PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 16 Oktober 1965 - 16 Oktober 1990

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,
Sabtu, 16  Oktober 1965

Pagi ini Presiden Soekarno melantik Mayjen. Soeharto sebagai menpagad yang baru di Istana Merdeka, Sekaligus menaikan pangkatnya menjadi letnan jenderal. dalam kata sambutanya, Prsiden Soekarno menyuruh kepada seluruh rakyat agar tetap waspada dan jangan sampai terpaku dalam melaksanakan tugas revolusi hanya karena terjadinya peristiwa yang dilakukan oleh petualang G-30S. Dalam mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan, hendaknya kita semua tetap memelihara ketertiban dengan sebaik-baiknya, jangan sampai kita kehilangan akal sehat. Sebaliknya, malahan kita harus mempertinggi kewaspadaan dan kosentrasi seluruh pikiran dan tenaga sebaik-baiknya agar revolusi kita yang maha dahsyat ini tetap berjalan menuju cita-cita yang telah kita rumuskan bersama.  Demikian Presiden Soekarno.

Pengangkatan Letjen. Soeharto manjadi Menpagad mendapat sambutan hangat dari rakyat. Sehubungan dengan itu PB-NU kemarin menyatakan memberikan dukungan dan bantuan kepada pembantu keamanan serta ketertiban umum sesuai dengan garis  kebijaksanaan yang di tetapkan Presiden Soekarno. Hari ini bermunculan dukungan-dukungan dari berbagai pihak. PP Muhammadiyah misalnya,  dalam kawatnya kepada Jenderal Soeharto, menyatakan keyakinannya bahwa Menpagad Letjen. Soeharto pasti akan dapat memulihkan ketertiban dengan segera.

Sementara itu ribuan dari kaum muslimin dan muslimat ibukota Jakarta yang menghadiri tabligh di Masjid Kwitang pagi ini mengeluarkan pernyataan dukungan untuk Letjen. Soeharto. dalam pernyataan yang ditandatangani oleh habib Muhammad Al Habsy, dikatakan bahwa para alim ulama umat Islam ibukota dengan gembira dan penuh rasa syukur menyambut pengangkatan Letjen. Soeharto sebagai Mengpagad. " kami percaya bahwa Presiden Soekarno telah menempatkan kepercayaan di bahu yang tepat. kami umat islam yakin bahwa Letjen. Soeharto dengan bantuan ABRI dan seluruh rakyat berhasil menumpas G-30-S/PKI sampai ke akar-akarnya.

Dalam pada itu hari ini juga Letjen. Soeharto selaku Pangkopkamtib, menyeruhkan seluruh rakyat untuk menciptakan suasana tenang dan teteram. Kepada rakyat diminta untuk menjauhi diri dari segala bentuk hasutan dan fitnah, dan memencilkan golongan petualang G-30S/PKI. Diminta pula oleh Jenderal Soeharto agar usaha-usaha keamanan di RK dan RT diperigat dibawah bimbingan alat negara, agar semua alat produksi, distribusi, dan komunikasi diamankan/dicegah dari sabotase, petualangan dan pencolengan.

Rabu, 16 Oktober 1976

Pagi ini Presiden menyampaikan nota keuangan untuk tahun1968 dalam masa sidang ke-2  DPR-GR tahun ini. Dalam amanatnya, Jenderal Soeharto mengemukakan bahwa RAPBN selain merupakan salah satu wujud daripada program kerja pemerintah untuk tahun yang bersangkutan, juga berencana agar rencana besar dari rumah tangga negara. Menghadapi tahun 1969, Jenderal Soeharto mengingatkan bahwa tahun 1969 bukanlah tahun pembangunan, melainkan tahun rehabilitasi dan stabilitasi untuk menyiapkan pembangunan. Pada kesempatan itu Jenderal Soeharto secara khusus menyinggung beberapa kegiatan yang dilakukan pemerintah. Menyinggung soal pemilihan umum, Jenderal Soeharto memperkirakan bahwa pemilihan umum tidak akan dapat dilaksanakan pada tahun 1968, mengingat UU pemilihan Umum hingga kini belum selesai.

Selain itu Penjabat Presiden juga menekan pentingnya pajak untuk membiayai usaha ekonomi, terutama untuk biaya pengeluaran rutin yang semakin meningkat. Jederal Soeharto menjelaskan bahwa untuk itu tidak saja dibutuhkan penyempurnaan organisasi perpajakan, melainkan juga kesadaran, kemauan, dan kerelaan untuk bersama-sama memberikan iuran kepada negara, bersama-sama memikul beban dari usaha pemerintah agarmemungkinkan tercapainya saran-saran kerja dalam rangka mencapai asaran itu pula, penjabat Presiden menekan pentingnya peranan modal asing. Dikatakan oleh Jenderal Soehato bahwa pemerintah dan rakyat mutlak perlu memandang negara-negara sahabat di luar negeri untuk membentu usaha rehabilitasi dan stabilitasi ekonomi secara maksimal. sebab, tanpa bentuan keuangan luar negeri, hampir tidak mungkin kita bisa menghidipkan ekonomi.

Senin, 16 Oktober 1968

Dalam sidang kabinet hari ini, Presiden Soeharto telah membahas, masalah penjatuhan hukuman mati atas dua prajurit Indonesia dan penolakan pemerintah singapura akan permintaan Presiden Soeharto agar hukuman tersebut diperingan. Dengan ditolaknya permintaan Jenderal  Soeharto itu, maka dua prajurit KKO-AL , Usaman Ali dan Harun Said, akan menjalani hukuman mati dipenjara singapura besok. keduanya dituduh memasuki wilayah singapura dan melakukan sabotase milite, padahal tindakan itu merupakan bagian dari pelaksanaan tugas Dwikora dalam masa konfrontasi terhadap Malaysia.

Kamis, 16 Oktober 1969

Presiden Soeharto malam ini melanjutkan pertemuan konsultasinya dengan PSII, Partai Katolik, dan Partai Murba di Istana Merdeka.

Senin, 16 Oktober 1972

Indonesia tidak akan mudah melupakan, dan akan selalu menjadikan pelajaran, bantuan peking kepada PKI yang telah melancarkan terhadap kudeta yang sah. Demikian disampaikan kepada Presiden Soeharto kepada Kiichi Aichi, utusan istimewa pemerintah jepang yang bekas menteri luar negeri itu.

Selasa, 16 Oktober 1973

Hari ini Presiden Soeharto memanggil para panglima Kodam seluruh jawa dan Komandan Jenderal Puspasus menghadapnya di Bina Graha pagi ini. Tampak hadir dalam pertemuan yang berlangsung selama satu jam itu, Pangdam V/Jaya, Mayjen. Diponegoro, Mayjen. Jasir Hadibroto, Pangdam VIII/Brawijaya, Mayjen. Widjojo Sujono, dan Danjen Puspasus, Brigjen. Witarmin. Dalam pertemuan dengan Kepala Negara tersebut, para perwira tersebut, para perwira tinggi angkatan Darat ini didampingi Oleh KSAD Letjen. Surono.

Sabtu, 16 Oktober 1976

Dua orang senator dari Amerika Serikat diterima oleh Kepala Negara di Bina Graha siang ini. Mereka adalah Senator Michael J Mansfield dan Senator Jhon Glenn. Dalam pertemuan yang berlalngsung lebih dari satu jam dibahas mengenai masalah baik yang menyangkut hubungan bilateral maupun masalah regional Asia Tenggara. Usai pertemuan dengan Presiden Soeharto, kedua senator itu mengatakan bahwa mereka mendukung usaha-usaha pembengunan ekonomi yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia.

Minggu, 16 Oktober 1977

Presiden Soeharto hari ini mengadakan pembicaraan resmi dengan Presiden Hafez Assad. Pembicaraan ini membahas usaha peningkatan hubungan bilateral, masalah Timur Tengah dan masalah Internasional lainya. Sebelum diadakan pembicaraan resmi telah diadakan tukar menukar kenang-kenangan dan juga tukar menukar tanda kehormatan. Presiden Soeharto menganugerahkan Bintang Republik Indonesia Kelas Satu Kepada Presiden Hafez Assad. Presiden Soeharto menerima Bintang Omayad, atau Bintang tertinggi Arab Suriah, dari Presiden Assad

Presiden Seharto beserta rombongan hari ini meninggalkan Suriah untuk menuju Kairo. Dilapangan Udara Damaksus, Preiden Soeharto dilepas Presiden Hafez Assad dalam suasana penuh persahabatan.

Sore hari ini, Presiden dan Ibu Soeharto beserta rombongan tiba di Kairo; di lapangan udara, mereka disambut oleh Presiden dan Nyonya  Anwar Sadat. Setelah mereka disambut oleh Presiden dan Nyonya Anwar sadat. Setelah upacara penyembutan kenegaraan, Presiden Soeharto yang didampingi Presiden Anwar Sadat, dan Ibu Tien dengan Ny. Jehan Sadat, menuju Istana Kubbeh.


Senin, 16 Oktober 1978

Pukul 09.00 pagi ini di Balai Sidang, Jakarta, Presiden Soeharto membuka kongres kehutanan Sedunia ke-8 Setelah membuka kongres, Kepala Negara membuka dan meninjau pameran dalam rangka kongres.

Dalam amanatnya, Presiden mengatakan bahwa bangsa Indonesia menganggap hutan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang sekali-kali tidak dimasukan dipertahankan sebagai perhiasan alam atau dirusaki semena-mena untuk kepentingan pribadi. Kebijaksanaan pemerintah Indonesia di bidang kehutanan disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Akan tetapi tujuanya adalah sama, yaitu untuk kesejahteraan rakyat setempat dan seluruh bangsa Indonesia. Demikian antara lain dikatakan Kepala Negara.

Sabtu, 16 Oktober 1982

Setelah semalam beristirahat di Hawaii, Amerika Serikat, Presiden dan Ibu Soeharto tiba di Seoul, Korea Selatan sore ini. Di lapangan udara Kimpo, Presiden dan Ibu Soeharto oleh Presiden dan Nyonya Chun Doo-Hwan dalam upacara kenegaraan. Presiden dan Nyonya Chun Doo-Hwan mengantarkan tamu mereka sampai di Hotel Shila, dimana Presiden dan rombongan menginap selama kunjungan kenegaraan di Korea Selatan.

Setelah beristirahat sebentar, Presiden dan Ibu Soeharto malakukan Kunjungan kehormatan kepada Presiden dan Nyonya Chun Doo-Hwan di Istana Chong Wa Dae.



Kamis, 16 Okober 1986

Presiden Soeharto memberi petunjuk kepada Menteri perindustrian Hartato agar komoditi industri dilakukan per komoditi secara menyeluruh, yakni mulai dari bahan baku, pengolahan, sampai ekspornya serta hal-hal yang menyangkut dukungan perbankan. Demikian diungkapkan oleh Menteri hartato setelah menghadap Kepala Negara pagi ini di Bina Graha. Hartato menemui presiden untuk melaporkan tentang pelaksanaan program ekspor komoditi industri; laporan itu meliputi industri kecil, aneka industri, kimia dasar, dan logam dasar.


Selasa, 16 Oktober 1990

Pagi ini Presiden Soeharto membuka Konvensi Tahunan Asosiasi perminyakan Indonesia XIX dan konfrensi Energi Internasional Jakarta I di Gedung Malaga Wanabhakti , Jakarta. Dalam kata sambutanya, Kepala Negara, antara lain mengemukakan bahwa secara bertahap Indonesia akan mengalihkan sifat ekspor minyaknya, dari bahan mentah menjadi hasil minyak olahan. Untuk itu kini tengah dan masih akan dibangun beberapa unit pengolahan minyak bumi yang sasaranya adalah untuk ekspor. Usaha ini dimaksudkan selain untuk meningkatkan nilai tambah hasil ekspornya, juga untuk menambah kapasitas pengolahan minyak bumi di dunia, khususnya di kawasan Asia Pasifik, yang sekarang mulai terasa tidak mencukupi dan menjadi salah satu penyebab gangguan terhadap stabilitas minyak.


Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Oval Andrianto