PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 26 Maret 1966 - 1991

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Minggu, 26 Maret 1967 

Jenderal Soeharto mengatakan bahwa kini telah terbuka jalan untuk memberi perhatian sepenuhnya pada pembangunan ekonomi. Secara khusus, titik perhatian dalam pembangunan ekonomi Indonesia adalah menciptakan stabilitas ekonomi, pengekangan inflasi dan penghapusan kepincangan harga-harga. Pemusatan perhatian ini dimungkinkan oleh tercapainya situasi yang menguntungkan, yaitu hapusnya dualisme setelah Sidang Istimewa MPRS. Demikian dikatakan oleh Pejabat Presiden dalam sambutan tertulisnya pada seminar pembangunan ekonomi di Bogor hari ini.

Kamis, 26 Maret 1970

Presiden Soeharto menginstrukan kepada Jaksa Agung agar Persoalan jemaah haji “Gambela” dapat diselesaikan dengan bijaksana, mengingat masalah ini menyangkut persoalan haji dan agama.

Jumat, 26 Maret 1971

Para pengemudi becak  di kota Bandung diberi bantuan khusus oleh Presiden Soeharto sebesar Rp427.679,-. Maksud dari pemberian bantuan ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan para pengemudi becak. Selain itu Presiden juga memberikan bantuan untuk pembangunan pangkalan becak sebesar Rp344.815,-.

Selasa, 26 Maret 1974

Sidang terbatas bidang Kesra berlangsung mulai pukul 10.00 pagi ini di Bina Graha. Sidang yang dipimpin Presiden Soeharto itu telah mengambil beberapa keputusan penting. Pertama, menggariskan kebijaksanaan untuk mengaitkan program KB dengan pembayaran SPP. Untuk itu Departemen P dan K beserta Bappenas telah ditugaskan untuk merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan ini. Kedua, mulai bulan April nanti Pemerintah akan mengambil tenaga sukarela sebanyak 3.500 sarjana dan sarjana muda untuk tahun anggaran 1974/1975. Ketiga, mengadakan pendidikan keterampilan secara sentral bagi keperluan perusahaan-perusahaan asing yang hingga kini masih menggunakan tenaga asing. Hal ini dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam Undang-undang Penanaman Modal Asing, menyangkut penggunaan tenaga kerja Indonesia dapat dilaksanakan. Demikian diungkapkan oleh Menteri Penerangan Mashuri kepada pers seusai sidang.

Rabu, 26 Maret 1975

Presiden Soeharto hari ini memperingatkan dunia pers Indonesia bahwa mereka sendirilah yang pertama-tama bertanggungjawab memelihara martabat kebebasan pers dan tidak membiarkan kebebasan itu tergelincir menjadi kebebasan tanpa tanggungjawab. Lebih-lebih karena dorongan pertimbangan-pertimbangan komersil atau kepentingan golongan. Demikian pokok pikiran yang disampaikan oleh Kepala Negara dalam pertemuan pimpinan PWI seluruh Indonesia hari ini di Istana Negara.

Kepada peserta pertemuan yang berjumlah lebih dari 200 orang itu, Kepala Negara mengingatkan bahwa pers yang bebas dan bertanggungjawab akan memperkokoh pengembangan stabilitas nasional yang dinamis, tumbuhnya kreatifitas dan mekarnya demokrasi yang sehat, yang mana semua itu merupakan unsur-unsur penting bagi pembangunan. tidak ada sedikitpun  keraguan diantara kita bahwa yang hendak dikembangkan bagi masyarakat demokratis adalah hak untuk berbeda pendapat, juga berbed pendapat harus disertai dengan jalan keluar yang baik, sedangkan usaha untuk melaksanakan pendapat yang  berbeda harus dilakukan dengan cara-cara yang demokratis berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.

Setelah bertemu dengan pengurus PWI dan pemimpin-pemimpin redaksi, Presiden Soeharto memanggil Menteri Negara Ekuin/Ketua Bappenas, Widjojo Nitisasro, Menteri PAN, Sumarlin, Gubernur Bank Sentral, Rachmat Saleh, dan Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono, untuk menghadapnya di Istana Merdeka. Dalam pertemuan yang berlangsung mulai pikul 11.00 itu telah dibahas persiapan-persiapan delegasi Indonesia yang akan menghadiri sidang IGGI di Negeri Belanda bulan ini. Diputuskan dalam pertemuan itu bahwa menyangkut pinjaman, Indonesia akan mengutamakan pinjaman untuk proyek-proyek pembangunan, yang komposisinya lebih besar untuk proyek pembangunan daripada devisa kredit.

Sore ini Presiden Soeharto meninggalkan Jakarta menuju Palembang dalam rangka kunjungan kerja selama dua hari di Sumatera Selatan dan Jambi. Setiba di Palembang sore ini, Presiden Soeharto meresmikan proyek PLTU yang dibangun di daerah Kramasan  dengan bantuan pemerintah Yugoslavia. Menyambut peresmian PLTU ini, Kepala Negara mengatakan bahwa penyediaan dan penggunaan tenaga listrik dapat menjadi petunjuk penting bagi makin cepatnya pembangunan dan makin naiknya tingkat kehidupan masyarakat. Diharpkan oleh Presiden bahwa dengan selesainya proyek listrik di Palembang ini, kelancaran penyediaan listrik di daerah ini menjadi lebih terjamin.

Sabtu, 26 Maret 1977

Kaskopkamtib, Laksamana Sudomo, hari ini di Bina Graha menyatakan kepada pers bahwa bekas Direktur Utama Pertamina, Dr. Ibnu Sutowo, telah diminta pertanggungjawabannya oleh pemerintah mengenai tindakannya selama menjadi pejabat Pertamina. Untuk memperlancar pemeriksaan, ia diminta untuk tinggal di rumah saja. 

Senin, 26 Maret 1979

Presiden Soeharto jam 09.00 pagi ini membuka Seminar Hukum Nasional ke-4. Dalam acara pembukaan yang berlangsung di Istana Negara itu, Presiden mengamanatkan bahwa sementara kita memikirkan dan merancangkan pembangunan hukum untuk masa datang, sekarang juga hukum harus tetap terasa kewibawaan dan usaha pemerataan kesempatan memperoleh keadilan dan perlindungan hukum yang mengayomi masyarakat harus mendapat prioritas untuk dapat diwujudkan.

Untuk itu usaha menyempurnakan badan penegak hukum harus kita lanjutkan, agar kemampuan serta kewibawaan aparat penegak hukum dapat terus dibina dan ditingkatkan. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah penyelenggaraan bantuan hukum dan segala usaha untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, agar supaya kesempatan memperoleh keadilan bagi masyarakat seluas-seluasnya dapat dilaksanakan.

Selanjutnya dikatan pula olej Kepala Negara bahwa badan-badan peradilan harus kita jaga martabat dan keagungannya, sebab disinlah puncak dari segala harapan masyarakat untuk memperoleh keadilan dan kepastian hukum. Demikian antara lain dikatakan Presiden.

Pada pukul 10.00, sesudah acara pembukaan seminar, Presiden Soeharto menerima kunjungan Putera Mahkota Yordan, Pangeran Hassan bin Talal, di Istana Merdeka. Kemudian, di tempat yang sama, Presiden menerima pula Pangeran Aga Khan.
Hari ini, melalui Keputusan Presiden No. 10 Tahun 1979, Presiden Soeharto membentuk Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (BP7). Badan ini merupakan lembaga non-departemen yang berkedudukan dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden, dibawah koordinasi Menteri/Sekretaris Negara. tugasnya adalah untuk melaksanakan pembinaan pendidikan pelaksanaan P4 dikalangan masyarakat berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan Presiden.

Rabu, 26 Maret 1980

Presiden Soeharto beserta rombongan pagi ini jam 07.30 berangkat menuju Kuantang, Pahang, Malaysia, untuk mengadakan pembicaraan tidak resmi dengan PM Hussein Onn. Ini merupakan pertemuan kedua mereka; pertemuan pertama berlangsung di yogyakarta tahun lalu. Dalam pertemuan hari  ini disinggung mengenai masalah ASEAN dan masalah yang berkaitan dengan kepentingan kedua negara.

Kamis, 26 Maret 1981

Hari ini Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Thailand, Prem Tinsulanonda. Dalam pembicaraan tersebut telah disepakati bahwa kedua negara secara bersma-sama berkeinginan menyelesaikan maslah Kamboja melalui jalan politik dan diplomasi. Hal ini demi untuk menciptakan stabilisasi yang di kawasan di Asia Tenggara, sehingga pembangunan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Presiden Soeharto yang tiba di Bangkok kemarin, hari ini melakukan kunjungan kehormatan kepada Raja Bhumiphol Adulyadej. Dalam kunjungan itu telah dibicarakan masalah-masalah yang dihadapi oleh kedua negara, terutama dalam rangka melaksanakan pembangunan.

Malam ini Presiden Soeharto beramahtamah dengan masyarakat Indonesia yang berada di Thailand. Pada kesempatan itu Kepala Negara telah menjelaskan mengenai berbagai aspek pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia, baik dalam bidang sosial, ekonomi maupun politik. Dalam bidang politik, antara lain telah disinggungnya masalah yang sedang hangat di tanah air sekarang ini. Dikatakannya bahwa tujuan pengangkatan sepertiga anggota MPR adalah untuk mengamankan pasal 37 UUD 1945 yang memungkinkan MPR untuk mengubah UUD tersebut. Jika saja pengangkatan tersebut dianggap tidak demokratis, maka Presiden mengusulkan kepada MPR agar sebelum pasal tersebut dilaksanakan, terlebih dahulu harus mendapat persetujuan langsung dari rakyat melalui referendum.

Lebih jauh dikatakannya bahwa belakangan ini ada kalangan uang kurang mengerti dan kurang puas terhadap keadaan di dalam negeri, terutama mengenai masalah yang telah dikemukakan diatas. Dalam hubungan ini Kepala Negara menegaskan bahwa pengangkatan sepertiga anggota MPR itu bukanlah bertujuan agar ABRI terus berkuasa, serta agar yang berkuasa sekarang menjadi Presiden seumur hidup.

Senin, 26 Maret 1984

Pukul 09.00 pagi ini, Kepala Negara menerima Menteri Perindustrian Hartarto di Bina Graha. Usai menghadap, Menteri Hartarto mengatakan bahwa Presiden telah menyetujui pembangunan tiga buah pabrik susu bubuk yang akan mengolah susu segar yang dihasilkan oleh para peternak. Ketiga pabrik tersebut masing-masing terletak di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pembangunan pabrik susu bubuk tersebut merupakan usaha PMDN, dengan komposisi modal koperasi, yang diwakili oleh Departemen Koperasi, 50% dan selebihnya dikuasai oleh perusahaan swasta nasional.

Tampak menghadap Presiden setelah Menteri Perindustrian adalah Menteri Negara Urursan Perumahan Rakyat, Cosmas Batubara. Ia datang untuk melaporkan kepada Presiden Soeharto tentang perkembangan pembangunan rakyat selama ini. Menurutnya, pembangunan perumahan rakyat selama Pelita III telah melampaui target yang direncanakan. Target pembanguan perumahan dalam pelita III adalah 150.000 rumah, sedangkan pembangunan yang telah dicapai adalah 193.318 rumah. Dari jumlah tersebut, 100.668 rumah dibangun oleh pihak swasta dan sisanya dibangun oleh Perum Perumnas.

Selasa, 26 Maret 1985

Bupati Kendal, Sudono Yusuf, hari ini di Kendal, Jawa Tengah, secara simbolis menyerahkan bantuan Presiden kepada para petani peternak di Kabupaten Kendal. Bantuan yang diserahkan atas nama Kepala Negara itu berupa 177 ekor kerbau.


Rabu, 26 Maret 1986

Presiden dan Ibu Soeharto hari ini menghadiri Upacara Panen Raya Operasi Khusus Gelora Petani “Makmue Nanggro” di desa Baro, Kecamatan Seunagan, Aceh Barat. Dalam kunjungan sehari itu, Presiden Soeharto bersama rombongan yang tiba pagi ini di lapangan terbang Cut Nyak Dhien, Meulaboh, disambut secara adat yang meriah oleh para pejabat setempat dan massa rakyat dengan tarian Peusijuk (tepung tawar). Dalam upacara di desa Baro itu, selain menyaksikan panen raya, Kepala Negara juga berdialog langsung dengan para petani, anggota koperasi, pengrajin, anggota PKK dan para transmigran setempat.

Menyambut panen raya itu, Presiden Soeharto dalam amanatnya mengatakan bahwa harapan kita terhadap Operasi Khusus Makmue Nanggro ini ternyata memang tidak sia-sia. Dalam waktu yang relatif singkat dan dengan bantuan dari dana Kepresidenan yang tidak terlalu besar, para petani di daerah ini telah berhasil meningkatkan kemakmurannya. Hal ini, demikian Presiden, misalnya terlihat pada pohon cokelat dan berhasilnya intensifikasi kolam-kolam ikan air tawar.
Untuk meningkatkan produksi pertanian di daerah Aceh, pada kesempatan itu Presiden telah memberikan beberapa petunjuk. Pertama, usahakan terus agar Satuan pembina/Pelaksanaan Bimas bekerja dengan segiat-giatnya dan terpadu satu dengan yang lainnya.
Ketiga, agar para kontrak Tani yang merupakan pasangan kerja Penyuluh Pertanian dapat bekerja bersama secara erat dan bahu membahu dalam meningkatkan produksi maupun dalam mengembangkan pemasarannya melalui KUD. Keempat, ara petani yang telah bersatu dalam kelompok Tani hendaknya terus berusaha untuk meningkatkan keterampilam dan persatuan, sehingga menjadi Kelompok Tani yang benar-benar tangguh dan tahan uji. Kelima, para pemimpin pedesaan terutama sekali para alim ulama dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya, dapat membantu menyukseskan “Makmue Nanggro”ini.

Kamis, 26 Maret 1987

Jam 20.00 malam ini Presiden Soeharto menghadiri upacara peringatan Israk Mikraj Nabi Muhammad SAW di Masjid Istiqlal, Jakarta. dalam amanatnya, Kepala Negara mengatakan bahwa peringatan peristiwa keagamaan mempunyai makna yang dalam bagi umat yang beriman. Selain itu juga akan menyegarkan rasa keagamaan dan menggugah untuk bertanya kepada diri masing-masing mengenai makna agama bagi hidup manusia baik sebagai oarang perorang maupun sebagai anggota masyarakat. Melalui agama manusia berusaha menghayati hidup yang bermakna, benilai dan hidup yang baik. Salah satu ukurannya ialah kemanfaatan bagi sesama manusia. Dalam hubungan ini Kepala Negara memberikan contoh mengenai hidup yang bermanfaat bagi sesama manusia, yaiu melibatkan diri dalam kegiatan pembangunan.


Senin, 26 Maret 1990 

Pukul 09.30 pagi ini selama setengah jam Presiden Soeharto menerima pengurus Besar NU di Bina Graha. Diantara tokoh-tokoh NU yang hadir dalam pertemuan tersebut tampak KH Ali Yafie, KH Yusuf Hasyim, dan Abdurahman Wahid. Dalam pertemuan itu Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa seorang calom presiden tidak perlu melakukan kampanye untuk menjelaskan program kerjanya jika terpilih sebagai kepala negara, karena kampanye itu berarti mendahului keputusan MPR.

Selasa, 26 Maret 1991

Hari ini secara serentak dilakukan penyerahan DIP 1991/1992 kapada para gubernur di seluruh Indonesia. Dalam amanat tertulisnya yang dibacakan oleh para menteri, Presiden mengatakan bahwa dalam tiga tahun terakhir ini kita harus bekerja sangat keras, agar kita dapat membangun landasan yang kokoh dan kuat untuk tinggal landas. Dengan landasan pembangunan yang kokoh dan kuat itu kita akan dapat mempercepat, memperluas dan memperdalam pembangunan di semua bidang kehidupan bangsa kita.
Dikatakannya pula bahwa tahun-tahun yang akan datang masih merupakan tahun-tahun yang sulit dan berat bagi kita. Sebagai bangsa pejuang, semua kesulitan itu akan kita hadapi dengan sikap yang realistik dan dengan kepercayaan diri yang besar. Tradisi kita sebagai bangsa pejuang harus kita tnamkan dalam-dalam di lubukhati kita semua dan semangat juang itu harus kita hidup-hidupkan terus menerus. 


Penyusun intarti Publikasi Lita,SH.