PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 30 Juni 1972 - 30 Juni 1988

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
JUM’AT, 30 JUNI 1972
Kepala Staf Angkatan Perang Filipina, Jenderal Romeo C Espino beserta isteri, hari ini mengadakan kunjungan kehormatan kepada Presiden Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta


SENIN, 30 JUNI 1978
Sebelum tamu agung dari Indonesia beserta rombongan meninggalkan Iran menuju Yugoslavia hari ini, Presiden Soeharto dan Shah Iran mengeluarkan sebuah komunike bersama di Teheran. Dalam komunike itu, kedua pemimpin antara lain menyatakan bahwa pemeliharaan perdamaian dan stabilitas bukan hanya merupakan tanggungjawab negara-negara besar saja, tetapi juga tanggungjawab seluruh masyarakat internasional. Untuk itu kedua pemimpin bertekad memberikan sumbangan bagi usaha membina perdamaian, kemajuan dan stabilitas dunia. keduanya mengharapkan bahwa perkembangan di Iran dan Indonesia akan membuka kemungkinan-kemungkinan tercapainya perdamaian, kemajuan dan stabilitas yang nyata di Asia Tenggara.


SENIN, 30 JUNI 1980
Dalam waktu yang tidak lama lagi, Pemerintah akan mengeluarkan sebuah Peraturan Pemerintah tentang Disiplin Pegawai Negeri. Peraturan Pemerintah ini antara lain berisikan sekitar 26 kewajiban dan 19 larangan bagi pegawai negeri. demikian dikemukakan Menteri PAN, Sumarlin, selesai menghadap Presiden di Bina Graha pagi ini.


RABU, 30 JUNI 1982
Pukul 09.00 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto menerima Presiden Pemerintahan Koalisi Kampucea dan Nyonya Norodom Sihanouk di Istana Merdeka. Setelah beramahtamah sebentar, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan dengan Pangeran Sihanouk di Jepara Room, sementara Puteri Monique berbincang-bincang dengan Ibu Tien diruang kerjanya.

Dalam pembicaraan dengan Pangeran Sihanouk, Presiden Soeharto sekali lagi menyatakan dukungan politiknya terhadap Pemerintahan Koalisi Kampuchea Demokratik yang baru saja terbentuk. Kepada pemerintah koalisi itu Presiden mengharapkan agar dapat memanfaatkan dukungan politik Indonesia dan negara-negara ASEAN lain dengan sebaik-baiknya.

Team Keppres No. 24 Tahun 1982 atau yang dikenal sebagai Team Penyiapan Akhir Bahan-bahan Sidang Umum MPR 1983, pada jam 10.00 pagi ini diterima Presiden Soeharto di Istana Merdeka. Team yang dipimpin oleh Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono sebagai Ketua dan Menteri PAN/Wakil Ketua Bappenas JB Sumarlin sebagai Wakil Ketua itu beranggotakan Haji Achmad Larno (Wakil Ketua MPR/Ketua BP-MPR), Moerdiono (Sekretaris Kabinet), Achmad Wiranatakusumah (Sekretaris Jenderal Wanhankamnas), Machmud Soebarkah (Wakil Sekretaris Jenderal Wanhankamnas), Letjen. Haris Suhud (Kepala Staf Kekaryaan Hankam), Letjen. LB Moerdani (Wakil Kepala Bakin), Saleh Afif (Deputi Ketua Bappenas bidang Fiskal dan Moneter), dan Ginandjar Kartasasmita sebagai Sekretaris Team.

Selesai diterima Presiden, Sudharmono selaku Ketua Team menjelaskan bahwa team ini bertugas menyiapkan bahan-bahan akhir GBHN yang telah dihimpun oleh Wanhankamnas. Team akan melaporkan hasil-hasil kerjanya kepada Presiden yang kemudian menyerahkannya kepada MPR untuk digunakan sebagai bahan sebelum mengambil keputusan. Dengan demikian akan membantu memperlancar tugas-tugas MPR tetapi semua ini sama sekali tidak mengurangi hak MPR untuk menerima bahan-bahan dari luar.


SABTU, 30 JUNI 1984
Untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri, mulai jam 10.00 pagi ini, Presiden dan Ibu Soeharto mengadakan silahturahmi dengan masyarakat ibukota, termasuk pejabat-pejabat tinggi negara, dan di korps diplomatik. Acara silahturahmi yang berlangsung sampai siang hari itu dilanjutkan lagi pada malam ini pada jam 19.00. tadi pagi Presiden Soeharto mengikuti shalat Ied di Masjid Istiqlal.


KAMIS, 30 JUNI 1988
Jaksa Agung Sukarton Marmosudjono menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini. Ia datang untuk melaporkan rencananya menghidupkan kembali Team Penyelidikan dan Pengusutan Perkara Penyelundupan (TP4). Juga dilaporkannya tentang pola operasi yang akan dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung dalam menangani berbagai perkara, seperti tindak pidana umum dan khusus ataupun masalah-masalah suversi, korupsi dan pelanggaran wilayah perairan.

Pada kesempatan itu Kepala Negara menginstruksikan Jaksa Agung untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku penyelundupan yang akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Diingatkan oleh Presiden bahwa penyelundupan akan menimbulkan dampak yang luas, bukan hanya merugikan pemasaran produksi dalam negeri saja melainkan juga merugikan negara dari segi berkurangnya pemasukan devisa dan pajak.


Penyusun Intarti, SPd 

Jejak Langkah Pak Harto 29 Juni 1967 - 29 Juni 1985

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
KAMIS, 29 JUNI 1967
Keterangan pemerintah atas interprestasi 30 anggota DPR-GR baru-baru ini tentang Keputusan Presiden RI No. 62/1967 berkaitan dengan Ketetapan MPRS No. XXXIII/1967 adalah sebagai berikut: 1. Pada hakekatnya Ketetapan MPRS No. XXXIII/1967 itu adalah menyatakan bahwa Bung Karno bukan lagi Presiden RI dan ditegaskan dalam pasal 1 ayat (1) Keppres No. 62/1967, yaitu dengan berlakunya Ketetapan MPRS No. XXXIII/1967 Bung Karno tidak lagi menggunakan sebutan Kepala Negara/Presiden RI dan lain-lain; 2. Kebijaksanaan yang dituangkan dalam Keppres RI No. 62/1967 tidak bertentangan dengan MPRS No. XXXIII/1967 bahkan justru merupakan pengamanan pelaksanaannya; 3. Pemerintah sependapat dengan anggota DPR-GR bahwa dualisme telah berakhir secara konstitusional dengan Keppres No. 62/1967; 4. Setelah berlakunya Ketetapan MPRS No. XXXIII/1967, Presiden atau Kepala Negara RI/Mandataris MPRS hanya berada pada Pejabat Presiden; 5. Bung Karno boleh mengenakan pakaian seragam Presiden/Pangti ABRI/Tanda Pangkat dan lain-lain bila menghadiri upacara kenegaraan berdasarkan undangan resmi pemerintah; 6. Fasilitas yang diberikan kepada Bung Karno adalah untuk sementara; 7. Faktor utama yang diperhitungkan pemerintah adalah stabilisasi politik, oleh karena itu pemerintah mempunyai kewajiban untuk menetapkan tetap menjaga keamanan pribadi Bung Karno; dan 8. Perlakuan pemerintah terhadap Bung Karno bukanlah semata-mata masalah yuridis sebab menyangkut pula aspek-aspek psikologis.


SENIN, 29 JUNI 1970
Pagi ini Presiden Soeharto melantik Dewan Pembimbing dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana di Istana Negara. dalam sambutannya, Presiden mengatakan bahwa masalah keluarga berencana sungguh merupakan salah satu masalah nasional. Berhasil atau tidaknya program ini dilaksanakan akan menentukan pula berhasil atau tidaknya usaha untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa. Presiden mengakui bahwa jumlah penduduk yang besar memang merupakan salah satu potensi pembangunan. akan tetapi dengan jumlah yang besar saja, tanpa disertai peningkatan kesejahteraan, maka akan menimbulkan suatu bencana yang sama besarnya.


SELASA, 29 JUNI 1971
Beberapa pejabat daerah dari Jawa Tengah dan Jawa Barat diterima oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini. Pada kesempatan itu Presiden menyerahkan sumbangan Rp. 10 juta kepada Gubernur Jawa Tengah untuk membantu rakyat di Bantar Kawung, Brebes yang baru-baru ini dilanda bencana alam. Sumbangan yang sama jumlahnya juga diberikan oleh Presiden kepada Rektor Universitas Tjokroaminoto di Solo. Sri Paku Alam (Yogyakarta) dan Bupati Wonosari masing-masing diberikan Rp. 24 juta untuk perbaikan daerah mereka. Sementara itu Bupati Bogor, Jawa Barat, menerima Rp. 20 juta sebagai sumbangan Presiden bagi perbaikan Masjid Raya Bogor.


KAMIS, 29 JUNI 1972
Presiden Soeharto meresmikan Sekolah Teknologi Pembangunan di Yogyakarta. Dalam amanat peresmiannya, Presiden antara lain mengatakan bahwa kita sekarang sedang bergerak ke arah sistem pendidikan nasional yang baru, yaitu sistem pendidikan pembangunan. dengan pendidikan pembangunan nantinya setiap anak akan dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan; demikian harapan Presiden Soeharto.


SELASA, 29 JUNI 1976
Bertempat di gedung utama Sekretariat Negara, Presiden Soeharto pagi ini memimpin sidang kabinet paripurna. Diantara beberapa masalah penting yang dibahas dalam sidang hari ini adalah hasil kunjungan Team Pencari Fakta di Timor Timur, yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri Amirmachmud. Pada kesempatan itu dilaporkan Menteri Amirmachmud bahwa keinginan berintegrasi dengan Indonesia merupakan kehendak mutlak dari bagian terbesar rakyat Timor Timur.

Kepala Negara memberikan tanggapan positif terhadap laporan tersebut. Dikatakannya bahwa meskipun kehendak rakyat Timor Timur dapat diterima, akan tetapi pelaksanaan integrasi harus dilakukan menurut prosedur yang sejalan dengan konstitusi. Dalam hubungan ini Presiden memutuskan bahwa dalam waktu singkat pemerintah akan mengajukan RUU tentang penerimaan penggabungan Timor Timur kedalam RI kepada DPR.


KAMIS, 29 JUNI 1978
Menteri Pertambangan dan Energi, Prof. Dr. Subroto menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini. Dalam pertemuan itu antara lain telah dibahas proyek harga minyak. Usai pertemuan, Subroto mengungkapkan bahwa Presiden Soeharto pada prisnsipnya dapat menyetujui adanya kenaikan harga minyak mentah sebesar 5%, sebagaimana yang baru-baru ini disarankan oleh Menteri Perminyakan Arab Saudi, Sheik Yamani. Menurut Prof. Dr. Subroto jikalau terjadi kenaikan harga minyak, maka pendapatan Indonesia dari sektor minyak akan bertambah sekitar US$365 juta dari nilai ekspor minyak tahun 1977 sebesar US$7,3 miliar.




SELASA, 29 JUNI 1982
Pukul 10.30 pagi ini Presiden Soeharto menerima Menteri Agama, Alamsyah, di Bina Graha. Setelah menghadap Kepala Negara, Alamsyah mengatakan bahwa Presiden telah menginstruksikan agar biro-biro perjalanan maupun badan-badan yang mengorganisir keberangkatan rombongan umrah ke tanah suci supaya diteliti. Hal ini perlu dilakukan mengingat bila sampai terjadi penelantaran peserta umrah di Arab Saudi, maka masalahnya tentu akan menyangkut martabat bangsa.


SABTU, 29 JUNI 1985
Pagi ini di Bina Graha Presiden Soeharto menyerahkan beasiswa anak asuh dari Yayasan Supersemar dan Yayasan Dharmais kepada Gubernur Irian Jaya, Izhak Hindom, Gubernur Timor Timur, Mario Viegas Carascalao, dan Gubernur DKI Jakarta Suprapto. Kepada ketiga gubernur itu, Presiden mengatakan bahwa kedua yayasan yang dipimpinnya itu telah memberikan ribuan beasiswa kepada para pelajar dan mahasiswa, selain mengangkat ribuan anak lainnya sebagai anak asuh. Dikatakannya, bantuan ini diberikan dalam rangka perjuangan mencerdaskan dan meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia.


Penyusun Intarti, SPd

Jejak Langkah Pak Harto 28 Juni 1967 - 28 Juni 1990

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
RABU, 28 JUNI 1967
Pejabat Presiden dalam amanatnya kepada PNI/FM menyatakan bahwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan partai politik. Sejarah perjuangan telah mencatat bahwa PNI sejak semula telah meletakkan dasar dan cita-cita kemerdekaan pada landasan nasional dan sosialisme, yang akan diwujudkan dan ditumbuhkan diatas kepribadian Indonesia. Dasar dan tujuan perjuangan bangsa Indonesia. Dalam hal ini PNI sebagai salah satu partai besar yang sudah dewasa, hendaknya belajar dari pengalaman-pengalaman yang lalu, sehingga dapat menempatkan diri dengan tepat dalam kekompakan barisan baru.


JUM’AT, 28 JUNI 1968
Dalam rangka penertiban dan peningkatan penerimaan negara, Presiden Soeharto menginstruksikan kepada Menteri Keuangan untuk tidak memberikan keringanan, kelonggaran ataupun pembebasan terhadap pembayaran pungutan-pungutan bea masuk atau harga dari barang-barang yang didatangkan dari luar negeri yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan tarif yang berlaku. Juga diinstruksikan agar membatalkan semua keringanan, kelonggaran ataupun pembebasan yang telah diberikan terhadap barang-barang yang sekarang ini belum sampai di daerah Indonesia. Instruksi tersebut dimuat dalam Inpres No. 21/1968 yang mulai berlaku hari ini.


SABTU, 28 JUNI 1969
Presiden dan Ibu Tien Soeharto hari ini menyambut kedatangan PM India, Ny. Indira Gandhi, di lapangan udara Kemayoran, Jakarta. dalam pidato sambutannya, Presiden mengemukakan bahwa Ny. Indira Gandhi dan rakyat India terasa sangat dekat dihati rakyat Indonesia. Presiden mengharapkan bahwa kunjungan PM Indira Gandhi akan mempererat hubungan persahabatan, saling pengertian dan kerjasama antara kedua negara. PM Indira Gandhi, dalam pidato balasannya, membenarkan ucapan Presiden Soeharto. Ia mengatakan bahwa banyak perkembangan yang terjadi sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, baik didalam kedua negara maupun di dunia pada umumnya. Walaupun demikian, ia berpendapat bahwa apa yang dicetuskan oleh Kongerensi Bandung pada tahun 1955 tetap bermanfaat, karena prinsip-prinsip itu berhubungan dengan kebenaran dan hakiki.

Malam ini di Istana Merdeka Presiden Soeharto mengadakan jamuan makan malam untuk menghormati kedatangan PM Indira Gandhi. Dalam pidatonya, Presiden Soeharto antara lain menegaskan bahwa antara India dan Indonesia terdapat hubungan yang sangat erat, yang terjalin sejak berabad-abad yang lalu, dengan kebudayaan dan nilai moral yang tinggi yang masih kuat membekas sampai kini. Dikatakan pula, bahwa pegerakan perjuangan kemerdekaan kedua bangsa pada permulaan abad ini telah saling memberi inspirasi dan dorongan semangat. Presiden Soeharto juga menekankan kesamaan keyakinan yang dimiliki oleh kedua bangsa, bahwa politik luar negeri  yang bebas dan aktif merupakan salah satu jaminan kuat untuk memelihara kemerdekaan politik dan memperkuat kedudukan ekonomi serta kesejahteraan bangsa-bangsa.

PM India Ny. Indira Gandhi dalam sambutannya mengatakan bahwa ia melihat banyak kemajuan yang dicapai Indonesia. Ia mengatakan juga bahwa dalam kunjungannya ini ia ingin memperbaharui harapan-harapannya, terutama agar hubungan kedua negara dapat terus berkembang. Menyinggung soal non-aligment, ia menegaskan pendapatnya bahwa politik non-aligment dewasa ini masih tetap diperlukan, terutama untuk mengimbangi kekuatan-kekuatan besar di dunia.


SENIN, 28 JUNI 1976
Kepala Negara mengadakan pertemuan dengan beberapa menteri di Bina Graha pagi ini. Menteri-menteri yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Menteri Pertambangan Mohammad Sadli, Menteri Perindustrian M. Jusuf, Menteri Pertanian Thojib Hadiwidjaja, Menteri Perhubungan Emil Salim, PUTL Sutami, Menteri P dan K Sjarif Thajeb, Menteri Kesehatan Siwabessy, dan Menteri Penerangan Mashuri. Dalam pertemuan dihadiri pula oleh Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono itu, Presiden telah mendengarkan laporan dari masing-masing menteri; laporan-laporan tersebut akan menjadi masukan bagi Presiden didalam menyusun pidato kenegaraannya pada tanggal 16 Agustus yang akan datang.


SELASA, 28 JUNI 1977
Menteri Negara Riset Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, setelah diterima Presiden Soeharto di Cendana hari ini menjelaskan bahwa Presiden telah menyetujui diadakannya kerjasama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi antara Indonesia dan Hongaria. Kerjasama itu meliputi pengembangan pertanian campuran dan penggunaan radio isotop dalam bidang kedokteran.


KAMIS, 28 JUNI 1979
Presiden Soeharto pagi ini membuka Sidang Tahunan Para Menteri Luar Negeri ASEAN yang berlangsung di Pertamina Cottage, Pantai Kuta, Denpasar. Dalam kata sambutannya, Presiden mengatakan bahwa kesatuan sikap yang selama ini diperlihatkan oleh negara-negara ASEAN dalam menghadapi masalah-masalah dunia merupakan suatu langkah maju dalam usaha memantapkan tekad untuk memberikan isi kepada organisasi regional ini. Dikatakan selanjutnya bahwa kesatuan sikap itulah yang membuat ASEAN tidak goyah dalam menghadapi susunan dunia yang sedang bergolak ini.

Lebih jauh dikemukakan oleh Kepala Negara bahwa dengan melihat pertumbuhan ASEAN, tidak berkelebihan bila kita menilai bahwa ASEAN telah tumbuh sebagai suatu kekuatan sosial-ekonomi potensial di kawasan ini. Menurutnya, kenyataan ini memberikan harapan bahwa wilayah kita akan berkembang menjadi suatu pusat kegiatan pengembangan ekonomi dalam rangka perwujudan Tata Ekonomi Dunia Baru. Dalam hubungan ini Presiden mengharapkan agar negara-negara maju dapat menunjukkan pengertian dan kesediaan mereka memenuhi cita-cita kita mewujudkan tata ekonomi dunia yang lebih adil, yang menjamin kesempatan yang sama bagi semua bangsa untuk maju dan hidup sejahtera untuk kepentingan perdamaian dunia yang abadi.


SELASA, 28 JUNI 1983
Gubernur Bank Sentral, Arifin Siregar, dan Menteri Keuangan, Radius Prawiro, pukul 10.45 pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Mereka datang untuk melaporkan tentang keadaan keuangan negara saat ini. Usai menghadap, Arifin Siregar mengungkapkan bahwa cadangan devisa Indonesia sampai akhir Mei yang lalu berjumlah US$7,5 miliar. Sebanyak lebih kurang US$3,7 miliar dari jumlah tersebut berada di Bank Sentral, dan US$3,5 miliar berada pada bank-bank devisa lain. Menurut Gubernur Bank Sentral, setelah dievaluasi ternyata keadaan cadangan devisa Indonesia menunjukkan adanya “titik-balik” dalam arus penerimaan devisa yang menyehatkan keadaan ekonomi. Sementara itu keadaan pasar devisa sekarang sudah tenang dan tidak ada lagi spekulasi.


RABU, 28 JUNI 1989
Indonesia menerima tawaran Prancis untuk duduk sebagai ketua bersama dalam konferensi internasional tentang penyelesaian masalah Kamboja. Tetapi penerimaan itu adalah dengan syarat yaitu harus dengan persetujuan para peserta konferensi tersebut. Demikian diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Ali Alatas setelah diterima Kepala Negara di Istana Merdeka pagi ini.

Pukul 09.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Bolivia, Arnold Hofman-Bang Soleto. Pada kesempatan itu Kepala Negara mengatakan bahwa hubungan kedua negara yang dewasa ini lebih banyak terjadi di forum-forum internasional, perlu diikuti dengan peningktan hubungan bilateral dan kerjasam di bidang pembangunan, termasuk dalam usaha untuk melindungi harga bahan mentah, terutama timah yang menjadi salah satu komoditi ekspor kedua negara. presiden juga menegaskan bahwa merupakan hal sulit bagi Indonesia dan Bolivia dan bagi bangsa-bangsa yang sedang membangun lainnya untuk melaksanakan pembangunan dalam suasana dunia yang penuh konflik dan ketegangan.



KAMIS, 28 JUNI 1990
Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha menerima para peserta rapat kerja Departemen Penerangan Kepala Negara mengemukakan kepada mereka bahwa dewasa ini kita juga melihat tanda-tanda menyusutnya masalah-masalah politik dan militer di dunia yang digantikan oleh masalah-masalah ekonomi serta kemanusiaan yang bergerak makin menonjol. Hal ini menunjukkan bahwa kita sedang mulai bergerak maju menuju kearah terwujudnya dunia yang lebih aman, lebih makmur dan lebih bersaudara.

Kita beruntung hidup dalam zaman yang makin cerah ini. Tentu saja perkembangan-perkembangan tadi tidak berarti susutnya seluruh masalah politik dan militer yang ada. Kita juga tidak boleh mengira akan ada sorga di muka bumi dalam waktu yang tidak habis-habisnya. Manusia tetap akan merupakan manusia dengan segala kekuatan dan kelemahannya. Menghadapi hal-hal itu selain harus menyiapkan seluruh potensi bangsa untuk memanfaatkan peluang yang terbuka, kita juga harus tetap selalu harus waspada terhadap perkembangan-perkembangan yang bisa merugikan.


Penyusun Intarti, SPd

Jejak Langkah Pak Harto 27 Juni 1968 - 27 Juni 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
KAMIS, 27 JUNI 1968
Presiden Soeharto pagi ini mengadakan rapat dengan anggota-anggota DPA bertempat di Bina Graha. Maksud diadakannya rapat ini adalah untuk memperoleh masukan dari para anggota DPA berupa nasehat dan pertimbangan-pertimbangan yang kemudian akan digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Presiden dalam melaksanakan kebijaksanaannya. Pada kesempatan itu, Presiden memberikan penjelasan tentang program pembangunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah. Antara lain disampaikan bahwa pemerintah memberikan prioritas kepada proyek peningkatan pangan dan proyek-proyek yang bersangkutan dengan itu.


RABU, 27 JUNI 1973
Delegasi Rabithah Alam Islam, yang berpusat di Saudi Arabia, diterima oleh Presiden Soeharto di Istana Merdeka pagi ini. Menurut ketua delegasi, Sayed Ibrahim Assegaf, kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan hasil kunjungan mereka ke Filipina belum lama ini. Dikemukakannya bahwa Presiden Soeharto mengharapkan agar masalah umat Islam di negeri itu dapat diselesaikan melalui perundingan, dan bukan dengan kekerasan.


KAMIS, 27 JUNI 1974
Menteri Luar Negeri Libanon, Fuad Nafaah, mengadakan kunjungan kehormatan kepada Presiden Soeharto siang ini di Istana Merdeka. Dalam pertemuan tersebut Menteri Luar Negeri Libanon itu telah menjelaskan perkembangan terakhir di Timur Tengah, khususnya menyangkut hubungan bilateral kedua negara.


JUM’AT, 27 JUNI 1975
Hari ini Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan empat mata dengan Shah Iran di Istana Shahabad, kediaman resmi Shah Iran. Pokok masalah yang dibicarakan oleh kedua kepala negara itu berkisar sekitar hubungan bilateral, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan kedua negara, baik pada tingkat regional maupun internasional.

Pembicaraan resmi ini diadakan setelah acara tukar menukar cinderamata antara tamu dengan tuan rumahnya. Pada kesempatan itu Presiden Soeharto menghadiahkan sebilah keris bertahtahkann emas kepada Shah Iran, sedangkan Ibu Soeharto memberikan perangkat minum teh yang terbuat dari perak kepada Shabanon Farah Diba. Ibu Soeharto juga menghadiahkan sebuah miniatur perahu perak buatan Kendari kepada putera Shah Iran.

Presiden Soeharto berpendapat bahwa apabila sekarang ini orang sudah mengatakan betapa perlunya dibangun orde ekonomi internasional baru, maka itu berarti harus pula ada keberanian untuk membuat tata hubungan politik dan ekonomi antara bangsa yang baru dengan semangat dan tujuan yang baru pula. Pendapat ini dikemukakan Presiden ketika menyambut pidato Shah Iran dalam jamuan santap malam kenegaraan yang diselenggarakannya di Istana Shahabad malam ini. Selanjutnya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa tujuan utama kunjungannya di Iran adalah untuk mempererat tali persaudaraan dan persahabatan antara kedua bangsa. Dalam hubungan ini ia melihat masih terbukanya kemungkinan-kemungkinan yang luas bagi berkembangnya kerjasama di bidang politik, ekonomi, perdagangan, dan sosial budaya antara Indonesia dan Iran. Demikian antara lain dikatakan oleh Presiden Soeharto.


SELASA, 27 JUNI 1978
Tahap kedua pembicaraan tidak resmi antara Presiden Soeharto dan PM Lee Kuan Yew dilanjutkan pagi ini di Bedugul, Bali. Setelah mendapat briefing dari Presiden mengenai pembicaraan yang dilakukannya dengan PM Lee, Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono, mengatakan bahwa masalah bilateral yang dibicarakan menyangkut kerjasama ekonomi antara kedua negara, seperti dalam pembangunan Batam, dan penanaman modal Singapura di Indonesia. Dalam hal ini telah dibahas mengenai kelambanan didalam pelaksanaan keinginan Singapura itu, yang terhambat oleh persoalan-persoalan teknis. Dicapai kesepakatan untuk membicarakan hal ini lebih lanjut dalam pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat teknis.

Ditambahkan oleh Sudharmono bahwa kalau dalam menghadapi satu masalah belum bisa diketemukan kesamaan pandangan, maka masing-masing harus mengerti. Namun diluar usaha-usaha konsolidasi kedalam, ASEAN bisa mengembangkan kerjasama dalam banyak bidang.

Sementara itu PM Lee Kuan Yew mengatakan bahwa ia melihat harapan yang semakin baik bagi kerjasama Singapura-Indonesia dan antara sesama negara ASEAN. Dikatakannya bahwa ia mempunyai pandangan yang hampir bersamaan dengan Presiden Soeharto mengenai masalah-masalah internasional yang menyangkut kepentingan ASEAN, yaitu tentang perlu adanya jaminan keamanan bagi pelaksanaan pembangunan.


RABU, 27 JUNI 1979
Presiden Soeharto pagi ini menerima para peserta Penataran Pemuda Tingkat Nasional Angkatan I bertempat di Istana Negara. dalam sambutannya, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa kita tidak perlu menipu diri bahwa Pancasila sudah terwujud sekarang ini. Dikatakan oleh Presiden bahwa GBHN sendiri memberi ancar-ancar kepada kita bahwa landasan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila itu baru dapat kita letakkan setelah kita melaksanakan 5-6 Repelita yang terus menerus dan sambung menyambung.

Dikemukakannya bahwa apabila Pancasila itu belum terwujud, itu sama sekali tidak berarti Pancasila yang harus diganti dengan dasar negara yang lain. Apabila Pancasila belum terwujud, maka kita semua yang belum menghayati dan mengamalkannya secara semestinya. Karena itulah penataran-penataran dan gerakan unutuk merenungkan kembali gagasan dasar kita mengenai kehidupan kenegaraan dan kebangsaan kita ini harus kita lakukan bersama-sama. Demikian Presiden.

Pukul 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan para Menteri Koordinator. Pertemuan yang berlangsung di Istana Merdeka itu telah membahas masalah peningkatan kewaspadaan segenap aparat pemerintah dalam rangka pengawasan terhadap tahanan G-30-S/PKI yang sudah dibebaskan.

Menteri PPLH, Emil Salim, menghadap Presiden Soeharto siang ini di Istana Merdeka. Dalam pertemuan itu, Kepala Negara telah memberikan petunjuk agar pengawasan terhadap pelaksanaan Tebang Pilih Indonesia (TPI) diperketat. Begitu juga, Presiden menghendaki perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap pelaksanaan pengindonesiaan tenaga-tenaga asing di perusahaan-perusahaan yang mengelola hutan.


JUM’AT 27 JUNI 1980
Jenderal (Purn.) Soeharto, selaku Ketua Yayasan Dharmais, pagi ini menyerahkan 60 unit rumah di Kompleks Seroja, Bulak Macan, Bekasi, kepada penderita cacat golongan II ABRI. Selain itu diserahkan pula sebuah Puskesmas Pembantu yang dilengkapi dengan peralatan dokter dan kelengkapan lainnya, serta gedung keperluan pelayanan kesehatan untuk masyarakat. 

Penyerahan 60 unit rumah ini merupakan penyerahan tahap ketiga untuk penderita cacat golongan II ABRI. Rumah-rumah tersebut diperuntukkan bagi 29 warga ABRI dan 31 orang warakawuri/janda warga ABRI bekas Operasi Seroja. Selain oleh Ibu Tien Soeharto, penyerahan ini ikut pula disaksikan oleh Wakil Presiden Adam Malik dan Panglima Kopkamtib, Laksamana Sudomo.


SABTU, 27 JUNI 1981
Pukul 09.00 pagi ini, Presiden Soeharto dan Presiden Chun Doo Hwan meneruskan pembicaraan empat mata mereka. Perundingan yang berlangsung selama hampir satu jam itu diadakan di Cendana. Kedua pemimpin melangsungkan pembicaraan mereka setelah pagi ini bermain golf di Lapangan Golf Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Presiden Soeharto telah menetapkan bahwa pemungutan suara dalam rangka Pemilihan Umum 1982 dilakukan pada tanggal 4 Mei 1982. Demikian dikatakan Menteri Dalam Negeri Amirmachmud setelah menghadap Presiden di Cendana pada jam 10.30 pagi ini. Sehubungan dengan itu, Kepala Negara menginstruksikan Menteri Dalam Negeri untuk mempersiapkan segala sesuatunya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan.

Pukul 14.00, Presiden dan Nyonya Chun Doo Hwan melakukan kunjungan perpisahan kepada Presiden dan Ibu Soeharto di Istana Merdeka. Setelah beramahtamah selama lebih kurang 20 menit, Presiden dan Ibu Soeharto mengantarkan tamu negara dari Korea itu ke lapangan terbang Halim Perdanakusuma. Sebelum meninggalkan Indonesia, Presiden dan Nyonya Chun Doo Hwan lebih dahulu mengunjungi Bali.

Hari ini di Pekanbaru, Gubernur Riau Imam Munandar menerima pengurus MUI Riau di kantornya. Dalam kunjungan itu, para pengurus MUI Riau menyampaikan keinginan mereka agar Jenderal (Purn.) Soeharto diangkat kembali menjadi Presiden RI untuk masa bakti 1983-1988, dan dikukuhkan sebagai Bapak Pembangunan Nasional. Mereka meminta agar pernyataan sikap mereka disampaikan kepada MPR dan kepada Presiden Soeharto.


SENIN, 27 JUNI 1983
Pada jam 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan empat mata dengan Pangeran Sihanouk di Istana Merdeka. Dalam pembicaraan yang berlangsung selama dua jam itu kedua pemimpin telah membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan langkah-langkah yang dapat diambil, sehingga memungkinkan tercapainya penyelesaian konflik di Kamboja.

Pukul 15.00 sore ini Pangeran Sihanouk dan Puteri Monique melakukan kunjungan perpisahan kepada Presiden dan Ibu Soeharto di Istana Merdeka. Setelah beramahtamah selama dua puluh menit, kedua tamu negara bertolak ke Bali untuk berlibur sampai tanggal 29 Juni. Dari Bali mereka akan meneruskan perjalanan ke Prancis melalui Jakarta.

Pukul 20.15 malam ini Presiden Soeharto menghadiri peringatan Nuzulul Qur’an yang diadakan di Masjid Istiqlal. Dalam amanatnya, Kepala Negara antara lain mengingatkan agar dalam usaha kita untuk makin menggairahkan dan menyemarakkan kehidupan beragama, kita tidak terjerumus kearah ekstrimitas dan pengelompokan-pengelompokan sempit yang dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bangsa kita yang majemuk. Ia menginginkan agar kehidupan keagamaan bangsa Indonesia dikembangkan kearah yang dewasa dan cerdas.


KAMIS, 27 JUNI 1985
Ketua DPR, Amirmachmud, bersama Wakil Ketua Kharis Suhud diterima Presiden Soeharto di Cendana pagi ini. Setelah menemui Kepala Negara, Ketua DPR Amirmachmud mengatakan bahwa Presiden Soeharto mendukung keputusan DPR untuk tetap mengirimkan delegasinya yang tergabung dalam AIPO ke dialog dengan Parlemen Eropa di Brussel bulan depan, walaupun ada resolusi Parlemen Eropa yang mengecam Indonesia dalam hal pelaksanaan hukuman mati terhadap orang-orang PKI yang terlibat dalam peristiwa G-30-S/PKI.


SENIN, 27 JUNI 1988
Bertempat di Istana Negara, pada pukul 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto membuka Penataran Pengawasan Melekat Bagi Pejabat Pemerintah RI. Dalam sambutannya, Kepala Negara antara lain mengingatkan bahwa penataran ini, dan rangkaian penataran untuk eselon II dan III, merupakan tekad pemerintah untuk melaksanakan pengawasan, dan sama sekali bukan penataran yang hanya bersifat formalitas saja. Karena itu ia meminta agar penataran ini berorientasi pada pencapaian sasaran. Ini berarti, demikian Kepala Negara, bahwa penataran hanya dinyatakan selesai setelah terdapatnya indikasi yang meyakinkan bahwa pengawasan melekat telah mulai dilaksanakan dengan baik, dan bahwa pengawasan diperlukan guna menyempurnakan produser, baik yang bersifat preventif, pengendalian maupun represif.


SABTU, 27 JUNI 1992
Pagi ini Presiden Soeharto memerintahkan Menteri Agama Munawir Sjadzali untuk meneliti secara mendalam penyebab keterlambatan pemulangan jamaah haji Indonesia, karena ternyata proses pemulangan ini mengalami keterlambatan yang cukup parah. Demikian dikatakan Munawir Sjadzali setelah menghadap Kepala Negara di Bina Graha. Keterlambatan pemulangan jamaah haji tahun ini cukup meresahkan umat Islam, padahal Garuda Indonesia sudah Sejak semula menyanggupi untuk mengangkut 111.000 orang.


Penyusun Intarti, SPd  

Jejak Langkah Pak Harto 26 Juni 1966 - 26 Juni 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
MINGGU, 26 JUNI 1966
Menyambut lahirnya Ketetapan MPRS No. IX/1966, Letjen. Soeharto mengatakan bahwa “Pengukuhan MPRS merupakan pernyataan kepercayaan rakyat terhadap diri saya dalam menjalankan tugas, yang dengan demikian lebih memberikan keleluasan bagi saya dalam bertindak. Namun fungsi kepercayaan ini tidak sembarangan digunakan dan jangan ada pihak yang memaksa saya untuk menggunakannya.” Demikian komentar Waperdam Hankam/Menpangad Jenderal Soeharto atas ditingkatkannya Supersemar menjadi Ketetapan MPRS.


KAMIS, 26 JUNI 1969
Setelah mengadakan inspeksi di Departemen Pertanian dan mendengarkan laporan-laporan Menteri, Sekretaris Jenderal, para Direktur Jenderal dan Inspektur Jenderal dari departemen tersebutm Presiden mengatakan bahwa kini rencana pembangunan tidak lagi menjadi persoalan. Yang lebih penting untuk diperhatikan adalah soal pelaksanaan pembangunan. selanjutnya dikatakan bahwa setelah mengadakan inspeksi ke berbagai departemen, ia melihat tiadanya rencana operasional daripada proyek-proyek. Kalau dalam kwartal pertama persediaan uang terlambat dan keterlambatan itu terletak pada kurangnya persiapan dan hambatan pada bidang pelaksanaan administratif, maka dalam kwartal kedua ini haruslah disiapkan suatu rencana operasional disetiap sektor pelaksanaan dengan membentuk Biro Pelaksanaan Operasional, demikian Presiden.


SABTU, 26 JUNI 1971
Pada hari ini ditegaskan kembali oleh Departemen Penerangan tentang berlakunya Keppres No. 47 tahun 1971. Adapun keputusan itu telah menetapkan tentang pungutan retribusi terhadap barang-barang ex luar negeri yang akan dimasukkan ke dalam daerah pabean yang berasal dari daerah perdagangan atau pelabuhan bebas Sabang.


SABTU, 26 JUNI 1972
Bertempat di Jalan Cendana, hari ini Presiden Soeharto menerima hadiah sebuah mobil sedan merk Ford dan sebuah mikrobus dengan merk yang sama, hasil rakitan PT Indonesian Republic Motor company (IRMC), Jakarta.


RABU, 26 JUNI 1974
Kepala Negara pagi ini di Istana Negara melantik Kasal dan Kapolri baru, yaitu masing-masing Laksdya. RS Subiyakto dan Letjen. Widodo Budidharmo. Dalam amanatnya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa memelihara stabilitas yang mantap dan mendorong dinamika pembangunan merupakan tugas penting ABRI sebagai kekuatan politik, disamping tugas pokoknya sebagai alat pertahanan dan keamanan. Lebih jauh dikatakannya bahwa stabilitas dan dinamika merupakan syarat-syarat penting dan sifat pokok dalam menggerakkan pembangunan.

Pukul 11.00 pagi ini, bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Kerajaan Saudi Arabia, Omar Abbas Alwi Assaqqaf. Dalam pembicaraan yang berlangsung sekitar satu jam itu, kedua pemimpin telah membicarakan masalah-masalah hubungan bilateral kedua negara, krisis Timur Tengah, dan situasi internasional.


KAMIS, 26 JUNI 1975
Hari ini Presiden dan Ibu Soeharto beserta rombongan meninggalkan tanah air untuk memulai kunjungan kenegaran di Iran, Yugoslavia, Kanada, Amerika Serikat, dan Jepang. Pukul 16.30 waktu setempat, rombongan kepresidenan tiba di Teheran, ibukota Iran. Di lapangan terbang Teheran, Mehrabat, Kepala Negara dan Ibu Tien disambut oleh Shah Iran Reza Pahlevi dan Ratu Farah Diba.

Dalam perjalanan ke Teheran dari Mehrabat, rombongan kepresidenan singgah di Tugu Syahiyad Ariamber, dan secara resmi disambut oleh Walikota Teheran. Dari sini, perjalanan diteruskan ke Istana Golistan, dimana Presiden dan Ibu Soeharto menginap selama berada di Iran.


SABTU, 26 JUNI 1976
Menteri Dalam Negeri Amirmachmud, isi laporan itu belum dibuka untuk umum, akan tetapi yang pasti adalah bahwa bahagian terbesar rakyat Timor Timur berkeinginan untuk bergabung dengan Republik Indonesia.


MINGGU, 26 JUNI 1977
Seratus ekor sapi bantuan Presiden Soeharto akan diterima Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka Jawa Barat untuk selanjutnya diteruskan baik kepada perorangan, petani dan kelompok peternak di beberapa desa. Sapi itu masing-masing berharga Rp130.000,- yang harus dikembalikan oleh penerima dalam jangka waktu 30 bulan dengan bunga 1 % dan uang jaminan Rp. 1000,-.

Presiden Soeharto memerintahkan kepada Menteri PAN JB Sumarlin untuk menjajagi kemungkinan pembangunan rumah yang lebih murah dari jenis rumah murah yang telah dibangun sekarang, sehingga sewanya bisa dijangkau oleh rakyat kecil. “Rumah murah yang dibangun sekarang ini belum semuanya dijangkau oleh rakyat”. Demikian dikatakan Sumarlin kepada wartawan setelah ia diterima Presiden Soeharto di Cendana hari ini. Ia menambahkan bahwa akan dipelajari kemungkinan pembangunan rumah yang sewanya dibawah Rp. 2.500,-/bulan seperti yang sekarang dikenakan bagi ruamah tipe T-36.


SENIN, 26 JUNI 1978
Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan tidak resmi selama dua jam dengan PM Lee Kuan Yew di Bali pagi ini. Ini merupakan rangkaian pertama dari serangkaian pembicaraan tidak resmi yang dijadwalakn dengan PM Singapura itu, dan merupakan pula bahagian dari konsultasi yang diadakan para pimpinan ASEAN.

Selesai pembicaraan tahap pertama, PM Lee Kuan Yew mengatakan kepada pers bahwa pembicaraan yang mereka lakukan meliputi masalah bilateral, regional dan internasional. Dikatakannya bahwa Presiden Soeharto antara lain telah menjelaskan kepadanya tentang Repelita III.


KAMIS, 26 JUNI 1980
Presiden Soeharto menyetujui dibentuknya Panitia Nasional Muktamar Media Massa Islam yang akan diselenggarakan di Jakarta bulan Desember mendatang. Hal ini dikemukakan Menteri Agama Alamsyah, setelah melaporkan perkembangannya kepada Kepala Negara. dalam kesempatan itu, Menteri Agama juga telah melaporkan tentang persiapan akhir pembentukan Badan Musyawarah Antar Agama yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini.

Presiden Soeharto menganjurkan kepada masyarakat luas di Indonesia, terutama mereka yang tinggal di kota, agar setiap keluarga mengusahakan peternakan kelinci, karena kelinci merupakan sumber protein yang cukup baik, sementara pemeliharaannya sangat mudah. Pendapat ini dikemukakan Kepala Negara kepada para wartawan di Bina Graha siang ini, setelah ia menyaksikan peragaan “pabrik daging mini kelinci”. Presiden yang pada kesempatan itu ikut menikmati daging kelinci menyarankan supaya memelihara tiga induk kelinci.


JUM’AT, 26 JUNI 1981
Mulai jam 09.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka. Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan empat mata dengan Presiden Chun Doo Hwan. Pada kesempatan itu Presiden Soeharto telah menguraikan tentang usaha pembangunan dan sistem pemerintahan di Indonesia. Selain itu pembicaraan terfokus pada usaha untuk mempererat hubungan kedua belah pihak dan meningkatkan hubungan tersebut dalan berbagai bidang.

Dalam pembicaraan tersebut, Presiden Soeharto dapat menyetujui permintaan Korea agar Indonesia dapat menyediakan LNG sebanyak 1,5 juta kaki kubik pertahun. Namun untuk pelaksanaannya masih perlu dirundingkan lebih lanjut oleh kedua pemerintah.


SELASA, 26 JUNI 1984
Presiden Soeharto mengharapkan agar industri kehutanan dapat meningkatkan nilai tambah dengan memanfaatkan dan menggunakan peralatan mesin dan alat-alat angkutan yang sudah dapat dibuat di dalam negeri. selain itu ia juga mengharapkan supaya diusahakan secara terus menerus dan optimal, sehingga pemasaran kayu lapis kita di luar negeri dapat diperluas.

Demikian dikatakan oleh Menteri Kehutanan, Sudjarwo, setelah doterima Kepala Negara di Bina Graha pagi ini. Dalam pertemuan yang berlangsung selama setengah jam itu, ia telah melaporkan kepada Presiden mengenai rencana pembangunan hutan buatan di pantai Angke Kapuk, Jakarta Utara, dengan lebih kurang 100 hektar. Hutan buatan ini akan digunakan sebagai tempat rekreasi yang dilengkapi dengan fasilitas lapangan golf dan ski air. Juga dilaporkannya kepada Kepala Negara tentang pembentukan Asosiasi Pengusaha Flora dan Fauna; asosiasi ini mempunyai anggota sebanyak 60 orang yang terdiri dari pengusaha peternak buaya, ular, penyu dan burung.


RABU, 26 JUNI 1985
Menteri Perhubungan, Rusmin Nuryadin, menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha pada jam 09.00 pagi ini. Ia melaporkan bahwa ia telah menginstruksikan kepada semua petugas di semua pelabuhan udara di dalam negeri untuk melakukan pemeriksaan yang lebih ketat terhadap para penumpang dan barang-barang mereka.

Pemerikasaan yang ketat ini dilakukan demi mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian dikatakannya setelah melapor kepada Kepala Negara.

Sehubungan dengan telah diundangkannya undang-undang tentang Organisasi Kemasyarakatan baru-baru ini, Presiden Soeharto mengharapkan agar para alim ulama ikut berperan dalam memasyarakatkan Pancasila. Ditegaskannya bahwa Pancasila sama sekali tidak dimaksudkannya sebagai pengganti agama.

Penegasan itu diberikan Kepala Negara kepada pengurus Pusat MUI yang mengunjunginya di Bina Graha pagi ini. Dalam pertemuan yang berlangsung selama satu jam itu, pimpinan MUI melaporkan tentang rencana untuk mengadakan musyawarah MUI di Jakarta bulan depan.


KAMIS, 26 JUNI 1986
Didampingi oleh Wakil Presiden Umar Wrahadikusumah dan Penanggungjawab Indonesia Air Show 1986, BJ Habibie, Presiden Soeharto pagi ini kembali mengunjungi pameran kedirgantaraan itu. Selama lebih kurang empat jam meninjau paviliun demi paviliun. Presiden juga menyaksikan demonstrasi terbang sejumlah pesawat dari negara yang mengambil bahagian dalam pameran tersebut.


RABU, 26 JUNI 1991
Malam ini, Raja Fahd bin Abdul Aziz mengadakan jamuan makan malam khusus bagi Presiden Soeharto di Istana Al Salam, Jeddah. Tampak mendampingi Kepala Negara dalam jamuan kehormatan ini adalah Menteri Agama Munawir Sjadzali, Menteri/Sekretaris Negara Moerdiono, Pangab Jenderal Try Sutrisno dan Duta Besar RI untuk Arab, Saudi Soekasah Soemawidjaja.

Setelah jamuan makan itu, diadakan pembicaraan empat mata antara Presiden Soeharto dengan Raja Fahd. Dalam pembicaraan itu, selain menyampaikan penghargaan atas pelaksanaan ibadah haji yang telah dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi, Presiden Soeharto juga menyampaikan pemikirannya bagi perbaikan penyelenggaraan haji untuk masa-masa mendatang.

Sebagai pencerminan rasa syukurnya karena Presiden Soeharto dan rombongan telah menunaikan ibadah haji dengan baik, maka Raja Fadh memberikan nama “Muhammad” dan “Fatimah” masing-masing kepada Presiden dan Ibu Soeharto. Dengan demikian, nama lengkap Kepala Negara Haji Muhammad Soeharto, sedangkan nama Ibu Tien menjadi Hajjah Siti Fatimah Hartinah Soeharto.


JUM’AT, 26 JUNI 1992
Menteri Muda Luar Negeri Prancis, Georges Kiejman melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Soeharto di Cendana pagi ini, dalam pertemuan ini, Presiden telah menjelaskan persiapan sidang CGI yang akan berlangsung pada tanggal 16-17 Juli di Paris. Dalam hubungan ini Kiejman mengatakan bahwa pemerintahnya akan mengambil berbagai langkah maksimal, sehingga sidang tersebut dapat menghasilkan bberbagai keputusan penting bagi Indonesia.

Kepada Presiden disampaikannya keyakinan pemerintahnya bahwa Indonesia akan berhasil menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya, termasuk Timor Timur. Berkenaan dengan masalah Timor Timur itu, Kiejman mengatakan bahwa Prancis bersedia ikut membantu Indonesia menyelesaikannya dengan Portugal dibawah naungan PBB.


Penyusun Intarti, SPd.

Jejak Langkah Pak Harto 25 Juni 1979 - 25 Juni 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
SENIN, 25 JUNI 1979
Pukul 09.00 pagi ini Menteri Negara Republik Arab Suriah, Safwan Qusdy, diterima oleh Presiden Soeharto di Bina Graha. Ia datang untuk menyampaikan surat khusus dari Presiden Suriah, Hafez Assad. Dalam surat tersebut Presiden Assad menjelaskan sikap negerinya yang menentang penandatanganan perjanjian antara Mesir dan Israel baru-baru ini.


RABU, 25 JUNI 1980 
Pagi ini Presiden Soeharto membuka Musyawarah Besar Nasional ke-4 Angkatan 45 bertempat di Gedung Olahraga, Palembang. Musyawarah besar nasional ini dihadiri oleh perutusan dari 27 provinsi, termasuk Timor Timur, dan berlangsung sampai tanggal 29 Juni.

Dalam kata sambutannya, Presiden antara lain mengatakan bahwa Angkatan 45 berkewajiban untuk menunjukkan jiwa dan nilai 45 serta mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 secara nyata. Diingatkannya bahwa tugas ini merupakan kewajiban yang tidak ringan.

Lebih lanjut dikatakan Presiden bahwa beberapa pokok mengenai usaha melestarikan nilai-nilai 45 ialah segala sesuatu yang terkandung didalam peristiwa bersejarah di tahun itu yang juga merupakan hakekat semangat dan nilai 45. Dalam hubungan ini Presiden berpendapat bahwa tugas Angkatan 45 yang tidak kalah pentingnya sekarang ini ialah meneruskan nilai-nilai 45 itu kepada generasi yang lebih muda sebagai modal mental dan semangat untuk melanjutkan perjuangan, yaitu memberi isi kepada kemerdekaan dengan pembangunan nasional.


KAMIS, 25 JUNI 1981
Presiden Korea, Chun Doo Hwan, beserta Nyonya, sore ini tiba di Jakarta untuk memulai kunjungan kenegaraannya di Indonesia. Di bandar udara internasional Halim Perdanakusuma, kedua tamu negara itu disambut dengan hangat oleh Presiden dan Ibu Soeharto dalam suatu upacara kehormatan. Indonesia adalah negara kedua yang dikunjungi Chun Doo Hwan sejak ia menjabat Presiden Republik Korea.

Presiden dan Ibu Soeharto malam ini mengadakan jamuan makan untuk menghormati Presiden dan Nyonya Chun Doo Hwan. Dalam jamuan yang berlangsung di Istana Negara itu, Presiden Soeharto mengatakan bahwa Korea dan Indonesia selama ini telah membina kerjasama yang saling memberikan manfaat, terutama di bidang ekonomi. Selanjutnya dikatakan bahwa dengan kunjungan Presiden Chun Doo Hwan kali ini tentu diharapkan hubungan persahabatan dan kerjasama, khususnya dalam bidang ekonomi dan pembangunan akan dapat diperluas dan dikembangkan. Dengan kerjasama yang demikian, maka saling pengertian dan persahabatan yang kita rasakan selama ini diantara kedua negara kita, akan makin memberi arti yang lebih nyata bagi peningkatan kesejahteraan dan kemajuan rakyat kita masing-masing.


SABTU, 25 JUNI 1983
Presiden dan Ibu Tien Soeharto sore ini menerima kunjungan Presiden Republik Demokrasi Kamboja dan Madam Sihanouk di Istana Merdeka. Pangeran Sihanouk dan Puteri Monique tiba di Jakarta pada jam 15.30 sore ini untuk suatu kunjungan kerja sampai tanggal 29 Juni mendatang. Di lapangan terbang internasional Halim Perdanakusuma, mereka disambut antara lain oleh Menteri Luar Negeri a.i., Surono beserta isteri.


RABU, 25 JUNI 1986
Selama lebih kurang setengah jam, pada pukul 09.00 pagi ini, Presiden Soeharto menerima Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan Singapura, Goh Chok Tong, di Bina Graha. Dalam kunjungan ini Goh Chok Tong disertai oleh Menteri Lingkungan, Dr. Ahmad Mattar, dan Pejabat Menteri Penerangan, Wong Kan Seng.

Dalam kesempatan itu, kepada tamunya, Kepala Negara telah menjelaskan mengenai usaha pemerintah untuk menciptakan stabilitas nasional, yang juga akan mendorong terciptanya stabilitas regional. Disamping itu telah pula dibahas masalah peningkatan hubungan dan kerjasama antara kedua negara. mengenai hal yang terakhir itu, kedua belah pihak menekankan perlunya terus dilakukan pertukaran kunjungan antara kedua negara, yang mencakup tidak saja pejabat tinggi pemerintahan, tetapi juga pejabat-pejabat yang lebih rendah.


KAMIS, 25 JUNI 1992
Presiden Soeharto menginstruksikan kepada Menteri Muda Perindustrian, Tungki Ariwibowo, agar semua pabrik baru yang akan menghasilkan barang kelompok aneka industri harus berlokasi di kawasan industri, terutama di daerah yang sudah memiliki kawasan industri ataupun sudah siap dimanfaatkan. Demikian diungkapkan Menteri Tungki Ariwibowo setelah melapor kepada Kepala Negara di Istana Merdeka pagi ini. Tungki Ariwibowo selanjutnya mengatakan bahwa kawasan industri dibangun memang untuk menampung aneka industri dan industri menegah, terutama yang berorientasi ekspor. Jadi memang sudah seharusnya semua pabrik semacam itu berada di dalam kawasan industri.


Penyusun Intarti, SPd. 

Jejak Langkah Pak Harto 24 Juni 1971 - 24 Juni 1989

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
KAMIS, 24 JUNI 1971
Pagi ini di kediamannya, Presiden Soeharto menerima Menteri Dalam Negeri Amirmachmud yang melaporkan tentang persiapan pelaksanaan pemilihan umum, pembangunan di beberapa daerah dan tindak lanjut sesudah pemilihan umum tanggal 3 Juli 1971. Menteri juga melaporkan tentang bencana alam yang terjadi di Brebes, serta rencana pelantikan pejabat Gubernur/Kepala Daerah Bengkulu dan Sumatera Barat. Pada kesempatan itu Presiden Soeharto menyerahkan sumbangan Rp. 10 juta untuk pembangunan mental-spritual di Provinsi Sumatera Barat.

Jam 10.30 pagi ini Presiden Soeharto menerima pimpinan PTDI yang diwakili oleh Letjen. Sarbini dan Letjen. Sudirman di Jalan Cendana. Pertemuan ini membahas masalah penerapan analisa pembangunan dalam pesantren-pesantren dan perguruan-perguruan tinggi dakwah islam. Presiden mengarapkan agar PTDI dapat memasukkan amalan pembangunan didalam tempat-tempat pendidikan islam.


SELASA, 24 JUNI 1975
Sidang kabinet terbatas bidang kesra berlangsung pagi ini di Bina Graha dibawah pimpinan Presiden Soeharto. Diantara beberapa keputusan yang diambil oleh sidang adalah menyangkut peringatan ulang tahun kemerdekaan RI yang ke-30, dimana Kepala Negara menekankan adanya partisipasi penuh masyarakat didalamnya dengan menonjolkan sifat-sifat kegotong-royongan. Selain itu sidang juga memutuskan untuk mewujudkan ketentuan-ketentuan UU Pokok Perburuhan menyangkut asuransi sosial. Dalam hubungan ini perusahaan-perusahaan diwajibkan menyisihkan dan memupuk dana untuk keperluan-keperluan karyawan. Dana-dana tersebut meliputi tabungan hari tua, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, dan jaminan kematian.

Juga diputuskan untuk memperluas kegiatan BUUD/KUD di masa yang akan datang, sehingga mencakup pula kehidupan nelayan. Keputusan ini dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup kaum neyalan.


SABTU, 24 JUNI 1978 
Pukul 09.00 pagi ini di Istana Merdeka, Presiden Soeharto megadakan pertemuan dengan pimpinan MPR/DPR. Usai pertemuan yang diadakan atas permintaan pimpinan MPR/DPR itu, Ketua MPR/DPR mengatakan bahwa pertemuan tersebut diadakan sehubungan dengan telah terisinya jabatan Ketua DPR, selain karena adanya beberapa hal yang perlu dibicarakan antara pemimpin dewan dan pimpinan pemerintahan. Pembicaraan tersebut meliputi akhir tahun sidang DPR, akhir tahun sidang DPR, akhir periode kerja Bepeka pada bulan Agustus 1978, peningkatan hubungan kerja sehubungan dengan penyusunan RAPBN,  lowongan Sekretaris Jenderal DPR, penyampaian RUU dari Pemerintah kepada Dewan, dan sehubungan kerjasama antar parlemen.

Khusus mengenai masalah RUU, sebab masalahnya sangat mendesak. Diantara RUU yang sangat diharapkan itu adalah RUU tentang kedudukan keuangan lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara.


RABU, 24 JUNI 1981
Menteri koordinator bidang Ekuin, Widjojo Nitisastro, bersama Direktur Utama Pertamina, Yudo Sumbodo, pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Istana Merdeka. Setelah menghadap, Widjojo mengatakan bahwa ia melaporkan mengenai persiapan perundingan dengan Republik Korea, sehubungan dengan kunjungan Presiden Chuun Doo Hwan ke Indonesia. Sementara itu Yudo Sumbono mengatakan bahwa Indonesia akan mengekspor LNG ke Korea Selatan atas dasar kontrak jangka panjang selama 20 tahun.

Bertempat di Istana Merdeka, pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan Duta Besar Kerajaan Inggris, Robert Brash CMG. Menyambut pidato Duta Besar Brash, Kepala Negara mengatakan bahwa dibanding dengan masalah dan tantangan yang telah kami atasi, maka kami berbesar hati bahwa pembangunan kami mencapai hasil-hasil yang sangat besar. Namun, sadar akan tujuan-tujuan dan harapan-harapan jangka panjang kami, maka kami juga menyadari bahwa dewasa ini kami masih berada pada tahap-tahap awal pembangunan.

Selanjutnya dikatakan Presiden bahwa dalam rangka mempercepat dan memperlancar pelaksanaan pembangunan, kami menyambut baik tawaran dan pelaksanaan program-program pembangunan yang telah kami susun dan kami berikan prioritas. Demikian Kepala Negara.

Presiden Soeharto mengatakan bahwa masalah pencalonan dirinya menjadi Presiden RI tahun depan, terserah kepada rakyat dan MPR, apakah ia akan dipilih atau tidak. Demikian dikatakan Presiden Soeharto kepada pimpinan Dewan Ekonomi Veteran Indonesia, yang menghadapnya siang ini di Istana Merdeka.


SELASA, 24 JUNI 1986
Presiden Soeharto hari ini di Bina Graha menerima kunjungan kehormatan Deputi Menteri Luar Negeri Iran, Shaykol Eslam, yang didampingi oleh Duta Besar Irian di Jakarta, Hussein Mir Fakhar, dan Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri, Soedarmono. Dalam pertemuan itu Shaykol Eslam telah menyampaikan itu pesan Presiden Iran, Khamenei, kepada Presiden Soeharto. Kesempatan itu juga dimanfaatkan untuk membicarakan berbagai hal yang menyangkut hubungan dan kerjasama Indonesia-Iran, disamping masalah harga minyak di pasaran internasional. Menyangkut hubungan bilateral itu, telah dibahas mengenai usaha untuk mengadakan hubungan dagang langsung antara kedua negara, karena selama ini hubungan dagang pada umumnya dilakukan melalui negara ketiga.

Presiden Soeharto memberi petunjuk kepada Menteri Kehutanan Sudjarwo agar bersama-sama Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri mengatur pengurangan secara bertahap ekspor rotan mentah dan setengah jadi. Menurut Presiden, pengurangan ekspor itu akan membuka peluang bagi perkembangannya industri hilir di dalam negeri, sehingga menciptakan lapangan kerja baru dan memberikan nilai tambah bagi industri kita. Petunjuk ini diberikan Kepala Negara di Bina Graha pagi ini.


SABTU, 24 JUNI 1989
Menteri Koperasi/Kepala Bulog Bustanil Arifin pagi ini diterima Presiden Soeharto di Cendana. Sesudah menghadap Kepala Negara, ia mengatakan bahwa Bulog telah diberi izin untuk mengekspor beras bilamana kita mempunyai kelebihan beras. Namun ditekankan oleh Presiden bahwa harus dipikirkan kepentingan kita jangan sampai kekurangan nantinya, sebab keadaan pangan dunia sekarang ini sedang gawat.


Penyusun Intarti, SPd.   

Jejak Langkah Pak Harto 23 Juni 1966 - 23 Juni 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
KAMIS, 23 JUNI 1966
Presidium KAMI Pusat berpendapat bahwa amanat Presiden/Mandataris MPRS Soekarno pada Sidang Umum IV MPRS tidak dapat disebut sebagai suatu pertanggungjawaban Mandataris kepada MPRS. Menurut KAMI, pidato tersebut hanya berisikan saran-saran untuk MPRS dalam bidang politik, ekonomi dan sosial, dan tidak berbicara tentang pertanggungjawab Presiden Soekarno sebagai Mandataris MPRS. Pendapat KAMI Pusat ini merupakan salah satu contoh saja dari ketidakpuasan yang begitu meluas dalam masyarakat terhadap pertanggunganjawab Presiden Soekarno. Rasa kecewa kekuatan-kekuatan politik terhadap pidato Soekarno tersebut terus mengalir.


SENIN, 23 JUNI 1975
Empat dari lima orang anggota Panitia Lima menemui Presiden Soeharto siang ini di Bina Graha untuk menyerahkan rumusan Pancasila yang baru saja selesai disusunnya. Panitia yang dibentuk pada bulan Januari yang lalu dan diketuai oleh Dr. Mohammad Hatta ini terdiri atas lima orang tokoh nasional; selain Bung Hatta, anggota-anggota lainnya adalah Mr. Ahmad Soebardjo, Prof. Mr. Sunario, Prof. Mr AG Pringgodigo, Pratignyo, dan AA Maramis, yang disebutkan belakangan ini berhalangan hadir dalam pertemuan tersebut, karena sedang berada di luar negeri.

Usai pertemuan Bung Hatta menjelaskan bahwa dengan rumusan itu Pancasila akan betul-betul meresap dikalangan rakyat. Peresapannya akan dilakukan melalui pendidikan kepada seluruh rakyat yang akan diwajibkan oleh MPR hasil pemilihan umum 1977. Juga dikatakannya, rumusan Panitia Lima, bersama-sama dengan rumusan lain, akan diserahkan oleh Presiden Soeharto kepada Wanhamkamnas. Setelah diolah lebih jauh, Wahankamanas akan menyerahkan semua bahan itu kepada MPR.

RABU, 23 JUNI 1976
Presiden Soeharto pagi ini mengadakan pertemuan dengan Menteri P dan K, Sjarif Thajeb, do Cendana. Dalam pertemuan tersebut telah dibicarakan tentang kemungkinan-kemungkinan untuk menyelenggarakan siaran pendidikan melalui satelit Palapa. Persiapan-persiapan untuk itu telah dilakukan oleh Departemen P dan K selama ini.

KAMIS, 23 JUNI 1977
Tingkat penyerapan dana bantuan UNICEF di Indonesia dan minat pejabat Indonesia dalam program perbaikan pelayanan anak-anak sangat mengesankan, demikian David P Haxton, Kepala Perwakilan UNICEF di Jakarta, mengungkapkan hari ini. Bantuan UNICEF kepada Indonesia tahun ini berjumlah sekitar U$$6 juta dan penyerapannya mencapai 92,6%, kata Haxton kepada pers. setelah ia berpamitan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha. Ia telah bertugas di Jakarta selama 4 tahun 1 bulan.

Presiden Soeharto mengharapkan supaya pers Indonesia selain berfungsi untuk menggairahkan pembangunan dirinya, sebab pembangunan yang dipaksakan belum tentu akan membawa hasil yang di harapkan. Harapan Kepala Negara itu di kemukakan ketika ia menerima pengurus SPS Pusat yang terdiri dari Jamal Ali SH, Mohammad Nahar,  HM Hamidy, M Syureich, dan Darajat hari ini di Bina Graha. Pengurus Pusat SPS melaporkan persiapan-persiapan yang telah dilakukan SPS dalam menghadapi Kongres Penerbit-penerbit suratkabar Sedunia (FIEJ) ke-32 yang akan diadakan di Indonesia sekitar Mei-Juni 1979. Presiden menanggapinya dengan baik, sebab kongres FIEJ di Indonesia ini merupakan yang pertama kali diadakan di negara berkembang.

SABTU, 23 JUNI 1979
Bertempat di Istana Merdeka, jam 09.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan Duta Besar Republik Demokrasi Aganistan untuk Indonesia. Prof. Dr. Mohammad Ahsan Rostamal. Ketika menyambut Pidato Duta Besar Rostamal, Kepala Negara mengatakan bahwa gerakan Non-Blok perlu menyiapkan diri dengan tugas-tugas zaman sekarang. Tugas itu adalah tugas yang sangat besar, yaitu tugas membebaskan beratus-ratus juta rakyat kita dari kemelaratan, kemiskinan dan kemunduran. Perjuangan ini, demikian Presiden, tidak kalah pentingnya dari perjuangan melawan kolonialisme bentuk lama. Ditambahkannya bahwa gerakan non-blok ini perlu makin mengkonsolidasikan diri dalam perjuangan besar untuk membangun tata ekonomi dunia baru yang lebih menjamin kemajuan dan keadilan bagi semua bangsa.

Sementara itu, ketika melantik empat orang duta besar RI yang baru di tempat yang sama, satu jam kemudian, Kepala Negara mengatakan bahwa gerakan Non-Blok ini harus mampu memelihara kemurniannya, dengan memusatkan diri pada tantangan dan kebutuhan baru. Menurut Presiden, tantangan dan kebutuhan baru itu berupa perjuangan membangun tata ekonomi dunia yang adil dan lebih menjamin pembangunan semua bangsa. Diingatkannya bahwa apabila gerakan non-blok ini sudah kehilangan kemurniannya, maka hilanglah arti Non-Blok itu sendiri.

Keempat duta besar yang dilantik itu adalah Sayidiman Suryohadiprojo untuk Jepang, Abdulrahman Setjowibowo untuk Finlandia, Sagiri Kartanegara untuk Irak, dan R Djundjunan Kusumahardja untuk Republik Rakyat Korea.


SENIN, 23 JUNI 1980
Presiden Soeharto menyatakan bahwa ia menaruh perhatian yang besar terhadap kegiatan-kegiatan riset dan pengembangan teknologi, sebab dengan memanfaatkan hasil riset dan penerapan teknologi yang tepat guna kita akan dapat menempuh jalan pintas yang lebih cepat dan selamat dalam melaksanakan pembangunan nasional kita. Karena itu, Kepala Negara mengharapkan agar semua kegiatan dalam pengembangan riset dan teknologi diarahkan kepada sektor-sektor yang menunjang kelancaran pembangunan.

Harapan tersebut dikemukakan Kepala Negara dalam pidatonya pada pembukaan Lokakarya Nasional ke-2 Riset dan Teknologi pagi ini di Bina Graha. Lokakarya ini akan berlangsung selama lima hari dari tanggal 23 sampai 28 Juni 1980 dan dihadiri sejumlah tenaga ahli, tenaga peneliti dan teknisi Indonesia. Lokakarya ini dimaksudkan untuk menghimpun pandangan dan saran serta merumuskan konsep penyempurnaan kebijaksanaan dan program utama nasional riset dan teknologi.

SABTU, 23 JUNI 1984
Menteri KLH, Emil Salim, jam 10.30 pagi ini diterima Presiden di Bina Graha. Ia menghadap untuk menyampaikan laporan mengenai usaha penanggulangan limbah buangan bahan beracun berbahaya, terutama di wilayah Jabotabek. Selain itu ia juga memberikan laporan mengenai hasil sarasehan nasional swadaya masyarakat untuk lingkungan hidup.

Setelah menerima Emil Salim, di tempat yang sama, pagi ini Presiden juga menerima Menteri Perindustrian Hartarto yang menghadap beserta menteri tersebut, Kepala Negara telah mengeluarkan instruksi kepada Departemen Perindustrian untuk menyiapkan peraturan pelaksanaan dari undang-undang Perindustrian yang telah disahkan oleh DPR.

Dalam  rangka menyambut Hari Raya Idul Fitri, sebanyak 533 panti asuhan dan panti wredatama, yang tersebar di seluruh Indonesia, telah menerima paket lebaran dari yayasan Dharmais yang di ketahui oleh Presiden Soeharto. Paket ini dibagikan kepada 39.358 orang dengan nilai keseluruhan sebesar Rp 315.678.705,-. Yayasan Dharmais juga memberikan paket lebaran kepada Angkatan 45; paket tersebut bernilai Rp 10.000.000,-.

SENIN, 23 JUNI 1986
Presiden soeharto pagi ini meresmikan Pameran Kedirgantaraan Indonesia (Indonesia Air Show) yang diadakan di lapangan terbang Kemayoran. Ini merupakan pertama kalinya dalam sejarah. Indonesia menyelenggarakan pameran semacam ini. Dengan didampingi oleh Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie, selaku penanggungjawab pameran, Kepala Negara menembakkan pistol ke udara sebagai tanda peresmian IAS 1986. Pameran ini menurut rencana akan diadakan sekali dalam sepuluh tahun.

Menyambut pameran ini dengan penuh kegembiraan, Presiden mengatakan bahwa hari ini merupakan hari yang akan dicatat dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan kedirgantaraan Indonesia. Hari ini menjadi hari yang bersejarah, sebab mulai hari ini akan berlangsung suatu pameran yang bersifat internasional, yang tidak terlalu banyak negara yang dapat menyelenggarakannya.

Lebih jauh dikatakan oleh Kepala Negara bahwa dengan pameran ini kita melihat kembali ke belakang dan membuat penilaian mengenai apa yang telah kita kerjakan dan apa yang belum dapat kita kerjakan, menilai apa yang telah dapat kita hasilkan dan apa yang belum dapt kita hasilkan, menilai kekuatan-kekuatan apa yang telah dapat kita kembangkan dan menilai kelemahan-kelemahan yang masih melekat pada industri pesawat terbang kita. Dengan penilaian yang mendalam itu, kita memandang sepuluh tahun ke depan, malahan memandang jauh lebih ke depan lagi.

Kemudian dikatakannya bahwa karena kita bertekad untuk menguasai teknologi tinggi secara berencana dan bertahap, maka Pameran Kedirgantaraan Indonesia ini juga kita adakan sepuluh tahun sekali, yaitu pada setiap sepuluh tahun perkembangan industri penerbangan kita. Dengan demikian kita akan selalu mempunyai perspektif yang jelas mengenai tantangan dan kesempatan yang berada di hadapan kita.


RABU, 23 JUNI 1987
Pukul 07.00 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto berangkat ke Sumatera Barat dalam rangka kunjungan kerja selama satu Pasaman dan Indarung. Di Pasaman, pagi ini Presiden meresmikan Perkebenunan Inti Rakyat Ophir, proyek irigasi di Batang Kapar, Batang Kenaikan I, Batang Alin dan Batang Tinggiran, serta peningkatan jalan dan kembatan.

Menyambut proyek-proyek tersebut, Kepala Negara mengatakan bahwa dalam melaksanakan pembangunan, kita memang harus terus memperkuat dan memperluas pembangunan pertanian. Sebabnya ialah karena untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila yang menjadi tujuan pembangunan kita itu, kita harus terlebih dahulu membangun landasan yang kuat dan kukuh. Landasan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila itu tidak lain adalah adanya industri yang kuat dengan dukungan pertanian yang tangguh.

Selanjutnya dikatakan pula bahwa masyarakat yang menjadi cita-cita pembangunan itu juga hanya akan terwujud jika terwujud jika taraf hidup lapisan terbesar masyarakat kita dapat meningkatkan terus menerus. Karena bagian terbesar dari rakyat kita adalah kaum petani, makakita tidak boleh lain, pembangunan harus berarti meningkatkan taraf hidup petani.

Masih berada di Sumatera Barat, sore ini Presiden dan Ibu Soeharto meresmikan Pabrik Semen Unit III-B PT Semen Padang di Indarung. Selesainya Unit III-B pabrik Semen Padang ini merupakan hasil kerjasama antara dua negara yang sedang membangun bukanlah suatu impian. Kerjasama ini mempunyai makna yang lebih besar lagi, sebab yang kita bangun disini adalah pabrik yang menggunakan teknologi mutakhir. Dalam hubungan ini, Kepala Negara mengharapkan agar semua pengalaman dalam membangun pabrik ini dapat menjadi pelajaran yang beharga dalam membangun pabrik-pabrik lainnya di masa-masa mendatang.



KAMIS, 23 JUNI 1988
Pukul 09.00 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima Rajal Inal Siregar dan Kaharuddin Nasution, masing-masing Gubernur dan bekas Gubernur Sumatera Utara. Mereka menghadap Kepala Negara guna melaporkan tentang serah terima jabatan yang telah mereka lakukan belum lama ini.

Pada kesempatan itu Presiden menginstruksikan kepada Gubernur Raja Inal untuk menjajaki kemungkinan pemanfaatan batubara sebagai sumber energi, dalam rangka upaya untuk mengatasi kelangkaan listrik yang dihadapi masyarakat Sumatera Utara. Selain itu Presiden juga meminta pejabat daerah itu untuk mengusahakan peningkatan taraf hidup masyarakat di daerah pantai barat dan timur Sumatera Utara dengan berbagai kegiatan seperti PIR atau TIR.


SABTU, 23 JUNI 1990
Hari ini Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri acara pembukaan perkemahan Wirakarya Nasional Tahun 1990 di Purbalingga, Jawa Tengah. Pada kesempatan itu Presiden Soeharto mengatakan bahwa para pendahulu kita. Para pendiri Republik ini, telah dicatat oleh sejarah karena mereka telah melakukan karya-karya besar. Hanya dengan karya-karya besar suatu generasi akan dicatat oleh sejarah. Dengan melakukan karya-karya besar suatu generasi membuat sejarah. Generasi yang tidak membuat sejarah atau yang tidak melakukan karya-karya besar adalah generasi yang akan hilang ditelan waktu. Generasi yang tidak membuat karya besar hanya muncul sekejap dan kemudian tenggelam tanpa bekas.


SELASA, 23 JUNI 1992
Pada jam 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan empat mata dengan Presiden Islam Abdulganievich Karimov. Berbagai masalah bilateral, regional dan internasional telah dibahas oleh kedua pemimpin dalam pertemuan selama dua jam itu, antara lain Presiden Uzbekistan itu menyampaikan keinginan negaranya untuk menjadi anggota Gerakan Non-Blok. keinginan ini didukung oleh Presiden Soeharto yang menyarankan supaya Uzbekistan segera mengajukan permintaan kepada Biro Koordinasi Non-Blok.


Penyusun Intarti, SPd. 


Jejak Langkah Pak Harto 22 Juni 1966 - 22 Juni 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
RABU, 22 JUNI 1966
Presiden Soekarno menyampaikan pertanggunganjawab kepada MPRS melalui Sidang Umum IV dalam pidato yang berjudul Nawaksara (Sembilan Aksara). Dalam pidato tersebut, Presiden Soekarno tidak memberikan pertanggunganjawab secara jelas dan langsung mengenai soal-soal yang berkaitan dengan peristiwa G-30-S/PKI.


SENIN, 22 JUNI 1971
Dalam sidang Sub-Dewan Stabilisasi Ekonomi di Bina Graha hari ini Presiden Soeharto menginstruksikan kepada Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri agar dalam tahun 1972 menyediakan bahan-bahan pakaian bagi 500.000 rakyat di pedalaman Irian Barat. Presiden menyarankan agar kepada kaum wanita di pedalaman Irian Barat diberikan sarung, dan bagi kaum pria disediakan celana kolor. Pada kesempatan itu Presiden menjelaskan bahwa rakyat di Irian Barat bukan tidak mau memakai pakaian, tetapi mereka tidak mampu membeli atau memperoleh tersebut.


KAMIS, 22 JUNI 1972
Presiden Soeharto dan pimpinan DPR hari ini membicarakan kegiatan menjelang sidang MPR. Pembicaraan yang berlangsung di Bina Graha itu berkisar pada pengaturan waktu antara sidang MPR dan masa-masa sebelumnya, mengingat bahwa pada awal tahun depan pemerintah akan menyampaikan RAPBN kepada DPR.

Presiden Soeharto menyerahkan sumbangan Rp. 30 juta kepada koperasi peternak unggas DKI Jaya. Sumbangan yang dimaksudkan untuk pembelian dari PT Poultry Marketing Board dalam rangka peningkatan peternakan unggas di Jakarta itu diterima oleh Laksdya. (Purn.) Sri Mulyono 
Herlambang yang mewakili pihak koperasi. Pada kesempatan itu Presiden Soeharto berpesan kepada Departemen Pertanian untuk melindungi pangusaha-pengusaha ternak, terutama yang menghasilkan telur; investasi asing hanya diperkenankan dalam industri ternak hidup.
Siang ini juga Presiden Soeharto menerima pengurus Indonesian Shipownwers’ Association (INSA)Myang didampingi oleh Menteri Perhubungan Laut Haryono Nimpuno.


SABTU, 22 JUNI 1974
Presiden Soeharto hari ini telah menyumbangkan sebuah gedung, berikut gudang, dan uang tunai sebesar satu juta rupiah kepada BUUD/KUD desa Sukamantri, Kecamatan Ciomas, Bogor. Sumbangan uang dimaksudkannya sebagai modal bagi koperasi desa itu. Semua sumbangan tersebut diserahkan oleh Sesdalopbang, Bardosono, kepada Bupati Bogor, Drs. Muchlis.


RABU, 22 JUNI 1977
Presiden Soeharto mengabulkan permintaan Gubernur Irian Jaya Sutran untuk menambah armada laut dan udara bagi peningkatan patroli perairan di wilayahnya, sehubungan dengan seiringnya sering terjadi pencurian ikan oleh kapal-kapal asing. Gubernur Sutran mengemukakan hal itu setelah bersama pejabat Muspida Irian Jaya menghadap Kepala Negara di Cendana pagi ini. Sutran juga meminta Presiden untuk membantu pembangunan bunker-bunker minyak di bagian Selatan Irian Jaya, terutama di Merauke dan Kaimana. Presiden telah menyanggupi untuk membangun bunker-bunker tersebut.

Sapi jantan Black Angus dari Australia yang dinamakan The Mania Tolerance, hari ini diserahkan oleh Duta Besar Australia Richard Woolcott, untuk Presiden Soeharto, melalui Menteri Luar Negeri Adam Malik dalam suatu upacara di Pangkalan Utama Halim Perdanakusuma. Sapi-sapi yang berumur tiga tahun lebih dengan harga satuannya Rp. 1.230.000,- itu akan dikirim ke perternakan Tapos di Bogor untuk pembibitan. Perdana Menteri Fraser dalam pesannya kepada Presiden Soeharto mengatakan bahwa pemberian sapi jantan ini ada hubungannya dengan kunjungannya yang menyenangkan dan konstruktif ke Indonesia yang tahun lalu. Namun sapi itu baru dapat diserahkan kepada Presiden Soeharto. Ia mengharapkan agar sumbangan sapi itu merupakan sumbangan positif bagi perbaikan bibit-bibit sapi di seluruh Indonesia.


JUM’AT, 22 JUNI 1979
Presiden Soeharto mengatakan bahwa pembangunan menghendaki sikap yang lebih rasional, karena itu kita harus mengembangkan ilmu pengetahuan dan memanfaatkan teknologi. Akan tetapi pengalaman kita sebagai manusia seringkali menghadapkan kita pada persoalan-persoalan yang tidak mungkin kita pecahkan dengan kemampuan akal dan penalaran ilmiah semata-mata. Diingatkannya bahwa peristiwa Israk Mikraj yang diselenggarakan di Masjid Istiqlal malam ini.

Pada kesempatan ini pula Presiden telah mengutarakan maksud Pemerintah untuk mengubah awal tahun pelajaran, dalam rangka meningkatkan dan menyempurnakan mutu pendidikan nasional. Diungkapkannya bahwa dalam rangka itu, sekolah-sekolah tidak akan diliburkan sepenuhnya selama bulan puasa. Dijelaskan oleh Kepala Negara bahwa tindakan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengabaikan atau tidak menghargai bulan puasa dan ibadah bagi para siswa sekolah.

Untuk itu Presiden mengharapkan pengertian dari semua pihak, terutama para ulama dan pemimpin-pemimpin agama, untuk tidak merisaukan dan mempermasalahkan perubahan jadwal liburan selama bulan puasa ini. Dihimbau pula agar masyarakat tidak terpancing oleh isu-isu yang tidak bertanggungjawab.


SELASA, 22 JUNI 1987
Pukul 10.00 pagi ini Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Ia datang untuk melapor tentang pesan yang diterimanya dari pemimpin pemerintah Koalisi Kamboja, Pangeran Sihanouk. Dalam pesannya itu, Sihanouk antara lain membantah berita-berita yang menyatakan bahwa ia mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai Presiden CGDK.


RABU, 22 JUNI 1988
Pada jam 09.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Republik India, Ramjit Singh Kalha, dalam suatu upacara di Istana Merdeka. Dalam sambutannya Presiden Soeharto antara lain menyatakan kebesaran hatinya melihat hubungan persahabatan, saling pengertian dan kerjasama antara kedua bangsa dan negara yang terus bertambah erat. Dalam hubungan yang akrab dan bersahabat itu akan terus dapat dipererat lagi, karena didukung oleh warisan kebudayaan dan latarbelakang sejarah kedua bangsa yang tidak jauh berbeda.

Lebih jauh dikatakan oleh Kepala Negara bahwa ia juga mengikuti dengan seksama perkembangan SAARC yang dibentuk oelh negara-negara di kawasan Asia Selatan. Dikatakan oleh Presiden bahwa Indonesia ikut merasa gembira, karena organisasi regional itu mencapai kemajuan-kemajuan yang menggembirakan dalam mendukung usaha-usahapembangunan nasional masing-masing anggotanya.

Empat puluh lima menit kemudian, di tempat yang sama, Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Republik Bulgaria, Ognyan Mitev. Membalas pidato Duta Besar Mitev, Presiden Soeharto mengatakan bahwa persahabatan dan kerjasama yang konstruktif antara semua bangsa dewasa ini terasa makin mendesak, sejalan dengan perkembangan internasional yang makin menunjukkan tanda-tanda positif kearah peredaran ketegangan di semua bagian dunia. karena itu, demikian Kepala Negara, dialog Timur dan Barat perlu diteruskan, tidak hanya terbatas pada hal-hal yang menyangkut Eropa saja, tetapi hendaknya juga mencakup berbagai masalah yang dihadapi oleh belahan dunia lainnya.

Selanjutnya Presiden mengemukakan pendapatnya bahwa masalah utama yang dihadapi dunia sekarang adalah masalah perlucutan senjata dan pembangunan, yang satu sama lain saling berkaitan dan harus diselesaikan secara serentak. Dikatakannya bahwa apabila dunia dapat melaksanakan perlucutan senjata secara menyeluruh, maka sebagian dana yang selama ini digunakan untuk perlombaan senjata dapat dialihkan untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak bagi pembangunan sosial dan ekonomi terutama di negara-negara berkembang.


KAMIS, 22 JUNI 1989
Presiden Soeharto menyatakan bahwa ia tidak keberatan akan sifat-sifat kritis mahasiswa, selama sifat kritis itu disampaikan secara logis, mempunyai nalar dan bertujuan membangun. Kepala Negara juga menyatakan penghargaannya kepada para mahasiswa di luar negeri yang umumnya menyatakan keinginan mereka untuk kembali ke tanah air. Demikian antara lain dikemukakan oleh Menpan Sarwono Kusumaatmadja setelah menghadap Presiden untuk melaporkan hasil kunjungannya ke Negeri Belanda guna menghadiri sebuah seminar yang diadakan oleh mahasiswa Indonesia di Rotterdam baru-baru ini.


SENIN, 22 JUNI 1992 
Presiden Uzbekistan, Islam Abdulganievich Karimov, pagi ini tiba di Jakarta untuk memulai kunjungan kenegaraan selama dua hari. Setiba di halaman di Istana Merdeka tepat pukul 10.40, ia disambut oleh Presiden Soeharto dalam upacara kebesaran militer. Kemudian ia mengadakan kunjungan kehormatan kepada Presiden di Istana Merdeka. Segera setelah itu, tamu negara langsung meninjau Masjid Istiqlal dan industri tekstil di Tangerang.

Siang ini, pada jam 12.00, Presiden Soeharto menyerahkan bahan-bahan GBHN kepada PPP, Golkar, PDI, ABRI dan Daerah. Acara penyerahan naskah ini merupakan suatu perkembangan baru dalam sistem politik kita, sebab pada masa-masa sebelumnya Presiden Soeharto menyerahkannya secara langsung kepada MPR.

Dalam kata sambutannya, Kepala Negara mengatkan bahwa bahan bagi penyusunan GBHN 1993 yang diserahkan itu tidaklah bersifat final, sehingga masih bisa disempurnakan. Sekalipun demikian Kepala Negara mengharapkan GBHN tahun 1993 hendaknya dapat dicapai dengan musyawarah-mufakat. Dalam pertemuan yang berlangsung selama satu jam itu, Presiden menyampaikan keyakinannya bahwa jika semua pihak di MPR benar-benar menghayati Demokrasi Pancasila, maka MPR pasti akan bisa menyusun GBHN dengan lancar.

Malam ini Presiden dan Ibu Soeharto mengadakan jamuan kenegaraan untuk menghormat Presiden Islam Karimov dan rombongan. Dalam acara yang berlangsung di Istana Negara itu, Presiden Soeharto antara lain mengatakan bahwa Indonesia menyambut gembira kemerdekaan Uzbekistan, karena sesuai dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Dikatakan pula oleh Kepala Negara bahwa Indonesia memegang tekuh tekad untuk mengembangkan hubungan persahabatan dan kerjasama yang saling memberi manfaat, saling menghormati secara tulus kedaulatan negara lain dan tidak saling mencampuri urusan dalam negeri; tanpa membeda-bedakan sistem politik atau sistem sosial yang dianut masing-masing negara.

Sementara itu, membalas pidato Presiden Soeharto, Presiden Karimov mengatakan bahwa kedua negara bisa menjalin kerjasama dalam bidang ekonomi baik melalui peningkatan ekspor maupun investasi. Diharapkannya agar wakil-wakil dari Indonesia dapat memperluas kerjasama dengan Uzbekistasn. Dimana terdapat pasar yang potensial bagi berbagai barang buatan Indonesia, seperti barang-barang konsumsi.


Penyusun Intarti, SPd.