PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Dari Zaman Soeharto, Dua Bendungan Ini Banyak Bantu Petani Lampung

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,

Gunung Rajabasa yang menjadi induk serta hulu sungai berbagai sungai di Lampung Selatan memiliki faktor penentu keberhasilan pertanian sawah di Lampung Selatan. Bahkan beberapa sungai diantaranya Way Pisang, Way Asahan serta sungai sungai lain bermuara di Gunung Rajabasa.

Berdasarkan penuturan salah satu tokoh masyarakat di Desa Pasuruan Kecamatan Penengahan Lampung Selatan Mitro (78), dua bendungan bahkan dibuat pada era kepemimpinan Preseiden RI ke-2 yakni Presiden HM. Soeharto. Bendungan yang pertama dinamakan Bendungan Penengahan 1, bendungan kedua bernama Bendungan Asahan 1.

"Dua bendungan sejak zaman Presiden Soeharto tersebut hingga kini masih bertahan dan dipergunakan untuk irigasi ratusan hektar sawah yang ada di bawahnya," ungkap Mitro kepada Cendananews.com, Kamis (9/4/2015).

Menurutnya, Presiden Soeharto telah memikirkan jauh ke depan bagaimana sebuah sistem pengairan yang bisa dipergunakan untuk membuka lahan sawah sebab menurutnya ledeng ledeng kecil yang dibuat bisa menjangkau daerah yang sama sekali tak dialiri air sungai. Warisan berupa bendungan tersebut hingga kini masih menjadi sebuah warisan yang bermanfaat bagi para petani di daerah tersebut.

Sungai Way Asahan, yang  berhulu di Gunung Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung, merupakan sungai yang melintasi Dusun Way Malim, Dusun Banyumas, dan Dusun Sumbersari di Desa Pasuruan di Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Sungai tersebut merupakan  salah satu anak sungai yang nantinya akan bersatu dengan Sungai Way Pisang.  

Karena pentingnya sungai tersebut bagi warga tak mengherankan banyak dam atau bendungan yang dibuat untuk sarana pengairan sawah.  Bahkan  sekitar jarak  1 kilometer  dari hulu sungai ada sekitar 3 bendungan yang dibuat warga.  Beberapa diantaranya berupa bendungan tradisional  yang tersusun dari batu sungai dan bendungan permanen. Sementara bendungan permanen yakni Bendungan Penengahan 1 dan Bendungan Asahan yang masing masing dibuat sekitar tahun 1975 dan 1976.

Masih menurut Mitro, perbaikan pada bendungan pun dilakukan  saat mengalami kerusakan pada kurun tahun 1998-1999. Bendungan permanen Penengahan 1 yang dibuat oleh pemerintah terletak di Dusun Sumbersari, Desa Pasuruan.  Bendungan selebar 10 meter tersebut dialirkan ke terusan kecil selebar 1,5 ,meter . Terusan-terusan kecil tersebut dibuat untuk mengalirkan air yang mampu mengairi sawah hingga ratusan hektar di dusun Sumbersari maupun dusun Pahabung.  

Sementara itu bendungan permanen kedua bernama bendungan Asahan 1 yang membendung way Asahan dengan lubuk Sepan. Bendungan ini mengairi sawah sawah yang berada di dusun Banyuurip Desa Kuripan.

Menurut Kepala Unit Tekhnis Dinas Pekerjaan Umum Kecamatan Penengahan, Bakauheni dan Ketapang M.Budi, dari data dinas PU luasan lahan yang dialiri Bendungan Penengahan 1 mencapai 118 hektar sementara untuk luasan lahan yang diari Bendungan Asahan mencapai 50 hektar lebih.

"Luasan lahan tersebut bisa dilihat langsung di dinas pertanian sebab seperti kita tahu beberapa lahan diantaranya sekarang terkena proyek jalan tol dan pastinya akan menyusut luasnya," ungkap Budi.

Kedua bendungan tersebut diatur dengan sistem ulir sehingga saat air surut penahan air dari besi yang sudah dipasang bisa diturunkan, dan jika air cukup melimpah bisa dinaikkan agar air tetap mengalir, sisanya dibelokkan ke saluran air yang lebih kecil.

Dampak musim kemarau yang bagi wilayah lain sangat berpengaruh terhadap pasokan air, bahkan tidak bisa menanam dan gagal panen. Hal tersebut tak terjadi di areal persawahan yang dilalui oleh terusan aliran air dari Bendungan Way Asahan tersebut.  Tukiman (45) mengatakan bahwa sawahnya yang mencapai seperempat hektar tak pernah mengalami kesulitan air.  

Hal tersebut dikarenakan bendungan tersebut  terus dipelihara dan  Daerah Aliran Sungai (DAS) yang masih cukup terjaga.  Banyak pepohonan dialiran sungai tersebut yang cukup membantu menjadi wilayah tangkapan air (cathment area). Pohon tersebut diantaranya pohon bambu, pohon gondang, pohon wungu yang tumbuh di sepanjang sungai.

“Sawah yang ada di wilayah kami tak pernah kesulitan air. Bahkan di saat musim kemarau ini banyak petani lain tidak bisa menanam dan panen, kami masih bisa melakukan penanaman padi di lahan sawah kami, “ ujar Tukiman. 

Ia bersama warga lainnya bahkan mulai melakukan proses pengolahan sawah. Ada yang menggunakan bajak mesin dan ada yang menggunakan tenaga kerbau.  Bahkan ia mengatakan sebelumnya mendapat hasil padi yang cukup bagus meskipun  daerah lainnya gagal panen.  Areal sawah  babnyak tedapat hampir di sisi kanan dan kiri DAS Way Asahan yan tak  pernah surut tersebut meskipun musim kemarau panjang.

Selain digunakan sebagai sarana pengairan pertanian, sungai tersebut juga digunakan untuk  keperluan warga , mencuci, mandi dan keperluan lainnya.  Bahkan ada yang memanfaatkannya untuk menyirami sayuran dan membuat kerajinan batu bata, yang saat musim kemarau ini banyak dimanfaatkan untuk membuat batu bata. 

Bendungan Way Asahan dan Penengahan 1 bagi Tukiman dan warga lainnya merupakan bendungan yang sangat penting. Bahkan lebih dari puluhan tahun  ia bisa mengolah sawahnya dan mendapatkan hasil yang baik. Tukiman bahkan bisa mengingat bahwa ia bisa membangun rumahnya yang dahulu geribik dengan batu bata permanen karena adanya bendungan teresbut. Ia membuat batu bata dari air sungai dari aliran bendungan tersebut,  bahkan mengambil batu dan pasir dari Way Asahan serta membeli material bangunan lainnya untuk membangun rumah idamannya dari hasil panen yang melimpah.

“Warga Pasuruan tak akan pernah kelaparan jika Sungai Way Asahan dan bendungan ini masih terjaga. Karena sumber paling utama untuk pertanian adalah air bendungan sungai ini,  “ terangnya.


Luas dan Hasil Komoditas Tanaman Pangan Meningkat di Lamsel

Berdasarkan data yang dilansir Cendananews.com dari laman resmi BPS Lampung Selatan luas komoditi tanaman pangan khusus padi sawah dan padi ladang di Lampung Selatan mengalami kenaikan dalam jumlah luas panen (hektar) dan produksi (ton). Kenaikan dicatat BPS dalam kurun waktu tahun 2010-2013.

Khusus padi ladang jenis komoditas tanaman pangan padi sawah pada tahun 2010 luas panen padi sawah mencapai 73.376 (ha) produksi 382.590 (ton), Tahun 2011 luas panen 74.997 (ha) dengan produksi 395.437(ton), Tahun 2012 luas panen 76.108 (ha) dengan produksi  399.900(ton), tahun 2013 luas panen 80.596 (ha) dengan produksi 441.113 (ton).

Sementara khsusus padi ladang pada tahun 2010 luas panen 7.425 (ha) dengan produksi 23.552 (ton), tahun 2011 luas lahan 9.004 (ha) dengan produksi28.840 (ton), tahun 2012 luas 9.012 (ha) dengan produksi 29.065(ton), tahun 2013 9.086 (ha) dengan produksi 299.725 (ton).

Sementara itu dari hasil Sensus Pertanian 2013 (Pencacahan Lengkap) Kabupaten Lampung Selatan jumlah rumah tangga petani gurem di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2013 sebanyak 51,34 ribu rumah tangga atau sebesar 38,53 persen dari rumah tangga pertanian pengguna lahan, mengalami penurunan sebanyak 23,49 ribu rumah tangga atau turun 31,39 persen dibandingkan tahun 2003.

Jumlah petani yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 147,79 ribu orang, terbanyak di subsektor Tanaman Pangan sebesar 104,25 ribu orang dan terkecil di subsektor perikanan kegiatan penangkapan ikan sebesar 1,78 ribu orang.

Petani utama Provinsi Lampung sebesar 28,98 persen berada di kelompok umur 35-44 tahun.

Rata-rata luas lahan yang dikuasai per rumah tangga usaha pertanian seluas 0,86 ha, terjadi peningkatan sebesar 60,62 persen dibandingkan tahun 2003 yang hanya sebesar 0,53 ha. (Henk Widi, Jurnalis Cendana News)