PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 6 Mei 1996-1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
JUMAT, 6 MEI 1966

Letjen. Soeharto telah memberikan keterangan kepala sidang pleno DPR-GR, khususnya mengenai pelaksanaan Dwikora yang disempurnakan dan konsepsi strategi di bidang pertahanan dan keamanan pada umumnya. Tentang Dwikora, dikatakan bahwa perlu diperkuat pertahanan revolusi dan membantu perjuangan rakyat Malaya, Sawah, Serawak dan Brunei untuk membubarkan negara boneka Malaysia. Sedangkan mengenai strategi di bidang Hankam, Jenderal. Soeharto mengemukakan tentang asas-asas yang perlu ditempuh. Asas-asas itu antara lain ialah memberanikan diri untuk melihat kenyataan politik dengan tidak meninggalkan basis ideologi Pancasila; kepentingan nasional harus di ambeg-paramaarta-kan dalam keserasian dengan kepentingan nasional; politik luar negeri adalah kelanjutan yang wajar dari politik dalam negeri; perekonomian rakyat harus di-ambeg-paramaarta-kan dalam keserasian politik; dan perwakilan perencanaan, pimpinan pelaksanaan dan pengawasan dipadukan dengan asas tata pemerintahan dengan tatanegara berdasarkan kepada konstitusi 1945, dimana hubungan dengan rakyat adalah sangat penting.

Di depan Sidang  Pleno terbuka DPR-GR, Waperdam bidang Sospol/Menteri Luar Negeri Adam Malik mengatakan bahwa: “Politik luar negeri pemerintah tetap berakar pada revolusi Indonesia dan mengabdi pada revolusi Indonesia. Dan dalam usaha mencapai tujuan, maka pemerintah harus menjalankan politik luar negeri yang sesuai dengan mengabdi kepada kepentingan nasional”. Sedangkan mengenai masalah Indonesia dengan Malaysia, Adam Malik mengatakan bahwa politik konfrontasi yang dijalankan oleh pemerintah selama ini mempunyai dua tujuan pokok: pertama, menggagalkan konsepsi Malaysia ciptaan Inggris yang merupakan manifestasi dari neo-kolonialisme, dan dengan demikian memberikan kesempatan kepada rakyat Sabah dan Serawak untuk menentukan nasib sendiri melalui cara-cara yang benar-benar bebas dan demokratis; kedua, likwidasi pangkalan-pangkalan militer dan pasukan Inggris dari Asia Tenggara yang merupakan daerah yang melingkungi Indonesia. Tentang permasalahan dengan RRC, Adam Malik menegaskan kembali bahwa Pemerintah RI tidak akan menghalang-halangi kehendak orang-orang Cina di Indonesia, untuk kembali ke RRC, tetapi pemerintah tidak akan menyediakan alat-alat angkutan bagi mereka. Pemerintah tidak mengusir dan jika mereka meninggalkan Indonesia atas kemauan mereka sendiri, maka segala tanggungjawab terletak pada mereka dan pemerintah RRC.



SENIN, 6 MEI 1968

Pagi ini di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima wakil-wakil dari delapan kesatuan aksi untuk bertukar pikiran. Organisasi-organisasi yang terwakili dalam pertemuan ini adalah KAPI, KAPPI, KASI, KAWI, KAPNI, KAGI, KAPBI, dan Lasykar Ampera Arief Rachman Hakim. Dalam tukar pikiran itu, Presiden antara lain mengemukakan bahwa satu-satunya jalan keluar dari keadaan ekonomi yang sekarang ini ialah dengan mengadakan pembangunan secara bertahap, sambil menekan tingkat inflasi. Ini merupakan alternatif kebijaksanaan yang diterapkan oleh pemerintah pada masa-masa yang akan datang, terutama dengan selesainya tahap stabilisasi dan rehabilitasi perekonomian. 

Menyinggung soal jalan keluar ini, Presiden mengharapkan agar kita tidak hanya menilai masalah ekonomi yang dihadapi, akan tetapi juga memberikan jalan keluar untuk mengatasinya. Jadi, jangan hanya mengadu kebenaran saja. Jenderal Soeharto mengecam cara-cara penilaian yang kurang tepat mengenai situasi ekonomi kita dewasa ini, sehingga menimbulkan pengaruh negatif terhadap masyarakat. Sementara itu dalam menanggapi sinyalemen wakil-wakil kesatuan aksi tentang adanya korupsi dalam pemerintahan, Presiden mengatakan bahwa ada usaha korupsi pemerintahan, Presiden mengatakan bahwa ada usaha-usaha pemerintah untuk mengusut orang-orang yang dicurigai. Tetapi diakui oleh Jenderal Soeharto bahwa usaha tersebut kurang lancar, sehingga tidak dapat diteruskan ke pengadilan. Hal ini disebabkan oleh kurang mampunya Team Pemberantasan Korupsi dalam melakukan  pengusutan demikian kata Presiden.



SELASA, 6 MEI  1969

Presiden Soeharto, dalam rapat Sub-Dewan Stabilisasi Ekonomi pagi ini di Istana Merdeka, telah memberikan petunjuk-petunjuk bagi kelancaran dropping uang anggaran pembangunan bagi departemen-departemen dan daerah-daerah. Dalam hubungan ini Departemen Keuangan diinstruksikan untuk mengadakan pengecekan bagi kelancaran dropping  tersebut.



RABU, 6 MEI 1970

Melalui Gubernur Jawa Barat, Solichin GP, pagi ini di Bina Graha Presiden Soeharto menyerahkan mesin huller (penggiling  padi) kepada Hudori dari desa Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Hudori adalah seorang bekas pejuang yang memberikan makanan kepada pasukan yang dipimpin oleh Gubernur Solichin, dan Pangdam Siliwangi, Mayjen. AJ Witono, dalam perang kemerdekaan. Hudori kini menjadi petani, dan ketika ditemui Presiden dalam kunjungan incognito-nya beberapa waktu yang lalu, keadaannya sangat menyedihkan.

Sementara itu sebuah“padi traktor“akan diserahkan kepada desa Karang Luas Lor, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, melalui Residen Banyumas. Siang ini bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto dan Ketua DPR-GR, HA Sjaichu, telah membahas masalah RUU Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. RUU ini telah lebih dari satu tahun menjadi subyek pembicaraan didalam DPR-GR karena selama itu masih ada perbedaan pendapat antara pemerintah dan DPR-GR. Perbedaan itu mencakup masalah prosentase, dimana pemerintah mengusulkan 70% untuk pusat 30% untuk daerah.



SABTU, 6 MEI 1972

Presiden Soeharto menginstruksikan kepada para menteri agar departemen mereka meningkatkan pemanfaatan anggaran sesuai  dengan target  yang telah ditetapkan.  Presiden  juga  menginstruksikan agar diadakan penertiban terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan yang telah ada, baik mengenai bea-cukai, pajak, dan lain-lainnya. Demikian instruksi Presiden dalam sidang kabinet paripurna hari ini. Selain itu sidang kabinet juga telah mendengarkan rencana kunjungan Presiden Soeharto ke Jepang  dalam beberapa hari mendatang.



SABTU, 6 MEI 1978

Pukul 09.30 pagi ini, bertempat diIstana Merdeka, Presiden dan Ibu Soeharto menerima kunjungan kehormatan Wakil Presiden dan Nyonya Wolter Mondale. Acara ramah tamah dengan Wakil Presiden Amerika Serikat beserta isterinya itu berlangsung selama setengah jam. Kemudian  acara dilanjutkan dengan pembicaraan resmi yang membahas begitu banyak masalah. Dalam acara ini Presiden Soeharto didampingi oleh Menko Polkam, Jenderal Panggabean, dan Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono.

Selesai pembicaraan, Wakil Presiden Mondale mengatakan bahwa Pemerintahnya telah mengambil keputusan yang menguntungkan Indonesia. Kebijaksanaan ini akan mendorong investasi di bidang perminyakan di Indonesia.

Menurut Wakil Presiden Mondale, dalam pertemuan dengan Presiden Soeharto itu telah menyampaikan kesepakatan negaranya tentang harga gas alam yang dibeli dari Indonesia. Begitu juga, Pemerintahnya telah setuju untuk memberikan tambahan bantuan pangan sebanyak 50,000 ton dalam tahun fiskal 1978. Bantuan ini adalah dalam rangka Program  PL 480.

Dalam pembicaraan itu juga telah disinggung secara umum masalah hak asasi manusia. Wakil Presiden Mondale memberitahukan Presiden Soeharto bahwa di Amerika Serikat terdapat reaksi yang positif terhadap Indonesia, sehubungan dengan pembebasan tahanan G-30 S/PKI secara bertahap oleh Pemerintah Indonesia.




SELASA, 6 MEI 1980

Hubungan masyarakat BKPM hari ini menyatakan bahwa Presiden Soeharto telah memberikan persetujuannya kepada sebuah proyek PMA yang bergerak dalam bidang pengusahaan hutan dan indusrti kayu lapis di Kalimantan Timur. Proyek PMA tersebut merupakan usaha patungan antara PT Alas Haleu, PT Rejo Sari Bumi, PT Hanurata,PT Kahlold dan PT Sumber Mas Timber yang keseluruhannya dari pihak Indonesia, dengan Georgia Pasifik International Corp dari Amerika Serikat. Kedua belah pihak sepakat membentuk satu perusahaan dengan nama PT Santi Murni plywood, dengan investasi sebesar U$$24 juta dengan perbandingan saham 60% pihak Indonesia dan 40% pihak Amerika Perusahaan ini diharapkan  menyerap  838 tenaga kerja  Indonesia dan 25 orang asing.



RABU,6 MEI  1981

Mulai pukul 10.00 hari ini di Bina Graha berlangsung sidang kabinet terbatas Ekuin yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Sidang membahas berbagai perkembangan ekonomi, Dilaporkan bahwa jumlah tabungan masyarakat meningkat dan ini dipandang sebagai suatu indikator meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap rupiah. Sidang juga membahas masalah pangan, dimana diputuskan untuk terus meningkatkan produksi pangan dari daerah-daerah produksi. Disamping masalah angkutan pada umumnya.

Didalam  sidang, Presiden Soeharto memberikan petunjuk agar hasil pembangunan dan masalah yang dihadapi oleh Pemerintah dijelaskan kepada masyarakat, agar semua pihak dapat memahami dengan baik.



KAMIS, 6 MEI 1982

Presiden Soeharto hari ini memerintahkan agar kekayaan negara tidak dihabiskan dalam jangka pendek, tetapi dapat dimanfaatkan untuk generasi-generasi mendatang. Ia meminta agar Menteri PPLH mempelajari tentang hal ini lebih mendalam lagi dan dihubungkan dengan adanya rencana sistem “terbang habis” terhadap beberapa hutan di Indonesia. Demikian dikatakan Menteri PPLH Emil Salim setelah diterima Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini.

Dikemukakan pula oleh Emil Salim bahwa dalam pertemuan pagi ini ia juga telah melaporkan tentang rencana keberangkatannya ke Nairobi untuk menghadiri konferensi lingkungan hidup negara-negara PBB. Dikatakannya bahwa untuk ini Presiden memberikan petunjuk bahwa apa yang terungkap dalam Undang-undang Tentang Ketentuan pokok dalam Lingkungan Hidup dapat dijabarkan dalam Undang-undang itu merupakan cara Indonesia melihat masalah pengelolaan lingkungan. Tetapi Presiden menghendaki agar Indonesia dapat menekankan pada kerjasama regional untuk usaha penanggulangan masalah lingkungan, selain menekankan pada pengembangan sumber daya manusia sebanyak mungkin.



SENIN, 6 MEI  1985

Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha menerima Menteri Perindustrian, Ir. Hartarto. Dalam pertemuan itu Hartarto melaporkan tentang proyek-proyek industri yang telah berhasil diselesaikan sampai dengan semester pertama tahun 1985, yang keseluruhannya berjumlah 109 buah. Secara khusus ia melaporkan pula tentang perkembangan proyek pabrik kertas kraft di Aceh; menurut rencana, pabrik kertas ini akan selesai pada akhir 1986.



SELASA, 6 MEI 1986

Presiden Soeharto hari ini menghadiri upacara peletakan “batu abadi“ bendungan utama PLTA Cirata, di  Cirata, Jawa Barat. Peletakan batu abadi ini menandai dimulainya pembangunan bendungan utama PLTA tersebut. PLTA Cirata ini akan menggunakan tenaga air Sungai Citarum, dan  merupakan PLTA ketiga yang memanfaatkan sungai besar ini, yaitu setelah PLTA Djuanda  dan PLTA Saguling.

Pada kesempatan itu, Kepala Negara mengatakan bahwa mengingat pentingnya arti tenaga listrik bagi pembangunan, maka kita tetap memberikan perhatian yang besar kepada pertumbuhan kelistrikan. sebab itu, walaupun kita sedang berada dalam tahun-tahun yang sulit di bidang ekonomi, namun kita tetap melanjutkan pembangunan PLTA Cirata yang memerlukan biaya yang sangat besar ini.

Dikatakannya bahwa semangat kita untuk membangun memang tidak boleh mengendor. Untuk itu, maka kita harus memandang pembangunan sebagai perjuangan dan memang, salah satu segi dari pembangunan  adalah  perjuangan  untuk memanfaatkan  sumber  alam kekayaan bangsa kita dengan sebaik-baiknya untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejateraan seluruh rakyat.

Presiden Soeharto hari ini menetapkan Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 1986 tentang Kawasan Berikat (Bonded Zone) untuk mengembangkan perdagangan luar dan dalam negeri serta mengembangkan produksi dalam negeri dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi. Kebijaksanaan ini dimaksudkan untuk meningkatkan ekspor non-migas dan penanaman modal. 

Didalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan bahwa Kawasan Berikut ialah suatu kawasan dengan batas-batas tertentu di wilayah Pabean di Indonesia, yang di dalamnya diberlakukan ketentuan khusus di bidang  Pabean.

Sementara itu melalui Peraturan Pemerintah no. 21 Tahun 1986  Presiden Soeharto memutuskan untuk mengubah pasal 1 Regeringverordening 31 Maret 1937. Perubahan ini memungkinkan diperluasanya jenis pengusaha yang bisa memperoleh fasilitas pembebasan dan pengembalian bea masuk atas bahan-bahan yang diimpor untuk diproses dan hasilnya di ekspor. Melalui peraturan yang mulai berlaku pada hari ini, fasilitas pembebasan maupun pengembalian bea masuk itu juga dapat dinikmati pengusaha eksporter bukan produsen yang meaksanakan ekspor barang ke luar daerah Pabean Indonesia. Disamping itu juga pengusaha yang melaksanakan proyek pemerintah yang dibiayai dengan bantun luar negeri, baik bersifat bilateral maupun multilateral.

Dalam Keputusan Presiden No.17 Tahun 1986, hari ini Presiden Soeharto memutuskan untuk memberi perlakuan yang sama atas persyaratan pemilikan saham nasional dalam perusahaan PMA seperti yang berlaku pada perusahaan PMDN.

Presiden Soeharto hari ini menunjuk dan menetapkan dua wilayah usaha Perusahaan Perseroan bidang pengusaha Kawasan Berikat di Jakarta Keputusan itu ditetapkan dengan mencabut Keputusan Presiden No.61 Tahun 1972 tentang Penunjukan dan Penetapan Wilayah Bonded Jakarta.




RABU, 6 MEI 1987

Pukul 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet terbatas Ekuin yang berlangsung di Bina Graha. Didalam sidang hari ini telah dilaporkan tentang bencana tanah longsor yang terjadi di padang panjang,Sumatera Barat, dua hari yang lalu. Musibah itu sejauh yang diketahui, telah memakan korban sebanyak 69 jiwa. Sehubungan dengan bencana alam ini, Presiden menginstruksikan agar segera dikirim team ke Sumatera Barat untuk meneliti sebab-sebab terjadinya.

Diantara berbagai masalah lainnya, kepada sidang juga telah dilaporkan tentang kenaikan konsumsi kedelai. Untuk itu Kepala Negara menginstruksikan kepada Departemen Pertanian agar terus memperluas tanaman kedelai, karena hal ini akan meningkatkan pendapatan para petani.

Presiden Soeharto mengatakan bahwa bangsa Indonesia tak perlu merasa rendah diri terhadap bangsa-bangsa lain yang telah maju, sebab putera-putera Indonesia yang mampu menghasilkan karya teknologi canggih seperti Pesawat Terbang CN- 235. Dikatakannya bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, berbakat dan berkemampuan, asalkan diberi kesempatan dan dibimbing.

Demikian diungkapkan Menteri Riset dan Teknologi JB Habibie seusai diterima Presiden di Bina Graha siang ini. Dikatakan oleh Menteri Habibie bahwa Kepala Negara memberikan komentarnya setelah membaca laporan utama sebuah majalah dirgantara internasional yang memuji Pesawat CN -235 yang merupakan produksi bersama IPTN dan CASA.



SABTU, 6 MEI 1989

Pagi ini  Perdna Menteri  dan Nyonya Takeshita  mengakhiri  lawatan  resmi  mereka  di Indonesia. Sebelum  meninggalkan  Jakarta, pada  jam 08.00  pagi ini  mereka  melakukan  kunjungan perpisahan  kepada Presiden  dan Ibu Soeharto  di Istana Merdeka.



RABU, 6 MEI  1992

Son Sann, salah seorang anggota Dewan Nasional Kamboja dan Presiden KPNLF, pada pukul 09.00 pagi ini diterima Presiden Soeharto di Bina Graha. Dalam pertemuan itu son sann menyampaikan terima kasih kepada Presiden Soeharto atas segala bantuan dan dukungan yang selama ini diberikan Indonesia dalam rangka penyelesaian masalah Kamboja. Dikatakannya bawa Indonesia telah banyak berjasa terhadap bangsa kamboja, sehingga kini SNC dan UNTAG sudah bisa melaksanakan tugas-tugas menyelesaikan masalah kamboja. Selain itu ia juga melaporkan kepada Presiden Soeharto tentang perkembangan terakhir di Kamboja yang menurutnya masih sering terjadi pelanggaran hukum dan hak asasi manusia oleh fraksi-fraksi lain.

Sementara itu kepada Son Sann,  Kepala Negara memberikan jaminan bahwa sekalipun dewasa ini penyelesaian politik masalah Kamboja sudah ditangani oleh PBB, Indonesia tetap mempunyai rasa tanggung jawab untuk membantu menuntaskan masalah tersebut. pukul 10.10 pagi ini, Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet laporan bidang Ekuin yang berlangsung  di Bina Graha. Tercatat di dalam laporan beberapa menteri hari ini antara lain bahwa inflasi pada bulan April 1992 adalah sebesar 0,9 %, sedangkan jumlah uang yang beredar hingga akhir Februari adalah Rp 26,252 triliun. Di bidang perdagangan tecatat surplus sebesar U$$97 juta dalam bulan Februari 92, karena ekspor berjumlah U$$ 2,263 miliar dan impor sebesar U$$2,166 miliar.


Penyusun Intarti, S.Pd