PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 30 Mei 1966 - 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Rabu, 30 Maret 1966

Sehubungan dengan “pengamanan” terhadap 15 menteri yang diduga terlibat dalam G-30-S/PKI, maka Presiden/Panglima Tertinggi ABRI melantik menteri-menteri baru untu mengisi kekosongan jabatan tersebut. Kabinet, yang diberi nama Kabinet Dwikora Yang Lebih Disempurnakan ini, dibentuk dua hari yang lalu, untuk menggantikan Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan. Susunan kabinet yang baru dilantik ini dapat dilihat dalam Lampiran III.

Kamis, 30 Maret 1967

Pejabat Presiden Jenderal Soeharto telah menginstruksikan kepada semua menutama/menteri Kabinet Ampera, pimpinan lembaga/badan pemerintahan lainnya agar upacara bendera atau upacara-upacara lainnya tidak lagi membacakan “Panca Setia”. Sementara menunggu ketentuan lebih lanjut, maka dalam upacara semacam itu di instruksikan untuk membacakan “Pancasila dan Mukaddimah UUD 1945” secara khidmat. Instruksi yang mulai diberlakukan hari ini, merupakan perombakan besar terhadap tradisi dan praktek-praktek upacara yang dibina oleh Orde Lama dalam beberapa tahun terakhir ini. Sebagaimana diketahui, isi daripada Panca Setia adalah bertentangan dengan Pancasila.
Pejabat Presiden Soeharto mengadakan pertemuan kembali dengan Pimpinan DPR-GR sehubungan dengan timbulnya kemacetan dalam pembicaraan RUU Pemilihan Umum.


Sabtu, 30 Maret 1968

Pada jamuan makan siang yang diselenggarakan oleh foreign Correspondents Clubs untuk menghormati kunjungannya di Jepang, Presiden Soeharto memberikan penjelasan tentang Pancasila, politik dalam dan luar negeri RI, dan terutama yang berhubungan dengan pembangunan di Indonesia. Dijelaskan oleh Presiden bahwa Indonesia memberikan prioritas kepada kerjasama regional dan pembangunan Asia Tenggara di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan. Ditegaskannya pula, bahwa Indonesia tidak menghendaki pakta militer atau pangkalan militer asing di Asia Tenggara. Akan tetapi Indonesia cukup realistis untuk dapat menerima pertimbangan dari negara-negara tetangganya bahwa pangkalan-pangkalan militer asing itu tidak dimaksud untuk merongrong kemerdekaan negara lain.

Senin, 30 Maret 1970

Seorang gadis cilik dari Amerika Serikat, Mauren Ann, telah menyumbang uang sebesar 17 dolar untuk proyek kemanusiaan Irian Barat. Maureen tergerak hatinya setelah membaca harian Los Angeles Times tentang proyek kemanusiaan yang dilancarkan oleh Presiden Soeharto beberapa waktu yang lalu. Ia dan keempat saudaranya, yang berusia 2-10 tahun, telah menyumbangkan uang saku mereka untuk membantu anak-anak Irian Barat.

Selasa, 30 Maret 1971

Presiden Soeharto mengungkapkan bahwa anggaran untuk keluarga berencana dalam APBN 1971/1972 dilipatkangandakan tiga kali. Hal ini sebab ia berpendapat bahwa keluarga berencana dan perencanaan penduduk merupakan salah satu faktor yang amat penting dalam usaha pembangunan bangsa dan negara. karena itu keluarga dimaksudkan dalam Repelita I, dan akan dilanjutkan pada Repelita II, III dan seteruskan.

Dalam sidang kabinet paripurna pagi ini Presiden menyatakan bahwa pada awal April nanti ia akan mengadakan pertemuan dengan pimpinan partai politik dan Golrkar untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan pemilihan umum.

Selain itu, sidang ini memutuskan bahwa para pegawai Departemen  Keuangan dilarang menjadi pegawai atau pengurus usaha swasta. Untuk ini Menteri Keuangan Ali Wardhana diberikan wewenang untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pelanggar.
Presiden juga menginstrusikan kepada para menteri untuk mengadakan inventarisasi kekayaan negara secara menyeluruh, baik kendaraan ataupun barang yang ada di departemennya masing-masing secepatnya.Sidang kabinet ini juga mengeluarkan Keputusan Presiden No. 14/1971 yang mengatur  secara terperinci tentang pedoman, pelaksanaan dan pengelolaan keuangan negara yang menyangkut APBN 1971/1972. Khusus mengenai hal ini, Presiden Soeharto menegaskan aga para menteri, sekjen, dirjen,irjen, dan pejabat tinggi lainnya menaati dan melaksanakan tata cara pengelolaan keuangan itu dengan sebaik-baiknya.

Selasa, 30 Maret 1976

Presiden Soeharto menyatakan pendapatnya bahwa membayar pajak kepada negara merupakan realisasi kehidupan Pancasila, oleh karena itu sistem perpajakan di Indonesia harus pula sesuai dengan falsafah Pancasila. Untuk merealisasikan cita-cita tersebut, demikian Presiden, maka masalah perpajakan dapatlah hendaknya diajarkan di sekolah-sekolah, terutama sejak SMA. Hal ini dikemukakan Kepala Negara kepada para wartawan yang meliput kunjungan pribadinya di Kantor Inspeksi Pajak Jakarta Pusat IV pagi ini, untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak pendapatan tahun 1975, dan pajak kekayaan tahun 1976.
Dikatakan pula oleh Presiden bahwa warganegara yang sanggup, harus membayar pajak, sedangkan yang tidak mampu, sudah pasti tidak akan dikenakan pajak. Menurut Kepala Negara, dengan cara demikianlah perpajakan menecerminkan semangat kegotong-royongan bangsa kita didalm membangun negara. kemudian Presiden menghimbau instansi perpajakan agar mempermudah orang yang akan membayar pajak dengan membuat SPT yang sederhana.

Rabu, 30 Maret 1977

Presiden Soeharto meresmikan lapangan minyak Handie dan terminal minyak Senipah di Kalimantan Timur pagi ini. Pada peresmian itu, Presiden Soeharto mengatakan bahwa usaha kita untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi minyak dan pemasarannya perlu memperoleh perhatian secara terus menerus. Untuk itu, kerjasama dengan para kontraktor atau “partner” bagi-hasil dengan bidang minyak harus dibina sebaik-baiknya atas dasar kebijaksanaan-kebijaksanaan dan peraturan perundang-undangan yag berlaku. Dengan memanfaatkan penanaman modal asing, kita berusaha untuk mempercepat penggalian sumber-sumber kekayaan alam dan potensi-potensi ekonomi kita, terutama pada bidang-bidang yang belum mampu kita kerjakan sendiri. Presiden Seoaharto mengucapkan selamat kepada Pertamina, Total Indonesia dan Japex Indonesia yang telah menghasilkan minyak di Lapangan dan terminalnya yang baru diresmikan itu.
Setelah acara peresmian itu, Presiden Soeharto beserta rombongan meninggalkan Kalimnatan Timur menuju Sulwasi Selatan. Di Ujung Pandang, Kepala Negara meresmikan beberapa proyek pembangunan, seperti STM Pembangunan, Penjernihan air minum, dan Pusat Latihan Kejuruan Mandiri.
Dalam pidatonya ketika meresmikan proyek-proyek pembangunan di Ujung Pandang, Kepala Negara  mengatakan bahwa selama Orde Baru ribuan proyek pembangunan telah diselesaikan. Pembangunan itu dilaksanakan selama bertahun-tahun, baik oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maupun oleh swasta dan rakyat. Dengan demikian, slangkah demi selangkah kita mendekati cita-cita kita bersama, yaitu kehidupan masyarakat maju, adil dan sejahtera.

Senin, 30 Maret 1981

Pagi ini Presiden Soeharto membuka Lokakarya Peningkatan Operasional Hubungan Perburuhan Pancasila di Bina Graha. Dalam kata sambutannya, Presiden antara lain mengemukakan bahwa asas kekeluargaan dalam hubungan perburuhan Pancasila akan menempatkan buruh dan perusahaan bukan sebagai kekuatan yabg saling berhadap-hadapan, melainkan sebagai dua kkuatan yang saling membantu dan saling isi mengisi dalam kerjasama yang saling hoormat menghormati. Selanjutnya ia mendesak agar hubungan perburuhan yang mantap, penuh keadilan dan rasa kemanusiaan, segera dikembangkan bersama. Hal ini dalam waktu-waktu yang akan datang kita akan menghadapi pertumbuhan perusahaan yang sangat besar, sejalan dengan kemajuan ekonomi dan pembangunan.

Rabu, 30 Maret1983

Presiden Soeharto pada pukul 10.00 pagi ini mwmimpin sidang kabinet paripurna bertempat di Gedung Utama Sekretariat Negara. salah satu keputusan yang diambil didalam sidang tersebut adalah kebijaksanaan untuk mendevaluasikan kurs mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Dengan kebijaksanaan baru yang mulai berlaku pada jam 11.30 pagi ini, kurs tengah rupiah terhadap dollar adalah sebesar Rp970,- . kebijaksaan itu juga menetapkan bahwa penentuan kurs mata uang asing akan dilakukan dengan sistem kurs mengambang yang terkendali (managed floating rate) sebagaimana yang telah berlaku selama ini.
Menteri Koordinator bidang Ekuin, Ali Wardhana, mengatakan bahwa dengan kebijaksanaan pemerintah itu, sistem lalu lintas devisa bebas tetap dipertahan. Selanjutnya dikatannya bahwa Pemerintah memandang perlu untuk melakukan devaluasi rupiah, karena dengn langkah ini Pemerintah akan dapat menghadapi kesulitan-kesulitan ekonomi sekarang ini.

Minggu, 30 Maret 1986 

Presiden Soeharto selaku pribadi dan selaku ketua Yayasan Dharmais, Supersemar dan Yayasan Dakab, pagi ini menyerahkan sumbangan kepada Ibu Tien Soeharto, selaku Ketua Umum Panitia Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dalam suatu upacara di Istana Bogor. Panitia Gotong-royong ini dibentuk guna menghimpun dana kemanusiaan dari masyarakat umum untuk membantu meringankan penderitaan korban bencana alam.
Dalam acara yang berlangsung kurang dari empat jam ini, tercatat 246 pribadi yang memberikan sumbangan. Selaku Ketua Yayasan Dharmais, Supersemar, dan Yayasan Dakab menyumbang pula masing-masing sebesar Rp200 juta. Hari ini secara keseluruhan panitia itu berhasil berhasil menghimpun dana sebesar Rp9.731.422.000,-.

Kamis, 30 Maret 1989

Pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima Wakil Perdana Menteri Singapura. Goh Chok Tong dan rombongan di Bina Graha. Dalam pertemuan yang berlangsung selama 40 menit itu telah dibahas masalah ketahanan nasional dan ekonomi. Ketika berbicara tentang ketahanan nasional, Presiden Soeharto memberikan penjelasan secara terperinci mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Selain itu Kepala Negara juga menekankan pentingnya generasi muda ASEAN meningkatkan hubungan kerjasama dan saling pengertian untuk kepentingan masa depan masing-masing bangsa.

Senin, 30 Maret 1992

Menteri Perindustrian Hartarto pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Cendana. Ia datang untuk melapor tentang hasil perjalanannya ke India, Thailand, dan Singapura baru-baru ini. Seusai menghadap, ia mengatakan bahwa pemerintah India telah meminta agar Indonesia mendirikan pabrik minyak kelapa sawit di negaranya. Bahan yang diolah oleh pabrik tersebut adalah minyak sawit mentah (CPO) yang didatangkan dari Indonesia. Dikatakannya bahwa permintaan itu merupakan bagian dari upaya peningkatan kerjasama bilateral. Selain pabrik minyak sawit, pihak India menginginkan juga Indonesia membangun pabrik petrokimia disana. Sebaliknya, India ingin mendirikan pabrik pulp di Aceh yang hasilnya akan dikirim ke India.

Penyusun Intarti Publikasi Lita,SH.