PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 23 Juni 1966 - 23 Juni 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
KAMIS, 23 JUNI 1966
Presidium KAMI Pusat berpendapat bahwa amanat Presiden/Mandataris MPRS Soekarno pada Sidang Umum IV MPRS tidak dapat disebut sebagai suatu pertanggungjawaban Mandataris kepada MPRS. Menurut KAMI, pidato tersebut hanya berisikan saran-saran untuk MPRS dalam bidang politik, ekonomi dan sosial, dan tidak berbicara tentang pertanggungjawab Presiden Soekarno sebagai Mandataris MPRS. Pendapat KAMI Pusat ini merupakan salah satu contoh saja dari ketidakpuasan yang begitu meluas dalam masyarakat terhadap pertanggunganjawab Presiden Soekarno. Rasa kecewa kekuatan-kekuatan politik terhadap pidato Soekarno tersebut terus mengalir.


SENIN, 23 JUNI 1975
Empat dari lima orang anggota Panitia Lima menemui Presiden Soeharto siang ini di Bina Graha untuk menyerahkan rumusan Pancasila yang baru saja selesai disusunnya. Panitia yang dibentuk pada bulan Januari yang lalu dan diketuai oleh Dr. Mohammad Hatta ini terdiri atas lima orang tokoh nasional; selain Bung Hatta, anggota-anggota lainnya adalah Mr. Ahmad Soebardjo, Prof. Mr. Sunario, Prof. Mr AG Pringgodigo, Pratignyo, dan AA Maramis, yang disebutkan belakangan ini berhalangan hadir dalam pertemuan tersebut, karena sedang berada di luar negeri.

Usai pertemuan Bung Hatta menjelaskan bahwa dengan rumusan itu Pancasila akan betul-betul meresap dikalangan rakyat. Peresapannya akan dilakukan melalui pendidikan kepada seluruh rakyat yang akan diwajibkan oleh MPR hasil pemilihan umum 1977. Juga dikatakannya, rumusan Panitia Lima, bersama-sama dengan rumusan lain, akan diserahkan oleh Presiden Soeharto kepada Wanhamkamnas. Setelah diolah lebih jauh, Wahankamanas akan menyerahkan semua bahan itu kepada MPR.

RABU, 23 JUNI 1976
Presiden Soeharto pagi ini mengadakan pertemuan dengan Menteri P dan K, Sjarif Thajeb, do Cendana. Dalam pertemuan tersebut telah dibicarakan tentang kemungkinan-kemungkinan untuk menyelenggarakan siaran pendidikan melalui satelit Palapa. Persiapan-persiapan untuk itu telah dilakukan oleh Departemen P dan K selama ini.

KAMIS, 23 JUNI 1977
Tingkat penyerapan dana bantuan UNICEF di Indonesia dan minat pejabat Indonesia dalam program perbaikan pelayanan anak-anak sangat mengesankan, demikian David P Haxton, Kepala Perwakilan UNICEF di Jakarta, mengungkapkan hari ini. Bantuan UNICEF kepada Indonesia tahun ini berjumlah sekitar U$$6 juta dan penyerapannya mencapai 92,6%, kata Haxton kepada pers. setelah ia berpamitan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha. Ia telah bertugas di Jakarta selama 4 tahun 1 bulan.

Presiden Soeharto mengharapkan supaya pers Indonesia selain berfungsi untuk menggairahkan pembangunan dirinya, sebab pembangunan yang dipaksakan belum tentu akan membawa hasil yang di harapkan. Harapan Kepala Negara itu di kemukakan ketika ia menerima pengurus SPS Pusat yang terdiri dari Jamal Ali SH, Mohammad Nahar,  HM Hamidy, M Syureich, dan Darajat hari ini di Bina Graha. Pengurus Pusat SPS melaporkan persiapan-persiapan yang telah dilakukan SPS dalam menghadapi Kongres Penerbit-penerbit suratkabar Sedunia (FIEJ) ke-32 yang akan diadakan di Indonesia sekitar Mei-Juni 1979. Presiden menanggapinya dengan baik, sebab kongres FIEJ di Indonesia ini merupakan yang pertama kali diadakan di negara berkembang.

SABTU, 23 JUNI 1979
Bertempat di Istana Merdeka, jam 09.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan Duta Besar Republik Demokrasi Aganistan untuk Indonesia. Prof. Dr. Mohammad Ahsan Rostamal. Ketika menyambut Pidato Duta Besar Rostamal, Kepala Negara mengatakan bahwa gerakan Non-Blok perlu menyiapkan diri dengan tugas-tugas zaman sekarang. Tugas itu adalah tugas yang sangat besar, yaitu tugas membebaskan beratus-ratus juta rakyat kita dari kemelaratan, kemiskinan dan kemunduran. Perjuangan ini, demikian Presiden, tidak kalah pentingnya dari perjuangan melawan kolonialisme bentuk lama. Ditambahkannya bahwa gerakan non-blok ini perlu makin mengkonsolidasikan diri dalam perjuangan besar untuk membangun tata ekonomi dunia baru yang lebih menjamin kemajuan dan keadilan bagi semua bangsa.

Sementara itu, ketika melantik empat orang duta besar RI yang baru di tempat yang sama, satu jam kemudian, Kepala Negara mengatakan bahwa gerakan Non-Blok ini harus mampu memelihara kemurniannya, dengan memusatkan diri pada tantangan dan kebutuhan baru. Menurut Presiden, tantangan dan kebutuhan baru itu berupa perjuangan membangun tata ekonomi dunia yang adil dan lebih menjamin pembangunan semua bangsa. Diingatkannya bahwa apabila gerakan non-blok ini sudah kehilangan kemurniannya, maka hilanglah arti Non-Blok itu sendiri.

Keempat duta besar yang dilantik itu adalah Sayidiman Suryohadiprojo untuk Jepang, Abdulrahman Setjowibowo untuk Finlandia, Sagiri Kartanegara untuk Irak, dan R Djundjunan Kusumahardja untuk Republik Rakyat Korea.


SENIN, 23 JUNI 1980
Presiden Soeharto menyatakan bahwa ia menaruh perhatian yang besar terhadap kegiatan-kegiatan riset dan pengembangan teknologi, sebab dengan memanfaatkan hasil riset dan penerapan teknologi yang tepat guna kita akan dapat menempuh jalan pintas yang lebih cepat dan selamat dalam melaksanakan pembangunan nasional kita. Karena itu, Kepala Negara mengharapkan agar semua kegiatan dalam pengembangan riset dan teknologi diarahkan kepada sektor-sektor yang menunjang kelancaran pembangunan.

Harapan tersebut dikemukakan Kepala Negara dalam pidatonya pada pembukaan Lokakarya Nasional ke-2 Riset dan Teknologi pagi ini di Bina Graha. Lokakarya ini akan berlangsung selama lima hari dari tanggal 23 sampai 28 Juni 1980 dan dihadiri sejumlah tenaga ahli, tenaga peneliti dan teknisi Indonesia. Lokakarya ini dimaksudkan untuk menghimpun pandangan dan saran serta merumuskan konsep penyempurnaan kebijaksanaan dan program utama nasional riset dan teknologi.

SABTU, 23 JUNI 1984
Menteri KLH, Emil Salim, jam 10.30 pagi ini diterima Presiden di Bina Graha. Ia menghadap untuk menyampaikan laporan mengenai usaha penanggulangan limbah buangan bahan beracun berbahaya, terutama di wilayah Jabotabek. Selain itu ia juga memberikan laporan mengenai hasil sarasehan nasional swadaya masyarakat untuk lingkungan hidup.

Setelah menerima Emil Salim, di tempat yang sama, pagi ini Presiden juga menerima Menteri Perindustrian Hartarto yang menghadap beserta menteri tersebut, Kepala Negara telah mengeluarkan instruksi kepada Departemen Perindustrian untuk menyiapkan peraturan pelaksanaan dari undang-undang Perindustrian yang telah disahkan oleh DPR.

Dalam  rangka menyambut Hari Raya Idul Fitri, sebanyak 533 panti asuhan dan panti wredatama, yang tersebar di seluruh Indonesia, telah menerima paket lebaran dari yayasan Dharmais yang di ketahui oleh Presiden Soeharto. Paket ini dibagikan kepada 39.358 orang dengan nilai keseluruhan sebesar Rp 315.678.705,-. Yayasan Dharmais juga memberikan paket lebaran kepada Angkatan 45; paket tersebut bernilai Rp 10.000.000,-.

SENIN, 23 JUNI 1986
Presiden soeharto pagi ini meresmikan Pameran Kedirgantaraan Indonesia (Indonesia Air Show) yang diadakan di lapangan terbang Kemayoran. Ini merupakan pertama kalinya dalam sejarah. Indonesia menyelenggarakan pameran semacam ini. Dengan didampingi oleh Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie, selaku penanggungjawab pameran, Kepala Negara menembakkan pistol ke udara sebagai tanda peresmian IAS 1986. Pameran ini menurut rencana akan diadakan sekali dalam sepuluh tahun.

Menyambut pameran ini dengan penuh kegembiraan, Presiden mengatakan bahwa hari ini merupakan hari yang akan dicatat dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan kedirgantaraan Indonesia. Hari ini menjadi hari yang bersejarah, sebab mulai hari ini akan berlangsung suatu pameran yang bersifat internasional, yang tidak terlalu banyak negara yang dapat menyelenggarakannya.

Lebih jauh dikatakan oleh Kepala Negara bahwa dengan pameran ini kita melihat kembali ke belakang dan membuat penilaian mengenai apa yang telah kita kerjakan dan apa yang belum dapat kita kerjakan, menilai apa yang telah dapat kita hasilkan dan apa yang belum dapt kita hasilkan, menilai kekuatan-kekuatan apa yang telah dapat kita kembangkan dan menilai kelemahan-kelemahan yang masih melekat pada industri pesawat terbang kita. Dengan penilaian yang mendalam itu, kita memandang sepuluh tahun ke depan, malahan memandang jauh lebih ke depan lagi.

Kemudian dikatakannya bahwa karena kita bertekad untuk menguasai teknologi tinggi secara berencana dan bertahap, maka Pameran Kedirgantaraan Indonesia ini juga kita adakan sepuluh tahun sekali, yaitu pada setiap sepuluh tahun perkembangan industri penerbangan kita. Dengan demikian kita akan selalu mempunyai perspektif yang jelas mengenai tantangan dan kesempatan yang berada di hadapan kita.


RABU, 23 JUNI 1987
Pukul 07.00 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto berangkat ke Sumatera Barat dalam rangka kunjungan kerja selama satu Pasaman dan Indarung. Di Pasaman, pagi ini Presiden meresmikan Perkebenunan Inti Rakyat Ophir, proyek irigasi di Batang Kapar, Batang Kenaikan I, Batang Alin dan Batang Tinggiran, serta peningkatan jalan dan kembatan.

Menyambut proyek-proyek tersebut, Kepala Negara mengatakan bahwa dalam melaksanakan pembangunan, kita memang harus terus memperkuat dan memperluas pembangunan pertanian. Sebabnya ialah karena untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila yang menjadi tujuan pembangunan kita itu, kita harus terlebih dahulu membangun landasan yang kuat dan kukuh. Landasan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila itu tidak lain adalah adanya industri yang kuat dengan dukungan pertanian yang tangguh.

Selanjutnya dikatakan pula bahwa masyarakat yang menjadi cita-cita pembangunan itu juga hanya akan terwujud jika terwujud jika taraf hidup lapisan terbesar masyarakat kita dapat meningkatkan terus menerus. Karena bagian terbesar dari rakyat kita adalah kaum petani, makakita tidak boleh lain, pembangunan harus berarti meningkatkan taraf hidup petani.

Masih berada di Sumatera Barat, sore ini Presiden dan Ibu Soeharto meresmikan Pabrik Semen Unit III-B PT Semen Padang di Indarung. Selesainya Unit III-B pabrik Semen Padang ini merupakan hasil kerjasama antara dua negara yang sedang membangun bukanlah suatu impian. Kerjasama ini mempunyai makna yang lebih besar lagi, sebab yang kita bangun disini adalah pabrik yang menggunakan teknologi mutakhir. Dalam hubungan ini, Kepala Negara mengharapkan agar semua pengalaman dalam membangun pabrik ini dapat menjadi pelajaran yang beharga dalam membangun pabrik-pabrik lainnya di masa-masa mendatang.



KAMIS, 23 JUNI 1988
Pukul 09.00 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima Rajal Inal Siregar dan Kaharuddin Nasution, masing-masing Gubernur dan bekas Gubernur Sumatera Utara. Mereka menghadap Kepala Negara guna melaporkan tentang serah terima jabatan yang telah mereka lakukan belum lama ini.

Pada kesempatan itu Presiden menginstruksikan kepada Gubernur Raja Inal untuk menjajaki kemungkinan pemanfaatan batubara sebagai sumber energi, dalam rangka upaya untuk mengatasi kelangkaan listrik yang dihadapi masyarakat Sumatera Utara. Selain itu Presiden juga meminta pejabat daerah itu untuk mengusahakan peningkatan taraf hidup masyarakat di daerah pantai barat dan timur Sumatera Utara dengan berbagai kegiatan seperti PIR atau TIR.


SABTU, 23 JUNI 1990
Hari ini Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri acara pembukaan perkemahan Wirakarya Nasional Tahun 1990 di Purbalingga, Jawa Tengah. Pada kesempatan itu Presiden Soeharto mengatakan bahwa para pendahulu kita. Para pendiri Republik ini, telah dicatat oleh sejarah karena mereka telah melakukan karya-karya besar. Hanya dengan karya-karya besar suatu generasi akan dicatat oleh sejarah. Dengan melakukan karya-karya besar suatu generasi membuat sejarah. Generasi yang tidak membuat sejarah atau yang tidak melakukan karya-karya besar adalah generasi yang akan hilang ditelan waktu. Generasi yang tidak membuat karya besar hanya muncul sekejap dan kemudian tenggelam tanpa bekas.


SELASA, 23 JUNI 1992
Pada jam 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan empat mata dengan Presiden Islam Abdulganievich Karimov. Berbagai masalah bilateral, regional dan internasional telah dibahas oleh kedua pemimpin dalam pertemuan selama dua jam itu, antara lain Presiden Uzbekistan itu menyampaikan keinginan negaranya untuk menjadi anggota Gerakan Non-Blok. keinginan ini didukung oleh Presiden Soeharto yang menyarankan supaya Uzbekistan segera mengajukan permintaan kepada Biro Koordinasi Non-Blok.


Penyusun Intarti, SPd.