PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 7 November 1972 - 7 November 1989

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Selasa, 7 November 1972

Solidaritas sosial sangat perlu, sebab masyarakat yang merasa dirinya terikat dalam kesatuan dan memiliki rasa senasib sepenanggungan akan mampu menghadapi tugas bersama yang besar. Demikian dimanfaatkan oleh Presiden Soeharto dalam sambutannya setelah Shalat Idul Fitri di Masjid Istiqlal pagi ini. Selanjutnya dikatakan oleh Presiden bahwa apa yang kita capai sampai sekarang ini dalam lima tahun keempat pelaksanaan Pelita memang sudah jauh lebih baik dari pada 5-6 tahun yang  lalu, akan tetapi masalah yang kita hadapi masih banyak.


Selasa, 7 November 1978

Sebelum kembali ke Jakarta, pagi ini di kompleks Perum Perkani di desa Goala, Ambon, Presiden Soeharto meresmikan beberapa proyek sarana dan prasarana pembangunan. Dalam amanatnya, Kepala Negara mengingatkan bahwa harus tiba saatnya penggalian dan pengolaan kekayaan laut sepenuhnya berada ditangan kita sendiri. Oleh karena itu usaha-usaha dalam bidang perikanan oleh rakyat kita, harus dibina dan dikembangkan sebaik-baiknya. Dalam hubungan ini adanya Fakultas Peternakan dan jurusan Perikanan di Maluku dapat menjadi pusat utama studi perikanan bagi generasi muda bangsa kita. Pendek kata, demikian Presiden, kita harus berusaha untuk mengobarkan lagi  jiwa bahari dan semangat Nusantara yang dulu pernah membuat bangsa kita ini sebagai bangsa yang besar.

Pada kesempatan itu Presiden telah menyerahkan 10 buah kapal nelayan untuk koperasi-koperasi perikanan setempat. Dengan penyerahan itu Presiden mengharapkan agar koperasi para nelayan, pemilik koperasi, akan dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dan dapat meningkatkan penghasilannya.


Rabu, 7 November 1979

Presiden sangat prihatin sehubungan dengan terjadinya gempa bumi di Jawa Bara, dan mengharapkan agar rakyat yang terkena musibah tetap tawakal kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keprihatinan ini diungkapkan Sesdaplobang, Solichin GP, kepada penjabat Pemerintah Daerah Jawa Barat dan masyarakat setempat setelah meninjau daerah yang terkena musibah itu hari ini.

Keprihatianan Presiden itu juga terkesan dalam sidang kabinet terbatas bidang Ekuin yang dipimpinnya pagi ini di Bina Graha. Didalam bidang hari ini Presiden memutuskan untuk memberikan sumbangan bagi korban bencana alam dan gempa bumi di Jawa Barat berupa 10 zak semen untuk setiap rumah penduduk yang rusak. Selain itu diinstruksikan pula  oleh Presiden agar departemen-departeman yang terkait berusaha melancarkan persediaan bahan bangunan di daerah yang terkena bencana. Juga diminta oleh Kepala Negara supaya bangunan-bangunan, terutama sekolah-sekolah, yang rusak atau hancur segera diperbaiki atau di bangun kembali.

Dalam pada itu, menyangkut acara rutinnya, sidang kabinet memutuskan untuk membebaskan para petani yang tergolong dalam enam kategori dari kewajiban membayar tunggakan kredit Bimas padi dan Plawijaya yang sudah diambil mereka dalam musim tanam 1970/1971 sampai musim bencana alam, petani yang bertransmigrasi , petani yang ditanamnnya terserang hama, pertani yang kreditnya disalahgunakan oleh pihak ketiga, petani yang meningggal dunia, dan petani yang betul-betul tidak mampu lagi membayar tunggakannya. Dengan keputusan ini Pemerintah bermaksud dapat memperluas lagi partisipasi para kredit Bimas dan meningkatkan produksi pangan.

 
Jum’at,  7 November 1980

Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan para peserta Musyawarah Kerja Nasional Perguruan Swasta ke-3 di Bina Graha pagi ini. Dalam pertemuan itu Kepala Negara  mengatakan bahwa sesuai dengan asas pemerataan, Pemerintah akan memberikan perhatian lebih besar kepada sekolah-sekolah swasta yang tumbuh di daerah terpencil.

Selanjutnya Kepala Negara mengatakan, bila sampai sekarang masalah pendidikan belum terpecahkan secara memuaskan, bukan berarti Pemerintah tidak mengetahui apa yang dikerjakan. Hal ini sebenarnya menunjukan betapa besar tantangan yang dihadapi dalam lapangan pendidikan. Diharapkannya agar tantangan yang besar itu dapat hendaknya membengkitkan kesadaran kita semua untuk bersama-sama bekerja bahu-membahu mengenai masalah yang menentukan masa depan dan pembangunan bangsa kita. Dalam hal ini ditegaskannya bahwa Pemerintah tidak menganggap sekolah swasta sebagai saingan sekolah negara atau sebagai beban Pemerintah. Malah sebaliknya, demikian Presiden, Pemerintah menganggap sekolah sebagai unsur penting dalam melaksanakan pendidikan nasional.


Sabtu, 7 November 1981

Bertempat di Bina Graha, pagi ini Presiden Soeharto menerima kunjungan kehormatan Presiden Republik Nauru, Hammer De Robut, yang didampingi oleh Menteri Preindustrian AR Suhud dan Direktur Jenderal Kimia Dasar, Hartato. Presiden de Robut tiba di Jakarta kemarin sore untuk kunjungan tidak resmi selama tiga hari.

Dalam pembicaraan tidak resmi dengan Presiden Nauru pagi ini, Presiden Soeharto menyarankan agar antara kedua negara dilakukan hubungan timbal balik. Dalam hal ini Indonesia ingin mengimpor beberapa komoditi yang dibutuhkannya dari Indonesia. Bila hal ini bisa dilakukan, demikian Presiden Soeharto, maka biaya angkutannya dapat ditekan, sehingga harga pun menjadi lebih murah.


Senin, 7 November  1982

Pukul  11.30 pagi ini Presiden Soeharto menerima pimpinan MUI yang terdiri atas Prof Dr Ibrahim Hosen dan H Projokusumo. Mereka diantar oleh Menteri Agama Ad Intreim, Soeparjo Rustam, dan Sekertaris  Jenderal  Departemen Agama, Tarmizi Taher, yang juga salah seorang MUI.
Dalam pertemuan itu Presiden Soeharto menyampaikan penghargaannya dalam MUI yang cepat tanggap untuk menentramkan umat Islam menghadapi isyu lemak babi. Presiden menyatakan sangat menghargai tindakan MUI yang mengirimkan team peneliti untuk menemui langsung peternak susu dan meninjau proses pembuatan susu bubuk di Pasuruan, Jawa Timur.


Senin, 7 November 1983

Pukul 09.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima kunjungan kehormatan para menteri luar negeri negara-negara ASEAN. Mereka yang hadir dalam pertemuan itu adalah Menteri Luar Negeri Singapura, Supiah Dhanabalan, Menteri Luar Negeri Malaysia, Tan Sri Ghazali Shafeie, Menteri Luar Negeri Thailand, Siddhi Savetsila, Acting Menteri Luar Negeri Filipina, Manuel Collantes, dan Menteri Luar Negeri Indonesia, Mochtar Kusumaatmadja.

Setelah menerima para Menteri Luar Negeri ASEAN, Presiden Soeharto pada jam 10.00 pagi ini membuka secara resmi Konferensi Cacat Mental Asia ke-6 di Istana Negara. Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial adalah tuan rumah untuk konferensi yang dihadiri oleh lebih kurang 350 peserta ini.

Dalam kata sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa selama tiga kali melaksanakan Pelita selama ini, banyak usaha yang telah dilakukan Indonesia untuk membantu para penyandang cacat, khususnya para penyandang cacat mental. Namun Indonesia menyadari bahwa apa yang telah dilakukan itu masih terbatas, karena kemampuannya untuk itu memang masih terbatas pula.

Selanjutnya dijelaskan oleh Presiden bahwa Indonesia perlu melaksanakan kebijaksanaan yang terpadu dalam membantu para penyandang cacat. Disamping secara langsung memberikan pelayanan sosial kepada mereka, juga melakukan usaha yang lebih luas melalui pembangunan sosial. Langkah yang demikian diambil karena masalah penyandang cacat mental itu mempunyai kaitan yang erat dengan keadaan ekonomi, adat istiadat, pendidikan dan masalah-masalah kemasyarakatan lainnya.

Pada kesempatan itu juga Kepala Negara menegaskan bahwa di Indonesia para cacat mental mempunyai hak yang sama dengan sesama warganegara lainnya. Ini adalah sesuai dengan salah satu pasal UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Demikian antara lain dikatakan oleh Kepala Negara.

Siang ini, di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima 43 orang dari 45 anggota DPP Golkar masa bakti 1983-1988 yang terbentuk sebagai hasil musyawarah nasionalnya baru-baru ini. Memberikan pengarahan kepada para pengurus baru kekuatan sosial politik yang terbesar di Indonesia ini, Presiden antara lain menghendaki agar dalam usahanya mengadakan konsolidasi, Golkar mengerahkan pendukung dan rakyat yang percaya kepadanya untuk memecahkan persoalan dananya secara mandiri. Dalam hubungan ini Golkar harus mampu menunjukkan kepada kedua partai politik bahwa Golkar mampu mandiri. Diharapkannya agar DPP Golkar bersama DPD-DPD mampu memecahkan masalah tersebut sehingga dapat mandiri dan tidak melakukan usaha-usaha yang dapat menimbulkan kelemahan-kelemahan bagi Golkar. Diingatkannya bahwa kelemahan-kelemahan seperti itu nanti dapat dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan sosial politik lain.


Kamis, 7 November  1985

Kepala Negara hari ini melantik Dewan Pimpinan Lembaga Pemilihan Umum (LPU), Dewan Pertimbangan LPU, Panitia Pemilihan Indonesia, dan Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum Pusat. Pelantikan yang berlangsung di Istana Negara itu dilakukan dalam rangka persiapan pelaksanaan Pemilihan Umum 1987.

Dalam pidatonya, Presiden antara lain mengatakan bahwa pelaksanaan pemilihan umum terus kita sempurnakan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan, dalam usaha besar kita untuk makin mematangkan kehidupan demokrasi. Dalam rangka terus menyempurnakan pemilihan umum ini, maka Undang-undang Pemilihan Umum terus diperbaiki dan disempurnakan, sehingga asas-asas Luber yaitu pemilihan umum yang terlaksana secara langsung, umum, bebas, dan rahasia benar-benar makin dapat kita wujudkan.

Menteri Tenaga Kerja, Sudomo, siang ini menghadap Presiden Soeharto di Istana Merdeka. Kepada Kepala Negara dilaporkannya mengenai situasi ketenagakerjaan dewasa ini. Antara lain dilaporkannya bahwa sampai akhir Oktober 1985 sudah 29.327 orang tenaga kerja yang terkena PHK dengan berbagai alasan. Ada tiga alasan umum daripada PHK, yaitu selesainya kontrak kerja, pelanggaran disiplin, dan pengaruh resesi ekonomi dunia.

Setelah menerima Menteri Tenaga Kerja, siang ini Presiden juga menerima Menteri/Ketua Bappenas JB Sumarlin yang menghadap bersama Menteri Pertanian Achmad Affandi dan Menteri Transmigrasi Martono serta Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Tanaman Keras, Hasjrul Harahap. Dalam pertemuan dengan Kepala Negara itu telah dibahas masalah penggalakan proyek Perkebunan Inti Rakyat (PIR) di berbagai daerah. 

Seusai pertemuan, Menteri Sumarlin mengatakan bahwa PIR tersebut akan dikaitkan dengan program transmigrasi. Selanjutnya dikatakannya bahwa program PIR yang sudah dimulai sejak tahun lalu akan disempurnakan. Untuk menggalakkan program PIR ini, maka transmigran peserta PIR akan diberikan hak-hak, seperti pemilikan lahan pekarangan seluas dua hektar dan jaminan hidup selama satu tahun.

Komisi IV DPR mengucapkan selamat kepada Presiden Soeharto yang telah mendapat penghargaan dari dunia Internasional atas keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan produksi pangan. Ucapan selamat kepada Kepala Negara itu dikemukakan dalam laporan Komisi IV kepada sidang paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR, Kharis Suhud.


Sabtu, 7 November 1987

Pukul 09.25 pagi ini, Presiden Soeharto menerima kunjungan Menteri Kebudayaan Vietnam, Tran Van Phac, di Bina Graha. Pejabat Vietnam itu datang untuk  menyampaikan sepucuk surat dari PM Phan Hung dan Cinderamata dari Pemerintah Vietnam untuk Presiden. Cinderamata itu berupa sebuah potret Presiden dan Ibu Tien Soeharto dalam dua dimensi, yang kalau dilihat dari satu sisi tampak gambar Presiden Soeharto, sedangkan dari sisi yang satu lagi hanya kelihatan gambar Ibu Tien. 

Pagi ini Presiden juga menerima kunjungan kehormatan rombongan Komite Ekonomi Indonesia-Jepang (JIEC) yang dipimpin oleh Kikuo Ikeda di Bina Graha. Dalam kunjungan itu mereka diantar oleh Pengurus Kadin Indonesia, Sukamdani S Gitosarjono, A Baramuli SH, dan Tony Agus Ardi.

Pada kesempatan itu, Kepala Negara mengaharapkan agar hubungan antara Kadin Indonesia dan para pengusaha Jepang dapat lebih dieratkan lagi, dalam rangka upaya untuk meningkatkan peranan swasta dalam kerjasama Indonesia-Jepang. Presiden juga mengatakan bahwa dalam keadaan keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pembangunan, akibat merosotnya harga minyak, Pemerintah Indonesia mengharapkan peningkatan peranan swasta. Kepada pihak Jepang, Kepala Negara menawarkan kerjasama untuk pembangunan proyek-proyek hulu, misalnya dalam industri aluminium dan besi, serta proyek-proyek hilir untuk industri timah.

Sementara itu, dalam pertemuan dengan Kepala Negara pada jam 10.30 pagi ini, Menteri Koperasi Bustanil Arifin telah menyampaikan laporan tentang pelaksanaan pola PIR Jamur di Gunung Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Dilaporkannya bahwa pola PIR tersebut telah mengubah wajah Gunung Dieng yang dahulunya dikenal sebagai daerah miskin menjadi daerah potensial. Hal ini karena penanaman jamur itu telah mendatangkan hasil sekitar satu juta dollar AS setiap bulannya.  
      
 
Selasa, 7 November  1989

Pangeran Charles dan Puteri Diana siang ini meninggalkan Indonesia untuk meneruskan lawatan mereka ke Hongkong. Sebelumnya, mereka melakukan kunjungan perpisahan kepada Presiden dan Ibu Soeharto  di Istana Merdeka. Berlainan dengan biasanya, kunjungan perpisahan ini berlangsung lebih dari satu jam. Setelah itu Presiden dan Ibu Soeharto  melepas keberangkatan mereka di halaman depan istana.


Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Oval Andrianto
Editor : Sukur Patakondo