PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 9 September 1967 - 9 September 1991

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Sabtu, 9 September 1967
Pejabat Presiden Jenderal Soeharto dalam amanat tertulisnya pada malam resepsi ulang tahun ke-55PSII malam ini, menyatakan bahwa perjuangan menegakkan dan mengisi Orde Baru dewasa ini harus meletakkan dasar yang kuat pada tiga asspek, yaitu aspek ideologi, aspek ketatanegaraan, dan asspek ekonomi.

Senin, 9 September 1968
Bertemapat di Istana Merdeka hari ini Presiden Soeharto menerima delegasi Angkatan ’45 daerah Irian Barat, yang dipimpin oleh JA Koromath. Kepada delegasi Angkatan ’45 Irian Barat ini, Presiden mengatakan bahwa act of free choice atau penentuan pendapat rakyat di Irian Barat memang merupakan sesuatu hal yang harus kita selenggarakan, sesuai dengan kesepakatan yang tercapai antara Indonesia dan Belanda. Oleh sebab itu yang penting bagi kita sekarang ini ialah bagaimana melaksanakan Pepera itu dengan sebaik-baiknya, dengan tetap menjamin terpeliharanya ketertiban dan ketenangan rakyat. Juga dikemukakan oleh Presiden Soeharto bahwa pemerintah selalu memberikan perhatian yang besar terhadap pembangunan di Irian Barat, terutama sehubungan dengan sifat-sifat khususnya. Akan tetapi diingatkan oleh Jenderal Soeharto bahwa saat ini pemerintah belum mampu mengerjakan pembangunan di Irian Barat dengan kekuatan sendiri, sehingga diperlukan bantuan penanaman modal asing.

Selasa, 9 September 1969
Presiden Soeharto mencanangkan perlunya pengaturan kembali organisasi-organisasi buruh di Indonesia. Pengaturan ini bukan hanya merupakan perombakan-perombakan lahiriyah atau wadah organisasinya saaj, melainkan juga perombakan sikap mental dan pola kerja guna menunjang suksesnya pembangunan. Hal ini dikatakan Presiden dalam sambutan tertulisnya pada Kongres Akbar ke-3 Sarbumusi. Pada kesempatan itu, Presiden juga menegaskan bahwa para buruh dan pemilik atau pimpinan perusahaan jangan dilihat sebagai dua kekuatan yang harus bertentangan, melainkan sebagai kekuatan-kekuatan pembangunan nasional yang dapat bekerjasama dengan baik. Untuk itu sikap mental pembangunan harus dimilik baik  oleh kaum buruh maupun pemilik. Kemudian Presiden mengingatkan para peserta kongres akan tiga fungsi organisasi buruh, yaitu sebagai wadah untuk membela kepentingan dan kesejahteraan buruh, sebagai wadah untuk meningkatkan keterampilan buruh, dan sebagai wadah untuk menghimpun kekuatan buruh sehingga menjadi kekuatan pembangunan yang besar.

Rabu, 9 September 1970
Hari ini merupakan hari kedua KTT Non-Blok di Lusaka, setelah secara resmi dibuka kemarin. Hari ini pula Presiden Soeharto sebagi ketua delegasi Indonesia mendapat giliran untuk menyampaikan pandangan umumnya dalam konferensi tersebut. Dalam pidatonya Presiden Soeharto memperingatkan agar KTT ke-3 ini tidak melakukan pengtukan terhadap sesuatu blok atau negara manapun, sebab hal itu tidak akan membantu mengatasi sengketa-sengketa di dunia. Ia juga menyerukan agar anggota Non-Blok tidak berpura-pura bahwa mereka dapat menyelesaikan masalah-masalah yang oleh negara-negara besar pun tidak dapat diselesaikan. Negara-negara Non-Blok dapat berusaha mewujudkan peredaan ketegangan atau konflik dengan menciptakan perundinga-perundingan. Namun untuk berhasil, maka perundingan-perundingan tersebut haruslah mengikutsertakan negara-negara besar.
Selain itu Presiden mengemukakan pula sikap Indonesia terhadap masalh perjuangan nasional bagi pembebasan. Indonesia menentang bila konsep perjuangan atau peperangan bagi pembebasan digunakan sebagai alat untuk mengorbankan perang saudara dalam sebuah negara yang merdeka. Namun berbeda dengan keadaan negara-negara Arab yang menghadapi agresi Israel, maka wajib bagi kita untuk membantu dan menyokong perjuangannya. Presiden juga mengajak angota-anggota non-blok untuk memikirkan lebih lanjut mengenai nasib dan hari depan rakyat Palestina.

Kamis, 9 September 1971
Presiden Soeharto mengadakan reshuffle (perombakan) Kabinet Pembangunan dalam mana ia memberhentikan empat orang menteri dan mengangkat enam orang lainnya. Menteri-menteri yang diganti adalah Menteri Agama KHM Dachlan, Menteri Tenaga Kerja Laksamana Madya (L) Mursalin DM, Menteri Transmigrasi dan Koperasi Letjen.Sarbini dan Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara H Harsono Tjokroaminoto.
Menteri-menteri baru yang diangkat adalah Prof. Dr. Mukti Ali sebagai Menteri Agama, Prof. Dr. M Sadli sebagai Menteri Tenaga Kerja merangkap Ketua Panitia Teknis Penanaman Modal Asing, Prof. Dr. Widjojo Nitisastro sebagai Menteri Negara Urusan Perencanaan dan Pembangunan merangkap Ketua Bappenas. Selain itu juga diangkat Jenderal M Panggabean sebagai Menteri Negara yang membantu Presiden dalam urusan pertahanan dan keamanan merangkap sebagai Wapangab, dan Dr. Emil Salim sebagai Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara merangkap Wakil Ketua Bappenas, sedangkan HMS Mintaredja SH menjadi Menteri Sosial. Jabatan Menteri Negara Penghubung Pemerintah dengan MPRS/DPR-GR/DPA dihapuskan.
Dalam pengumuman tersebut, Presiden Soeharto menjelaskan bahwa dengan penggantian beberapa menteri ini, tidak berarti dibentuknya kabinet baru. Penggantian jabatan ini hanyalah untuk meningkatkan pelaksanaan tugas Kabinet Pembangunan. Oleh sebab itu, demikian Presiden, sebagian besar menteeri baru adalah mereka-mereka yang sejak semula telah ikutserta secara langsung dalam melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, khususnya di bidang ekonomi dan pembangunan.

Sabtu, 9 September 1972
Presiden Soeharto pagi ini menerima Menteri Luar Negeri Nigeria, Dr. Okoi Arikpo, di Istana Merdeka. Menteri Luar Negeri Adam Malik yang mendampingi Presiden Soeharto mengatakan kepada pers bahwa kunjungan Menteri Luar Negeri Nigeria merupakan kelanjutan pertemuan Presiden Soeharto dan Presiden Nigeria pada KTT Non-Blok di Lusaka.

Senin, 9 September 1974
Pukul 08.40 pagi ini Presiden Soeharto tiba di lapangan udara Juanda, Surabaya. Sepuluh menit kemudian ditempat yang sama tiba pula Perdana Menteri Malaysia, Tun Abdul Razak. Keberadaan kedua pemimpin disisni adalah dalam rangka pembicaraan tidak resmi yang berlangsung siang ini di daerah peristirahatan Jawa Timur yang terkenal, Tretes. Pembicaraan tidak resmi ini meliputi masalah-masalah bilateral dan regional, akan tetapi tidak diperoleh keterangan mengenai perseolan-perseolan yang telah dibahas. Namun demikian, kedua belah pihak menilai pertemuan tidak resmi itu sebagai sangat memuaskan.
Sore ini, usai pertemuan, kedua pemimpin berpisah di lapangan terbang Juanda. Tepat pukul 15.40 pesawat yang ditumpangi PM Abdul Razak meninggalkan landasan menuju Pulau Jawa dimana pemimpin Malaysia itu akan beristirahat. Lima menit kemudian Presiden Soeharto terbang kembali ke Jakarta.

Selasa, 9 September 1975
Presiden Soeharto pukul 10.00 pagi ini membuka siding Dewan Stabilisasi Politik dan Keamanan Nasional di Bina Graha. Dalam sidang tersebut Kepala Negara telah memberikan penjelasan mengenai kegiatannya sebagai amil zakat. Dikatakannya bahwa ia telah mengumpulkan zakat dari dan menyalurkannya kepada kaum muslimin yang berhak. Jumlah zakat yang terkumpul saat ini adalah sebanyak Rp63 juta, dan sebahagiaannya telah disalurkan. Dikatakannya oleh Kepala Negara bahwa ia merasa perlu menjelaskan hal ini untuk menghindarkan timbulnya kesalahpahaman disebagian kalangan masyarakat.

Jum’at, 9 September 1977
Pagi ini Presiden Soeharto, bertempat di Cendana, telah menerima kedatangan tiga anggota Parlemen Jepang dan Partai Liberal Demokrasi (LDP) dibawah pimpinan Yasuhiro Nakasone. Setelah mengadakan pertemuan itu, Nakasone menjelaskan kepada wartawan bahwa kunjungan delegasinya dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang akan dibahas oleh Parlemen Jepang. Adalah teapat sekali apabiola kita melihat sendiri dan menengar langsung, sebelum melaksanakan program yang akan dibuat. Program itu antara lain mencakup penekanan kerjasama pada non-ekonomi, sesuai dengan penjelasan Perdana Menteri Jepang Takeo Fukuda ketika berkunjung ke Indonesia beberapa waktu yang lalu.

Sabtu, 9 September 1978
Presiden Soeharto menginstruksikan Departemen Agama untuk meneliti siapa-siapa yang mengirimkan haji umroh baru yang jumlahnya 800 orang dan kini terlantar di Tanah Suci. Untuk menyelesaikan masalahn umroh ini Departemen Agama diminta agar menghubungi departemen-departemen dan biro-biro perjalanan tersangkut didalamnya. Demikian dikatakan oleh Menteri Agama, Alamsyah Ratu Perwiranegara setelah menghadap Kepala Negara di Istana Merdeka siang ini.

Rabu, 9 September 1981
Selama lebih kurang 45 menit, pagi ini Presiden Soeharto menerima Wakil Presiden Adam Malik di Bina Graha. Adam Malik menemui Presiden untuk melaporkan hasil kunjungan kerjanya baru-baru ini ke beberapa daerah.
Sesuai pertemuan itu, Wakil Presiden mengatakan bahwa dalam pertemuan itu mereka telah membicarakan masalah partai tunggal yang belakangan ini ramai dibicarakan dalam masyarakat, menurut AdamMalik, Presiden menegaskan bahwa ia harus menjalankan perintah MPR, dimana MPR sudah menetapkan adanya satu golongan karya dan dua golongan partai politik.

Kamis, 9 September 1982
Presiden Soeharto mengharapkan agar perusahaan-perusahaan mengambil perang aktif dalam memasyarakatkan koperasi sampai ke desa-desa untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa. Sebab, kata presiden, tidaklah wajar bilamana perusahaan milik Negara hanya berusaha untuk mengejar untung sebanyak-banyaknya. Peran serta perusahaan tersebut harus maksimal dalam bidang dan kegiatan social serta berusaha meningkatkan Tilogi Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Demikian diungkapkan oleh Ir. Alala, Wakil Direktur Ulama PT PP Berdikari yang menghadap Presiden bersama 10 anggota dean direksi lainnya di Bina Graha pagi ini. Dalam pertemuan dengan Kepala Negara itu mereka didampingi oleh Menteri Muda Urusan Koperasi/Kepala Bulog, Bustanil Arifin, dalam kedudukannya sebagai Caaretaker PT PP Berdikari.

Jum’at, 9 September 1983
Di Solo, Jawa Tengah, sore ini Presiden Soeharto meresmikan selesainya pemugaran Stadion Sriwedari. Tapat 35 tahun yang lalu, pada tanggal 9 September 1948, di Stadion Sriwedari ini dilangsungkan PON yang  pertama. Berkaitan dengan acara peresmian selesainya pemuagaran stadion ini, hari ini juga Kepala Negara menetapkan tanggal 9 September sebagai Haari Olahraga Nasional, sekaligus juga sebagai awal dari gerakan olahraga nasional.
Dalam kata sambutanya, Presiden mengatakan bahwa tatkala melenggarakan PON I pada tahun 1948 bangsa kita sedang berada dalam pasang naiknya perjuangan Perang Kemerdekaan dan Revolusi, maka hal itu membuktikan bahwa sejak semula kita bertekad agar dalam alam Indonsia Merdeka kita membangun di segala bidang. Jika pembangunan yang kita cita-citakan tidk menaruh perhatian pada pembangunan di segala bidang, maka tidak mungkin kita mengadakan PON dalam zaman Perang Kemerdekaan dan Revolusi. Selain itu. PON I juga secara sadar diarahkan untuk menunjang perjuangan menegakkan kemerdekaan di gelanggang internasional. Sebab, dengan mengadakan PON itu kita meyakinkan duni bahwa Republik Indonesia benar-benar ada.

Minggu, 9 September 1984
Bersama lebih kurang 100.000 anggota masyarakat  olahraga Jakarta, Presiden dan Ibu Soeharto hari ini menghadiri acara peringatan Hari Olahraga Nasional I yang berlangsung di Stadion Utama, Senayan. Bersamaan dengan itu dibuka pula Kejuaraan Nasional Atletik Tahun 1984. Sementara itu,  masih dalam rangkaian acara Hari Olahraga Nasional, Sebelumnya Presiden telah membuka Pameran Prasarana Olahraga di Balai Sidang Senayan. Pembukaan pameran yang akan berlangsung sampai tanggal 16 September itu ditandai dengan pengguntingan pita oleh Ibu Tien Soeharto. Sebagai akhir acara sore ini, Presiden dan Ibu Soeharto, bersama sejumlah Menteri dan pengurus KONI, menyaksikan pertandingan sepak bola antara kebebasan PSMS Medan dan Persib Bandung.
Memperingati setahun dicangkannya Hari Olahraga Nasional, Presiden menyatakan rasa bahagiannya karena anjurannya untuk memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat telah mendapat sambutan luas. Kemudian dikatakan Kepala Negara bahwa langkah kita selanjutnya adalah meningkatkan prestasi. Dalam kaitan  ini ia mengajak segenap pimpinan olahraga, segenap pencinta olahraga dan segenap olahragawan untuk meningkatkan prestasi olahraga.

Senin, 9 September 1985
Pagi ini di Istana Merdeka, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Thailand. Pembicaraan meliputi hubungan bilateral, regional dan internasional. Sementara Presiden Soeharto antara lain telah menjelaskan tentang perkembangan politik di Indonesia, kedua pemimpin telah membahas persoalan-persoalan sekitar pelaksanaan KTT ASEAN yang akan datang.
Lima belas menit sebelum pembicaraan berlangsung, Presiden menerima berita tentang terjadinya perebutan kekuasaan dari tangan PM Prem di Bangkok. Oleh karena itu, didalam pembicaraan tersebut Presiden Soeharto menawarkan kepada PM Prem Tinsulanonda beserta rombongan untuk tinggal lebih lama di Jakarta sambil menunggu perkembangan di Thailand selanjutnya. Namun  PM Prem berketetapan hati untuk kembali ke Bangkok hari ini juga dalam upaya unjtuk mengatasi kemelut politik yang terjadi di Negerinya.

Selassa, 9 September 1986
Siang ini Presiden Soeharto memanggil Menteri Pertambangan dan Energi Subroto serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan bersama segenap pejabat eselon I kedua departemen tersebut ke Bina Graha. Ikut hadir pula dalam pertemuan itu Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas JB Sumarlin, Menteri Keuangan Radius Prawiro dan Menteri Negara PAN/Wakil Ketua Bappenass Saleh Afiff, dan Menteri Muda/Sekretaris Kabinet Moerdiono. Pertemuan ini merupakan kelanjutan dari serangkaian pertemuan yang dilakukan Presiden dengan pimpinan beberapa departemenbeberapa waktu lalu. Pertemuan-pertemuan bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan proyek pembangunan yang mendapat bantuan luar negeri terutama dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama satu jam hari ini, Presiden menginstruksikan para pejabat pimpinan departemen, agar dalam perundingan dengan pihak luar negeri yang akan memberikan bantuan terhadap suatu proyek pembangunan, diusahakan untuk memperbesar bagian rupiah dari seluruh bantuan yang mereka berikan.

Rabu, 9 September 1987
Presiden dan Ibu Soeharto sore ini menhadiri acara pembukaan SEA Games XIV di Stadion Utama Senayan, Jakarta. Peresmian dilakukan Presiden dengan menekan tombol sirene, yang segrera disusul oleh penyalaan api SEA Games oleh atlet Julius Uwe dan Yuliana Effendi. Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.137 atlet dan 922 official dari delapan Negara Asia Tenggara yang memperebutkan medali dalam 27 cabang olahraga. Upacara pembukaan ini disemarakkan dengan pertunjukkan tarian-tarian missal dari Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Sabtu, 9 September 1989
Presiden dan Ibu Soeharto beserta rombongan, pagi ini meninggalka Tashkent, menuju Leningrad, kota kedua terbesar di Uni Soviet. Kepala Negara dan rombongan akan berada di kota yang berpenduduk lima juta ini smpai senin pagi. Selanjutnya Presiden akan meneruskan perjalanan ke Moskow untuk memulai kunjungan resmi kenegaraan di Uni Soviet.
Malam ini Ketua Eksekutif Kota Leningrad dan Nyonya Khodyreva menyelenggarakan jamuan makan malam untuk menghormat kunjungan Presiden dan Ibu Soeharto di kota mereka. Dalam pidato singkatnya pada jamuan ini, Kepala Negara antara lain menyatakan kebahagiaannya dapat menyaksikan perpaduan antara masa lampau, masa sekarang dan mas datang yang ditampilkan secara harmonis di kota Leningrad. Ini semua, demikian Presiden, merupakan pengalaman berharga yang dapat memberikan inspirasi bagi pembangunan Indonesia.

Minggu, 9 September 1990
Setiba di Ujung Pandang, pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri acara peringatan Haari Olah Raga Nasional VII. Dalam kata sambutannya, Kepala Negara antara lain mengingatkan agar usaha pembibitan atlet tidak boleh kendur hanya karena dewasa ini kita sedang mengalami penurunan prestasi di beberapa cabang olahraga yang popular. Seperti halnya di bidang-bidang lain, kegiatan di bidang olahraga tentu juga mengalami pasang surut dan pasang naik, kita tidak boleh patah semangat hanya karena sedang mengalami penurunan prestasi dalam satu atau dua cabang olahraga, sekalipun cabang olahraga itu merupakan cabang olahraga yang paling popular dalam masyarakat kita.
Masih berada di Ujung Pandang, siang ini Presiden Soeharto meresmikan 13 pabrik-pabrik dan gedung-gedung Politeknik Pertanian Universitas Hasanuddin. Dalam sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa dengan selesainnya proyek-proyek yang berupa kawasan industri dan berbagai jenis pabrik sekarang ini menunjukkan bahwa minat para pengusaha untuk menanamkan modalnya di bidang industri di Sulawesi Selatan ini cukup besar. Hal ini jelas terlihat dari penuhnya areal kawasan industry ini. Karena itu perlu disiapkan rencana untuk memperluas kawasan industry di daerah ini.

Senin, 9 September 1991
Pukul 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto menghadiri acara pembukaan Maha Sabha VI Parisada Hindu Dharma Indonesia, bertempat di Istana Negara. Dalam sambutannya, Presiden kembali mengemukakan bahwa Negara kita bukanlah Negara agama, akan tetapi bukan juga Negara secular. Negara kita adalah Negara Pancasila, yang sila pertamannya justru adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, agama mendapat tempat yang terhormat dalam kehidupan bangsa dan Negara kita. Kebebasan memeluk agama yang kita yakini serta menjalankan ibadat menurut agama dan kepercayaan kita itu dijamin sepenuhnya oleh Negara. Sebab, bagi kita, kebebasan beragama itu adalah salah satu  hak manusia yang paling asasi, yang bersumber dari Tuhan sendiri. Kebebasan Negara bukan hadiah Negara, bukan hadiah pemerintah dan bukan pula hadiah golongan.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo