PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 28 September 1966 - 28 September 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,


Rabu, 28 September 1966
Indonesia secara resmi diterima untuk bergabung kembali dalam PBB dan menjadi anggota yang ke-60. Sebagaimana diketahui, pada tanggal 7 Januari 1965 Indonesia menyatakan keluar dari PBB, menyusul sebuah pidato Presiden Soekarno yang berapi-api. Penerimaan kembali Indonesia dalam PBB telah diumumkan oleh Ketua Sidang Umum PBB, Abdul Rahman Pazwak, yang berasal dari Afghanistan.

Selasa, 28 September 1971
Wakil Sekretaris Badan Pengendalian Operasi Pembangunan, Brigjen. Bardosono, atas nama Presiden Soeharto telah menyerahkan cheque sebesar Rp. 10 juta kepada Bupati Gunung Kidul. Sumbangan yang merupakan tahap kedua ini akan dipergunakan  untuk menyelesaikan empat buah dam atau irigasi dan 30 buah tandon air di kabupaten itu. Keseluruhan bantuan Presiden itu adalah Rp. 24 juta.

Selasa, 28 September 1976
Selama dua setengah jam pagi ini Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan Menteri Negara Ekuin Widjojo Nitisastro, Menteri Perdagangan Radius Prawiro, Menteri PAN Sumarlin, dan Menteri/Sekretaris Negara Sudharmomo. Dalam pertemuan yang berlangsung di cendana itu telah dibicarakan masalah perkembangan ekonomi pada umumnya, terutama menyangkut pengadaan dan harga sembilan bahan pokok pada hari lebaran yang lalu. Selain itu dibahas pula persiapan kerjasama dengan negara-negara penghasil karet alam lainnya.

Rabu, 28 September 1977
Presiden Soeharto mengikuti secara seksama perkembangan dan kegiatan yang dilakukan para tenaga kerja sukarela BUTSI di daerah-daerah. Hal ini disampaikan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Subroto pada peserta rapat kerja nasional TKS BUTSI angkatan ke-7 dan ke-8 yang berlangsung di Semarang.

Kamis, 28 September 1978
Dalam suatu upacara yang berlangsung pada jam 10.00 pagi ini di Istana Negara, Presiden Soeharto melantik Prof. Dr. Ir. BJ Habibie sebagai Kepala Badan Pengkajian dan Penerangan Teknologi (BPPT). Dalam pidato pelantikan itu, Kepala Negara menjelaskan bahwa BPPT merupakan suatu badan yang dibentuk untuk memperlengkapi aparatur pemerintahan menghadapi tuntutan-tuntutan dan tantangan-tantangan pembangunan yang makin banyak dan makin mendesak.
Dikatakan oleh Presiden bahwa disamping memperhatikan pemecahan masalah-masalah yang kita hadapai pada masa sekarang, maka pembangunan yang kita kerjakan juga harus melayangkan pandangn jauh ke depan. Oleh karena itu pembangunan teknologi juga perlu kita persiapkan untuk menyongsong masa depan. Untuk itu kita membutuhkan satu wahana yang mengkaji masalah-masalah teknologi secara mendalam dan menyeluruh agar kehadiran dan penerapannya benar-benar mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan bangsa kita, khususnya dalam rangka mengembangan industri  dan produksi nasional yang dapat memperkuat ketahanan nasional kita. Demikian Presiden Soeharto.

Senin, 28 September 1987
Siang ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima Dewan Pengurus Harian dan Majelis Pertimbangan Kadin Indonesia. Dalam pertemuan itu Kepala Negara mengharapkan agar kaum pengusaha Indonesia meningkatkan kiprah mereka dalam membangun ekonomi, misalnya lebih mencurahkan perhatian pada usaha industri hulu yang belum banyak digarap, seperti pengolahan biji besi menjadi pellet. Menurut Ptesiden, untuk menggarap industri hulu itu, pihak swasta nasional bisa bekerjasama dengan pihak asing.

Kamis, 28 September 1989
Presiden Soeharto mengatakan bahwa kemauan politik memberantas korupsi telah sangat jelas dan tegas. Sekarang yang penting adalah tindakan pelaksanannya. Demikian dikatakan Kepala Negara ketika pagi ini menerima para peserta rapat koordinasi penaggulangan korupsi di Istana Negara.
Lebih jauh dikatakannya bahwa dilihat dari sudut manapun korupsi harus diberantas. Korupsi bukan saja merupakan tindakan pidana yang melawan hukum, tatpi juga merupakan perbuatan yang melawan rasa  keadilan, melawan moral, melawan kepantasan, dan merusak mental bangsa. Ditandaskannya bahwa secara keseluruhan, korupsi dapat menggagalkan pembangunan. Karena itu kita tidak ragu-ragu sedikit pun untuk menyatakan bahwa korupsi merupakan tindakan pidana subversi.

Senin, 28 September 1992
Presiden Soeharto hari ini mengadakan pembicaraan dengan PM Kiichi Miyazawa selama hampir dua jam. PM Miyazawa mengatakan bahwa mengatakan pertemuannya dengan Presiden Soeharto itu dapat dianggap sebagian bagian dari dialog Utara-Selatan.
Kepada PM Miyazawa, Kepala Negara menjelaskan hasil-hasil pokok KTT Gerakan Non-Blok, antara lain hilangnya keraguan bahwa Gerakan Non-Blok tidak relevan lagi setelah berakhirnya perang dingin dan makin besarnya prioritas untuk kerjasama ekonomi tanpa melalaikan bidang politik, semakin besarnya perhatian terhadap kerjasama Selatan-Selatan dan muncul kembali semangat kemitraan antara Utara-Selatan. Dalam pertemuan itu, Presiden Soeharto menyampaikan “Dokumen Akhir” KTT tersebut.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo