PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 17 Mei 1966-1989

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
SELASA, 17 MEI 1966

Himpunan Pemuda Pelajar Indonesia (HPPI) di Kairo, dalam suratnya yang ditujukan kepada Menpangad Letjen. Soeharto menyatakan: 1. Dukungan atas tuntutan supaya para tahanan politik yang selama ini jadi korban tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak asasi manusia segera diselesaikan dengan membebaskan mereka yang ternyata tidak bersalah dan menyeret ke muka pengadilan mereka yang melakukan pelanggaran hukum dan undang-undang negara; 2. Perlu dilakukan reorganisasi lembaga-lembaga pemerintahan;dan 3. Dukungan tanpa syarat kepada pernyataan ABRI yang menekankan kembali garis kekuatan PBR-ABRI-Rakyat, dan persetujuan atas kebijaksanaan Presiden dalam meninjau kembali undang-undang Pemerintahan Umum.



JUMAT, 17 MEI 1968

Hari ini Presiden Soeharto melantik Jenderal M Panggabean menjadi Pangad bertempat di Mabad, Jakarta. pada kesempatan itu Presiden menegaskan kembali bahwa kalau dewasa ini ABRI secara aktif mengabdikan dirinya dalam berbagai kehidupan, tidaklah berarti bahwa ABRI haus kekuasaan, apalagi menyeleweng kearah sistem diktator militer.

Sementara itu dalam amanat tertulisnya pada Mukernas Pendidikan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) se-Indonesia, Presiden Soeharto mengatakan bahwa suatu tekad yang mendesak dan yang jelas, baik dilihat dari semangat Islam maupun kebutuhan praktis dewasa ini, adalah meningkatkan persatuan dan kesatuan, menyelesaikan stabilisasi nasional dan persiapan memasuki tahap pembangunan yang akan datang serta menguatkan mental dan moral masyarakat. Tentang Islam sendiri dikatakan oleh Presiden bahwa kunci dari luasnya sinar Islam terletak pada iman, ilmu dan amal yang benar-benar dipegang teguh oleh pemimpin dan umat Islam. Masalahnya ialah bahwa pengertian iman itu baru dan hanya sampai pada “pernyataan lisan” saja. Inilah salah satu kelemahan masyarakat kita yang tersebar pada tahun-tahun terakhir ini, demikian Presiden Soeharto.





MINGGU, 17 MEI 1970

Sejak jam 10.00 pagi hari ini Presiden Soeharto secara berturut-turut menerima Menteri Luar Negeri Filipina, Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Menteri Luar Negeri Australia, Menteri Luar Negeri Jepang, Menteri Luar Negeri Muangthai. Kepada para tamunya itu Presiden Soeharto mengungkapkan kegembiraannya atas kesediaan mereka untuk menghadiri Konferensi Menteri Luar Negeri Asia dan Pasifik tentang Kamboja. Dengan setiap Menteri Luar Negeri tersebut, Presiden juga membicarakan hubungan bilateral antara Indonesia dan masing-masing negara. khusus dengan Menteri Luar Negeri Jepang telah disinggung hubungan ekonomi antara kedua negara, terutama menyangkut soal bantuan Jepang dalam IGGI. Menteri Luar Negeri Australia dan Menteri Luar Negeri Selandia Baru telah menyampaikan pula undangan kepada Presiden Soeharto untuk berkunjung ke negara masing-masing.



KAMIS, 17 MEI 1973

Presiden Soeharto menegaskan bahwa peranan gubernur sebagai penguasa tunggal di daerah tidak dapat diartikan bahwa mereka dapat bertindak menurut selera mereka sendiri dengan menyimpang dari kebijaksanaan umum yang ditetapkan pemerintah. Demikian antara lain dikatakan Presiden dalam sambutannya ketika membuka rapat kerja gubernur seluruh Indonesia di Istana Negara pagi ini.

Diingatkan oleh Kepala Negara bahwa pelaksanaan kebjikasanaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, petunjuk-petunjuk dan wewenangnya. Selanjutnya Presiden meminta perhatian khusus para gubernur menyangkut masalah pangan, terutama beras, yang mempunyai peranan dan segi-segi yang luas dalam ruang lingkup ekonomi nasional dalam usaha kita meningkatkan taraf hidup orang banyak.







SENIN, 17 MEI 1976

Presiden Soeharto mengatakan bahwa sebagai salah satu negara yang sedang membangun Indonesia harus terus mengusahakan hal-hal yang telah disepakati oleh Kelompok 77 dalam pertemuannya di Manila. Menurut Kepala Negara ini merupakan tekad Pemerintah Indonesia untuk tetap menjaga kekompakan Kelompok 77 itu sendiri.

Demikian reaksi Presiden Soeharto terhadap laporan Menteri negara Ekuin/Ketua Bappenas, Widjojo Nitisastro, mengenai hasil Sidang ke-4 UNCTAD yang baru saja dihadirinya di Nairobi. Menurut Prof. Widjojo, yang menghadap Kepala Negara bersama Menteri Keuangan Ali Wardhana, Gubernur Bank Sentral Rachmat Saleh, dan Menteri Sekretaris Negara Sudharmono, sidang Untacd ini dihadiri oleh negara-negara yang sedang membangun yang tergabung dalam Kelompok 77 dan negara-negara industri. Sidang tersebut belum berhasil mencapai kata sepakat antara negara-negara yang sedang berkembang dan negara-negara industri.





SELASA, 17 MEI 1977

Pemerintah dalam waktu dekat akan menghapus tatacara impor dengan Merchant’s L/C untuk semua jenis barang. Perumusannya sekarang sedang diolah Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan. Presiden Soeharto menghendaki agar rumusan itu diselesaikan secepatnya sehingga prosedur Merchant’s L/C segera terhapus. Keputusan ini diumumkan Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono di Bina Graha. Menurut Sudharmono ini merupakan salah satu langkah untuk mengefektifkan pelaksanaan peningkatan produksi nasional dan sekaligus menertibkan masuknya barang-barang ke Indonesia. Ini juga berarti adanya peningkatan pemberantasan penyelundupan.





RABU, 17 MEI 1978

Presiden Soeharto siang ini meninggalkan Manado menuju Labuan, Malaysia Timur, untuk suatu kunjungan tidak resmi selama satu hari penuh. Kepala Negara dan rombongan tiba di Labuan pada sore hari waktu setempat.

Malam ini Presiden Soeharto melakukan pembicaraan tidak resmi yang pertama dengan PM Malaysia. Datuk Husein Onn. Pembicaraan ini merupakan bagian dari tradisi yang ingin ditumbuhkan oleh para pemimpin ASEAN, yaitu untuk saling mengadakan konsultasi mengenai masalah-masalah bilateral dan regional.




KAMIS, 17 MEI 1979

Pukul 09.00 pagi Ini Presiden membuka Kongres ke-9 Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia) di Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Dalam sambutannya, Presiden mengatakan bahwa dewasa ini Pemerintah memang melakukan penertiban buku sendiri. Akan tetapi kebijakan ini bersifat hanya sementara, dan sedikit demi sedikit pengisian kebutuhan akan buku haruslah dipenuhi oleh para penerbit, baik swasta maupun perusahaan negara.

Ditegaskan oleh Kepala Negara bahwa partisipasi para penerbit profesional mutlak diperlukan dalam perkembangan dunia perbukuan di tanah air kita di masa-masa yang akan datang. Diingatkannya bahwa peranan penerbit buku bukanlah hanya melayani keperluan masyarakat akan buku saja, melainkan harus didukung dengan kewajiban dan kewajiban dan kesadaran moril bahwa hasil produksinya akan memberikan arah yang positif kepada pertumbuhan masyarakat kita sebagai bangsa.

Bertempat di Bina Graha pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima kunjungan Duta Besar Amerika Serikat, Edward E Msters. Selesai menemui Presiden, Duta Besar Masters mengatakan bahwa dengan Presiden Soeharto ia telah membicarakan berbagai masalah internasional dan nasional yang dihadapi kedua negara. ia menjelaskan Pemerintahannya mendukung kebijaksanaan Pemerintah Indonesia yang menginginkan adanya suatu tempat pemrosesan pengungsi Indonesia di wilayahnya.
Setelah menerima Duta Besar Amerika Serikat, ditempat yang sama Presiden menerima pula Presidium Dharma Wanita Pusat yang dipimpin oleh Nyonya EN Sudharmono. Dalam pertemuan yang didampingi oleh Menteri Dalam Negeri Amirmachmud dan Menteri/ Sekretaris Negara Sudharmono tampak hadir anggota presidium lainnya, yaitu Ny. Ali Wardhana, Ny. Suherlan, Ny. Bustanil Arifin, Ny. Umar Wirahadikusumah, dan Ny. Mujono. 

Pada kesempatan itu Presiden meminta kepada organisasi isteri pegawai negeri itu untuk ikut serta mensukseskan program pemerintah dalam Repelita III, terutama program pemberantasan penyakit buta aksara. Selain itu dimintanya pula agar Dharma Wanita juga membantu kelancaran kampanye KB.






SABTU, 17 MEI 1980

Presiden Soeharto menyatakan rasa gembiranya karena hubungan persahabatan dan saling pengertian antara Indonesia dan Selandia Baru selama ini berjalan dengan baik, sehingga memperlancar kerjasama antara kedua negara. Namun hubungan yang demikian tadi masih perlu dan masih mungkin ditingkatkan, agar kedua rakyat dapat merasakan manfaat yang lebih besar lagi. Demikian sambutan Kepala Negara ketika menerima surat kepercayaan Duta Besar Selandia Baru, Richard Federick Nottage, pagi ini di Istana Merdeka.




SELASA, 17 MEI 1983

Presiden Soeharto mengharapkan agar Kadin Indonesia ikut serta dalam program Bimas penanaman bawang, kedelai dan buah-buahan. Demikian antara lain dikemukakannya kepada tokoh-tokoh Kadin Indonesia dalam pertemuan dengan mereka pagi ini di Bina Graha. Tampak hadir dalam pertemuan tersebut, antara lain, Sukamdani Sahid Gitosardjono (Ketua Umum), A Baramuli SH (Wakil Ketua Umum), Sukar Samsudi (Wakil Ketua Umum), Prof. Dr. Ir. Mohammad Sadli (Sekretaris Jenderal), Siswono Judohusodo, William Soeryajaya, dan Kemala Motik Amongpradja.

Sementara itu, ketika menerima Panitia Kongres Real Estate Internasional ke-34 pagi ini, Presiden Soeharto menegaskan kembali bahwa orientasi pembangunan perumahan tetap pada apa yang telah ada sekarang ini yaitu titik berat pada pembangunan perumahan sederhana. Mengenai kongres yang akan berlangsung di Jakarta pada akhir bulan ini, Kepala Negara mengharapkan agar kongres itu dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menggali pengalaman dari luar negeri dalam mengembangkan perumahan di Indonesia.

Diantara panitia kongres yang menghadap Kepala Negara di bina Graha pagi ini tampak, antara lain, Sukardjo SH, Ir Ciputra, dan Ir Siswono Yudohusodo. Mereka diantar oleh Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat, Drs Cosmas Batubara.







KAMIS, 17 MEI 1984

Setelah menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, Abdul Gafur, mengatakan Kepala Negara telah menyetujui untuk memberikan tanda jasa dan medali kepada para olahragawan yang berhasil mengharumkan nama bangsa dan negara di gelanggang internasional. Penghargaan ini dimaksudkan untuk mendorong olahragawan Indonesia untuk lebih berprestasi dan mengabdi pada negara melalui olahraga.

Setelah menerima Menteri Abdul Gafur, pagi ini ditempat yang sama Presiden juga menerima Menteri Koordinator bidang Kesra, Alamsyah Ratu Perwiranegara. Ia menghadap untuk melapor tentang masalah haji dan umroh. Selain itu dilaporkannya pula masalah tenaga kerja wanita yang ramai dipermasalahkan dewasa ini. 

Menyangkut masalah yang terakhir ini, Presiden meminta supaya dibicarakan dengan MUI dan Menteri Tenaga Kerja. Dengan demikian diharapkan tidak ada lagi pihak-pihak yang tersinggung dan salah mengerti.




SABTU, 17 MEI 1986

Presiden Soeharto menugaskan Departemen Perindustrian untuk terus mengembangkan mata dagangan minyak nilam di Aceh, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani, sekaligus menghilangkan minat untuk bertanam ganja. Hal itu digariskan Kepala Negara ketika menerima Menteri Perindustrian Hartarto di Cendana pada pukul 09.00 pagi ini.

Hartarto menghadap Kepala Negara guna melapor tentang posisi pengembangan industri dasar/hulu dalam rangka pendalaman struktur industri nasional sampai 15 Mei lalu.



RABU, 17 MEI 1989

Presiden Soeharto memerintahkan Menteri Muda Perindustrian Tungky Ariwibowo untuk menginvestasi kemampuan industri barang modal di dalam negeri, kemudian dikonsolidasikan supaya dapat dimanfaatkan secara merata dan efisien. Menurut Kepala Negara, masing-masing industri jenis itu perlu mengarah ke spesialisasi, sehingga satu pabrik tidak perlu membuat seluruh komponen. Diharapkannya pula agar industri lain sedapat mungkin menggunakan barang modal dan alat-alat produksi dalam negeri, kecuali kalau memang barang itu belum mampu dibuat di Indonesia.

Demikian diungkapkan oleh Ir. Tungky Ariwibowo setelah diterima Kepala Negara di Bina Graha siang ini. Ia menghadap Presiden untuk melapor tentang pengembangan industri barang modal (engineering industry). Dikatakannya bahwa setelah cukup sukses memajukan industri konsumsi dan industri barang setengah jadi, Indonesia kini ingin mengembangkan industri barang modal.


Penyusun Intarti, S.Pd