negeri, terutama mengenai masalah yang telah dikemukakan diatas. Dalam hubungan ini Kepala Negara menegaskan bahwa pengangkatan sepertiga anggota MPR itu bukanlah bertujuan agar ABRI terus berkuasa, serta agar yang berkuasa sekarang menjadi Presiden seumur hidup.

Senin, 26 Maret 1984

Pukul 09.00 pagi ini, Kepala Negara menerima Menteri Perindustrian Hartarto di Bina Graha. Usai menghadap, Menteri Hartarto mengatakan bahwa Presiden telah menyetujui pembangunan tiga buah pabrik susu bubuk yang akan mengolah susu segar yang dihasilkan oleh para peternak. Ketiga pabrik tersebut masing-masing terletak di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pembangunan pabrik susu bubuk tersebut merupakan usaha PMDN, dengan komposisi modal koperasi, yang diwakili oleh Departemen Koperasi, 50% dan selebihnya dikuasai oleh perusahaan swasta nasional.

Tampak menghadap Presiden setelah Menteri Perindustrian adalah Menteri Negara Urursan Perumahan Rakyat, Cosmas Batubara. Ia datang untuk melaporkan kepada Presiden Soeharto tentang perkembangan pembangunan rakyat selama ini. Menurutnya, pembangunan perumahan rakyat selama Pelita III telah melampaui target yang direncanakan. Target pembanguan perumahan dalam pelita III adalah 150.000 rumah, sedangkan pembangunan yang telah dicapai adalah 193.318 rumah. Dari jumlah tersebut, 100.668 rumah dibangun oleh pihak swasta dan sisanya dibangun oleh Perum Perumnas.

Selasa, 26 Maret 1985

Bupati Kendal, Sudono Yusuf, hari ini di Kendal, Jawa Tengah, secara simbolis menyerahkan bantuan Presiden kepada para petani peternak di Kabupaten Kendal. Bantuan yang diserahkan atas nama Kepala Negara itu berupa 177 ekor kerbau.


Rabu, 26 Maret 1986

Presiden dan Ibu Soeharto hari ini menghadiri Upacara Panen Raya Operasi Khusus Gelora Petani “Makmue Nanggro” di desa Baro, Kecamatan Seunagan, Aceh Barat. Dalam kunjungan sehari itu, Presiden Soeharto bersama rombongan yang tiba pagi ini di lapangan terbang Cut Nyak Dhien, Meulaboh, disambut secara adat yang meriah oleh para pejabat setempat dan massa rakyat dengan tarian Peusijuk (tepung tawar). Dalam upacara di desa Baro itu, selain menyaksikan panen raya, Kepala Negara juga berdialog langsung dengan para petani, anggota koperasi, pengrajin, anggota PKK dan para transmigran setempat.

Menyambut panen raya itu, Presiden Soeharto dalam amanatnya mengatakan bahwa harapan kita terhadap Operasi Khusus Makmue Nanggro ini ternyata memang tidak sia-sia. Dalam waktu yang relatif singkat dan dengan bantuan dari dana Kepresidenan yang tidak terlalu besar, para petani di daerah ini telah berhasil meningkatkan kemakmurannya. Hal ini, demikian Presiden, misalnya terlihat pada pohon cokelat dan berhasilnya intensifikasi kolam-kolam ikan air tawar.
Untuk meningkatkan produksi pertanian di daerah Aceh, pada kesempatan itu Presiden telah memberikan beberapa petunjuk. Pertama, usahakan terus agar Satuan pembina/Pelaksanaan Bimas bekerja dengan segiat-giatnya dan terpadu satu dengan yang lainnya.
Ketiga, agar para kontrak Tani yang merupakan pasangan kerja Penyuluh Pertanian dapat bekerja bersama secara erat dan bahu membahu dalam meningkatkan produksi maupun dalam mengembangkan pemasarannya melalui KUD. Keempat, ara petani yang telah bersatu dalam kelompok Tani hendaknya terus berusaha untuk meningkatkan keterampilam dan persatuan, sehingga menjadi Kelompok Tani yang benar-benar tangguh dan tahan uji. Kelima, para pemimpin pedesaan terutama sekali para alim ulama dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya, dapat membantu menyukseskan “Makmue Nanggro”ini.

Kamis, 26 Maret 1987

Jam 20.00 malam ini Presiden Soeharto menghadiri upacara peringatan Israk Mikraj Nabi Muhammad SAW di Masjid Istiqlal, Jakarta. dalam amanatnya, Kepala Negara mengatakan bahwa peringatan peristiwa keagamaan mempunyai makna yang dalam bagi umat yang beriman. Selain itu juga akan menyegarkan rasa keagamaan dan menggugah untuk bertanya kepada diri masing-masing mengenai makna agama bagi hidup manusia baik sebagai oarang perorang maupun sebagai anggota masyarakat. Melalui agama manusia berusaha menghayati hidup yang bermakna, benilai dan hidup yang baik. Salah satu ukurannya ialah kemanfaatan bagi sesama manusia. Dalam hubungan ini Kepala Negara memberikan contoh mengenai hidup yang bermanfaat bagi sesama manusia, yaiu melibatkan diri dalam kegiatan pembangunan.


Senin, 26 Maret 1990 

Pukul 09.30 pagi ini selama setengah jam Presiden Soeharto menerima pengurus Besar NU di Bina Graha. Diantara tokoh-tokoh NU yang hadir dalam pertemuan tersebut tampak KH Ali Yafie, KH Yusuf Hasyim, dan Abdurahman Wahid. Dalam pertemuan itu Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa seorang calom presiden tidak perlu melakukan kampanye untuk menjelaskan program kerjanya jika terpilih sebagai kepala negara, karena kampanye itu berarti mendahului keputusan MPR.

Selasa, 26 Maret 1991

Hari ini secara serentak dilakukan penyerahan DIP 1991/1992 kapada para gubernur di seluruh Indonesia. Dalam amanat tertulisnya yang dibacakan oleh para menteri, Presiden mengatakan bahwa dalam tiga tahun terakhir ini kita harus bekerja sangat keras, agar kita dapat membangun landasan yang kokoh dan kuat untuk tinggal landas. Dengan landasan pembangunan yang kokoh dan kuat itu kita akan dapat mempercepat, memperluas dan memperdalam pembangunan di semua bidang kehidupan bangsa kita.
Dikatakannya pula bahwa tahun-tahun yang akan datang masih merupakan tahun-tahun yang sulit dan berat bagi kita. Sebagai bangsa pejuang, semua kesulitan itu akan kita hadapi dengan sikap yang realistik dan dengan kepercayaan diri yang besar. Tradisi kita sebagai bangsa pejuang harus kita tnamkan dalam-dalam di lubukhati kita semua dan semangat juang itu harus kita hidup-hidupkan terus menerus. 


Penyusun intarti Publikasi Lita,SH.

Jejak Langkah Pak Harto 3 Maret 1969, - 1993

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Senin, 3 Maret 1969

Dengan mencabut Keppres  RI No. 179/KOTI/1965, hari ini presiden soeharto  mengeluakan  Keppres  No. 19/ 1969  tentang  Operasi  pemulihan  Keamanan  dan Ketertiban, presiden, selaku  panglima  Kopkamtib, memegang  pimpinan  dan pengendalian  Operasi  Pemulihan keamanan  dan ketertiban. Tugas  pokok  Kopkamtib  adalah;pertama,  memulihkan  keamanan  dan ketertiban dari akibat-akibat  peristiwa  pemberontakan  G-30 S/PKI  serta  kegiatan-kegiatan  ekstrim dan subversi  lainnya. Kedua, ikut mengamankan kewibawaan pemerintah  beserta alat-alatnya dari pusat sampai kedaerah-daerah demi  kelangsungan hidup pancasila  dan UUD 1945. Untuk  melaksanakan kedua tugas  tersebut, Pangopkamtib  dapat mempergunakan  semua alat  dan aparatur  pemerintah  yang ada serta mengambil  tindakan-tindakan  lainnya  sesuai dengan  ketentuan-ketentuan  yang berlaku.

Jenderal  Soeharto  selaku Menhankam/Pangab  pagi ini  menyampaikan  amanatnya  pada ommander’s Call ABRI  di Istana  Negar.Commander,s Call  ini diikuti oleh para panglima  tingkat pusat dan daerah  dari keempat angkatan bersenjata  serta pejabat-pejabat  ABRI  dalam berbagai  bidang pemerintahan. Berlangsung  sampai  dengan besok, Commander,s Call   diadakan  dalam rangka pertemuan  tugas ABRI. Dikatannya  bahwa  kekaryaan  ABRI  sama sekali tidak dimaksudkan untuk  mendesak  tenaga-tenaga  sipil, dan tidak pula berarti penyaluran  kelebihan  tenaga  yang diberi tugas karya  harus benar-benar memenuhi syarat  teknis  dalam bidang  tugasnya  dan memiliki  loyalitas tnggi kepada  mission   kekaryaan  ABRI  itu.  Dalam hubungan ini Jenderal  Soeharto mengharapkan  agar ABRI  dapat menempatkan dirinya sederajat dengan kekuatan-kekuatan  sosial politik lainya.

Sebelum memberikan amanat kepada  para perwira  yang mengikuti  Commander,s Call,  presiden  Soeharto  menerima sejumlah  kurang lebih  30 pengusaha  terkemuka  Amerika Serikat, yang diorganisasikan  oleh  Time  Incorporated  dan  dipimpin  oleh James  Linnen. Dalam pertemuan  tersebut  presiden  yang didampingi  oleh Sri Sultan  Hamengku Buwono  IX, Prof.Widjojo Nitisastro, dan Prof. M  sadli, memberikan  penjelasan  tentang  Repelita  yang segera dilaksanakan di Indonesia. Disamping  itu presiden  juga menjawab  pertanyaan yang diajukan oleh tamunya, antara lain mengenai bekas presiden Soekarno, kebijaksanaan  Indonesia tentang Vietnam, pangkalan asing di Asia Tenggara, dan lain sebagainya.

Hari ini Presiden Soeharto  mengeluarkan Keppres  RI No. 20/1969  tentang  pembentukan Team  Kerja  Rescheduliing  Utanng  dan Kredit  Luar Negeri yang dipimpin oleh Prof. Dr.  Widjojo Nitisastro, dengan anggota-anggota  dari departemen Luar Negeri, kekuasaan, perdagangan , Bappenas,  dan bank Indonesia. Adapun tugas team  kerja ini  adalah menyelesaikan  masalah  Rescheduling  utang-utang  RI dengan negara-negara  kreditor  baik yangtergabung  dalam IGGI maupun  negara-negara  lainya. Dalam rangka  itu team  kerja tersebut ditugaskan  untuk  mengadakan  rescheduling  utang  maupun  mengenai pemberian bantun (kredit) dari negara-negara tersebut kepada RI.

Selasa, 3 Maret 1970

Hari ini presiden memimpin  sidang paripurna  kabinet di Istana  negara. sidang  kabinet  kali ini  mengadakan  penilaian  umum atas  pelaksanaan Pelita I, yang  oleh presiden  dianggap  penilaian  umum atas  pelaksanaan  dan penentuan  langkah bagi pelaksanaan Pelita II.  Selain itu presiden  juga menguraikan  tentang gagasannya untuk  mengelompokan  partai-partai  yang bertujuan  untuk melancrkan  dan mengamankan  pemilihan umum. Presiden  menjelaskan  bahwa  gagasan  ini  dimaksudkan  agar tidak  terjadi  konflik  di antara  sesama  kekuatan politik  sejak masa kampanye  sampai pemungutan suara. Sementara itu menanggapi laporan jaksa  Agung, presiden Soeharto,  membenarkan tindakan  Jaksa Agung  untuk menyelesaikan  perkara penyelewengan  Bimas Coopa di luar  pengadilan. Cara penyelesaian  ini  di pandang  presiden  Soeharto  lebih menguntungkan  dan adalah juga untuk kepentingan  umum.

Wilopo  SH, selaku pemimpin  Komisi  Empat, bertemu dengan presiden  Soeharto  sehubungan  dengan  pertimbangan –pertimbangan  tentang  pemberantasan  korupsi  yang telah disampaikan  oleh komisinya  pada Februari  lalu. Beberapa  dari pertimbangan  Komisi empat, menurut  Wilopo, telah  dilaksanakan oleh presiden.

Sabtu, 3 Maret 1973

Jam 05.50 pagi ini presiden Soeharto  berangkat dari  bandar udara Kemayoran menuju Irian Jaya  dalam rangka peresmian  beberapa  proyek pembangunan di daerah  tersebut. Tiba  di Irian Jaya, presiden  langsung menuju proyek  tambang  tembaga di Irian Jaya, yang  terletak  di Pegunungan  Ertsberg untuk  meresmikan  proyek tersebut.

Senin, 3 Maret 1975

Bertempat  di Istana  Merdeka  pukul 09.00  pagi ini Kepala  Negara  telah menerima  lima orang  Delegasi  Parlemen  Presiden yang dipimpin oleh Edouard schloesing. Pada kesempatan itu presiden Soeharto mengadakan  tukar  menukar  pikiran dengan pimpinan  dan anggota delegasi  parlemen Prancis  menyangkut masalah  pembangunan  ekonomi, keadilan sosial  dan kedaulatan  negara. menurut  pihak delegasi  prancis, pertemuan  dengan Kepala Negara  itu sangat  positif  dan berharga,karena  adanya  persamaan pendapat  antara kedua  belah pihak mengenai kemerdekaan  itu. Persamaan pendapat  antara kedua belah pihak  juga menonjol  dalam masalah  pembangunan ekonomi yang sedang berlangsung  di masing-masing  negara, terutama  dalam kaitan  dengan penapaian keadilan sosial  yang lebih besar.

Sementara  itu, dalam pertemuan  dengan presiden Soeharto  di Istana  Merdeka  siang ini, Menteri   Dalam  Negeri. Amirmachmmud ,telah  membahas masalah  penyelewengan subsidi  desa dan tindakan yang telah  diambil untuk mengatasi masalah tersebut. Setelah menghadap  Kepala Negara, Amirmachmud  menjelaskan  kepada para wartawan  bahwa sebagai akibatt darri praktek korupsi itu, beberapa  orang kepala  desa telah diberhentikan dari jabatan mereka.

Rabu, 3 Maret 1976

Menteri  perdagangan  dan Industri  Kanada  Donald  C Jamieson, diterima  Presiden Soeharto  selama  satu jam  di Cendana  pagi ini,  pada kesempatan  itu Kepala Negara  mengatakan kepada  tamunya  bahwa  pemerintah  Indonesia  menyambut  baik adanya  usaha  untuk  meningkatkan  hubungan  dagang  antara kedua  negara, sebab peluang untuk itu memang terbuka lebar. Dalam hubungan ini presiden mengharapkan agar  para pengusaha  Kanada  dan Indonesia  berusaha  untuk mencapai  dua sasaran . Kedua  sasaran  itu adalah, pertama,  pengembangan perdagangan  itu sendiri,  dan  kedua, peningkatan  keahlian  pengusaha  Indonesia  dalam  bidang perdagangan  internasional.

Oleh karena  Kanada  merupakan  Ketua  Konferensi  Paris  mengenai Kerjasama  Ekonomi  Internasional,,pada kesempatan itu  pula  Kepala Negara  mengemukakan  harapanya  agar  konferensi  tersebut  dapat  mempersempit  jurang  pemisah  yang ada sekarang di antara negara kaya  dan negara miskin. Diharapknnya agar negara-negara yang sedang membangun dan banyak menghasilkan bahan  mentah  tidak  dirugikan  didalam  perdagangan  internasional, melainkan  diberikan  hak-hak  mereka secara adil.

Dalam rangka meluruskan  sejarah , pagi ini  bertempat  di Jalan  Irian  presiden Soeharto  memberikan  penjelasan  sekitar  kelahiran  Supersemar. Sebagaimana  yang  telah  diketahui masyarakat, di bekas  kediamannya  itulah  ia menerima  Supersemar  sepuluh tahun yang lalu. Menurut  Kepala Negara  keterangan tersebut  diberikannya  agar tidak  terjadi  salah tafsir  atau salah  pengertian  atas kejadian  itu, terutama  untuk generasi  yang tidak  mengalaminya  sendiri.
Ikut hadir  dan  menyaksikan  penjelasan  Jenderal Soeharto  hari ini adalah  para pelaku  yang terlibat  langsung  dalam  proses  kelahiran  Supersemar, yakni  Jenderal  Amirmachmud (kini  Menteri dalam  Negeri ) dan  Jenderal  M Jusuf  (kini Menteri  Perindustrian ), Juga  tampak  hadir  Menteri  Penerangan Boediardjo. Kepala Pusat  sejarah  ABRI, Nugroho Notosusanto, dan Asisten Menteri/ Sekretaris Negara, G Dwipayana.

Kamis, 3 Maret 1977

Dalam pidatonya  pada pembukaan  rapat kerja  departemen  Luar Negeri  dengan kepala  perwkilan  republik Indonesia  di seluruh dunia  yang diadakan  di Istana Negara  pagi hari ini, presiden Soeharto  menandaskan  bahwa  diplomasi yang dijalankan  Indonesia  senafas  dengan pola tata  krama  diplomasi  internasional. Dibekali  dengan  keteguhan  hati dan kepercayaan pada diri sendiri, dan  tidak  bersikap “gagah-gagahan “ atau “radikal-radikalan”. Untuk  itu semua  diperlukan kemampuan  untuk  menguasai masalah-masalah  yang dihadapi bangsa  dan tanah air. Mengenai  masalah-masalah  internasional  serta  pengaruhnya melaukan  diplomsi yang aktif dan dinamis. Ia  juga  meminta  kepada  Menteri  Luar Negeri untuk mengusahakan  penyempurnaan  Komunikasih dalam rangka  mengefektifkan  komunikasi  antara  Pemerintah  dankeduatan-keduataan di luar negeri.

Sabtu, 3 Maret 1979

Dalam suasana  hujan, pukul 07.25 pagi ini presiden Soeharto bertolak dari Lamuna Halim Perdanakusuma menuju  Yogyakarta. Diantara  rombongan presiden  tampak beberapa  orang  menteri antara lain. Menko Kesra Surono,  Menhankam/ Pangab M Jusuf, Menteri sosial Sapardjo, menteri  pertambangan  dan Energi  Subroto, dan Menter/ Sekertaris Negara,  sudharmono. Setiba  di Yogyakarta  dalam suasana  hujan  dan kabut, kepala Negara  besert rombongan  menuju  ke Batur, dengan menggunakan  dua Helikopter AURI, untuk meninjau daerah bencana alam Sinila.Selain meninjau  lokasi bencana  gas bercun dan tempat  penampungan pengugsi,  kepala Negara  juga  berziarah kekuburan massal  para korban. Di pekuburan ini presiden soeharto menabur bunga  dan  memanjatkan  doa bagi 142 korban yang  dikuburkan penduduk.

Selasa, 3 Maret 1981

Presiden soeharto  menetapkan  mulai tahun  1981  akan  diberlakukan  harga  pembelian  gula. Harga  baru tersebut  akan ditetapkan  pada akhr bulan  Maret  ini , dan akan  dilaksanakan  pada awal  bulan berikutnya. Demikian  dikatakan oleh Menteri  Pertanian  Sudarsono  setelah  menghadap  presiden  di Bina Graha  pagi ini.  Menteri  Sudarsono  melaporkan kepada kepala Negara  mengenai langkah-langkah  yang telah diambil untuk meningkatkan produksi  tebu,  guna meningkatkan  produksi gula  melalui  rehabilitasi  pabrik-pabrik  gula  yang sudah  ada.  Sebagian  dari pabrik-pabrik  tersebut  terdapat  di pulau Jawa  dan sebagian  lagi terdapat  atau  dibangun  pemerintah diluar Jawa.

Pagi ini, di tempat  yang sam,  presiden Soeharto  juga  menerima  Menteri  Muda Urusan Pemuda  dan Olah Raga, Dr.Abdul  Gafur. Usai bertemu  presiden Gafur  mengatakan   bahwa pemerintah akan mengadakan  mobilisasi  pemuda bagimkeperluan  pembagunan . kegiatan  ini akan  diatur secara koordinatif.

Senin, 3 Maret 1986

Pengembangan  perkebunan  dengan  pola  PIR  yag dikaitkan  dengan  program  transmigrasi  akan diselenggarkan  melalui  kerjasama  sembilan menteri  di bantu  Gubernur  Bank  Indonesia  dan ketua  BKPM. Kebijaksanaan  ini  tertuang  dalam Instruksi  presiden  No. 1 tahun 1986 yang  dikeluarkan  pada  hari ini . proyek  PIR-trans  merupakan  sebuah paket pengembangan  wilayah yang utuh. Paket  ini terdiri  atas komponen  utama  yang meliputi  pembangunan  perkebunan  inti lahan dan kebun plasma  serta pembangunan pemukiman  yangterdiri  atas  lahan  perumahan  dan pekarangan. Sedangkan  komponen  penunjang  meliputi  pembangunan prasarana umum.

Selasa, 3 Maret 1987

Melalui  Keputusan  presiden, No.015/TK/1987, presiden Soeharto hari ini memutuskan  untuk menganugerahkan Bintang  Gerilyan kepada Nyonya Siti Harina Soeharto, penganugerahan ini didasarkan  atas jasa-jasnya  yang luar  bias denan menunjukan keberanian, Kebijaksanaan, dan kesetiaan dalam berjuang dan berbakti  terhadap negara  bangsa selama  perjuangan fisik mempertahankan  kemerdekaan RI.

Jam 15.00 sore ini, presiden dan Ibu Soeharto menyambut kedatangan tamu negara dari republik Tanzania, presiden Alhaj Ali Hassan Mwinyi dan Nyonya Siti Abdallah  Mwinyi, dengan satu upacara  kebesaran militer di halaman Istana Merdeka. Tampak hadir  dalam acara  ini antara lain wakil presiden dan  ibu Umar Wirahadikusumah, para menteri dan pejabat  lembaga-lembaga tinggi negara, serta para duta besar negara-negara sahabat. Setelah upacara  penyambutan resmi selesai, presiden dan Nyonya  mwinyi mengadakan kunjungan kehormatan kepada  presiden dan Ibu Soeharto di ruang Jepara Istana merdeka. Kemudian  tuan rumah mengantarkan  kedua tamu mereka ke wisma Negara.

Pukul  16.00 sore ini presiden Soeharto dan presiden Alhaj Ali Hassan Mwinyi mengadakan pembicaraan empat mata di Istana Medeka. Dalam pembicaraan tersebut,,presiden Tanzania antara lain menyataan terutama  pengembangunan peranian.

Sementara  itu presiden  soeharto menjelaskan  mengenai  persoalan Timor Timur. Dikatannya  bahwa  selama ini masih ada saja  negara yang masih salah tanggap, padahal Indonesia tidak pernah menduduki atau menjajah Timor Timur, teapi justru membebaskanya  dari penjajahan  portugal. Masalah ini diangkat  oleh presidenSoeharto  dalam  pertemuan tersebut, karena sampai kini, di forum PBB, Tazania  belum mendukung  Indonesia. Dengan penjelasan ini diharapkan Tanzania  akan bersikap lebih baik lagi.

Untuk  menghormati  Presiden Alhaj Ali Hassan  Mwinyi  dan Nyonya  Sitti  Abdallah Mwinyi.  Malam  ini presiden  dan Ibu Soeharto  menyelenggarakan  jamuan santap  malam kenegaraan  di Istana  Negara.

Dalam  pidato pada  jamuan santap  malam kenegaraan  itu, presiden  Soeharto menyatakan rasa  gembiranya  menyaksikan kemajuan-kemajuan  yang  telah dicapai kedua  negara  dalam mempererat  hubungan  dan kerjasama antara kedua  bangsa dan negara, terutama  di bidang  politik  dan ekonomi. Dikatannya  bahwa  hubungan persahabatan  dan kerjasama  itu tumbuh dan berkembang diatas  prinsip-prinsip yang  dijunjung tinggi  bersama, yaitu bahwa semua bangsa saling  menghormati  keduatan kerjasama konstruktif untuk kebaikan bersama.

Pada bagian lain pidatonya , presiden Soeharto menegaskan  kembali pendirian Indonesia yang tidak pernah ragu-rafu mendukung  setiap perjuangan melawan penjajah. Dikatannya bahwa  Indoneia selalu berpihak dari barisan negara-negara Afrika  dalam perjuangan  membebaskan  diri dari penjajahan, khusunya  dalam masalah Nambia  dan politik  aprtheid di Afrika Selatan. Indonesia  juga selalu  berdiri  di  barisan bangsa memperoleh hak-hak yang sah.

Sabtu, 3 Maret 1988

Dalam sidang  paripurna  ke- 6 MPR  hari ini fraksi-fraksi  Karya  Pembangunan. Utusan Daerah, ABRI, dan PDI menyatakan  menerima  baik naskah  GBHN sumbangan  pikiran presiden Soeharto yang di susun  oleh “Team Sembilan”. Fraksi  Persatuan Pembangunan juga menyatakan dapat  menerima  naskah  tersebut , tetapi  dengan “catatan” pernyataan ini disamping  oleh fraksi-fraksi tersebut dalam pemandangan umum masing-masing.

Sabtu, 3 Maret 1990

Berada  di Riau  pagi ini,presiden  dan Ibu  Soeharto  menghadiri  acara  peresmian  pengembangan  lapangan minyak  Duri. Dalam  pengembangan  ini PT  Caltex  Pacipic  Indonesia  menggunakan  sistem  injeksi yang dapat meningkatkan  hasil yang diperoleh  sampai  tujuh  kali lipat jika dibandingkan dengan penggunaan  sistem  Konversional seperti selama ini.

Dalam  sambutannya Kepala Negara menyatakan  kegembiraanya  karena lapangan minyak ini akan mampu  menghasilkan 300.000 barel  perhari; tingkat produksi  ini merupakan seperlima  dari produksi minyak kita. Peningkatan produksi ini sangat penting  artinya, sebab justru dicapai  pada saat kondisi  minyak Indonesia  berada  pada masa kritis. Dikemukakan  oleh presiden  bahwa menjelang khir abad  ini Indonesia  mulai  menghadapi  masalah  energi,yaitu  mempertahankan kemampuan dalam  mencapai  tingkat produksi  yang tinggi  untuk memenuhi  kebutuhan  sendiri  dan ekspor, sebab  kekayaan  kita akan minyak bumi tidak terbatas.

Lebih jauh dikatakan  presiden  bahwa peningkatan penggunaan  minyak bumi yang sejalan dengan  meningkatnya taraf hidup rakyat  tidak dapat  dicegah. Tetapi prnggunaan  energi  yang boros  dan tidak efisien  haruslah dicegah. Penghematan  energi haruslah dilakukan secara  sungguh-sungguh,  baik  oleh instansi  pemerintah maupun dunia  usaha  dan kalangan  masyrakat  umumnya. Cara yang ditempuh dalam penghematan ini ada dua cara, yaitu  penganekaragaman  energi  dan penghematan  pemakaian  minyak yang jumlahnya  seperlima  dari kebutuhan  kita. Akhirnya  kita juga yang menggunakan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

 Minggu, 3 Maret 1991

Pagi ini di Nusa Dua, Bali, presiden  Soeharto meresmikan  berbagai  sarana  pariwisata. Tampak hadir  dalam acara  peresmian itu, Sultan Hassanal  Bolkiah  dari Brunei  Darussalam,  peranan Menteri  Malysia  Mahathir   Mohamad, dan  Perdana Menteri Singapura Goh Chok Tong.Dalam  amanatnya, kepala Negara  mengatakan  bahwa betapapun  pentingnya  kepariwisataan  bagi  pembangunan,  namun kita  harus tetap  meletkannya  dalam  kerangkan besar  pembangunan  bangsa kita. Tujuan  pembangunan  kita adalah  untuk membangun  masyarakat  maju, sejatera,adil  dan makmur yang  tetap berkpribadian  sendiri.  Ini  antara lain berarti  bahwa bertambah  banyaknya  arus  wisatawan  asing  yang masuk  ke negeri  kita tidak  boleh sampai menggoyakan  nilai-nilai  kehidupan  yang kita anggap luhur.

Ditegaskanya  bahwa  bagi kita ,  kesenian dan kebudayaan  mempunyai kaitan yang erat dengan kehidupan kerohanian  masyarakat. Untuk tujuan apapun, kita tidak pernah akan mengorbankan  nilai-nilai  kerohanian  kita sebab tanpa itu kita menghancurkan  makna  kehidupan kita  sendiri.
Pukul 19,00 malam ini, presiden Soeharto  membuka Konferensi  Internasional mengenai Negara-negara  ASEAN  dan perekonomian  Dunia di Hotel  Nusa Indah, Bali. Pertemuan ini antara lain dihadiri oleh  PM Mahathir Mohammad, PM Goh  Chok Tong, bekas Menteri Luar Negeri  Henry Kissinger, dan ketua Komite Jepang-Indonesia, Michio Watanabe serta sejumlah tokoh dari berbagai negara.

Dalam pidato pembukaannya, Kepala Negara  mengatakan  bahwa  untuk lebih memanfaatkan peluang  yangtimbul, dan  menangkal  dampak  negatif perkembangan  ekonomi dunia  secara  bersama-sama, kekuatan  dan ketangguhan  ASEAN  perlu  didayagunakan  dengan  sebaik-baiknya. Untuk itu kita perlu meningkatkan kerjasama  intra- ASEAN  dan antara ASEAN  dengan mitra-mitra lainya. Dengan  itu diharapkan terciptanya  kerjasama  yang konstuktif serta lebih tepat  dan menarik  dalam berbagai kegiatan  termasuk perdagangan, investasi, industrialisasi, alih teknologi dan  pengembangan  sumber daya manusia. Usaha untuk memperkuat  kerjasama  yang telah ada perlu  ditingkatka, sambil memikirkan  cara-cara pendekatan  baru dan mencari terobosan-terobosan baru  dalam  menciptakan kerjsama ekonomi intra-ASEAN yang lebih berarti dan efektif.

Selasa, 3 Maret 1992

Presiden  dan Ibu Soeharto pagi ini meresmikan proyek  Bantua  presiden Listrik Tenaga Surya Masuk Desa Acara ini berlangsung di desa Gondosari, Kecamattan  Punung,  Pacitan Jawa Timur. Proyek energi surya di bangun oleh BPPT  ini dipasang  di 230  buah rumah di Kecamatan Punung, untuk  keperluan penerangan radio dan televisi. Proyek yang sama telah dipasang  di 12 kecamatan  di seluruh Indonesia dengan sejumlah unit seluruhnya sebanyak  3.000. unit-unit  tersebut  dipasang tanpa  menggunakan jaringan  transmigrasi  ataupun  jaringan distribusi.

Mencanangkan program kelistrikan baru  itu, kepala  negara  mengatakan  bahwa salah satu tantangan  besar yang kita  hadapi  dalam bidang  kelistrikan adalah memenuhi  kebutuhan masyarakat kita yang terpencar-pencar. Khusus untuk masyarakat  pedesaan  tantangan  itu tidak  mudah diatasi, karena masalahnya  jauh lebih rumit. Kerumitan  itu disebabkan  oleh letak desa yang sangat  terpencil. Namun, bagimanapun  juga kita harus berusha  memenuhi kebutuhan Listrik rakyat  kita. Tempat  juga  kita harus  berusaha memenuhi kebutuhan listrik rakyat kita. Tempat tinggal mereka tidak berkesempatan  menikmati  tenaga  listrik . kita harus berikhtiar  mencari jalan bagaimana  menyediakan  tenaga listrik  bagi  seluruh rakyat. Untuk  itu kita  harus mencari  sumber  daya  energi  yang mudah didapat di desa-desa, yaitu berupa  energi mikro, energi biomassa energi nangin, dan energi surya.

Rabu, 3 Maret 1993

Dalam sidang  paripurna MPR  hari ini  Fraksi golongan  Karya  melalui pidato  pemandangan  umumnya yang di bacakan oleh H Ismail Hassan menyebutkan nama Soeharto  dan Try  Sutrisno, masing-masing  sebagai  calon presiden  dan wakil presiden  untuk  masa bakti  1993-1998. Demikian pula Fraksi  ABRI  melalui juru bicaranya  Toni Hartono  dan juga fraaksi-fraksi  lainya  menegaskan niat dan tekad  mereka  untuk mencalonkan  Jenderal (purn) Soeharto  sebagai  presiden  dan  jenderal purn) Try Sutrisno sebagai wakil presiden.


penyusun, Lita