PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 17 Maret 1966 - 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,
Senin, 17 Maret 1966

Wakil Perdana Menteri  III/Ketua MPRS, Chairul Saleh, merupakan pengumuman tertulis Presiden Soekarno yang menegaskan supersemar tidak berarti penyerahan kekuasaan oleh presiden kepada Menteri/Pangad. Ini karena Presiden “seumur hidup” tidak mugkin berbuat demikian selama beliau masih hidup, dan bahwa Supersemar memerintahkan pengembangannya untuk menjamin ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi dan tidak menyimpang dari padanya.
Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS Bung Karno mengeluarkan pengumuman No. 1/Pres/1966. Yang berisi :
1.    Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD 1945, MPRS telah          memutuskan 8 (delapan) dan 2 (dua) Revolusi  yang membebankan kepada Presiden suatu kekuasaan penuh.
2.    Dalam menjalankan tugasnya, Presiden mempunyai kebebasan untuk menunjuk pembantu-pembantunya sendiri.
3.    Mengamalkan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

Sehubungan dengan pengumuman Presiden tersebut, Menko Hubungan Rakyat, Dr.Ruslan Abdulgani, menjelaskan bahwa sekarang ini kita tidak lagi berada dalam alam liberallisme sebab kita telah beralih ke Demokrasi  Terpimpin sejak tahun 1959.
Jenderal Suharto sebagai pemenang Supersemar menggamankan 15 menteri Kabinet Dwikora yang diduga terlibat dalam G-30-S/PKI. Mereka-mereka yang diamankan itu adalah :
1.    Dr.Subadrio, Wakil Perdana Menteri I,  Menteri  Kompartemen Luar Negeri;
2.    Dr.Chairul Saleh,  Wakil Perdana Menteri III, Ketua MPRS;
3.    Ir.Setiadi Reksoprodjo, Menteri  Urusan Listrik dan Ketenagakerjaan;
4      Sumardjo, Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan;
5.    Oei  Tjoe Tat SH, Menteri Negara diperbantukan pada Presidium Kabinet;
6.    Ir.Surachman, Menteri  Pengairan Rakyat dan Pembangunan Desa;
7.    Jusuf Muda Dalam, Menteri Urusan Bank Sentral, Gubernur Bank Indonesia;
8.    Armunanto, Menteri Pertambangan;
9.    Sutomo Martopradoto, Menteri Perburuhan;
10.    A Astrawinata SH, Menteri Kehakiman;
11.    Mayjen. Achmadi, Menteri Penerangan;
12.    Dr. Moch Achadi, Menteri  Transmigrasi dan Koprasi;
13.    Letkol. Sjafei, Menteri Khusus Urusan Keamanan;
14.    JK Tumakaka, Menteri/Sekretaris Jenderal  Font Nasional; dan
15.    Mayjen. Dr. Soemarno, Menteri/Gubernur  Jakarta Raya.

Dari kelimabelas Mentari yang diperintahkan untuk ditahan itu ternyata Ir. Surachman dan Achadi telah sempat meloloskan diri.

Senin 17 Maret 1969

Dalam sambutan  tertulisnya  pada ,pembukaan  Konferensi dinas  Departemen  Tenaga  Kerja ke- 2  di Jakarta hari ini, presiden Soeharto  menegaskan  bahwa  potensi tenaga kerja  Indonesia yang demikian  besar  ini hanya  bermanfaat  bagi  pembangunan  nasional  bila  ada pengelolaan yang tepat  dan integral. Untuk itu presiden  telah  menginstruksikan  agar  perluasan  lapangan  kerja dijadikan  salah satu sasaran pembangunan,  dan mengambil  kebijaksanaan  untuk  memperbanyak  kegiatan-kegiatan  pembangunan yang bersifat  padat  karya. Disamping  itu dikatakan pula oleh Jenderal  Soeharto  bahwa  ia telah  meminta  Depnaker  untuk mencari  cara-cara yang tepat sehingga terdapat  keseimbangan  antara  pertambahan  penduduk dan  kesempatan kerja.

Selasa, 17 Maret, 1970

Presiden  Soeharto mengadakan pembicaraan  tertutup  selama  45 menit  dengan Tuanku Abdul Rahman. Dalam pertemuan  yang juga dihadiri  oleh para pembantu  utama  kedua  belah pihak  itu telah dibicarakan berbagai  masalah, baik politik maupun  ekonomi.  Kepada  pers, PM  Tuanku  Abdul Rahman  menyatakan  bahwa  sebagai  hasil pertemuan , ia menjadi  yakin mengenai satu  hal, yaitu  keinginan  besar  pihak  Indonesia  untuk  mempererat  hubungan  persahabatan  antara kedua  Negara  dan seluruh  wilayah  Asia Tenggara. Tuanku  juga menyatakan pengharapan terhadap kepemimpinan  presiden  Soeharto, yang menurutnya  adalah “seorang  yang benar- benar, sungguh-sungguh”.

Seusai pertemuan, dilakukan  penandatanganan  Perjanjian  persahatan  dan Perjanjian  Batas  Laut  Teritorial  kedua Negara. Perjanjian  persahabatan  tidak saja mencakup  hubungan  yang lebih erat  di bidang  ekonomi, sosial,  dan politik antara  kedua Negara, tetapi  juga memuat  pelaksanaan ejaan baru   bagi kedua  bangsa, pertukaran  guru, dan misi  kebudayaan. Perjanjian  Batas  Laut  Teritorial  mencakup  masalah-masalah  daerah  perairan  kedua  Negara di Selat  Malaka.

Jum,at 17 Maret 1978

Gde  Jaksa  dari Fraksi PDI  selesai  sidang Komisi  D  (pertanggung jawab presiden) siang ini  menyatakan dapat  menerima  pidato  pertanggung jawab  presiden. Ia  juga  bermohon  agar catatan  tambahan  yang diserahkan  secara tertulis maupun  pendapat  fraksinya  dalam  pemandangan  umum  disampaikan  kepada  presiden  terpilih nanti.
Begitu pula, Sumrahadi  dari Fraksi  ABRI mengatakan  dapat  menerima dengan  baik  pertanggungan jawab  presiden  dan menilai   bahwa  pesiden  telah melaksanakan  dengan  baik tugas-tugasnya , antara lain  tertib  dalam melaksanakan  konstitusi  serta  jujur  atas  kekurangan-kekurangan  yang ada  dan meminta maaf atas  kekurangan-kekurangan tersebut.
Sementara  itu martono dari Fraksi  karya Pembangunan dan  Djamaluddin Tambunan  dari Fraksi  utusan Daerah  juga  menyatakan  dapat  menerima  dengan  baik pidato  pertanggung jawab  presiden. Sedangkan Yusuf  Hasyim  dari  Fraksi  Persatuan  Pembangunan  menyatakan  bahwa  fraksinya  sudah  membicarakan  soal  pertanggungan jawab  presiden ini,  namun  belum  berhasil  mendapatkan  kata  akhir  dan  belum  bias menemukan  kata sepakat. Pidato  tersebut  akan disoroti  lebih jauh  dan dibicarakan  dengan DPP  PPP.

Sabtu, 17 Maret 1979

Presiden Soeharto  berangkat  dari  Lanuma  Halim  perdanakusuma  menuju  Medan pada pukul 06.30pagi ini untuk  kunjungan kerja  selama  beberapa jam. Turut  serta  dalam  rombongan  antara antara lain  menteri  Luar Negeri  Mochtar  Kusumaatmadja,  Menteri  Hankam/  Pangab Jenderal M  Jusuf, Menteri/Sekretaris Negara Sudarmano, Duta Besar RI untuk Thailand, Hasnan Habib, dan Kepala Bakin, Yoga Sugama. Tidak lama setelah tiba dilapangan terbang Polania, Medan, Presiden menyambut kedatangan PM Thailand, Kriangsak Chammanand, beserta rombongan
Dari Lapangan Terbang, Presiden Soeharto membawa tamunya ke gubernuran, dimana akan berlangsung pembicaraan antar keduannya. Pembicaraan tersebut berlangsung selama tiga jam. Dalam pejelasannya kepada pers, Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono, mengatakan bahwa kedua kepala pemerintahan itu telah membahas dan saling bertukar-pikiran mengenai perkembangan Asia Tenggara akhir-akhir ini.

Segera sesudah pembicaraan tersebut, Presiden mengantarkan PM Kriangsank Ke Lapangan Udara Polonia. Keduanya berpisah ditangga pesawat Angkatan Udara Thailand yang akan membawa Pemimpin Negara tetangga itu ke Singapura.
Presiden Soeharto berangkat kembali ke Jakarta pada pukul 14.45 siang ini. Akan tetapi sebelumnya Kepala Negara sempat bertemu dan mengadakan pembicraan empat mata selama bebrapa menit dengan perdana Menteri Malaysia, Tan Sri Ghazali Shafei, di ruang VIP lapangan udara Polania. Tidak diketahui maslah mendesak apa yang mereka bicarakan.

Selasa, 17 Maret 1981

Hari ini Presiden dan Ibu Tien Soeharto melakukan kunjungan kerja di nusa tenggara barat untuk meresmikan dimulainnya Panen Raya Padi Gogo Rancah, di desa Teruwam, kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Dalam sambutannya mengawali acara itu, presiden akan mengatakan bahwa pemerintah akan terus menggiatkan program intensifikasi khusus seluruh pelosok wilayah Indonesia,  untuk meningkatkan produksi pangan dalam rangka usaha mencapai swasembada di bidang pangan, serta menigkatkan penghasilan petani. Pada kesempatan itu presiden juga menganjurkan petani untuk memelihara sapi, kerbau dan lain-lain, sebagai sumber pupuk kandang, demi untuk menigkatkan hasil panen.

Kamis, 17 Maret 1982

Pagi ini, di Istana Merdeka, Presiden  Soeharto secara berturut-turut menerima surat- surat kepercayaan Duta Besar India, Om Prakash Malhotra, dan Duta Besar Tunisia, Moncef jaafar. Ketika menyambut pidato Duta Besar Malhotra, kepala Negara mengatakan bahwa jika Negara-negara sedang berkembang dapat membangun dirinya sehingga dan hidup maju dan sejaterah, maka jelas keadaan itu akan membantu terwujudnya perdamaian dunia yang menjadi cita-cita umat manusia. Dalam hubungan inilah, demikian Presiden, ia menyambut dengan gembira keinginan Duta Besar Malhotra untuk menigkatkan lagi kerja sama antara kedua Negara.

Sedangkan kepala Duta Besar Jaafar, Presiden Soeharto mengatakan bahwa dunia kita dewasa ini masih penuh dengan  berbagai gejolak yang antara lain disebabkan pertarungan antara kepentingan kekuatan-kekuatan basar dunia yang menjadikan Negara-negara lain sebagai ajang perebutan pengaruh. Dalam hungan inilah, kata Presiden, Negara-negara yang sedang berkembang khususnya Negara-negara non-blok dituntut utnuk selalu menigkatkan kewaspadaan untuk terus menerus menggalang kekuatan bersama serta berpegang teguh pada prinsip menentukan dan mengurus masa depannya sendiri, dan tidak membiarkan dirinya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari luar.

Sabtu,17 Maret 1984

Perdana Menteri RepublikDemokratik  Kampuchea/ketua  KPLNF, Son  Sann, terima  Presiden  Soeharto  di Istana  Merdeka  pada jam  09.00  pagi ini.  PM  Son  Sann yang disertai  oleh tiga  orang  pengikutnya  dalam  pertemuan tersebut  didampingi  oleh  Menteri  Luar Negeri  Mochtar Kusumaatmadja.

Pukul 10.45  pagi ini, Presiden Soeharto  menerima  penyerahan  surat  kepercayaan oleh Duta Besar  Norwegia  untuk  Indonesia, Knut  Bernt  Berger, bertempat di Istana  Merdeka. Dalam pidato  sambutannya , Presiden  menyatakan sependapat   dengan pendapat Pemerintah  Norwegia  bahwa  dalam zaman  sekarang  ini kemajuan  ekonomi dan sosial   hanya  dapat  dicapai  dengan  baik  melalui kerjasama  yang erat  dan saling pengertian  yan dalam  antara  bangsa-bangsa. Kepala  Negara  juga menyambut   baik  hasrat Duta Besar  Berger  untuk lebih  meningkatkan  hubungan  baik  antara kedua negara. Dikatakannya  bahwa  kerjasama  yang saling memberikan  manfaat  dan didasarkan  atas persahabatan  serta saling pengertian, penting  artinya bagi kedua negara  Indonesia  dan Norwegia, bukan  saja untuk masa sekarang ini, tetapi juga untuk masa depan.

Sebelumnya, di tempat  yang sama,Kepala Negara  telah  menerima  surat  kepercayaan  darri Duta Besar  Republik  Islam Iran, Abdol  Azim  Hashemi Nik. Menyambut  pidato Duta Besar  Abdol Azim, Presiden mengemukakan kepercayaannya  bahwa  dengan semangat  saling  menghormati dan persaudaraan  yang tulus, maka  di tahun-tahun  mendatang  tali persahabatan dan kerjasama  antara kedua negara  akan bertambah erat.

Selasa, 17 Maret 1987

Pagi ini  Presiden Soeharto  meresmikan  dua proyek Dermaga  umum dan Terminal Peti Kemas Pelabuhan  Belawan, serta jalan  toll Belawan-Medan- Tanjung Morawa. Upacara  peresmian  proyek-proyek ini dipusatkan di pelabuhan Belawan.
Dalam amanatnya, Presiden  antara lain  mengatakan bahwa  kita  harus memanfaakan  sebaik-baiknya  tanah air kita yang strategis itu. Kita harus membangun  pelabuhan-pelabuhan kita, melengkapi pelabuhan-pelabuhan kita, dengan alat peralatan  dan melayani  pelayaran internasional  dengan cara  modern sejalan  dengan kamjun  zaman. Jika  kita tidak  melakukan hal ittu, maka  kita akan  tertinggal  oleh kemajuan  bangsa-bangsa  lin.

Setibanya  di Langsa, Aceh  Timur, dari  Medan  siang ini,  Presiden Soeharto  meresmikan berbagai proyek pembangunan  yang  berlokasi di provinsi Daerah Istimewah  Aceh. Proyek-proyek  yangg diresmikan itu bernilai  Rp 64,6 miliar yang terdiri  atas  16 unit  PLTD, listrik pedesaan,  sarana air bersih, 32 jembatan, dan depot bahan bakar.
Dalam kata sambutannya, kepala Negara  mengatakan  bahwa proyek –proyek  tersebut  merupakan proyek-proyek yang langsung  ditujukan  unttuk meningkatkan kesejateraan  rakyat,  sehingga  rakyat  Aceh  merasakan  kehidupan yang lebih  sejatera. Dikatakannya  bahwa  memang  pembangunan kita. Karena  itu pembangunan  selalu  diarahkan  untuk memprbaiki kesjateraan rakyat, baik lahir maupun batin.

Sabtu, 17 Maret  1990

Pagi ini di Desa  Canan,Klaten, Jawa Tengah Presiden yang  didampingi  oleh Ibu Tien meresmikan 146 Koperasi  industri kecil dan kerajinan  (KOPRINKA).  Koperasi-koperasi  yang di resmikan  itu tersebar  di 16  Provinsi, dan mampu  menyerap  tenaga  kerja  sebanyak  58.879 orang,  dengan  omzet  per tahun sebesar  Rp  60 miliar. Acara  peresmian itu sendiri  ditandai dengan pemukulan  kentongan  oleh  Kepala  Negara. Tampak  hadir antara  lain Menteri  Koperasi Bustanil Arifin,  Menteri  Perindustrian  hartarto, Menteri  Tenaga Kerja Cosmos Batubara, dan Pangdam  IV/ Diponegoro,  Mayjen. Wismoyo Arismunandar.

Dalam amanatnya, Presiden  antara lain meengatakan  bahwa  dewasa ini kesenjangan  sosial antara satu golongan  dengan  golongan lainnya  dalam masyarakat  kita masih memprihatinkan. Karena itu pengembangan koperasi yang mempunyai peranan  sebagai wadah untuk mewujudkan  pemerataan menuju  keadilan  sosial sungguh teramat  penting.  Karena itu pula koperasi  perlu terus  kita dorong  pertumbuhannya dan kita tingkatkan kegiatannya  agar makin berperan  dalam kehidupan perekonomian  kita.

Pada kesmpatan itu Kepala Negara, mengulang  lagi ajakannya kepada para pengusaha besar agar  memberikan  kesempatan  kepada  koperasi  untuk  memiliki saham  perusahaan-perusahaan  yang sehat. Dalam hubungan ini  ia menyatakan kegembiraannya  karena ajakan  tersebut  mendapat tanggapan  yang positif  darri para  pengusaha dan kalangan  masyarakat  luas.Dikatakannya  bahwa  ia yakin kalau ajakannya  benar-benar  dilaksanakan, maka koperasi pasti akan menjadi salah satu sokongan perekonomian  bangsa kita.


Penyusun/Publikasi Lita,SH.