PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah, Aktifitas Pak Harto pada 1 September

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,
KAMIS, 1 SEPTEMBER 1966
Hari ini di Markas Besar Ganefo di Senayan, Jakarta, berlangsung rapat kerja Pemerintah Pusat dengan Penguasa/Pemerintah Daerah seluruh Indonesia. Rapat kerja dibuka dengan mendengarkan uraian Ketua Presidium Kabinet Ampera Jenderal Soeharto tentang strategi dasar Kabinet Ampera. Antara lain Jenderal Soeharto mengungkapkan tentang beberapa kebijaksanaan pokok pemerintah, termasuk di dalamnya masalah penyelesaian konfrontasi dengan Malaysia, kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam bidang ekonomi dan politik lainnya. Telah pula disinggung dalam rapat kerja tersebut tentang peranan pemerintah/penguasa di daerah dalam hal pengamanan terhadap program-program/kebijaksanaan Kabinet Ampera.

Sementara itu dalam kedudukannya sebagai Menpangad, Jenderal Soeharto hari ini telah menerima sejumlah perwira tinggi dan menengah AD yang baru saja mengikuti kursus singkat Seskoad Angkatan I di Bandung. Dalam pertemuan tersebut, 

Jenderal Soeharto menjelaskan perlunya pembinaan pendapat dan kesatuan pengertian untuk memenangkan cita-cita Pancasila dan UUD 1945. Hal ini diperlukan mengingat bahwa tidaklah memadai bagi kita untuk memperoleh kemenangan hanya dengan melarang PKI beserta organisasi-organisasi massanya saja, melainkan juga dengan menghancurkan cita-cita politik PKI.

JUMAT, 1 SEPTEMBER 1967
Pejabat Presiden dalam sambutan tertulisnya pada pembukaan Musyawarah Kerja Pariwisata 1967 di Wisma Wisata mengatakan bahwa di bidang kepariwisataan kita mempunyai masa depan yang baik. Masalahnya, menurut Jenderal Soeharto, ialah bagaimana menggali potensi itu. Oleh sebab itu diharapkan agar instansi-instansi pemerintah pada tingkat pusat dan daerah, dan pihak swasta serta masyarakat, membantu sepenuhnya penyempurnaan usaha kepariwisataan. 

MINGGU, 1 SEPTEMBER 1968
Sebelum mengakhiri kunjungan dua hari di Aceh, pagi ini di Banda Aceh Presiden Soeharto memberikan keterangan pada para wartawan tentang kesan-kesannya. Menurut Jenderal Soeharto ia mempunyai kesan mendalam tentang keadaan daerah Aceh dan rakyatnya. Rakyat Aceh, seperti juga rakyat di daerah lain yang telah dikunjunginya, mempunyai tekad bulat untuk memperbaiki daerahnya dan untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan pemerintah. Namun Presiden menilai bahwa keadaan prasarana ekonomi di provinsi ini sangat terbengkalai  sehingga perlu mendapat perhatian. Dalam hubungan ini Presiden mengharapkan agar rakyat Aceh dapat mengadakan penilaian yang wajar terhadap sebab-sebab timbulnya keadaan yang tidak menguntungkan itu. Sesuai konferesi pers, Presiden Soeharto dan rombongan meninggalkan Banda Aceh menuju Medan. 

Setiba di Medan pagi ini, Presiden Soeharto disambut oleh lebih dari 200.000 rakyat Sumatra Utara dalam rapat umu di Lapangan Merdeka. Dalam pidatonya Presiden Soeharto menekankan betapa pentingnya bagi kita untuk memupuk terus kesadaran berbangsa dan bernegara. Menyinggung soal pembangunan nasional, Presiden Soeharto mengulangi apa yang diucapkannya di Pekanbaru, Padang dan Banda Aceh, bahwa untuk menyukseskan pembangunan maka terlebih dahulu harus diciptakan stabilisasi. Presiden juga menekankan bahwa pembangunan adalah sarana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. 

Bertempat di Sasana Bukit Barisan, Medan, malam inni Presiden bertatap muda dengan tokoh-tokoh masyarakat Sumatra Utara, yang terdiri dari atas pejabat sipil dan militer, partai politik, dan organisasi massa, serta lain-lainnya. Pada kesempatan itu Presiden menynggung beberapa masalah, baik yang bersifat politik maupun ekonomi. Berbicara tentang masalah politik, Jenderal Soeharto mengatakan bahwa fungsi DPR sangat penting dalam melaksanakan dan menegakkan demokrasi. Juga dikatakan bahwa DPR harus berjuang untuk kepentingan seluruh masyarakat dan bukan untuk kepentingan golongan atau pribadi. 

Tentang modal asing, Jenderal Soeharto mengatakan bahwa rakyat tidak perlu merasa khawatir, sebab dengan mengundang modal asing bukan berarti kita menjual negara, melainkan untuk mengolah kekayaan alam. Menurut Presiden Soeharto, hal itu karena Undang-undang Penanaman Modal Asing telah menjamin kepentingan nasional. Pada kesempatan itu Presiden juga menjelaskan tentang keterkaitan antara pembangunan daerah dan pembangunan nasional. Presiden menegaskan bahwa tidak ada garis pemisah diantara keduanya. Dalam hubungan ini Presiden mengatakan bahwa setiap pembangunan apakah itu dilakukan oleh daerah atau oleh nasional adalah untuk kepentingan nasional. Jadi, bila membangun, maka pembangunan itu juga berarti untuk kepentingan nasional. 

Sementara itu Presiden Soeharto juga menyampaikan kesannya tentang kunjungannya di Aceh kepada pers Medan. Menurut Presiden selama dua hari di Aceh ia telah mengadakan dialog dengan pemerintah daerah dan rakyat Aceh, dan melihat dari dekat keadaan di daerah itu. Dalam penilaian Presiden keadaan prasarana ekonomi di Aceh sangat terbengkalai. Presiden berjanji untuk mengatasi masalah itu dalam batas-batas kemampuan pemerintah. 

Untuk itu pemerintah akan berusaha untuk mempercepat proses rehabilitasi dan perbaikan keadaan. Namun secara keseluruhan Presiden mempunyai kesan bahwa Aceh mempunyai hari depan yang baik, terutama dengan kemungkinan pengembangan ekonomi yang paling besar di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan dan usaha-usaha perbaikan prasarana. 

SELASA, 1 SEPTEMBER 1970
Sehubungan dengan terjadinya kerusuhan yang dilakukan oleh unsur-unsur anti-RI di Negeri Belanda, maka rencana kunjungan Presiden ke negara tersebut menjadi tidak pasti. Sementara itu rumah Duta Besar RI untuk Negeri Belanda, yang terletak di Wassenaar, kemarin malam telah dibebaskan oleh polisi Belanda dari penguasaan tidak sah kaum ekstrimis. Dalam pada itu PM Belanda Piet de Jong telah menyampaikan penyesalannya dan memberi jaminan bagi keselamatan Kepala Negara RI, antara lain dengan melarang segala bentuk demonstrasi dan pemasangan poster pada jalan yang akan dilalui Presiden RI dan rombongan.


RABU, 1 SEPTEMBER 1971
Presiden Soeharto meresmikan eksplorasi minyak Arjuna yang terletak di Laut Jawa, 30 kilometer dari pantai Cirebon. Dari enam sumur yang ada sekarang, kilangArjuna akan dapat memproduksi 24.000 barel per hari dan akan meningkat menjadi 75.000 barel per hari tahun depan. Kilang minyak ini merupakan kerjasama antara PN Pertamina dan ARCO (Atlantic Richfield Indonesia Incorporation) sebuah perusahaan dari Amerika Serikat. Dalam sambutannya Presiden mengatakan bahwa ada dua jalan untuk menggali kekayaan alam Indonesia, yaitu membiarkannya sampai kita mempunyai modal, skill dan kemampuan teknologi atau bekerjasama dengan modal asing, “Saya sebagai pemimpin yang dipilih dan dipercayakan oleh rakyat, mengambil jalan kedua, yaitu mengadakan kerjasama dengan modal asing untuk mengeksploitir kekayaan alam tersebut, dan memanfaatkannya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat,” demikian Presiden. Ditambahkannya bahwa kerjasama dengan modal asing harusnya atas dasar saling menguntungkan. 

SENIN, 1 SEPTEMBER 1975
Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Republik Sosialis Uni Birma, U Khin Maung Lay. Dalam pidatonya, Duta Besar mengatakan bahwa hubungan antara Birma dan Indonesia yang sangat erat dan bersahabat didasarkan pada prinsip saling hormat menghormati dan saling pengertian. 

Menyambut pidato Duta Besar Birma itu, Kepala Negara menegaskan bahwa hubungan erat antara kedua negara dan bangsa ini, bukan saja karena kedua negara merupakan tetangga dan sama-sama non-blok, tetapi juga karena kita sama-sama berusaha mengembangkan dan mengamalkan prinsip saling menghormati dan saling membantu dengan sungguh-sungguh. Presiden mengungkapkan juga pendapatnya bahwa apabila penghayatan dan pengamalan semangat hubungan antar bangsa yang demikian itu dapat dilakukan oleh setiap negara di dunia ini, maka pasti akan tercipta suatu dunia yang damai, adil dan sejahtera. 

RABU, 1 SEPTEMBER 1976 
Pukul 10.00 pagi ini bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima 17 anggota Dewan Harian Nasional Angkatan 45. Pada kesempatan itu Kepala Negara mengharapkan agar idealisme Angkatan 45 dapat dipertahankan dan malah dihayati oleh para pewaris nilai-nilai 45. Diharapkannya pula agar Angkatan 45 dapat mengisi kemerdekaan bersama-sama angkatan lainnya.

Pada kesempatan itu pula Presiden memberitahukan kesediaannya untuk memberikan bantuan keuangan sebesar Rp1.000.000,- setiap bulannya kepada GHN Angkatan 45. Selain itu DHN Angkatan 45 menerima bantuan bulanan sebesar Rp500.000,- dari Pemerintah DKI Jakarta yang selama ini juga menyediakan biaya pemeliharaan untuk gedung Angkatan 45 di Jakarta.

KAMIS, 1 SEPTEMBER 1977
Presiden Soeharto menekankan sekali lagi perlunya pengawasan yang betul-betul terhadap perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing, sehingga kepentingan buruh di Indonesia tidak dirugikan. Hal itu dikatakannya ketika menerima Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Prof. Dr. Subroto di Jalan Cendana, Jakarta. Dalam kesempatan itu Subroto telah menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan Keputusan Presiden No.36 Tahun 1977, tentang pembentukan suatu badan yang akan mengatur dan mengawasi pengeksporan jasa konstruksi dan barang-barang ke luar negeri, khususnya ke Timur Tengah. 

Hari ini Presiden Soeharto menetapkan Keputusan Presiden No.40 Tahun 1977 tentang perubahan anggota Panitia Pemeriksa Keanggotaan MPR dan DPR. Keputusan ini menetapkan perubahan jumlah anggota panitia dari 15 orang menjadi 17 orang. Keputusan yang ditetapkan pada hari ini berlaku surut mulai tanggal 3 Agustus 1977.

Presiden Soeharto mengintruksikan kepada Menteri PTUL, Menteri Dalam Negeri dan Kepala Biro Statistik agar bersiap-siap menghadapi penyelenggaraan Sensus Konstruksi tahun 1977. Instruksi ini tertuang dalam Instruksi Presiden No.8 Tahun 1977 yang ditetapkan pada hari ini. Menteri PTUL diinstruksikan agar memberikan pengarahan tentang ruang lingkup dan materi yang akan dicakup dalam Sensus Konstruksi tahun 1977. Menteri Dalam Negeri, diinstruksikan agar memberikan instruksi kepada gubernur/kepala daerah untuk membantu mengamankan pelaksanaan Sensus Konstruksi yang akan dilaksanakan oleh Kepala Biro Pusat Statistik. Sedangkan Kepala BPS diinstruksikan untuk mempersiapkan penyelenggaraan Sensus Konstruksi yang akan diselenggarakan tahun 1978, dengan berpedoman pada pengarahan yang diberikan Menteri PUTL. Sasarannya adalah untuk memperoleh data yang lengkap mengenai struktur dan tata cara kegiatan konstruksi di Indonesia guna perumusan kebijaksanaan di sektor konstruksi, dan diperolehnya landasan guna pengumpulan data-data konstruksi selanjutnya secara rutin. 

SABTU, 1 SEPTEMBER 1979
Glen Shortliffe utusan khusus Perdana Menteri Kanada, diterima Presiden Soeharto pada pukul 0.30 pagi ini di Bina Graha. Ia, yang pernah menjadi Duta Besar Kanada untuk Indonesia, menemui Presiden untuk menyampaikan pesan pribadi Perdana Menteri Kanada kepada Presiden Soeharto. Pesan tersebut pada pokoknya berisikan penegasan Pemerintah Kanada untuk melanjutkan dukungan bagi perluasan dan peningkatan kerjasama antara kedua pemerintah. Kepada utusan khusus itu, Presiden menyatakan menyambut baik penegasan Pemerintah Kanada tersebut.

SENIN, 1 SEPTEMBER 1980
Dengan ucapan “bismillah” dan tiga kali pukulan gong, Presiden Soeharto pagi ini membuka Muktamar Media Massa Islam Sedunia I di Balai Sidang, Jakarta. Acara pembukaan ini selain disiarkan oleh RRI dan TVRI, juga dipancarkan secara langsung oleh stasiun TV Arab Saudi dan Kuwait. Muktamar yang berlangsung selama tiga hari ini dihadiri oleh 327 peserta dari pelbagai negara Islam. 

Dalam amanatnya, Presiden menilai muktamar ini sangat penting, karena yang ingin disampaikan kaum muslimin tidak lain daripada pesan Islam yang bersifat “rahmatan lil alamin”. Presiden menguraikan bahwa walaupun Indonesia bukan sebuah negara agama, namun agama tetap mempunyai tempat yang penting dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Dijelaskannya bahwa keberagaman bangsa Indonesia itu terjelma dalam sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pada kesempatan itu, Presiden Soeharto menegaskan kembali dukungan Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina dalam menentukan nasib sendiri. Dalam hubungan ini, ia mengatakan bahwa bangsa Indonesia menentang pencaplokan kota Yerusalem oleh Israel untuk dijadikan ibukotanya. Dikatakan oleh Kepala Negara bahwa pencaplokan itu sangat menusuk perasaan umat Islam di seluruh dunnia.

SELASA, 1 SEPTEMBER 1981
Presiden Soeharto hari ini di Bina Graha menyerahkan dua helikopter BO-105 buatan IPTN, 50 sedan Moskwitch, dan 60 sepeda motor Honda 659 kepada Polri. Bantuan tersebut diterima oleh Kapolri, Jenderal (Pol.) Awaludin Djamin, yang didampingi Kepala Daerah Kepolisian Jakarta, Mayjen, (Pol.) Anton Sudjarwo. Dalam acara yang sama, Presiden juga menyerahkan 50 sepeda motor Honda 650 kepada Polisi Militer/ABRI, yang diterima oleh Mayjen. Kartojo. Presiden memberikan bantuan-bantuan tersebut dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas kepolisian dan polisi militer.

Jenderal (Purn.) Soeharto, selaku Ketua Yayasan Dharmais, menyumbangkan 30 bis mini kepada panti-panti asuhan yang tersebar di seluruh nusantara. Bis-bis mini tersebut hari ini diserahkan oleh Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono, dalam suatu upacara yang berlangsung di halaman Gedung Sekretariat Negara.

RABU, 1 SEPTEMBER 1982
Sidang kabinet terbatas bidang ekuin yang dipimpin oleh Presiden Soeharto berlangsung di Bina Graha pagi ini mulai jam 10.00. Diantara mata acara, sidang hari ini membicarakan masalah kekeringan yang melanda sawah-sawah di beberapa tempat di tanah air. Sidang menyimpulkan bahwa tanaman pagi yang terkena kekeringan sekarang ini, pada umumnya adalah tanaman di lahan-lahan yang tidak memperoleh air dari irigasi teknis. Oleh karena itu Presiden menyarankan agar para petani yang menggarap persawahan yang tidak mempunyai irigasi teknis, sebaiknya pada saat kekeringan bertanam palawija saja. 

SENIN, 1 SEPTEMBER 1986
Ketua Umum KONI Pusat, Sutomo, beserta anggota pengurus lainnya, pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan laporan mengenai hasil musyawarah Olahraga Nasional, yang dilangsungkan pada bulan Maret yang lalu, dan persiapan akhir kontingen Indonesia ke Asian Games di Seoul, Korea Selatan. 

Dalam pertemuan itu, Presiden mengingatkan pengurus KONI agar  tetap waspada didalam mendatangkan pelatih asing untuk meningkatkan prestasi dan membina atlet.

Presiden Soeharto memerintahkan Menteri Muda/Sekretaris Kabinet. Drs. Moerdiono, untuk membentuk dan memimpin suatu komisi yang mengkaji peraturan perundang-undangan mengenai hak cipta. Demikian dikatakan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas, Prof Sumarlin, setelah menghadap Kepala Negara di Bina Graha siang ini. Ia datang guna melaporkan kepada Presiden tentang hasil kunjungannya ke beberapa negara baru-baru ini. Dikatakannya bahwa di negara-negara yang dikunjunginya itu banyak pengusaha yang mempertanyakan tentang pengakuan hak cipta di Indonesia.

SELASA, 1 SEPTEMBER 1987
Penyelenggaraan Porkas Sepakbola dapat diteruskan sepanjang izinnya masih diberikan dengan perbaikan-perbaikan. Demikian petunjuk yang diberikan Presiden kepada Menteri Sosial, Nani Sudarsono, yang menghadapnya di Bina Graha pagi ini. Menteri sosial menemui Kepala Negara untuk melaporkan hasil team evaluasi dampak Porkas.

SABTU, 1 SEPTEMBER 1990
Pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto meninjau Pekan Raya Jakarta untuk melihat secara langsung kemajuan yang telah dicapai dalam berbagai sektor. Dalam kunjungannya selama dua setengah jam itu, Presiden didampingi oleh Menteri Perindustrian Hartarto dan Menteri Muda Perindustrian Tungky Ariwibowo serta Gubernur DKI Jakarta, Wiyogo Atmodarminto. Presiden menghabiskan waktunya di tiga departemen yaitu Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi, Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Perhubungan. Di setiap stand departemen yang dikunjungi, Kepala Negara mendapat penjelasan mengenai sektor-sektor tersebut dari menterinya masing-masing.

SELASA, 1 SEPTEMBER 1992
Bertempat di Jakarta Convention Centre, pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto secara resmi membuka sidang KTT Gerakan Non-Blok ke-10, KTT ini dihadiri oleh wakil-wakil 108 negara, diantaranya terdapat 60 kepala negara/pemerintahan yang memimpin delegasi negaranya. Sebelum pembukaan persidangan, acara didahului dengan perkenalan dengan para ketua delegasi, masing-masing beserta isteri.

Tepat pukul 09.00, Presiden Soeharto membuka sidang. Duduk di meja pimpinan, Presiden Soeharto didampingi Sekretaris Jenderal PBB, Boutros-Boutros Ghali, Menteri Luar Negeri Ali Alatas, Sekretaris Jenderal KTT Non-Blok X Nana Sutresna, dan Ketua Panitia Nasional KTT Non-Blok X Moerdiono. Pidato pembukaan Presiden Soeharto disusul oleh pidato empat wakil regional yaitu dari Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Latin, serta sambutan dari Sekretaris Jenderal PBB. 

Dalam pidatonya, selaku Ketua Gerakan Non-Blok, Presiden antara lain mengatakan bahwa masalah yang paling utama adalah pelaksanaan keputusan-keputusan yang diambil oleh KTT Gerakan Non-Blok, baik yang menyangkut kerjasama Selatan-Selatan maupun Utara-Selatan. Dalam hal kerjasama Selatan-Selatan diperlukan adanya suatu mekanisme pendukung yang efektif sehingga persiapan-persiapan pelaksanaan serta tindak lanjut berbagai kesepakatan kerjasama Selatan-Selatan benar-benar terlaksana dan bukan hanya tinggal diatas kertas belaka. 

Untuk memperlancar kerjasama Selatan-Selatan, Presiden mengusulkan bahwa apabila sejumlah negara berkembang sepakat untuk melaksanakan suatu bentuk kerjasama Selatan-Selatan, maka mereka dapat segera melaksanakannya tanpa menunggu kesepakatan negara-negara lain sepanjang kerjasama tersebut tidak merugikan negara-negara yang lain.

Pelaksanaan keputusan-keputusan KTT Gerakan Non-Blok yang menyangkut masalah Utara-Selatan dilakukan dalam bentuk perundingan yang diharapkan dapat mencapai kesepakatan serta komitmen yang jelas mengenai pelaksanaan kesepakatan itu. Akan tetapi perundingan itu hanya mengenai pelaksanaan kesepakatan itu. Akan tetapi perundingan itu hanya dapat terjadi bilamana kedua pihak memandangnya perlu dan memberikan prioritas yang tinggi. Hal ini memerlukan upaya pada pihak negara-negara berkembang untuk meyakinkan negara-negara industri bahwa masalah-masalah yang memerlukan perundingan tersebut bukan sekadar untuk kepentingan negara-negara berkembang melainkan mempunyai implikasi yang luas bagi negara-negara industri. Dengan lain perkataan perlu ditumbuhkan adanya suatu konsensus baru mengenai mendesaknya masalah pembangunan negara-negara berkembang.

Di bagian lain pidatonya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa PBB adalah satu-satunya forum dimana negara-negara Non-Blok menduduki posisi unik untuk dapat mempengaruhi masalah-masalah global dan arah perkembangan internasional. Kita percaya, dalam era baru ini, PBB akan tetap menjadi satu-satunya perangkat bagi pemerintahan global dan pusat dari suatu tatanan internasional baru. Karena itu harus lebih aktif memberi sumbangan-sumbangan terhadap revitalisasi, restrukturisasi dan demokratisasi fungsi-fungsinya.

Akhirnya dikatakan oleh Kepala Negara bahwa untuk mencapai tujuan-tujuan Gerakan kita dalam keadaan dunia yang sudah sangat berubah, kita juga perlu menyusun kembali secara realistis urutan-urutan kegiatan kita. Jelas kiranya, bahwa selama dunia masih tetap tidak aman, tidak adil dan terus bergolak seperti sekarang ini, maka terwujudnya perdamaian yang adil dan langgeng, keamanan bersama, pelucutan senjata dan penyelesaian sengketa secara damai di berbagai kawasan dunnia akan tetap menjadi titik pusat upaya-upaya kita. Jelas pula bahwa polarisasi Utara-Selatan yang sampai kini belum terselesaikan secara tuntas, mengharuskan Gerakan kita untuk menempatkan masalah-pembangunan dan kerjasama ekonomi internasional yang lebih adil pada peringkat teratas dalam daftar urutan kegiatan kita. Yang tidak kalah penting, dan yang terutama, adalah peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.

Presiden Soeharto hari ini meresmikan Monumen Persahabatan Negara Non-Blok di Taman Mini Indonesia Indah. Setelah itu bersama-sama dengan para tamu delegasi KTT Gerakan Non-Blok menanam pohon persahabatan. Kemudian Presiden Soeharto dan para tetua delegasi berfoto bersama-sama. (Versi PDF)

Disusun oleh : Gani Khair
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6