PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 7 September 1966 - 7 September 1989

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Rabu, 7 September 1966
Menpangad Jenderal Soeharto, dalam amanatnya pada rapat kerja Korps Kavaleri AD di Gelora Senayan, Jakarta, mengatakan bahwa perlu adanya kesatuan pengertian dan kesamaan sikap untuk mengamankan dan mengamalkan Dwi Dharma dan Catur Karya. Demikian diucapkan Jenderal Soeharto. Setelah memberikan amanatnya, Jenderal Soeharto telah diangkat menjadi warga kehormatan Korps Kavaleri AD; pengangkatan ini telah dilakukan oleh Komandan Pusat Kesenjataan Kavaleri AD, Kolonel (Kav) Wing Wiryawan, mewakili semua peserta rapat kerja.
Sesuai dengan ketetapan MPRS No. XXXII/1966, pemerintah telah menginstruksikan untuk menutup 10 harian berbahasa Cina di seluruh Indonesia. Penutupan ini mulai berlaku pada tanggal 8 September 1966. Untuk mengatasi keperluan untuk menyalurka informasi kepada WNI ketrunan Cina, maka pemerintah akan menerbitkan satu surat kabar berbahas Cina di Jakarta dan edisi daerahnya di Medan dengan nama Harian Indonesia.
Jenderal Soeharto telah menerima delegasi DPP Perti yang dipimpin oleh Ketua Umumnya, Rusli Khalil. Dalam pertemuan tersebut, pimpinan Perti antara Lain mempertanyakan berita-berita bahwa TNI akan mendirikan pemerintahan atau junta militer. Menjawab pertanyaan tersebut, Jenderal Soeharto mengatakan bahwa hal itu tidaklah mungkin karena TNI-AD telah mempunyai doktrin Tri Ubaya-Cakti. Menutama Hankam menegaskan bahwa berita-berita tersebut disebarkan oleh PKI, sebab hanya PKI yang TNI-phobi.
Dalam pada itu Ketua Presidium Kabinet Ampera, Jenderal Soeharto, telah pula memberikan briefing kepada Presidium KAMI Pusat seluruh Indonesia. Dalam briefing tersebut, Jenderal Soeharto menandaskan bahwa rencana, program dan usaha pemerintah hanya dapat sukses apabila mendapatkan dukungan serta bantuan masyarakat sepenuhnya. Ketua Presidium Kabinet juga mengingatkan bahwa usaha besar yang dihadapi negara dan bangsa dewasa ini menghendaki adanya kesatuan landasa, kesatuan haluan, kesatuan usaha terutama kesatuan aksi yang dijiwai oleh semangat Orde Baru. Demikian Jenderal Soeharto.

Selasa, 7 September 1971
Hari ini Presiden dan Ibu Tien Soeharto berada di Pekan Baru untuk kunjungan selama selama dua hari di Provinsi Riau. Dalam briefingnya kepada para pejabat di daerah itu malam ini, Presiden berbicara mengenai masalah keluarga berencana dan demokrasi. Tentang keluarga berencana antara lain dikatakannya bahwa kaum pria harus konsekuen dalam melakukan keluarga berencana dan jangan hanya kaum wanitanya saja. Pada kesempatan itu Presiden mengungkapkan bahwa rencana pemerintah untuk untuk mengaitkan  sistem penggajian dengan keluarga berencana. Sistem sekarang ini di mana setiap anak pegawai yang lahir diberi tambahan tunjungan keluarga dan 10 kilogram beras tidak mendukung keluarga berencana, sehingga perlu ditinjau kembali.
Menyinggung masalah demokrasi, Presiden Soeharto mengatakan bahwa kerjasama antara eksekutif dan legislatif akan serasi dan berjalan baik, jika kedua belah pihak berpegang teguh pada haluan negara. Ditegaskannya bahwa yang terikat kepada haluan negara bukanlah hanya Presiden saja, tetapi juga DPR. Berkaitan dengan itu, Presiden menanggapi keraguan yang ada pada sementara kalangan apakah Demokrasi Pancasila dapat benar-benar ditegakkan di Indonesia, sehubungan dengan kemenangan Golkar yang besar dalam pemilihan umum yang baru lalu. “Ketegasan dari saya ialah bahwa tidak perlu timbul keragu-raguan itu, karena menegakkan Demokrasi Pancasila merupakan prinsip perjuangan Orde Baru,” kata Jenderal Soeharto. Menurutnya, rakyat tidak perlu khawatir bahwa Golkar akan “manggut-manggut” saja terhadap pemerintah dan bahwa wakil-wakil Golkar di DPR nanti kurang konsekuen melaksanakan hak kontrolnya.

Kamis, 7 September 1976
Presiden Soeharto pagi ini memimpin sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional di Bina Graha. Sidang hari ini antara lain membahas masalah produksi pertanian, sehubungan dnegan terjadinya banjir besar pada musim hujan yang lalu, hama wereng, dan bahaya kekeringan dalam musim kemarau ini. Untuk mengatasi keseluruhan akibat bencana itu, sidang memutuskan bahwa semua instansi terkait harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penurunan produksi padi dalam musim tanam 1976/1977 dengan menyediakan sarana produksi tepat pada wakrunya, serta menanggulangi penunggakan kredit Bimas. Selain itu para petani diberi keringanan didalam menge balikan kredit, sehingga mereka terus da[at iku didalam program intensifikasi pertanian.

Rabu, 7 September 1977
Menteri Keuangan Ali Wardhana hari ini menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Selesai menghadap ia menjelaskan kepada pers bahwa tidak benar sama sekali berita yang mengatakan bahwa nilai rupiah terhadap dolar Amerika sekarng ini terlalu tinggi. Ia mengatakan bahwa kurs rupiah terhadap dolar yang sekarang ini Rp415,- merupakan kurs rill. Sementara kalangan mengatakan bahwa kurs riil rupiah terhadap dolar seharusnya Rp1.000,-. Oleh karena itu sekarng ini banyak orang di Jakarta yang terdorong membeli dolar untuk dibelanjakan ke luar negeri, karena menurut harapannya harga dolar di Indonesia sangat murah. Kepada Kepala Negara Menteri Keuangan melaporkan tentang rencana keberangkatannya bersama Gubernur Bank Sentral Rachman Saleh, untuk menghadiri sidang IMF.

Senin, 7 September 1981
Pukul 11.00 pagi ini bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima kunjungan kehormatan Menteri Ekonomi dan Perdagangan Spanyol, Agustin Hidalgo de Quantana, yangdidampingi oleh Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie. Dalam pertemuan itu dibicarakan masalah kerjasama antara kedua negara, terutama dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam pembicaraan itu terungkap bahwa dalam tahun ini Spanyol akan mengimpor bahan mentah hasil pertanian Indonesiasenilai lebih dari US$100 juta. Ekspor Spanyol ke Indonesia dalam bentuk mesin-mesin dan produk kimia juga bernilai sekitar US$100 juta.
Pada kesempatan itu Presiden Soeharto mengharapkan agar hubungan dan kerjasama  ekonomi antara kedua negara dapat hendaknya dilakukan pula dalam bidang-bidang lain yang sangat dibutuhkan perekonomian Indonesia.

Selasa, 7 September 1982
Jam 10.30 pagi ini Presidn Soeharto menerima Team Inpres X, yang di pimpin oleh Solichin GP, di Bina Graha.Sebagaimana diketahui para anggota Team Inpres X ini adalah Drs. Oscar Suryaatmadja MSc. (Direktur Jenderal Moneter Dalam Negeri), Ir Wardoyo (Direktur Jenderal Tanaman Pangan), Ir. HL Gaol (Direktur Urusan Pajak dan Penerikmaan Bukan Pajak), Drs. Permadi (Direktur Utama BRI), Drs. Hartawan (Direktur BRI). Team menghadap Kepala Negara untuk melaporkan tentang hasil kerjanya sejak tanggal 31 Juli 1981, khususnya masalah penunggakkan kredit program massal.
Dalam pertemuan itu Presiden menginstruksikan agar Team terus mengusut dan menyelesaikan penunggak kredit itu. Menurut Presiden, pengusutan ini perlu diselesaikan karena ini mengandung unsur pendidikan bagi mereka. Selanjutnya Kepala Negara memberikan petunjuk agar kredit program massal diutamakan pada usaha-usaha kelompok, seperti kelompok Insus; sedangkan kredit untuk perorangan dibarikan secara selektif saja.

Jum’at, 7 September 1984
Atas nama Presiden Soeharto, Menteri Keuangan Radius Prawiro, pagi ini menyerahkan penghargaan Parasamnya Purnakarya Nugraha kepada Kabupaten Jembrana, Ida Bagus Ardhana, dalam sebuah upacara di Negara.

Senin, 7 September 1987
Selama 45 menit pagi ini Presiden Soeharto menerima pimpinan DPR di Bina Graha. Mereka datang untuk berkonsultasi tentang inventarisasi permasalahan yang belum terselesaikan dalam masa tugas DPR periode 1982-1987. Permasalahan yang belum terselesaikan itu pada intin ya berkaitan dengan kebijaksanaan pemerintah dan yang berkaitan dengan keperluan berbagai undang-undang baru.

Rabu, 7 September 1988
Dalam sidang kabinet terbatas dalam bidang Ekuin yang dipimpinnya, hari ini Presiden Soeharto memerintahkan BKPM aga rmenghentikan pemberian izin pembangunan pabrik kayu lapis baru karena jumlahnya telah dianggap cukup. Sampai saat ini Indonesia telah mempunyai 120 pabrik kayu lapis. Instruksi tersebut dikeluarkan demi untuk memelihara keseimbangan antara hasil hutan dengan pengolahannya dan juga menjaga kelestarian alam. Kepala Negara juga menegaskan supaya eksploitasi hutan itu dilaksanakan sesuai dengan peraturan atau ketentusn ysnmg berlaku, yaitu memenuhi ketentuan bidang pemetaan udara, tebang pilih dan reboisasi.

Kamis, 7 September 1989
Presiden dan Ibu Soeharto beserta rombongan pagi ini tiba di Tashkent, Ibukota Republik Soviet Sosialis Uzbekistan. Diantara pejabat tinggi yang ikut serta dalam kunjungan Presiden Presiden ke Uni Soviet ini adalah Menko Equin Radius Prawiro, Menteri Luar Negeri Ali Alatas, Menteri/Sekretaris Negara Moerdiono, dan Panglima ABRI Jenderal Tri Sutrisno.
Sekalipun kedatangan Kepala Negara dan rombongan di Tashkent ini menandai awal kunjungannya di Uni Soviet, tetapi lawatan di Uzbekistan merupakan kunjungan tidak resmi. Kedatangan Presiden dan Ibu Soeharto disambut oleh Ketua Presidium Soviet Tertinggi Republik Soviet Sosialis Uzbekistan dan Nyonya Ibrahimova.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo