PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 13 Juli 1966 - 13 Juli 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,

Rabu, 13 Juli 1966

Wapendam Hankam  a.i / Menpangad  Letjen. Soeharto  telah  menerima  massa  KAMI  dan kAPPI  yang  datang  MBAD guna  menyampaikan  pandangan  mereka  tentang pembentukan  mereka tentang  Kabinet  Ampera. Dalam sambutannya, jenderal  Soeharto  menekankan  bahwa  struktur  adalah  sangat penting  diperhatikan  dalam pembentukan  kabinet. Oleh  sebab  itulah  diadakan hearing  dengan  organisasi  massa  dan organisasi  politik. Dalam hubungan  ini dikatakan bahwa  kabinet  Ampera  mendatang harus memenuhi syarat-sayarat  atau ketentuan -ketentuan  yang telah ditetapkan  dalam ketetapan    MPRS  No. X111/1966. Selain itu  jenderal Soeharto  juga mengharapkan bahwa kabinet  tersebut  akan betul-betul  memiliki  struktur organisasi  yang sederhana,efektif  dan efisien. Calon -calon  yang akan menduduki  struktur kabinet  juga akan  memiliki  sifat 3 A +B + C, yaitu Ahlak, Ahli, Amal, Berani, dan Chayal (ejaan baru :Khayal).
Untuk mengembalikan kepercayaan rakyat kepada swadaya koperasi; maka seluruh kegiatan dan organisasi KOKSI (Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia), yang disahkan pembentukannya dengan Keppres RI No. 266/1961, baik di pusat maupun daerah, dibekukan. Ini merupakan keputusan Presidium Kabinet Dwikora yang tercantum dalam SK No. Aa/E/98/1966. Sementara itu berdasarkan Surat Keputusan Kabinet Dwikora No. Aa/E/96/1966 yang dikeluarkan pada hari ini juga, telah digariskan tugas Kolognas yang terpusat pada pengamanan sembako.

Senin, 13 Juli 1981
Hari ini kepala  Bulog, Bustanil Arifin, menyerahkan bantuan 250 ton beras kepada Gubernur DKI Jakarta Beras ini merupakan  sumbangan  presiden  yang  harus  disampaikan  kepada fakir miskin  yang ada di jakarta.

Senin,13 Juli 1987.

pukul 09.30 pagi ini  presiden  Soeharto menerima  presiden  Bank  pembangunan  Asia,  Masao  Fujuoko, di Bina Graha.  Seusai  pertemuan, dalam keterangan  persnya, Fujioko mengatakan  bahwa selama ini  Asian  Development Bank (ADB)  telah  memberikan  bantuan  kepada Indonesia  sebanyak  U$$3,8 miliar. Ini  berarti Indonesia  merupakan  negara  penerima  bantuan terbesar,yaitu hampir  20% dari  seluruh  bantuan ADB. Untuk  tahun  ini Indonesia akan menerima  sebesar  U$$500 juta dan 40%  dari bantuan  itu akan  digunakan  untuk pembangunan pertanian.  Dikatakanya pula  bahwa ADB  sangat menghargai  pembangunan  bantuan-bantuan  yang diberikannnya kepada Indonsia.


Senin,13 Juli 1992

Presiden  Soeharto  memutuskan  bahwa pemerintah mulai  tahun ajaran 1992  tidak  akan memberikan  lagi dispensasi  bagi  warga  Indonesia  yang baru  tiba kembali  di tanah air  untuk belajar  sekolah  internasional  dengan alasan  untuk melakukan  penyesuaian. Dalam  hubungan ini, presiden mengharpkan  para  orang tua menyadari  bahwa  anak mereka  harus  belajar  di sekolah  berwawasan  Indonesia  dan bukannya  berwawasan  asing.

Demikian dikatakan Menteri  P dan k, Fuad  Hasan, setelah  menemui  kepala Negara untuk melapor  tentang  persiapan  rapat  kerja  nasional  departemen  yang dipimpinanya  dalam bulan ini.

pada jam 10.00 pagi ini, di Bina Graha,presiden  Soeharto  menerima  para atlet  Indonesia  yang akan mengikuti  Olimpiade  di Barcelona, Spanyol. Memberikan  kata sambutannya, Kepala Negara mengharapkan kontingen Indonesia  agar  bersikap waspada  karena  sebuah  negara tetangga  tuan rumah  pesta  olaraga  itu masih  terus  berusaha  memburukkan  nama Indonesia  terutama  mengenai  masalah  Timor-Timur. Kepada  para atlet itu, Presiden  juga mengatakan  bahwa  mereka  berkewajiban  memperkenalkan  Indonesia  kepada  olaragawan  dari berbagai  negara lain.

pada jam 12.30 siang ini, bertempat  di Bina Graha, Presiden  Soeharto  menerima  Panglima  ABRI Jenderal Try Sutrisno,  Pangab  menghadap Kepala  Negara guna melaporkan  hasil penelitian  ABRI atas  peristiwa  12 november 1991 di Dili. dilaporkan bahwa  team yang ditugaskan  pangab  melakukan penelitian itu  menyimpulkan  bahwa  terdapat 115  orang  korban tewas  dan hilang  dalam kejadian itu, selain  seorang  warganegara  asing. Dari  115 yang dilaporkan  hilang, ternyata  31 orang  telah kembali ke desa masing-masing.

Penyusun : Eren Saumuru

Jejak Langkah Pak Harto 13 Juni 1966 - 13 Juni 1987

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,

Senin, 13 Juni 1966
Waperdam Hankam a.i/Menpangad Letjen Soeharto memberi penjelasan kepada wartawan tentang hasil perundingan antara utusan RI dengan Malaysia di Bangkok. Perundingan tersebut memberikan petunjuk tentang keinginan Jenderal Soeharto untuk mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia, yang telah dicetuskan Orde Lama sejak 1963.

Sabtu, 13 Juni 1970
Presiden dan Ibu Tien Soeharto membuka Jakarta Fair 1970, dalam pidatonya Presiden mengharapkan agar Jakarta fair ini dapat menggairahkan pengusaha untuk terus melakukan aktifitasnya sehingga kemakmuran bangsa Indonesia dapat diwujudkan. Presiden juga menilai turut sertanya 11 negara asing dan 27 perusahaan swasta asing, dan beberapa perusahaan joint venture dalam Jakarta Fair ini, akan dapat meningkatkan kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara peserta.

Sabtu, 13 Juni 1981
Gubernur Lampung, Jasir Hadibroto telah menerima 650 ekor sapi bantuan Presiden. Sapi-sapi itu diperuntukkan bagi para peternak di daerah itu, diserahkan secara simbolis oleh Kepala Biro Proyek-proyek bantuan Presiden Zahid Husein.

Selasa, 13 Juni 1983
Presiden Soeharto memerintahkan Menteri Pemuda dan Olahraga, Abdul Gafur untuk segera memperhatikan nasib para atlet yang memprihatinkan. Dalam hubungan ini Presiden memerintahkan agar menguhubungi perusahaan/jawatan tempat para atlet itu bekerja, termasuk pula mereka yang masih bersekolah atau kuliah. Kepala Negara juga memberi petunjuk agar memberi perhatian yang besar bagi persepakbolaan nasional, yang kahir-akhir ini mengalami kemunduran.

Sabtu, 13 Juni 1987
Presiden dan Ibu Tien Soeharto meresmikan pembukaan Pesta Kesenian Bali 1987 di Denpasar, Bali. Dalam amanatnya Presiden mengatakan bahwa usaha mengembangkan kesenian tradisional samasekali bukanlah pemborosan. Ia mempunyai nilai investasi kultural yang sangat penting artinya, bukan saja bagi kepentingan sosial budaya itu sendiri, tetapi juga bagi kehidupan sosial ekonomi bangsa kita. Sebab, kekayaan budaya bangsa kita mempunyai daya tarik yang kuat utnuk mengundang gelombang wisatawan dari luar negeri datang ke negeri kita. Lebih jauh dikatakan Kepala Negara, bahwa usaha untuk mengembangkan dan menjajakan kesenian bangsa kita itu tentu saja tidak boleh dilakukan dengan merendahkan nilai seni itu sendiri. Kita harus mencegah jangan sampai kesenian kita terbawa oleh arus komersialisasi sebab hal ini justeru akan mencederai nilai hakiki dari kesenian itu sendiri.

Penyusun : Gani Khair

Jejak Langkah Pak Harto 12 Juni 1969 - 12 Juni 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Kamis, 12 Juni 1969
Presiden Soeharto mengadakan inspeksi ke proyek-proyek Departemen PU di Pejompongan, Jakarta dan Jawa Barat (Bekasi, Pamanukan, dan jatiluhur). Di Jakarta, Presiden meresmikan proyek Air Minum Pejompongan. Dengan menekan tombol, Presiden Soeharto menandai penyedotan air dari Kalimalang, yang diproses kemudian didistribusikan untuk penduduk Jakarta Raya. Selanjutnya Presiden mengadakan dialog dengan para Kepala Lurah di Kabupaten Bekasi. Dalam peninjauan selanjutnya Presiden Soeharto mengadakan inspeksi pada pekerjaan penggantian jembatan Kedung Gedeh. Disini Presiden menerima laporan sekitar pekerjaan penggantian jembatan dari Dirjen Bina Marga, serta melihat dari dekat para prajurit Yon Zikon 4 AD yang sedang sibuk bekerja. Selanjutnya Presiden melanjutkan peninjauan ke Pamanukan. Dalam suatu dialog terbuka dengan para lurah dari desa-desa di Kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang, Presiden Soeharto mengungkapkan keinginan pemerintah agar tiap desa dapat memiliki huller yang dapat dibeli rakyat secara gotong royong dengan bantuan kredit pemerintah.

Senin, 12 Juni 1978
Presiden Soeharto menginstruksikan Menteri PU, Purnomosidi, untuk mempercepat pembangunan saluran-saluran tertier. Untuk itu Presiden akan menyediakan tambahan dana sebesara Rp. 277 juta, yang akan dipergunakan untuk membelikan peralatan dari Jepang. Dikatakannya pula bahwa saluran-saluran tertier itu akan mengaliri sawah seluas 425.000 hektar, dan kemudian akan ditingkatkan menjadi 1,5 juta hektar.

Selasa, 12 Juni 1979
Mulai hari ini Pemerintah tidak akan mengizinkan lagi pengungsi Vietnam memasuki wilayah Indonesia. Kebijakan ini diambil sehubungan dengan semakin derasnya arus pengungsi yang memasuki wilayah Indonesia kini telah mencapai 31.200 orang.

Jum’at, 12 Juni 1981
DPD KNPI Sumatera Barat telah menyampaikan usulan sebagai rekomendasi sidang pleno yang diperluas DPD KNPI Sumatera Barat. Rekomendasi itu berisikan usul agar MPR hasil pemilu 1982 menetapkan Jenderal (Purn) Soeharto sebagai Bapak Pembangunan, serta mengusulkannya agar dipilih dan ditetapkan kembali sebagai Presiden RI untuk masa bakti 1983/1988.

Selasa, 12 Juni 1984
Menlu Mochtar Kusumaatmadja menghadap Kepala Negara di Cendana melaporkan tentang rencana pengiriman misi Kadin ke negara-negara Skandinavia, Jerman Timur dan Uni Soviet dalam rangka menjajaki kemungkinan peningkatan ekspor non-migas ke negara-negara tersebut. Misi yang terdiri atas 30 orang pengusaha itu akan dipimpin oleh Ketua Umum Kadin Indonesia.

Rabu, 12 Juni 1985
Menko Polkam Surono menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha, melaporkan tentang keadaan hutan dewasa ini yang cukup memprihatinkan. Hal ini disebabkan banyaknya kerusakan yang ditimbulkan pencurian dan penebangan-penebangan liar.

Untuk mengatasi keadaan tersebut, Kepala Negara menyarankan agar tenaga-tenaga Tamtama dan Bintara ABRI yang telah pensiun dapat dimanfaatkan. Menurut Presiden, mereka dapat diangkat sebagai Polisi Khusus Kehutanan utnuk mengamankan kawasan hutan di seluruh Indonesia.

Jum’at, 12 Juni 1992
Presiden Soeharto menyampaikan pandangannya di dalam sidang pleno Konferensi PBB untuk Pembangunan dan Lingkungan di Rio de Janeiro, Brasil.

Penyusun : Gani Khair

Jejak Langkah Pak Harto, 11 Juni 1981 - 11 Juni 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Kamis, 11 Juni 1981
Menerima menteri Pertambangan dan Energi Subroto di Cendana, Presiden Soeharto menginstruksikan agar masyarakat mengurangi ketergantungan pada minyak bumi dengan jalan lebih banyak lagi memanfaatkan sumber-sumber lain yang ada semisal batubara.

Jum’at, 11 Juni 1982
Dalam pidato pelantikan tujuh duta besar yang baru, Presiden Soeharto mengatakan bahwa satu-satunya jalan bagi kebaikan dan keselamatan umat manusia adalah membangun tata hubungan politik dan ekonomi yang baru, yang lebih menjamin keadilan dunia dalam semangat saling membantu dan saling menghormati.

Senin, 11 Juni 1984
Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No.41 Tahun 1984 yang menetapkan berdirinya Universitas Terbuka di Jakarta. UT yang berstatus sebagai universitas negeri ini memiliki empat fakultas, yaitu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Politik dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selasa, 11 Juni 1985
Presiden Soeharto selaku Ketua Yayasan Supersemar menyerahkan secara simbolis beasiswa untuk 530 siswa SLTA kejuruan, mellui Kepala BKKBN, Dr. Haryono Suyono. Beasiswa itu akan dibagi-bagikan kepada pelajar di 15 propinsi.
Presiden mengungkapkan bahwa pada tahun 1985 Yayasan Supersemar telah mengangkat lebih kurang 20.000 anak asuh melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kamis, 11 Juni 1992
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan selama satu jam bersama Kanselir Jerman Helmut Kohl, di Hotel Horca Nacional, Rio de Janeiro, Brasil sewaktu mengikuti Konferensi PBB mengenai Lingkungan Hidup atau yang lebih dikenal dengan KTT Bumi.
Dalam pembicaraan tersebut Kanselir Kohl memberi jaminan kepada Presiden Soeharto bahwa negerinya akan memberikan prioritas kepada Indonesia dalam memberikan bantuannya. Menurut pertimbangan Kanselir Kohl, hal ini adalah karena pelaksanaan pembangunan di Indonesia selama 25 tahun belakangan ini dinilai positif.

Penyusun : Gani Khair

Jejak Langkah, Kegiatan Pak Harto Tanggal 22 September 1967-1984

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Jumat, 22 September 1967

Hari ini pemerintah telah mengajukan lagi kepada DPR-GR sebuah RUU tantang Pokok-pokok Peraturan Pernikahan Umat Islam. RUU tersebut antara lain mengatur tentang ketentuan umum mengenai hak dan kewajiban suami-istri, harta kekayaan pernikahn, keturunan, hak dan kewajiban antara orang tua, anak dan perwalian.

Minggu, 22 September 1968

Hari ini Presiden Soeharto menerima pesan dari Presiden Filipina Ferdinand Marcos. Dalam pesannya Presiden Marcos menjamin bahwa Filipina tidak akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia karena masalah Sabah. Kalangan Departemen Luar Negeri Filipina menyatakan bahwa Presiden Marcos telah menerima pesan dari Presiden Soeharto yang mengharapkan Marcos untuk menggunakan segala usaha guna mencegah memburuknya hubungan dan keadaan, dan mencegah jangan sampai terputusnya hubungan diplomatik antara Malaysia dan Filipina.

Jumat, 22 September 1978

Presiden Soeharto dan PM Pham Van Dong pukul 10.00 pagi ini melanjutkan pembicaraan resmi di Istana Merdeka. Sebagaimana juga halnya dengan pembicaraan resmi kemarin. Pada hari ini pun para pejabat kedua negara menolak memberikan keterangan mengenai materi pembicaraan antara kedua pemimpin itu.
Pukul 12.00 siang ini PM Pham Van Dong melakukan kunjungan kekeluargaan kepada Presiden Soeharto dan keluarga di Cendana. Acara yang mendadak ini adalah diluar  rencana dan merupakan keinginan PM Pham Van Dong yang disampaikannya langsung kepada Presiden soeharto tadi malam sesuai acara santap malam kenegaraan.
Dalam rangka kunjungan PM Pham Van Dong, malam ini di Istana Negara, Presiden dan Ibu Soeharto mengadakan pertunjukan kesenian. Selain disaksikan oleh PM Pham Van Dong beserta anggota rombongannya, acara kesenian ini dihadiri pula oleh sejumlah pejabat tinggi Indonesia.

Sabtu, 22 September 1979

Selama satu jam, mulai pukul 09.00, Presiden Soeharto menerima Gubernur Irian Jaya, Sutran, di Cendana pagi ini. Gubernur Sutran menghadap untuk melaporkan tentang akibat gempa bumi yang melanda Kabupaten Yapenworapen baru-baru ini.  Dalam pertemuan ini telah dibicarakan tentang usaha-usaha untuk mengatasi kerugian yang ditimbulkan oleh gempa bumi itu. Pada kesempatan itu, Presiden menganjurkan agar dalam merehabilitasi rumah-rumah penduduk dipergunakan atap yang terbuat dari daun rumbia, jangan atap seng. Saran Presiden ini didasarkannya pada kenyataan bahwa di sepanjang pantai Serui, kabupaten Yapenwaropen, banyak tumbuh batang rumbia.

Senin, 22 September 1980

Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980 tentang penghapusan pukat harimau di Jawa dan Bali yang akan berlaku mulai 1 Oktober mendatang, mendapat sambutan hangat dari para nelayan di Jawa Barat, terutama nelayan tradisional, di Pangandaran dan Cirebon, yang selama ini tersaingi oleh kapal trawl. Demikian diungkapkan oleh Ir. Damhuri sumantri, Kepala Dinas Perikanan Jawa Barat.
Sebagaimana diketahui Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden tersebut dengan tujuan untuk mendorong perkembangan nelayan tradisional, memelihara kelestarian sumber daya alam, disamping untuk menekan keresahan sosial yang ditimbulkan oleh terancamnya mata pencaharian kaum nelayan tradisional.

Selasa, 22 September 1981
Presiden Soeharto pagi ini membuka Pertemuan Para Menteri Kesehatan Wilayah Asia Tenggara. Selain para menteri kesehatan dari pelbagai negara Asia Tenggara, hadir pula dalam acara pembukaan ini Direktur Jenderal WHO, Dr. Halfdan Mahler.
Dalam kata sambutannya, Kepala Negara telah menguraikan mengenai usaha-usaha yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan Pelayanan kesehatan, seperti pembangunan ribuan Puskesmas yang tersebar terutama di desa-desa, dan Puskesmas Keliling di daerah-daerah pinggiran kota. Selanjutnya Presiden mengakatakan bahwa pembangunan di bidang kesehatan mempunyai kaitan yang erat dengan pembangunan di bidang ekonomi dan sosial. Menurut Presiden, hal ini tentulah mengakibatkan jawaban yang diberikan oleh suatu bangsa terhadap masalah ini dapat berlainan dengan bahasa lain. Namun jelas, demikian Presiden, akan banyak manfaatnya jika kita saling bertukar pikiran dan pengalaman. Setidaknya kita akan dapat mengambil pelajaran yang baik dan menghindarkan diri dari pengalaman buruk.

Jumat, 22 September 1982

Pagi ini Presiden dan Ibu soeharto mengakhiri kunjungan tidak resmi selama tiga hari di Jepang. Dari Tokyo, Presiden dan rombongan langsungterbang ke Jakarta.

Sabtu, 22 September 1984

Bertempat di Istana Merdeka, mulai jam 08.30 hingga 10.45, secara berturut-turut Presiden Soeharto pagi ini menerima surat-surat  kepercayaan tiga duta besar dari negara-negara sahabat. Mereka adalah Duta Besar Czeslaw Muszalski dari Polandia, Duta Besar U Kyaw Khin dari Birma, dan Duta Besar Gabrail Akinola Falase dari Nigeria.
Ketika menyambut pidato Duta Besar Polandia, Presiden Soeharto mengatakan bahwa hubungan persahabatan yang erat antara kedua bangsa dan negara tidak saja ditandai oleh besarnya usaha kita dalam meningkatkan kerjasama bilateral, tetapi juga tampak pada eratnya kejasama multilateral yang menyangkut usaha kita bersama dalam mengusahakan terciptanya dunia yang damai dan kesejahteraan umat manusia. Menurut Presiden, hal ini juga membuktikan bahwa persahabatan dan kerjasama antara bangsa-bangsa dapat dijalin dan dikembangkan tanpa melihat perbedaan sistem sosial dan politik.
Sementara itu ketika menerima surat kepercayaan Duta Besar Birma, Presiden Soeharto mengajak kedua bangsa dan negara untuk bertukar pengalaman, saling memahami, dan bekerjasama. Dalam hubungan ini, Presiden menegaskan bahwa untuk kelancaran pembangunan negara kita masing-masing diperlukan kerjasama antara bangsa-bangsa dan perdamaian sejati dalam dunia yang tertib berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial, yaitu suatu perdamaian dunia yang harus dapat membebaskan umat manusia dari ppeperangan dan keterbelakangan serta kekurangan.
Kepada Duta Besar Nigeria, Kepala Negara menyatakan kegembiraannya menyaksikan hubungan persahabatan dan kerjasama yang erat antara kedua bangsa dan negara. Secara khusus kegembiraan Presiden itu ditujukan kepada kerjasama teknik antara kedua negara, yang telah berlangsung sebagaimana yang diharapkan. Diharapkannya agar di masa mendatang kerjasama teknik itu dapat lebih ditingkatkan lagi sesuai dengan perkembangan kedua negara.
Pukul 11.00 pagi ini, di Istana Merdeka, Presiden Soeharto melantik tujuh orang duta besar baru Indonesia. Ketujuh Duta Besar itu adalah Drs Hasan Abduldjalil untuk Polandia, Prof Dr Ir Tubagus Bachtiar Rifai untuk Prancis, Brigjen. (Purn.) Moehammad Satari untuk selandia baru, Fiji, dan Samoa Bara, Mayjen. (Hor) RM Jono Hatmodjo untuk Yugoslavia dan Yunani, Letjen Himawan Sutanto untuk Malaysia, Drs Sutadi Sukarya untuk Denmark, dan Jacob Piai untuk Italia.

Dalam sambutan pelantikannya, Presiden Soeharto menekankan agar para duta besar itu berusaha sekuat tenaga ikut meningkatkan ekspor non migas ke negara dimana mereka ditempatkaan. Selain itu Kepala Negara juga berpesan supaya para duta besar yang baru ini pun melaksanakan diplomasi perjuangan dan bersikap pejuang yang sadar dan bijaksana memperjuangkan tercapainya tujuan dan cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Jam 12.00 siang ini, Kepala Negara menerima Menteri Pelajaran dan Kesehatan Brunei Darussalam, Pihin Orang Kaya Laila Wijaya Dato Abdul Azis Umar, di Istana Merdeka. Dalam kunjungan kehormatan tersebut Menteri Pelajaran dan Kesehatan Brunai Darussalam itu didampingi oleh Menteri Kesehatan merangkap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan a.i., Dr Suwardjono Surjaningrat.
Melalui Keputusan Presiden No. 41/G/1984, Presiden Soeharto menolak permohonan grasi yang diajukan oleh Endang Wijaya alias Atjai, Presiden Direktur PT Jaya Building Indah dan Co. Demikian dikatakan oleh Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, RE Nasution SH, yang menerima Keppres tersebut hari ini. Sebagaimana diketahui Endang Wijaya telah dijatuhi hukuman 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena melakukan tindak korupsi. Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu kemudian dikuatkan lagi oleh Pengadilan Tinggi Jakarta.

Jejak Langkah, Aktifitas Pak Harto Tanggal 21 September

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Jumat, 22 september 1967

Hari ini pemerintah telah mengajukan lagi kepada DPR-GR sebuah RUU tantang Pokok-pokok Peraturan Pernikahan Umat Islam. RUU tersebut antara lain mengatur tentang ketentuan umum mengenai hak dan kewajiban suami-istri, harta kekayaan pernikahn, keturunan, hak dan kewajiban antara orang tua, anak dan perwalian.

Sabtu, 21 september 1968

Presiden soeharto bertempat di Istana Merdeka telah menerima dan bertukar pikiran dengan pimpinan Forum Swasta Nasional. Dalam perjumpaan ini telah dibicarakan berbagai masalah ekonomi, seperti peranan pengusaha swasta nasional dalam pembangunan ekonomi. Presiden mengharapkan agar pengusaha-pengusaha swasta nasional yang bergabung dalam Forum Swasta Nasional dapat bekerjasama dengan organisasi-organisasi swasta lainnya seperti Kadin, dan IBC. Dengan demikian dapatlah tercipta potensi swasta yang kuat dan bermanfaat bagi masyarakat seluruhnya, demikian Presiden.
Memperingati Hari Nasional Bahari, yang jatuh pada hari ini, Presiden Soeharto mengatakan bahwa kondisi geografis Indonesia mengharuskan kita memiliki kekuatan laut yang seimbang. Oleh sebab itu dalam Repelita yng akan datang, pemerintah menjadikan peningkatan sarana laut, darat dan udara sebagai salah satu sasaran yang paling penting. Menyinggung kekayaan bahari yang kita miliki serta kemampuan kita yang terbatas untuk menggalinya, maka pemerintah telah mengeluarkan kebijaksanaan tentang penangkapan ikan oleh nelayan asing. Dalam hubungan ini Presiden Soeharto meminta pengertian masyarakat bahari Indonesia akan langkah yang terpaksa dilaksanakan oleh pemerintah demi memanfaatkan kekayaan alam tersebut.

Senin, 21 september 1970

Dalam sidang paripurna kabinet hari ini Presiden Soeharto telah menerima laporan dari beberapa menteri tentang stabilitas tingkat harga. Dalam hubungan ini Presiden Soeharto menginstruksikan kepada semua menteri untuk terus-menerus mengawasi pelaksanaan proyek-proyek Pelita secara efektif. Kepada para menteri diminta agar dalam melaksanakan peninjauan sebaiknya secara mendadak dan jangn besar-besaran, sebab dapat menimbulkan beban daerah dan proyek yang ditinjau.

Kamis, 21 september 1972

Dalam kunjungan kerjanya di dataran tinggi Dieng, Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah, hari ini Presiden menyerukan agar rakyat Indonesia bekerja giat untuk mencapai kemakmuran dan untuk generasi yang akan datang. Presiden mengingatkan mereka bahwa kemakmuran tidak akan datang begitu saja dari langit, tetapi harus diperoleh dengan kerja keras.

Sabtu, 21 september 1974

Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi, subroto, Menteri Pertambangan, Mohammad Sadli, dan Ketua BKPM, Barli Halim, menghadap Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha. Usai pertemuan, Menteri Subroto mengatakan kepada pers bahwa mereka telah membahas persoalan tenaga asing dalam bidang perminyakan dan gas bumi dengan Kepala Negara. Dalam hubungan ini dalam waktu dekat Pemerintah akan mengeluarkan peraturan khusus, sebab masih ada bidang-bidang teknis yang masih belum dikuasai oleh tenaga-tenaga Indonesia sehingga kita masih membutuhkan tenaga asing. Ditambahkannya bahwa Presiden telah memberikan petunjuk-petunjuknya mengenai peraturan yang akan dikeluarkan itu.
Ditempat yang sama, Presiden oeharto kemudian menerima Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sjarif Thajeb, yang melaporkan tentang terjadinya kebakaran di laboratorium kimia Institut Teknologi Bandung baru-baru ini. Akibat dari pada kebakaran laboratorium itu, sekarang mahasiswa tidak dapat melakukan praktek. Menanggapi laporan ini, Kepala Negara menyatakan akan menyediakan dana untuk rahabilitasi laboratorium tersebut. Kepada Sjarif Thajeb diperintahkan untuk segera melaporkan perkiraan dana yang diperlukan untuk rahabilitasi itu. Diharapkan oleh Kepala Negara agar mahasiswa telah dapat berpraktek kembali di laboratorium mereka dalam waktu dua sampai tiga minggu.

Selasa, 21 september 1976

Hari ini Presiden Soeharto mengeluarkan sepucuk surat edaran yang ditujukan kepada semua menteri dan pimpinan lembaga non-departemen. Surat yang diberi nomor B-3/Pres/9/1976 berisi:
1. Bahwa akhir-akhir ini banyak dihembuskan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab kedalam masyarakat, juga suara-suara dikalangan pers dalam maupun luar negeri, yang seolah-olah Presiden RI telah memberikan perlakuan istimewa kepada keluarga dan sanak saudaranya dalam melakukan kegiatan usaha dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang besar dan mudah, sehingga dengan perlakuan yang demikian menyebabkan timbul rasa ketidakadilan dalam masyarakat.
2. Suara-suara, dan desas desus yang menyebar dari mulut ke mulut itu tidak mengandung kebenaran. Apabila dibiarkan berlarut-larut pasti akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat dan akan memperlemah sikap pejabat yang berwenang serta mencemarkan kewibawaan pemerintah dan pimpinan nasional.
3. Oleh sebab itu saya tegaskan bahwa saya tidak pernah dan tidak akan pernah memberikan perakuan istimewa kepada keluarga dan sanak saudara saya, baik keluarga dari pihak saya maupun dari pihak isteri saya, atau orang ain yang mngaku-ngaku sanak keluarga saya.
4. Sejalan dengan usaha pemerintah untuk mengembangkan kehidupan ekonomi yang sehat berdasarkan perlakuan yang sama kepada semua warga negara, dengan ini saya instruksikan secara khusus kepada para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non-departemen beserta seluruh aparatur pelaksanaanya untuk tidak memberikan perlakuan istimewa kepada keluarga dan sanak saudara baik yang telah diketahui maupun yang mengaku sebagai keluarga Presiden RI, sekiranya mereka melakukan kegiatan dalam dunia usaha. Kepada mereka harus tetap diberikan perlakuan yang sama seperti anggota masyarakat lainnya, dengan melaksanakan segala kebijaksanaan, peraturan perundang-undangan dan tata cara yang berlaku. Karena pada dasarnya mereka adalah warganegara biasa yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti warga negara lainnya.
5. Saya minta instruksi ini dilaksanakan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggungjawab. Jika dalam melaksanakan instruksi ini merasa mendapat tekanan dari pihak-pihak tertentu, hendaknya segera melapor kepada pejabat yang berwenang atau langsung kepada saya, untuk diambil tindakan seperlunya.
6. Para menteri dan pimpinan lembaga non-departemen supaya meneruskan instruksi ini kepada pejabat-pejabat pelaksana di daerah-daerah dan mengumumkan kepada masyarakat.

Kamis, 21 september 1978

Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan resmi dengan PM Vietnam, Pham Van Dong. Dalam pertemuan yang berlangsung selama lebih dua jam itu, hadir pula Meneteri Luar Negeri Mochtar Kusuma Atmadja dan Menteri/Sekertaris Negara Sudharmono, di pihak Indonesia, serta Wakil Menteri Luar Negeri Vietnam, Phan Hien.
Tamu negara dari Vietnam ini mendarat di Halim Perdanakusuma pada pukul 16.00 kemarin. Satu jam kemudian  ia melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden dan Ibu Soeharto di Istana Merdeka.
Untuk menghormati PM Vietnam, malam ini Presiden dan Ibu Soeharto menyelenggarakan jamuan makan kenegaraan di Istana Negara. Dalam sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa kunjungan PM Pham Van Dong adalah sangat penting dan tepat pada waktunya. Dianggapnya penting, karena kunjungan ini merupakan pembuka halaman baru bagi terjalinnya saling pengertian, tumbuhnya persahabatan dan kemungkinan kerjasam yang bermanfaat bagi kedua negara kita. Dan dipandanganya tepat waktu, karena kunjungan ini berlangsung justru pada saat berkembangnya kemungkinan-kemungkinan dan kesempatan-kesempatan baru bagi kita semua di kawasan ini.
Selanjutnya, Presiden mengatakan bahwa indonesia dan Vietnam tentulah mempunyai masalah-masalah sendiri, baik masalah-masalah dalam negeri, maupun regional maupun internasional. Pandangan-pandangan, kepentingan-keentingan dan prioritas nasional kita masing-masing mengharuskan kita untuk memberi jawab terhadap masalah-masalah yang kita hadapi. Jawaban yang kita berikan tentu saja mungkin berbeda. Akan tetai jika kita telah mengembangkan sikap saling memahami, saling percaya dan persahabatan, maka saya yakin terbukalah lebar-lebar segala kesempatan untuk bekerjasama bagi kemanfaatan semua pihak. Demikian antara lain dikatakan Presiden Soeharto.
Sementara itu, dalam pidato balasannya PM Pham Van Dong menegaskan bahwa kunjungannya ke Indonesia saat ini adalahsuatu kunjungan persahabatan. Dikatakannya pula bahwa telah menjadi keinginan bangsa Vietnam untuk melanjutkan hubungan bertetangga baik denga Republik Indonesia atas dasar saling menghormati kedaulatan masing-masing tidak campur tangan kedalam masalah-masalah dalam negeri, persamaan dan manfaat bersama, sesuai dengan semangat Bandung dan asas-asas serta tjuan dari gerakan non-blok

Jumat, 21 september 1979
Pukul 16.00 sore ini, Presiden Soeharto membuka pekan olahraga Asia Tenggara (Seagames) X di Gelanggan Olahraga Senayan Jakarta. Acara yang dimeriahkan lain dengan pelepasan ribuan balon berwarna-warni ke udara dan nyanyian mars Seagames oleh anak-anak sekolah dari DKI Jakarta itu, juga dihadiri oleh Ibu Soeharto serta Wakil Presiden dan Ibu Adam Malik.


Rabu, 21 september 1983

Bertempat di Cendana, pagi ini Presiden menerima Menteri Penerangan, Harmoko, yang datang untuk melaporkan tentang akan dilaksanakannya pendataan pesawat televisi di seluruh Indonesia. Sehubungan dengan itu, Kepala Negara memberi petunjuk agar pendataan pesawat televisi itu menghasilkan angka yang benar-benar sesuia dengan kenyataan. Hal ini diingatkan oleh Presiden, karena tidaklah masuk akal bahwa jumlah pesawat televisi yang terdaftar sampai sekarang baru berjumlah 3,1 juta buah.

Jumat, 21 september 1984

Pukul 19.30 malam ini, bertempat di Cendana, Presiden Soeharto menerima kunjungan silahturahmim para sesepuh NU yang didampingi oleh Menteri Agama, Munawir Sjadzali. Tokoh-tokoh utama NU yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah KH Asaad Syamsul Arifin, KH Idham Chalid, KH Masjkur, KH Ali Maskum, KH Mahrus Ali, KH A Sidiqi, KH Sjaifuddin Zuhri, KH Anwar Musadad, KH Ali Yafie, dan H Abdurachman Wahid.
Dalam pertemuan tersebut, para tokoh NU telah menyampaikan hasil-hasil pertemuan yang diadakan NU baru-baru ini di surbaya. Selain itu juga dikemukakan bahwa NU akan ikut menciptakan suasana yang tenang dan serasi dalam masyarakat. Pada kesempatan itu Kepala Negara menyatakan menyambut gembira hasil-hasil pertemuan NU tersebut.

Sabtu, 21 september 1985

Pada hari terakhir kunjungannya di Budapest, pagi ini Presiden Soeharto dan rombongan mengadakan peninjauan keliling ibukota Hongaria itu. Diantara obyek-obyek yang ditinjau adlah Benteng Nelayan, dan Gereja St Matyas. Ketika mengunjungi Gereja Matyas yang dibangun pada abad ke-13, Presiden dan Ibu Soeharto sempat mengaggumi benda-bend koleksi Museum Kesenian yang ad didalamnya. Dalam kunjungan ini Presiden telah menghadiahkan sebuah ukiran kayu Jepara dan sejumlah buku mengenai kesenian kebudayaan Indonesia kepada museum tersebut.
Siang ini Presiden dan Ibu Soeharto mengakhiri kunjungan kenegaraan di Hongaria. Setelah dilepas oleh Presiden Hongaria dan Nyonya Losonczi dalam upacara Perpisahan resmi di Lapangan Lajos Kossuth, Presiden beserta rombongan lepas landas dari badar udara Ferihegy menuju Jenewa.






Jejak Langkah, Aktifitas Pak Harto pada 1 September

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,
KAMIS, 1 SEPTEMBER 1966
Hari ini di Markas Besar Ganefo di Senayan, Jakarta, berlangsung rapat kerja Pemerintah Pusat dengan Penguasa/Pemerintah Daerah seluruh Indonesia. Rapat kerja dibuka dengan mendengarkan uraian Ketua Presidium Kabinet Ampera Jenderal Soeharto tentang strategi dasar Kabinet Ampera. Antara lain Jenderal Soeharto mengungkapkan tentang beberapa kebijaksanaan pokok pemerintah, termasuk di dalamnya masalah penyelesaian konfrontasi dengan Malaysia, kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam bidang ekonomi dan politik lainnya. Telah pula disinggung dalam rapat kerja tersebut tentang peranan pemerintah/penguasa di daerah dalam hal pengamanan terhadap program-program/kebijaksanaan Kabinet Ampera.

Sementara itu dalam kedudukannya sebagai Menpangad, Jenderal Soeharto hari ini telah menerima sejumlah perwira tinggi dan menengah AD yang baru saja mengikuti kursus singkat Seskoad Angkatan I di Bandung. Dalam pertemuan tersebut, 

Jenderal Soeharto menjelaskan perlunya pembinaan pendapat dan kesatuan pengertian untuk memenangkan cita-cita Pancasila dan UUD 1945. Hal ini diperlukan mengingat bahwa tidaklah memadai bagi kita untuk memperoleh kemenangan hanya dengan melarang PKI beserta organisasi-organisasi massanya saja, melainkan juga dengan menghancurkan cita-cita politik PKI.

JUMAT, 1 SEPTEMBER 1967
Pejabat Presiden dalam sambutan tertulisnya pada pembukaan Musyawarah Kerja Pariwisata 1967 di Wisma Wisata mengatakan bahwa di bidang kepariwisataan kita mempunyai masa depan yang baik. Masalahnya, menurut Jenderal Soeharto, ialah bagaimana menggali potensi itu. Oleh sebab itu diharapkan agar instansi-instansi pemerintah pada tingkat pusat dan daerah, dan pihak swasta serta masyarakat, membantu sepenuhnya penyempurnaan usaha kepariwisataan. 

MINGGU, 1 SEPTEMBER 1968
Sebelum mengakhiri kunjungan dua hari di Aceh, pagi ini di Banda Aceh Presiden Soeharto memberikan keterangan pada para wartawan tentang kesan-kesannya. Menurut Jenderal Soeharto ia mempunyai kesan mendalam tentang keadaan daerah Aceh dan rakyatnya. Rakyat Aceh, seperti juga rakyat di daerah lain yang telah dikunjunginya, mempunyai tekad bulat untuk memperbaiki daerahnya dan untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan pemerintah. Namun Presiden menilai bahwa keadaan prasarana ekonomi di provinsi ini sangat terbengkalai  sehingga perlu mendapat perhatian. Dalam hubungan ini Presiden mengharapkan agar rakyat Aceh dapat mengadakan penilaian yang wajar terhadap sebab-sebab timbulnya keadaan yang tidak menguntungkan itu. Sesuai konferesi pers, Presiden Soeharto dan rombongan meninggalkan Banda Aceh menuju Medan. 

Setiba di Medan pagi ini, Presiden Soeharto disambut oleh lebih dari 200.000 rakyat Sumatra Utara dalam rapat umu di Lapangan Merdeka. Dalam pidatonya Presiden Soeharto menekankan betapa pentingnya bagi kita untuk memupuk terus kesadaran berbangsa dan bernegara. Menyinggung soal pembangunan nasional, Presiden Soeharto mengulangi apa yang diucapkannya di Pekanbaru, Padang dan Banda Aceh, bahwa untuk menyukseskan pembangunan maka terlebih dahulu harus diciptakan stabilisasi. Presiden juga menekankan bahwa pembangunan adalah sarana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. 

Bertempat di Sasana Bukit Barisan, Medan, malam inni Presiden bertatap muda dengan tokoh-tokoh masyarakat Sumatra Utara, yang terdiri dari atas pejabat sipil dan militer, partai politik, dan organisasi massa, serta lain-lainnya. Pada kesempatan itu Presiden menynggung beberapa masalah, baik yang bersifat politik maupun ekonomi. Berbicara tentang masalah politik, Jenderal Soeharto mengatakan bahwa fungsi DPR sangat penting dalam melaksanakan dan menegakkan demokrasi. Juga dikatakan bahwa DPR harus berjuang untuk kepentingan seluruh masyarakat dan bukan untuk kepentingan golongan atau pribadi. 

Tentang modal asing, Jenderal Soeharto mengatakan bahwa rakyat tidak perlu merasa khawatir, sebab dengan mengundang modal asing bukan berarti kita menjual negara, melainkan untuk mengolah kekayaan alam. Menurut Presiden Soeharto, hal itu karena Undang-undang Penanaman Modal Asing telah menjamin kepentingan nasional. Pada kesempatan itu Presiden juga menjelaskan tentang keterkaitan antara pembangunan daerah dan pembangunan nasional. Presiden menegaskan bahwa tidak ada garis pemisah diantara keduanya. Dalam hubungan ini Presiden mengatakan bahwa setiap pembangunan apakah itu dilakukan oleh daerah atau oleh nasional adalah untuk kepentingan nasional. Jadi, bila membangun, maka pembangunan itu juga berarti untuk kepentingan nasional. 

Sementara itu Presiden Soeharto juga menyampaikan kesannya tentang kunjungannya di Aceh kepada pers Medan. Menurut Presiden selama dua hari di Aceh ia telah mengadakan dialog dengan pemerintah daerah dan rakyat Aceh, dan melihat dari dekat keadaan di daerah itu. Dalam penilaian Presiden keadaan prasarana ekonomi di Aceh sangat terbengkalai. Presiden berjanji untuk mengatasi masalah itu dalam batas-batas kemampuan pemerintah. 

Untuk itu pemerintah akan berusaha untuk mempercepat proses rehabilitasi dan perbaikan keadaan. Namun secara keseluruhan Presiden mempunyai kesan bahwa Aceh mempunyai hari depan yang baik, terutama dengan kemungkinan pengembangan ekonomi yang paling besar di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan dan usaha-usaha perbaikan prasarana. 

SELASA, 1 SEPTEMBER 1970
Sehubungan dengan terjadinya kerusuhan yang dilakukan oleh unsur-unsur anti-RI di Negeri Belanda, maka rencana kunjungan Presiden ke negara tersebut menjadi tidak pasti. Sementara itu rumah Duta Besar RI untuk Negeri Belanda, yang terletak di Wassenaar, kemarin malam telah dibebaskan oleh polisi Belanda dari penguasaan tidak sah kaum ekstrimis. Dalam pada itu PM Belanda Piet de Jong telah menyampaikan penyesalannya dan memberi jaminan bagi keselamatan Kepala Negara RI, antara lain dengan melarang segala bentuk demonstrasi dan pemasangan poster pada jalan yang akan dilalui Presiden RI dan rombongan.


RABU, 1 SEPTEMBER 1971
Presiden Soeharto meresmikan eksplorasi minyak Arjuna yang terletak di Laut Jawa, 30 kilometer dari pantai Cirebon. Dari enam sumur yang ada sekarang, kilangArjuna akan dapat memproduksi 24.000 barel per hari dan akan meningkat menjadi 75.000 barel per hari tahun depan. Kilang minyak ini merupakan kerjasama antara PN Pertamina dan ARCO (Atlantic Richfield Indonesia Incorporation) sebuah perusahaan dari Amerika Serikat. Dalam sambutannya Presiden mengatakan bahwa ada dua jalan untuk menggali kekayaan alam Indonesia, yaitu membiarkannya sampai kita mempunyai modal, skill dan kemampuan teknologi atau bekerjasama dengan modal asing, “Saya sebagai pemimpin yang dipilih dan dipercayakan oleh rakyat, mengambil jalan kedua, yaitu mengadakan kerjasama dengan modal asing untuk mengeksploitir kekayaan alam tersebut, dan memanfaatkannya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat,” demikian Presiden. Ditambahkannya bahwa kerjasama dengan modal asing harusnya atas dasar saling menguntungkan. 

SENIN, 1 SEPTEMBER 1975
Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Republik Sosialis Uni Birma, U Khin Maung Lay. Dalam pidatonya, Duta Besar mengatakan bahwa hubungan antara Birma dan Indonesia yang sangat erat dan bersahabat didasarkan pada prinsip saling hormat menghormati dan saling pengertian. 

Menyambut pidato Duta Besar Birma itu, Kepala Negara menegaskan bahwa hubungan erat antara kedua negara dan bangsa ini, bukan saja karena kedua negara merupakan tetangga dan sama-sama non-blok, tetapi juga karena kita sama-sama berusaha mengembangkan dan mengamalkan prinsip saling menghormati dan saling membantu dengan sungguh-sungguh. Presiden mengungkapkan juga pendapatnya bahwa apabila penghayatan dan pengamalan semangat hubungan antar bangsa yang demikian itu dapat dilakukan oleh setiap negara di dunia ini, maka pasti akan tercipta suatu dunia yang damai, adil dan sejahtera. 

RABU, 1 SEPTEMBER 1976 
Pukul 10.00 pagi ini bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima 17 anggota Dewan Harian Nasional Angkatan 45. Pada kesempatan itu Kepala Negara mengharapkan agar idealisme Angkatan 45 dapat dipertahankan dan malah dihayati oleh para pewaris nilai-nilai 45. Diharapkannya pula agar Angkatan 45 dapat mengisi kemerdekaan bersama-sama angkatan lainnya.

Pada kesempatan itu pula Presiden memberitahukan kesediaannya untuk memberikan bantuan keuangan sebesar Rp1.000.000,- setiap bulannya kepada GHN Angkatan 45. Selain itu DHN Angkatan 45 menerima bantuan bulanan sebesar Rp500.000,- dari Pemerintah DKI Jakarta yang selama ini juga menyediakan biaya pemeliharaan untuk gedung Angkatan 45 di Jakarta.

KAMIS, 1 SEPTEMBER 1977
Presiden Soeharto menekankan sekali lagi perlunya pengawasan yang betul-betul terhadap perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing, sehingga kepentingan buruh di Indonesia tidak dirugikan. Hal itu dikatakannya ketika menerima Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Prof. Dr. Subroto di Jalan Cendana, Jakarta. Dalam kesempatan itu Subroto telah menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan Keputusan Presiden No.36 Tahun 1977, tentang pembentukan suatu badan yang akan mengatur dan mengawasi pengeksporan jasa konstruksi dan barang-barang ke luar negeri, khususnya ke Timur Tengah. 

Hari ini Presiden Soeharto menetapkan Keputusan Presiden No.40 Tahun 1977 tentang perubahan anggota Panitia Pemeriksa Keanggotaan MPR dan DPR. Keputusan ini menetapkan perubahan jumlah anggota panitia dari 15 orang menjadi 17 orang. Keputusan yang ditetapkan pada hari ini berlaku surut mulai tanggal 3 Agustus 1977.

Presiden Soeharto mengintruksikan kepada Menteri PTUL, Menteri Dalam Negeri dan Kepala Biro Statistik agar bersiap-siap menghadapi penyelenggaraan Sensus Konstruksi tahun 1977. Instruksi ini tertuang dalam Instruksi Presiden No.8 Tahun 1977 yang ditetapkan pada hari ini. Menteri PTUL diinstruksikan agar memberikan pengarahan tentang ruang lingkup dan materi yang akan dicakup dalam Sensus Konstruksi tahun 1977. Menteri Dalam Negeri, diinstruksikan agar memberikan instruksi kepada gubernur/kepala daerah untuk membantu mengamankan pelaksanaan Sensus Konstruksi yang akan dilaksanakan oleh Kepala Biro Pusat Statistik. Sedangkan Kepala BPS diinstruksikan untuk mempersiapkan penyelenggaraan Sensus Konstruksi yang akan diselenggarakan tahun 1978, dengan berpedoman pada pengarahan yang diberikan Menteri PUTL. Sasarannya adalah untuk memperoleh data yang lengkap mengenai struktur dan tata cara kegiatan konstruksi di Indonesia guna perumusan kebijaksanaan di sektor konstruksi, dan diperolehnya landasan guna pengumpulan data-data konstruksi selanjutnya secara rutin. 

SABTU, 1 SEPTEMBER 1979
Glen Shortliffe utusan khusus Perdana Menteri Kanada, diterima Presiden Soeharto pada pukul 0.30 pagi ini di Bina Graha. Ia, yang pernah menjadi Duta Besar Kanada untuk Indonesia, menemui Presiden untuk menyampaikan pesan pribadi Perdana Menteri Kanada kepada Presiden Soeharto. Pesan tersebut pada pokoknya berisikan penegasan Pemerintah Kanada untuk melanjutkan dukungan bagi perluasan dan peningkatan kerjasama antara kedua pemerintah. Kepada utusan khusus itu, Presiden menyatakan menyambut baik penegasan Pemerintah Kanada tersebut.

SENIN, 1 SEPTEMBER 1980
Dengan ucapan “bismillah” dan tiga kali pukulan gong, Presiden Soeharto pagi ini membuka Muktamar Media Massa Islam Sedunia I di Balai Sidang, Jakarta. Acara pembukaan ini selain disiarkan oleh RRI dan TVRI, juga dipancarkan secara langsung oleh stasiun TV Arab Saudi dan Kuwait. Muktamar yang berlangsung selama tiga hari ini dihadiri oleh 327 peserta dari pelbagai negara Islam. 

Dalam amanatnya, Presiden menilai muktamar ini sangat penting, karena yang ingin disampaikan kaum muslimin tidak lain daripada pesan Islam yang bersifat “rahmatan lil alamin”. Presiden menguraikan bahwa walaupun Indonesia bukan sebuah negara agama, namun agama tetap mempunyai tempat yang penting dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Dijelaskannya bahwa keberagaman bangsa Indonesia itu terjelma dalam sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pada kesempatan itu, Presiden Soeharto menegaskan kembali dukungan Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina dalam menentukan nasib sendiri. Dalam hubungan ini, ia mengatakan bahwa bangsa Indonesia menentang pencaplokan kota Yerusalem oleh Israel untuk dijadikan ibukotanya. Dikatakan oleh Kepala Negara bahwa pencaplokan itu sangat menusuk perasaan umat Islam di seluruh dunnia.

SELASA, 1 SEPTEMBER 1981
Presiden Soeharto hari ini di Bina Graha menyerahkan dua helikopter BO-105 buatan IPTN, 50 sedan Moskwitch, dan 60 sepeda motor Honda 659 kepada Polri. Bantuan tersebut diterima oleh Kapolri, Jenderal (Pol.) Awaludin Djamin, yang didampingi Kepala Daerah Kepolisian Jakarta, Mayjen, (Pol.) Anton Sudjarwo. Dalam acara yang sama, Presiden juga menyerahkan 50 sepeda motor Honda 650 kepada Polisi Militer/ABRI, yang diterima oleh Mayjen. Kartojo. Presiden memberikan bantuan-bantuan tersebut dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas kepolisian dan polisi militer.

Jenderal (Purn.) Soeharto, selaku Ketua Yayasan Dharmais, menyumbangkan 30 bis mini kepada panti-panti asuhan yang tersebar di seluruh nusantara. Bis-bis mini tersebut hari ini diserahkan oleh Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono, dalam suatu upacara yang berlangsung di halaman Gedung Sekretariat Negara.

RABU, 1 SEPTEMBER 1982
Sidang kabinet terbatas bidang ekuin yang dipimpin oleh Presiden Soeharto berlangsung di Bina Graha pagi ini mulai jam 10.00. Diantara mata acara, sidang hari ini membicarakan masalah kekeringan yang melanda sawah-sawah di beberapa tempat di tanah air. Sidang menyimpulkan bahwa tanaman pagi yang terkena kekeringan sekarang ini, pada umumnya adalah tanaman di lahan-lahan yang tidak memperoleh air dari irigasi teknis. Oleh karena itu Presiden menyarankan agar para petani yang menggarap persawahan yang tidak mempunyai irigasi teknis, sebaiknya pada saat kekeringan bertanam palawija saja. 

SENIN, 1 SEPTEMBER 1986
Ketua Umum KONI Pusat, Sutomo, beserta anggota pengurus lainnya, pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan laporan mengenai hasil musyawarah Olahraga Nasional, yang dilangsungkan pada bulan Maret yang lalu, dan persiapan akhir kontingen Indonesia ke Asian Games di Seoul, Korea Selatan. 

Dalam pertemuan itu, Presiden mengingatkan pengurus KONI agar  tetap waspada didalam mendatangkan pelatih asing untuk meningkatkan prestasi dan membina atlet.

Presiden Soeharto memerintahkan Menteri Muda/Sekretaris Kabinet. Drs. Moerdiono, untuk membentuk dan memimpin suatu komisi yang mengkaji peraturan perundang-undangan mengenai hak cipta. Demikian dikatakan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas, Prof Sumarlin, setelah menghadap Kepala Negara di Bina Graha siang ini. Ia datang guna melaporkan kepada Presiden tentang hasil kunjungannya ke beberapa negara baru-baru ini. Dikatakannya bahwa di negara-negara yang dikunjunginya itu banyak pengusaha yang mempertanyakan tentang pengakuan hak cipta di Indonesia.

SELASA, 1 SEPTEMBER 1987
Penyelenggaraan Porkas Sepakbola dapat diteruskan sepanjang izinnya masih diberikan dengan perbaikan-perbaikan. Demikian petunjuk yang diberikan Presiden kepada Menteri Sosial, Nani Sudarsono, yang menghadapnya di Bina Graha pagi ini. Menteri sosial menemui Kepala Negara untuk melaporkan hasil team evaluasi dampak Porkas.

SABTU, 1 SEPTEMBER 1990
Pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto meninjau Pekan Raya Jakarta untuk melihat secara langsung kemajuan yang telah dicapai dalam berbagai sektor. Dalam kunjungannya selama dua setengah jam itu, Presiden didampingi oleh Menteri Perindustrian Hartarto dan Menteri Muda Perindustrian Tungky Ariwibowo serta Gubernur DKI Jakarta, Wiyogo Atmodarminto. Presiden menghabiskan waktunya di tiga departemen yaitu Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi, Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Perhubungan. Di setiap stand departemen yang dikunjungi, Kepala Negara mendapat penjelasan mengenai sektor-sektor tersebut dari menterinya masing-masing.

SELASA, 1 SEPTEMBER 1992
Bertempat di Jakarta Convention Centre, pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto secara resmi membuka sidang KTT Gerakan Non-Blok ke-10, KTT ini dihadiri oleh wakil-wakil 108 negara, diantaranya terdapat 60 kepala negara/pemerintahan yang memimpin delegasi negaranya. Sebelum pembukaan persidangan, acara didahului dengan perkenalan dengan para ketua delegasi, masing-masing beserta isteri.

Tepat pukul 09.00, Presiden Soeharto membuka sidang. Duduk di meja pimpinan, Presiden Soeharto didampingi Sekretaris Jenderal PBB, Boutros-Boutros Ghali, Menteri Luar Negeri Ali Alatas, Sekretaris Jenderal KTT Non-Blok X Nana Sutresna, dan Ketua Panitia Nasional KTT Non-Blok X Moerdiono. Pidato pembukaan Presiden Soeharto disusul oleh pidato empat wakil regional yaitu dari Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Latin, serta sambutan dari Sekretaris Jenderal PBB. 

Dalam pidatonya, selaku Ketua Gerakan Non-Blok, Presiden antara lain mengatakan bahwa masalah yang paling utama adalah pelaksanaan keputusan-keputusan yang diambil oleh KTT Gerakan Non-Blok, baik yang menyangkut kerjasama Selatan-Selatan maupun Utara-Selatan. Dalam hal kerjasama Selatan-Selatan diperlukan adanya suatu mekanisme pendukung yang efektif sehingga persiapan-persiapan pelaksanaan serta tindak lanjut berbagai kesepakatan kerjasama Selatan-Selatan benar-benar terlaksana dan bukan hanya tinggal diatas kertas belaka. 

Untuk memperlancar kerjasama Selatan-Selatan, Presiden mengusulkan bahwa apabila sejumlah negara berkembang sepakat untuk melaksanakan suatu bentuk kerjasama Selatan-Selatan, maka mereka dapat segera melaksanakannya tanpa menunggu kesepakatan negara-negara lain sepanjang kerjasama tersebut tidak merugikan negara-negara yang lain.

Pelaksanaan keputusan-keputusan KTT Gerakan Non-Blok yang menyangkut masalah Utara-Selatan dilakukan dalam bentuk perundingan yang diharapkan dapat mencapai kesepakatan serta komitmen yang jelas mengenai pelaksanaan kesepakatan itu. Akan tetapi perundingan itu hanya mengenai pelaksanaan kesepakatan itu. Akan tetapi perundingan itu hanya dapat terjadi bilamana kedua pihak memandangnya perlu dan memberikan prioritas yang tinggi. Hal ini memerlukan upaya pada pihak negara-negara berkembang untuk meyakinkan negara-negara industri bahwa masalah-masalah yang memerlukan perundingan tersebut bukan sekadar untuk kepentingan negara-negara berkembang melainkan mempunyai implikasi yang luas bagi negara-negara industri. Dengan lain perkataan perlu ditumbuhkan adanya suatu konsensus baru mengenai mendesaknya masalah pembangunan negara-negara berkembang.

Di bagian lain pidatonya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa PBB adalah satu-satunya forum dimana negara-negara Non-Blok menduduki posisi unik untuk dapat mempengaruhi masalah-masalah global dan arah perkembangan internasional. Kita percaya, dalam era baru ini, PBB akan tetap menjadi satu-satunya perangkat bagi pemerintahan global dan pusat dari suatu tatanan internasional baru. Karena itu harus lebih aktif memberi sumbangan-sumbangan terhadap revitalisasi, restrukturisasi dan demokratisasi fungsi-fungsinya.

Akhirnya dikatakan oleh Kepala Negara bahwa untuk mencapai tujuan-tujuan Gerakan kita dalam keadaan dunia yang sudah sangat berubah, kita juga perlu menyusun kembali secara realistis urutan-urutan kegiatan kita. Jelas kiranya, bahwa selama dunia masih tetap tidak aman, tidak adil dan terus bergolak seperti sekarang ini, maka terwujudnya perdamaian yang adil dan langgeng, keamanan bersama, pelucutan senjata dan penyelesaian sengketa secara damai di berbagai kawasan dunnia akan tetap menjadi titik pusat upaya-upaya kita. Jelas pula bahwa polarisasi Utara-Selatan yang sampai kini belum terselesaikan secara tuntas, mengharuskan Gerakan kita untuk menempatkan masalah-pembangunan dan kerjasama ekonomi internasional yang lebih adil pada peringkat teratas dalam daftar urutan kegiatan kita. Yang tidak kalah penting, dan yang terutama, adalah peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.

Presiden Soeharto hari ini meresmikan Monumen Persahabatan Negara Non-Blok di Taman Mini Indonesia Indah. Setelah itu bersama-sama dengan para tamu delegasi KTT Gerakan Non-Blok menanam pohon persahabatan. Kemudian Presiden Soeharto dan para tetua delegasi berfoto bersama-sama. (Versi PDF)

Disusun oleh : Gani Khair
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6











Catatan Harian Kegiatan Pak Harto Tanggal 20 Agustus

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,

SABTU, 20 AGUSTUS 1966
Perdana Menteri Malaysia, Tengku Abdu Rahman, telah mengirimkan ucapan selamat kepada Ketua Presidium Kabinet, Jenderal Soeharto, sehubungan dengan Hari Kemerdekaan ke-21 tanggal 17 Agustus 1966. Atas ucapan selamat tersebut, Jenderal Soeharto mengucapkan terimakasihnya dan menyatakan bahwa pemerintah serta rakyat Indonesia dengan tulus berharap agar hubungan bersahabat yag baru terjalin dengan pemerintah dan rakyat Malaysia akan diperkuat demi manfaat serta kemajuan bersama. 

SELASA, 20 AGUSTUS 1968
Presiden Soeharto dalam amanat tertulisnya pada pembukaan pameran sutera nasional di Puri Eka Warna, Kebayoran Baru, Jakarta, malam ini mengatakan bahwa pemerintah akan terus berusaha agar produksi sandang dalam negeri dapat ditingkatkan baik mutu maupun jumlahnya. Mengingat bahwa sampai sekarang masih terlihat membanjirnya sandang buatan luar negeri, Presiden menegaskan bahwa dalam jangka jauh dari kita harus mencukupi kebutuhan kita dengan produksi dalam negeri.

RABU, 20 AGUSTUS 1975
Presiden Soeharto pagi ini membuka Kejuaraan Atletik Pelajar Seluruh Indonesia ke-5, yang diadakan di Gelanggang Olahraga Mahasiswa Kuningan, Jakarta, yang pada hari ini juga diresmikan pemakaiannya oleh Kepala Negara, Gedung Olahraga swa ini dibangun oleh pemerintah DKI Jakarta.

MINGGU, 20 AGUSTUS 1978
Presiden Soeharto mengatakan bahwa tahun-tahun mendatang harus kita hadapi dengan rasa tanggung jawab dan kewaspadaan. Kita harus terus menumbuhkan sifat-sifat yang mutlak dituntut oleh bangsa yang membangun, yaitu sifat hemat dan kewajaran, tidak boros, dan tidak bermewah-mewah. Dalam hubungan ini, dan dalam rangka menyambut Lebaran, ia mengingatkan kembali akan adanya larangan bagi pegawai negeri, anggota ABRI dan pejabat untuk menerima pemberian dari orang lain yang bukan keluarganya. Demikian antara lain isi amanat Kepala Negara ketika menyambut peringatan Nuzulul Qur'an yang diselenggarakan di Masjid Istiqlal malam ini.

KAMIS, 20 AGUSTUS 1981
Hari ini di Bina Graha, Presiden Soeharto telah menerima Kardinal Darmoyuwono dan Mgr. Leo Sukoto. Kepada Presiden, Pimpinan MAWI ini antara lain menyampaikan informasi sekitar pengunduran diri Kardinal Darwoyuwono sebagai Ketua MAWI dan sebagai Uskup Agung Semarang.

Dalam pertemuan tersebut, Presiden Soeharto meminta agar MAWI dapat membantu gereja Katolik di Timor Timur yang sampai saat ini belum masuk MAWI, karena masih dibawah kendali langsung Vatikan. Dikatakan oleh Kepala Negara, situasi ini akan membuat umat Katolik di Timor Timur merasa sendirian dan tidak merasa bersama dengan saudara-saudara lainnya di Indonesia. Sehubungan dengan itu, Presiden menyarankan MAWI meminta bantuan kepada Yayasan Dharmais dalam menangani panti-panti asuhan yang ada di Timor Timur.

SABTU, 20 AGUSTUS 1983
Pukul 09.00 pagi ini, Presiden dan Ibu Tien Soeharto menerima dua orang astronot Amerika Serikat, Frederick H Hauck dan John M Fabian, bersama istri mereka. Dalam kunjungan di Cendana, mereka diantar oleh Duta Besar John dan Nyonya Martha Holdrigde. Mendampingi Presiden dan Ibu Soeharto dalam acara ramah tamah itu Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi dan Nyonya Achmad Tahir.

SENIN, 20 AGUSTUS 1984
Di Balai Sidang, Jakarta, Presiden Soeharto pagi ini membuka Muktamar I Partai Persatuan Pembangunan. Muktamar yang akan berlangsung sampai tanggal 24 Agustus ini dihadiri oleh 576 utusan dari dewan pimpinan cabang dan 54 utusan dari dewan pimpinan, wilayah Presiden meresmikan pembukaan muktamar tersebut dengan memukul gong.

Penyusun : Gani Khair
Sumber : Buku Jejak Langkah Jilid 1-6

Galeri Jejak Langkah Tahun 1968

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,
Pak Harto menyampaikan selamat tahun baru kepada Presiden Soekarno dalam resepsi di Istana

Presiden Soekarno melantik Jenderal Soeharto menjadi Ketua Presidium Kabinet Ampera

Menteri Umum Hankam, Jenderal Soeharto, menghadiri sidang kabinet yang dipimpin oleh Presiden Soekarno

Ketua Presidium Kabinet, Jenderal Soeharto, memimpin sidang kabinet di Kantor Ketua Presidium Kabinet. Jalan Merdeka Barat 15 Jakarta

Waperdam Soeharto memberikan amanat kepada para demonstran di depan kantor Waperdam, Jalan Merdeka Barat 15 Jakarta

Berdiri diatas tonggak pagar Istana Bogor, Jenderal Soeharto menenangkan massa demonstran

Ketua Presidium Kabinet Ampera menerima Menteri Luar Negeri Filipina, Narcio Ramos

Pejabat Presiden Soeharto menerima kunjungan Wakil Presiden Huberi Humphrey dari Amerika Serikat
Menghadiri acara penandatanganan naskah perjanjian normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik dan Menteri Luar Negeri Tun Abdul Razak di Jakarta

Disusun oleh : Gani Khair
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1

Catatan Harian Kegiatan Pak Harto Pada Tanggal 19 Agustus

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,,,,,

SELASA, 19 AGUSTUS 1969
Dalam sidang Sub-Dewan Stabilisasi susunan perutusan Indonesia yang akan berunding dengan delegasi ekonomi Uni Soviet. Menurut rencana, delegasi Soviet akan tiba di Jakarta pada tanggal 24 Agustus. Dalam kesempatan itu Presiden telah memberi petunjuk-petunjuk yang dapat dipakai sebagai pedoman didalam perundingan dengan pihak Uni Soviet.

KAMIS, 19 AGUSTUS 1971
Kepada Menteri Perhubungan Frans Seda yang menghadapnya siang ini di Istana Merdeka, Presiden mengarahkan agar peningkatan pariwisata jangan sampai mengakibatkan terhadinya dekadensi mora dan hilangnya kepribadian nasional. 

SENIN, 19 AGUSTUS 1974
Pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto meresmikan Gedung Joang 45 di Jalan Menteng Raya 31, Jakarta Pusat. Dalam sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa pemugaran kembali gedung dan tempat bersejarah merupakan alat yang penting untuk memelihara dan memperkokoh kepribadian bangsa yang merupakan bagian dan tujuan tersendiri pembangunan kita. Dengan langkah ini maka perjuangan kita tidak akan kehilangan jejaknya dari masa lampau dan membuat saling pengertian antar generasi, sehingga membuat perjuangan ini sebagai suatu proses yang utuh dan lengkap. Demikian antara lain dikatakan oleh Presiden Soeharto. 

SELASA< 19 AGUSTUS 1975
Pukul 09.30 pagi ini Presiden Soeharto meresmikan selesainya pemugaran Gedung Pancasila di Departemen Luar Negeri, Jalan Pejambon 6, Jakarta. Di gedung inilah pada tahun 1945 Pancasila dicetuskan untuk pertama kalinya. Dalam sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa pemugaran tempat-tempat bersejarah merupakan pembangunan kejiwaan mempertebal rasa cinta kepada tanah air dan bangsa, serta setia kepada tujuan dan cita-cita kemerdekaan. 

KAMIS, 19 AGUSTUS 1976
Pada jam 08.30 pagi ini, bertempat di Taman Mini Indonesia Indah, Presiden Soeharto meresmikan Taman Burung, Taman Ria Indah, dan Balairung Sumatera Barat. PAda acara peresmian itu, Ibu Tien Soeharto selaku Ketua Pelaksana Pembangunan dan Pengelola Proyek Taman Mini telah mengungkapkan data fisik Taman Burung dalam laporannya. Menurut laporan itu, luas Taman Burung adalah 9,400 meter persegi. Didalamnya terdapat pengelola, tempat pameran, sembilan sangkar kecil, dan sebuah sangkar utama. Sangkar utama yang berbentuk setengah bola itu bergaris tengah 54 meter dengan ketinggian 17 meter. Taman Burung ini dapat menampung 350 ekor burung dari berbagai jenis.

SABTU, 19 AGUSTUS 1978
Bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto pagi ini menerima lebih kurang 150 orang Perintis Kemerdekaan. Pada kesempatan ini Kepala Negara telah menyampaikan sepatah kata. Dikatakannya bahwa sebagai seorang warga negara yang dipercayai oleh bangsa dan negara untuk melaksanakan kehendak rakyat, ia tidak berkeinginan  untuk berbuat yang neko-neko (tidak-tidak).

Selanjutnya Presiden Soeharto menjelaskan bahwa dewasa ini kita baru menuju pada landasan cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur. Cita-cita ini baru akan tercapai 5-6 Repelita. Ia mengingatkan bahwa dalam dua Repelita yang telah berlalu, dan kini memasuki Repelita III, kita belum sepenuhnya berhasil menghadapi tantangan-tantangan yang ada. Demikian antara lain dikatakan oleh Presiden Soeharto 

RABU, 19 AGUSTUS 1981
Jam 10.00 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri acara peringatan Hari Koperasi ke-34 di Balai Sidang Jakarta. Pada kesempatan ini Presiden telah menyerahkan hadiah bagi juara pemenang Lomba Koperasi Terbaik, Sapi Perah Terbaik, dan Pemuka Koperasi. Kemudian Presiden dan Ibu Soeharto meninjau pameran sapi perah. Pembukaan pameran sapi perah ini dilakukan oleh Ibu Tien dengan pengguntingan pita.

Dalam sambutannya, Presiden menegaskan bahwa Pemerintah bertekad untuk terus menerus memberi bimbingan agar koperasi tumbuh subur dimana-mana. Dikatakannya bahwa Pemerintah akan melindungi koperasi, karena tanpa perlindungan, maka koperasi yang masih lemah itu akan mati. Namun diingatkan oleh Kepala Negara bahwa betapapun besarnya perhatian dan bantuan Pemerintah kepada koperasi, maka niscaya koperasi tidak akan dapat maju, tidak memiliki kemampuan yang dapat diandalkan.

KAMIS, 19 AGUSTUS 1982
Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden No.2 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik, Presiden Soeharto memberi petunjuk kepada Menteri Muda Urusan Pemuda Abdul Gafur agar pelajar sebagai pemuda diberikan pendidikan politik, namun metode yang digunakan dalam politik itu hendaknya disesuaikan dengan kelompok usia para pelajar ini. Dalam memberikan pendidikan politik kepada pelajar perlu dilakukan kerjasama dengan PGRI. Kepada mahasiswa sebagai pemuda pula dipilih jalur penataran P4 yang dilaksanakan secara efektif. Sedangkan pendidikan politik kepada para pemuda dalam wadah komunikasi agar dijabarkan sedemikian rupa supaya pemuda Indonesia mempunyai kemampuan untuk melestarikan Pancasila dan UUD 1945. Presiden menginstruksikan pula kepada Badan Koordinasi Penyelenggaraan Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda untuk menggunakan pola pembinaan dan pengembangan pendidikan politik generasi muda sebagai bahan pedoman dalam pelaksanaan tugas pembinaan dan pengembangan generasi muda khususnya sebagai bahan pendidikan politik. Demikian dikemukakan Menteri Abdul Gafur setelah menghadap Kepala Negara di Bina Graha pagi ini.

SELASA, 19 AGUSTUS 1986
Pukul 9.30 malam ini, Presiden dan Ibu Soeharto menerima kunjungan kehormatan Pangeran Sihanouk dan isterinya di Istana Merdeka. Selanjutnya di tempat yang sama Presiden dan Ibu Soeharto menjamu mereka dalam jamuan santap malam.

Presiden Pemerintah Koalisi Demokratik Kamboja (CGDK) beserta rombongan tiba di Jakarta sore ini dalam rangka kunjungan kerja sampai 22 Agustus pagi. Di bandar udara ia dijemput oleh Menteri Koordinator bidang Polkam, Surono.

RABU, 19 AGUSTUS 1992
Pukul 10.00 pagi ini, di Pejambon, Presiden Soeharto meresmikan gedung Departemen Luar Negeri. Pembangunan gedung 12 lantai dan gedung pimpinan itu merupakan hasil "ruitslag" dimana Departemen Luar Negeri menyerahkan tanah miliknya seluas 1,4 hektar di Kebayoran Baru kepada PT. Pasaraya Toserba Jaya. Kebijaksanaan demikian ditempuh departemen ini sesuai dengan keputusan Presiden pada tahun 1988 yang mendetapkan bahwa pembangunan kantor pemerintahan tidak boleh lagi menggunakan dana APBN.

Penyusun : Gani Khair
Sumber : Buku Jejak Langkah Jilid 1-6

Catatan Harian Kegiatan Pak Harto Tanggal 18 Agustus

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,


JUM'AT, 18 AGUSTUS 1967
Memberikan komentar tentang pidato kenegaraan Pejabat Presiden di depan sidang DPR-GR pada tanggal 16 Agustus 1967 yang lalu, NU, PNI, IPKI, Parkindo, Partai Katolik, Muhammadiyah, dan Golongan Karya non-ABRI, pada umumnya berpendapat bahwa apa yang dikemukakan oleh Jenderal Soeharto adalah realistis sekali dan menunjukkan keterus-terangan dan ketegasan dari pimpinan negara. 

MINGGU, 18 AGUSTUS 1968
Hari ini secara khusus Presiden Soeharto telah menerima kepala-kepala suku/adat dari Irian Barat tersebut berada di Jakarta dalam rangka menghadiri upacara peringatan hari proklamasi kemerdekaan RI ke-23. Mereka berasal dari delapan kabupaten yang ada di Irian Barat, yaitu Sukarnopura, Teluk Cendrawasih, Manokwari, Sorong, Fakfak, Merauke, Paniar, dan Jayawijaya. Pada kesempatan itu, J. Kafiar dari Manokwari, mewakili para kepala suku/adat Irian Barat tersebut membacakan sebuah pernyataan kebulatan tekad. 
Isi kebulatan tekad tersebut antara lain :
1. Kita hanya mengenal satu negara yaitu negara kesatuan RI dari Sabang sampai Merauke yang ber-UUD 1945, ber-Pancasila, dan ber-Bendera Merah Putih.
2. Kita akan tetap mempertahankan keutuhan negara kesatuan RI dan tidak hendak memisahkan daerah Irian Barat dari negara kesatuan RI.

Dalam menyambut Kepala suku/adat Irian Barat dan pernyataan kebulatan tekad mereka itu, Presiden Soeharto mengatakan bahwa rakyat Irian Barat tidak perlu ragu-ragu dalam menghadapi Penentuan Pendapat Rakyat. Pemerintah dan rakyat Indonesia yakin bahwa apa yang akan dilakukan oleh rakyat Irian Barat dalam Pepera tahun ini hanya sekedar pernyataan yang telah diberikan itu, yaitu akan tetap berada di bawah negara kesatuan RI; demikian dikatakan Presiden Soeharto.

SENIN, 18 AGUSTUS 1969
Pimpinan kelompok mayoritas dalam Senat AS Michael Mansfield yang didampingi oleh Duta Besar AS untuk Indonesia Francis Galbraith, diterima oleh Presiden Soeharto di Istana Negara pagi ini. Dalam pertemuan itu telah dibahas berbagai masalah yang berhubungan dengan kunjungan Presiden Nixon dan Menteri Luar Negeri William P Rogers ke Indonesia baru-baru ini.

RABU, 18 AGUSTUS 1971
Presiden dan Ibu Tien Soeharto didampingi oleh pejabat-pejabat lainnya menyambut pawai pembangunan yang melewati Istana Merdeka. Pawai yang diadakan dalam rangka Hari Kemerdekaan ini mulai melintas di depan Istana pada jam 09.00 pagi dan berlangsung selama dua jam lebih.

Sore ini Presiden menerima apel besar Gerakan Pramuka di halaman Istana Merdeka. Dalam amanatnya Presiden Soeharto antara lain menyerukan kepada anggota pramuka agar lebih giat belajar dan memiliki kecintaan kerja, sebab hanya dengan bekerja keras kita dapat mencapai dita-dita yang diinginkan. Presiden juga mengingatkan mereka akan pentingnya makna kemerdekaan ini bagi bangsa kita. Dengan kemerdekaan itu, demikian Presiden Soeharto, kita dapat mendududukkan dan mengangkat harkat dan kedudukan bangsa Indonesia sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

JUM'AT, 18 AGUSTUS 1972
Presiden Soeharto menyerukan masyarakat Indonesia untuk mengubah mental sehingga tidak lagi bercita-cita menjadi pegawai negeri. Menurut Presiden, perubahan sikap tersebut diperlukan, sebab bila tidak demikian, maka akan menghambat pembangunan itu sendiri. Demikian antara lain dikatakan Presiden Soeharto di depan apel besar Gerakan Pramuka petang ini di Istana Merdeka. 

SABTU, 18 AGUSTUS 1973
Pukul 10.00 pagi ini di Istana Negara, Presiden Soeharto menerima guru-guru teladan seluruh Indonesia, barisan pengerek bendera pusaka. dan rombongan kesenian Kalimantan Timur. Kepada rombongan guru-guru teladan dari 26 provinsi itu, Kepala Negara mengatakan bahwa pemerintah memperhatikan nasib guru. Dikatakannya bahwa Pemerintah akan mendahulukan nasib para guru daripada pegawai-pegawai negeri lainnya, meskipun perbaikan itu tidak akan setara dengan apa yang telah dialami oleh pegawai Departemen Keuangan. Pada kesempatan itu juga Kepala Negara meminta agar kita semua menghargai guru dengan wajar. 

SENIN, 18 AGUSTUS 1975
Pemerintah menyatakan keberatan dan memprotes perkembangan dekolonisasi di Timor Portugis, karena kurang wajar dan kurang demokratis. Menurut penilaian pemerintah, protes dekolonisasi yang sekarang ini sedang berlangsung di wilayah itu tidak memperhatikan semua unsur yang terdapat di sana. Demikian pernyataan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia setelah Presiden Soeharto mengadakan pembahasan bersama pejabat-pejabat tinggi yang terkait, siang ini di Istana Merdeka. Tampak hadir dalam pertemuan dengan Kepala Negara itu adalah Menteri Pertahanan Keamanan M.Panggabean, Menteri Luar Negeri Adam Malik, Menteri Dalam Negeri Amirmachmud, Kepala Bakin Yoga Sugarma, Wakil Kepala Bakin Ali Moertopo, Kepala Staf Operasi Hankam, Asisten Operasi Hankam, Wakil Asisten Operasi Hankam, Intel Hankam, dan Kepala Staf Kekaryaan Hankam.

JUMAT, 18 AGUSTUS 1978
Dengan memukul gong tiga kali, tepat jam 20.00 malam ini Presiden Soeharto membuka secara resmi "Laporan Visual 10 Tahun Pembangunan Orde Baru" di Gedung Pola, Jakarta. Setelah upacara pembukaan, Presiden dan Ibu Soeharto beserta wakil Presiden dan Ibu Adam Malik menyaksikan pemeran yang diselenggarakan dalam rangka peringatan hari ulang tahun kemerdekaan RI yang ke-33.

SENIN, 18 AGUSTUS 1980
Disaksikan oleh para menteri, pejabat tinggi, dan korps diplomatik, Presiden yang didampingi oleh Ibu Soeharto pagi ini meresmikan Tri Lomba Juang yang diadakan dalam rangka peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-35. Tri Lomba Juang ini diikuti 30 regu, yaitu 27 regu dari seluruh provinsi, dua regu ABRI dan satu regu Korpri Pusat. Tri omba Juang terdiri atas gerak lintas alam, gerak lari dekat dan lomba gerak jalan. Kontingen pertama gerak lintas alam dilepas Presiden Soeharto, kontingen kedua oleh Wakil Presiden Adam Malik, dan kontingen-kontingen berikutnya oleh para menteri, setiap regu terdiri dari 45 orang.

KAMIS, 18 AGUSTUS 1983
Hari ini Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No.46 Tahun 1983 tentang Penanganan Khusus Penataan Ruang dan Penertiban serta pengendalian Pada Kawasan Pariwisata Puncak dan Daerah jalur jalan Jakarta-Bogor, Puncak-Cianjur. Keputusan ini antara lain mempertimbangkan bahwa wilayah pariwisata Puncak dan sekitar jalur jalan Jakarta-Bogor-Puncak-Cianjur telah mengalami perkembangan demikian cepat, sehingga perwujudan pemanfaatan ruang telah berada di luar jangkauan tindak penataan ruang serta pengendalian bangunan yang ada dan makin jauh dari tujuan pemanfaatan ruang wilayah. Tujuan pengeluaran Keputusan Presiden ini adalah untuk mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup Presiden ini adalah untuk mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup Presiden ini adalah untuk mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup yang lebih parah mengingat perkembangan kehidupan yang semakin pesat.

SABTU, 18 AGUSTUS 1984
Pukul 09.00 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto mengadakan ramah tamah dengan anggota-anggota Paskibraka dan Para Teladan dari seluruh penjuru tanah air. Acara yang berlangsung di "Sasana Langen Budoyo" TMII itu juga dihadiri oleh Wakil Presiden dan Ibu Umar WIrahadikusumah dan menteri-menteri Kabinet Pembangunan IV. Pada kesempatan ini Presiden Soeharto, telah memberikan kenang-kenangan kepada anggota Paskibraka dan Para Teladan.

MINGGU, 18 AGUSTUS 1985
Presiden dan Ibu Soeharto, yang didampingi oleh Wakil Presiden dan Ibu Umar Wirahadikusumah, serta para menteri Kabinet Pembangunan IV pagi ini menyaksikan pawai-pawai pembangunan. Pawai pembangunan yang bermula dari halaman depan Istana Merdeka itu juga disaksikan oleh para duta besar negara-negara sahabat dan pejabat-pejabat tinggi lainnya. Pawai dimulai tepat pukul 10.00 pagi dan berakhir pada jam 12.00 di depan Istana Merdeka.

KAMIS, 18 AGUSTUS 1988
Atas nama pribadi, pemerintah dan rakyat Indonesia, Presiden Soekarno mengirim ucapan belansungkawa atas wafatnya Presiden Pakistan, Jenderal Zia-ul-Haq diterima disisi Tuhan Yang Maha Esa serta mengharapkan rakyat Pakisan dan keluarga Presiden Zia-ul-Haq diberi kekuatan lahir batin oleh Allah SWT dalam menghadapi cobaan ini. Presiden Zia-ul-Haq tewas kemarin ketika pesawat militer Hercules C-130 yang ditumpanginya jatuh kemarin malam.

Penyusun : Gani Khair
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6