PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah, Aktifitas Pak Harto Tanggal 21 September

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Jumat, 22 september 1967

Hari ini pemerintah telah mengajukan lagi kepada DPR-GR sebuah RUU tantang Pokok-pokok Peraturan Pernikahan Umat Islam. RUU tersebut antara lain mengatur tentang ketentuan umum mengenai hak dan kewajiban suami-istri, harta kekayaan pernikahn, keturunan, hak dan kewajiban antara orang tua, anak dan perwalian.

Sabtu, 21 september 1968

Presiden soeharto bertempat di Istana Merdeka telah menerima dan bertukar pikiran dengan pimpinan Forum Swasta Nasional. Dalam perjumpaan ini telah dibicarakan berbagai masalah ekonomi, seperti peranan pengusaha swasta nasional dalam pembangunan ekonomi. Presiden mengharapkan agar pengusaha-pengusaha swasta nasional yang bergabung dalam Forum Swasta Nasional dapat bekerjasama dengan organisasi-organisasi swasta lainnya seperti Kadin, dan IBC. Dengan demikian dapatlah tercipta potensi swasta yang kuat dan bermanfaat bagi masyarakat seluruhnya, demikian Presiden.
Memperingati Hari Nasional Bahari, yang jatuh pada hari ini, Presiden Soeharto mengatakan bahwa kondisi geografis Indonesia mengharuskan kita memiliki kekuatan laut yang seimbang. Oleh sebab itu dalam Repelita yng akan datang, pemerintah menjadikan peningkatan sarana laut, darat dan udara sebagai salah satu sasaran yang paling penting. Menyinggung kekayaan bahari yang kita miliki serta kemampuan kita yang terbatas untuk menggalinya, maka pemerintah telah mengeluarkan kebijaksanaan tentang penangkapan ikan oleh nelayan asing. Dalam hubungan ini Presiden Soeharto meminta pengertian masyarakat bahari Indonesia akan langkah yang terpaksa dilaksanakan oleh pemerintah demi memanfaatkan kekayaan alam tersebut.

Senin, 21 september 1970

Dalam sidang paripurna kabinet hari ini Presiden Soeharto telah menerima laporan dari beberapa menteri tentang stabilitas tingkat harga. Dalam hubungan ini Presiden Soeharto menginstruksikan kepada semua menteri untuk terus-menerus mengawasi pelaksanaan proyek-proyek Pelita secara efektif. Kepada para menteri diminta agar dalam melaksanakan peninjauan sebaiknya secara mendadak dan jangn besar-besaran, sebab dapat menimbulkan beban daerah dan proyek yang ditinjau.

Kamis, 21 september 1972

Dalam kunjungan kerjanya di dataran tinggi Dieng, Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah, hari ini Presiden menyerukan agar rakyat Indonesia bekerja giat untuk mencapai kemakmuran dan untuk generasi yang akan datang. Presiden mengingatkan mereka bahwa kemakmuran tidak akan datang begitu saja dari langit, tetapi harus diperoleh dengan kerja keras.

Sabtu, 21 september 1974

Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi, subroto, Menteri Pertambangan, Mohammad Sadli, dan Ketua BKPM, Barli Halim, menghadap Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha. Usai pertemuan, Menteri Subroto mengatakan kepada pers bahwa mereka telah membahas persoalan tenaga asing dalam bidang perminyakan dan gas bumi dengan Kepala Negara. Dalam hubungan ini dalam waktu dekat Pemerintah akan mengeluarkan peraturan khusus, sebab masih ada bidang-bidang teknis yang masih belum dikuasai oleh tenaga-tenaga Indonesia sehingga kita masih membutuhkan tenaga asing. Ditambahkannya bahwa Presiden telah memberikan petunjuk-petunjuknya mengenai peraturan yang akan dikeluarkan itu.
Ditempat yang sama, Presiden oeharto kemudian menerima Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sjarif Thajeb, yang melaporkan tentang terjadinya kebakaran di laboratorium kimia Institut Teknologi Bandung baru-baru ini. Akibat dari pada kebakaran laboratorium itu, sekarang mahasiswa tidak dapat melakukan praktek. Menanggapi laporan ini, Kepala Negara menyatakan akan menyediakan dana untuk rahabilitasi laboratorium tersebut. Kepada Sjarif Thajeb diperintahkan untuk segera melaporkan perkiraan dana yang diperlukan untuk rahabilitasi itu. Diharapkan oleh Kepala Negara agar mahasiswa telah dapat berpraktek kembali di laboratorium mereka dalam waktu dua sampai tiga minggu.

Selasa, 21 september 1976

Hari ini Presiden Soeharto mengeluarkan sepucuk surat edaran yang ditujukan kepada semua menteri dan pimpinan lembaga non-departemen. Surat yang diberi nomor B-3/Pres/9/1976 berisi:
1. Bahwa akhir-akhir ini banyak dihembuskan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab kedalam masyarakat, juga suara-suara dikalangan pers dalam maupun luar negeri, yang seolah-olah Presiden RI telah memberikan perlakuan istimewa kepada keluarga dan sanak saudaranya dalam melakukan kegiatan usaha dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang besar dan mudah, sehingga dengan perlakuan yang demikian menyebabkan timbul rasa ketidakadilan dalam masyarakat.
2. Suara-suara, dan desas desus yang menyebar dari mulut ke mulut itu tidak mengandung kebenaran. Apabila dibiarkan berlarut-larut pasti akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat dan akan memperlemah sikap pejabat yang berwenang serta mencemarkan kewibawaan pemerintah dan pimpinan nasional.
3. Oleh sebab itu saya tegaskan bahwa saya tidak pernah dan tidak akan pernah memberikan perakuan istimewa kepada keluarga dan sanak saudara saya, baik keluarga dari pihak saya maupun dari pihak isteri saya, atau orang ain yang mngaku-ngaku sanak keluarga saya.
4. Sejalan dengan usaha pemerintah untuk mengembangkan kehidupan ekonomi yang sehat berdasarkan perlakuan yang sama kepada semua warga negara, dengan ini saya instruksikan secara khusus kepada para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non-departemen beserta seluruh aparatur pelaksanaanya untuk tidak memberikan perlakuan istimewa kepada keluarga dan sanak saudara baik yang telah diketahui maupun yang mengaku sebagai keluarga Presiden RI, sekiranya mereka melakukan kegiatan dalam dunia usaha. Kepada mereka harus tetap diberikan perlakuan yang sama seperti anggota masyarakat lainnya, dengan melaksanakan segala kebijaksanaan, peraturan perundang-undangan dan tata cara yang berlaku. Karena pada dasarnya mereka adalah warganegara biasa yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti warga negara lainnya.
5. Saya minta instruksi ini dilaksanakan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggungjawab. Jika dalam melaksanakan instruksi ini merasa mendapat tekanan dari pihak-pihak tertentu, hendaknya segera melapor kepada pejabat yang berwenang atau langsung kepada saya, untuk diambil tindakan seperlunya.
6. Para menteri dan pimpinan lembaga non-departemen supaya meneruskan instruksi ini kepada pejabat-pejabat pelaksana di daerah-daerah dan mengumumkan kepada masyarakat.

Kamis, 21 september 1978

Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan resmi dengan PM Vietnam, Pham Van Dong. Dalam pertemuan yang berlangsung selama lebih dua jam itu, hadir pula Meneteri Luar Negeri Mochtar Kusuma Atmadja dan Menteri/Sekertaris Negara Sudharmono, di pihak Indonesia, serta Wakil Menteri Luar Negeri Vietnam, Phan Hien.
Tamu negara dari Vietnam ini mendarat di Halim Perdanakusuma pada pukul 16.00 kemarin. Satu jam kemudian  ia melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden dan Ibu Soeharto di Istana Merdeka.
Untuk menghormati PM Vietnam, malam ini Presiden dan Ibu Soeharto menyelenggarakan jamuan makan kenegaraan di Istana Negara. Dalam sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa kunjungan PM Pham Van Dong adalah sangat penting dan tepat pada waktunya. Dianggapnya penting, karena kunjungan ini merupakan pembuka halaman baru bagi terjalinnya saling pengertian, tumbuhnya persahabatan dan kemungkinan kerjasam yang bermanfaat bagi kedua negara kita. Dan dipandanganya tepat waktu, karena kunjungan ini berlangsung justru pada saat berkembangnya kemungkinan-kemungkinan dan kesempatan-kesempatan baru bagi kita semua di kawasan ini.
Selanjutnya, Presiden mengatakan bahwa indonesia dan Vietnam tentulah mempunyai masalah-masalah sendiri, baik masalah-masalah dalam negeri, maupun regional maupun internasional. Pandangan-pandangan, kepentingan-keentingan dan prioritas nasional kita masing-masing mengharuskan kita untuk memberi jawab terhadap masalah-masalah yang kita hadapi. Jawaban yang kita berikan tentu saja mungkin berbeda. Akan tetai jika kita telah mengembangkan sikap saling memahami, saling percaya dan persahabatan, maka saya yakin terbukalah lebar-lebar segala kesempatan untuk bekerjasama bagi kemanfaatan semua pihak. Demikian antara lain dikatakan Presiden Soeharto.
Sementara itu, dalam pidato balasannya PM Pham Van Dong menegaskan bahwa kunjungannya ke Indonesia saat ini adalahsuatu kunjungan persahabatan. Dikatakannya pula bahwa telah menjadi keinginan bangsa Vietnam untuk melanjutkan hubungan bertetangga baik denga Republik Indonesia atas dasar saling menghormati kedaulatan masing-masing tidak campur tangan kedalam masalah-masalah dalam negeri, persamaan dan manfaat bersama, sesuai dengan semangat Bandung dan asas-asas serta tjuan dari gerakan non-blok

Jumat, 21 september 1979
Pukul 16.00 sore ini, Presiden Soeharto membuka pekan olahraga Asia Tenggara (Seagames) X di Gelanggan Olahraga Senayan Jakarta. Acara yang dimeriahkan lain dengan pelepasan ribuan balon berwarna-warni ke udara dan nyanyian mars Seagames oleh anak-anak sekolah dari DKI Jakarta itu, juga dihadiri oleh Ibu Soeharto serta Wakil Presiden dan Ibu Adam Malik.


Rabu, 21 september 1983

Bertempat di Cendana, pagi ini Presiden menerima Menteri Penerangan, Harmoko, yang datang untuk melaporkan tentang akan dilaksanakannya pendataan pesawat televisi di seluruh Indonesia. Sehubungan dengan itu, Kepala Negara memberi petunjuk agar pendataan pesawat televisi itu menghasilkan angka yang benar-benar sesuia dengan kenyataan. Hal ini diingatkan oleh Presiden, karena tidaklah masuk akal bahwa jumlah pesawat televisi yang terdaftar sampai sekarang baru berjumlah 3,1 juta buah.

Jumat, 21 september 1984

Pukul 19.30 malam ini, bertempat di Cendana, Presiden Soeharto menerima kunjungan silahturahmim para sesepuh NU yang didampingi oleh Menteri Agama, Munawir Sjadzali. Tokoh-tokoh utama NU yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah KH Asaad Syamsul Arifin, KH Idham Chalid, KH Masjkur, KH Ali Maskum, KH Mahrus Ali, KH A Sidiqi, KH Sjaifuddin Zuhri, KH Anwar Musadad, KH Ali Yafie, dan H Abdurachman Wahid.
Dalam pertemuan tersebut, para tokoh NU telah menyampaikan hasil-hasil pertemuan yang diadakan NU baru-baru ini di surbaya. Selain itu juga dikemukakan bahwa NU akan ikut menciptakan suasana yang tenang dan serasi dalam masyarakat. Pada kesempatan itu Kepala Negara menyatakan menyambut gembira hasil-hasil pertemuan NU tersebut.

Sabtu, 21 september 1985

Pada hari terakhir kunjungannya di Budapest, pagi ini Presiden Soeharto dan rombongan mengadakan peninjauan keliling ibukota Hongaria itu. Diantara obyek-obyek yang ditinjau adlah Benteng Nelayan, dan Gereja St Matyas. Ketika mengunjungi Gereja Matyas yang dibangun pada abad ke-13, Presiden dan Ibu Soeharto sempat mengaggumi benda-bend koleksi Museum Kesenian yang ad didalamnya. Dalam kunjungan ini Presiden telah menghadiahkan sebuah ukiran kayu Jepara dan sejumlah buku mengenai kesenian kebudayaan Indonesia kepada museum tersebut.
Siang ini Presiden dan Ibu Soeharto mengakhiri kunjungan kenegaraan di Hongaria. Setelah dilepas oleh Presiden Hongaria dan Nyonya Losonczi dalam upacara Perpisahan resmi di Lapangan Lajos Kossuth, Presiden beserta rombongan lepas landas dari badar udara Ferihegy menuju Jenewa.