PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah, Kegiatan Pak Harto Tanggal 22 September 1967-1984

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Jumat, 22 September 1967

Hari ini pemerintah telah mengajukan lagi kepada DPR-GR sebuah RUU tantang Pokok-pokok Peraturan Pernikahan Umat Islam. RUU tersebut antara lain mengatur tentang ketentuan umum mengenai hak dan kewajiban suami-istri, harta kekayaan pernikahn, keturunan, hak dan kewajiban antara orang tua, anak dan perwalian.

Minggu, 22 September 1968

Hari ini Presiden Soeharto menerima pesan dari Presiden Filipina Ferdinand Marcos. Dalam pesannya Presiden Marcos menjamin bahwa Filipina tidak akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia karena masalah Sabah. Kalangan Departemen Luar Negeri Filipina menyatakan bahwa Presiden Marcos telah menerima pesan dari Presiden Soeharto yang mengharapkan Marcos untuk menggunakan segala usaha guna mencegah memburuknya hubungan dan keadaan, dan mencegah jangan sampai terputusnya hubungan diplomatik antara Malaysia dan Filipina.

Jumat, 22 September 1978

Presiden Soeharto dan PM Pham Van Dong pukul 10.00 pagi ini melanjutkan pembicaraan resmi di Istana Merdeka. Sebagaimana juga halnya dengan pembicaraan resmi kemarin. Pada hari ini pun para pejabat kedua negara menolak memberikan keterangan mengenai materi pembicaraan antara kedua pemimpin itu.
Pukul 12.00 siang ini PM Pham Van Dong melakukan kunjungan kekeluargaan kepada Presiden Soeharto dan keluarga di Cendana. Acara yang mendadak ini adalah diluar  rencana dan merupakan keinginan PM Pham Van Dong yang disampaikannya langsung kepada Presiden soeharto tadi malam sesuai acara santap malam kenegaraan.
Dalam rangka kunjungan PM Pham Van Dong, malam ini di Istana Negara, Presiden dan Ibu Soeharto mengadakan pertunjukan kesenian. Selain disaksikan oleh PM Pham Van Dong beserta anggota rombongannya, acara kesenian ini dihadiri pula oleh sejumlah pejabat tinggi Indonesia.

Sabtu, 22 September 1979

Selama satu jam, mulai pukul 09.00, Presiden Soeharto menerima Gubernur Irian Jaya, Sutran, di Cendana pagi ini. Gubernur Sutran menghadap untuk melaporkan tentang akibat gempa bumi yang melanda Kabupaten Yapenworapen baru-baru ini.  Dalam pertemuan ini telah dibicarakan tentang usaha-usaha untuk mengatasi kerugian yang ditimbulkan oleh gempa bumi itu. Pada kesempatan itu, Presiden menganjurkan agar dalam merehabilitasi rumah-rumah penduduk dipergunakan atap yang terbuat dari daun rumbia, jangan atap seng. Saran Presiden ini didasarkannya pada kenyataan bahwa di sepanjang pantai Serui, kabupaten Yapenwaropen, banyak tumbuh batang rumbia.

Senin, 22 September 1980

Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980 tentang penghapusan pukat harimau di Jawa dan Bali yang akan berlaku mulai 1 Oktober mendatang, mendapat sambutan hangat dari para nelayan di Jawa Barat, terutama nelayan tradisional, di Pangandaran dan Cirebon, yang selama ini tersaingi oleh kapal trawl. Demikian diungkapkan oleh Ir. Damhuri sumantri, Kepala Dinas Perikanan Jawa Barat.
Sebagaimana diketahui Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden tersebut dengan tujuan untuk mendorong perkembangan nelayan tradisional, memelihara kelestarian sumber daya alam, disamping untuk menekan keresahan sosial yang ditimbulkan oleh terancamnya mata pencaharian kaum nelayan tradisional.

Selasa, 22 September 1981
Presiden Soeharto pagi ini membuka Pertemuan Para Menteri Kesehatan Wilayah Asia Tenggara. Selain para menteri kesehatan dari pelbagai negara Asia Tenggara, hadir pula dalam acara pembukaan ini Direktur Jenderal WHO, Dr. Halfdan Mahler.
Dalam kata sambutannya, Kepala Negara telah menguraikan mengenai usaha-usaha yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan Pelayanan kesehatan, seperti pembangunan ribuan Puskesmas yang tersebar terutama di desa-desa, dan Puskesmas Keliling di daerah-daerah pinggiran kota. Selanjutnya Presiden mengakatakan bahwa pembangunan di bidang kesehatan mempunyai kaitan yang erat dengan pembangunan di bidang ekonomi dan sosial. Menurut Presiden, hal ini tentulah mengakibatkan jawaban yang diberikan oleh suatu bangsa terhadap masalah ini dapat berlainan dengan bahasa lain. Namun jelas, demikian Presiden, akan banyak manfaatnya jika kita saling bertukar pikiran dan pengalaman. Setidaknya kita akan dapat mengambil pelajaran yang baik dan menghindarkan diri dari pengalaman buruk.

Jumat, 22 September 1982

Pagi ini Presiden dan Ibu soeharto mengakhiri kunjungan tidak resmi selama tiga hari di Jepang. Dari Tokyo, Presiden dan rombongan langsungterbang ke Jakarta.

Sabtu, 22 September 1984

Bertempat di Istana Merdeka, mulai jam 08.30 hingga 10.45, secara berturut-turut Presiden Soeharto pagi ini menerima surat-surat  kepercayaan tiga duta besar dari negara-negara sahabat. Mereka adalah Duta Besar Czeslaw Muszalski dari Polandia, Duta Besar U Kyaw Khin dari Birma, dan Duta Besar Gabrail Akinola Falase dari Nigeria.
Ketika menyambut pidato Duta Besar Polandia, Presiden Soeharto mengatakan bahwa hubungan persahabatan yang erat antara kedua bangsa dan negara tidak saja ditandai oleh besarnya usaha kita dalam meningkatkan kerjasama bilateral, tetapi juga tampak pada eratnya kejasama multilateral yang menyangkut usaha kita bersama dalam mengusahakan terciptanya dunia yang damai dan kesejahteraan umat manusia. Menurut Presiden, hal ini juga membuktikan bahwa persahabatan dan kerjasama antara bangsa-bangsa dapat dijalin dan dikembangkan tanpa melihat perbedaan sistem sosial dan politik.
Sementara itu ketika menerima surat kepercayaan Duta Besar Birma, Presiden Soeharto mengajak kedua bangsa dan negara untuk bertukar pengalaman, saling memahami, dan bekerjasama. Dalam hubungan ini, Presiden menegaskan bahwa untuk kelancaran pembangunan negara kita masing-masing diperlukan kerjasama antara bangsa-bangsa dan perdamaian sejati dalam dunia yang tertib berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial, yaitu suatu perdamaian dunia yang harus dapat membebaskan umat manusia dari ppeperangan dan keterbelakangan serta kekurangan.
Kepada Duta Besar Nigeria, Kepala Negara menyatakan kegembiraannya menyaksikan hubungan persahabatan dan kerjasama yang erat antara kedua bangsa dan negara. Secara khusus kegembiraan Presiden itu ditujukan kepada kerjasama teknik antara kedua negara, yang telah berlangsung sebagaimana yang diharapkan. Diharapkannya agar di masa mendatang kerjasama teknik itu dapat lebih ditingkatkan lagi sesuai dengan perkembangan kedua negara.
Pukul 11.00 pagi ini, di Istana Merdeka, Presiden Soeharto melantik tujuh orang duta besar baru Indonesia. Ketujuh Duta Besar itu adalah Drs Hasan Abduldjalil untuk Polandia, Prof Dr Ir Tubagus Bachtiar Rifai untuk Prancis, Brigjen. (Purn.) Moehammad Satari untuk selandia baru, Fiji, dan Samoa Bara, Mayjen. (Hor) RM Jono Hatmodjo untuk Yugoslavia dan Yunani, Letjen Himawan Sutanto untuk Malaysia, Drs Sutadi Sukarya untuk Denmark, dan Jacob Piai untuk Italia.

Dalam sambutan pelantikannya, Presiden Soeharto menekankan agar para duta besar itu berusaha sekuat tenaga ikut meningkatkan ekspor non migas ke negara dimana mereka ditempatkaan. Selain itu Kepala Negara juga berpesan supaya para duta besar yang baru ini pun melaksanakan diplomasi perjuangan dan bersikap pejuang yang sadar dan bijaksana memperjuangkan tercapainya tujuan dan cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Jam 12.00 siang ini, Kepala Negara menerima Menteri Pelajaran dan Kesehatan Brunei Darussalam, Pihin Orang Kaya Laila Wijaya Dato Abdul Azis Umar, di Istana Merdeka. Dalam kunjungan kehormatan tersebut Menteri Pelajaran dan Kesehatan Brunai Darussalam itu didampingi oleh Menteri Kesehatan merangkap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan a.i., Dr Suwardjono Surjaningrat.
Melalui Keputusan Presiden No. 41/G/1984, Presiden Soeharto menolak permohonan grasi yang diajukan oleh Endang Wijaya alias Atjai, Presiden Direktur PT Jaya Building Indah dan Co. Demikian dikatakan oleh Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, RE Nasution SH, yang menerima Keppres tersebut hari ini. Sebagaimana diketahui Endang Wijaya telah dijatuhi hukuman 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena melakukan tindak korupsi. Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu kemudian dikuatkan lagi oleh Pengadilan Tinggi Jakarta.