PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 15 Mei 1967-1990

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
SENIN, 15 MEI 1967

Jenderal Soeharto mengatakan bahwa sasaran yang harus dicapai oleh Orde Baru adalah dipertahankannya Pancasila dan UUD 1945, stabilitas nasional terutama dalam bidang politik dan ekonomi, serta suksesnya pemilihan umum yang akan datang. Mengenai pemilihan umum, Jenderal Soeharto menekankan bahwa hasilnya harus mencerminkan representasi kekuatan-kekuatan Orde Baru. Mengenai soal stabilitas dalam bidang politik dan ekonomi, menurut Jenderal Soeharto, harus merupakan stabilitas yang dinamis sehingga dapat menjadi prasyarat dari tahap pembangunan selanjutnya. Hal ini dikatakan oleh Pejabat Presiden dalam sambutan tertulisnya pada sidang pleno lengkap ke-2 HMI yang diadakan di Bogor hari ini.

Sementara itu, hari ini Pejabat Presiden yang diwakili oleh Koordinasi  Spri, Mayjen. Alamsyah, telah menerima wakil-wakil dari kesatuan aksi. Kesatuan-kesatuan aksi ini datang untuk menyampaikan resolusi tentang masalah Cina kepada Jenderal Soeharto. Mewakili Pejabat Presiden, Mayjen. Alamsyah mengatakan bahwa resolusi-resolusi atau saran-saran yang disampaikan oleh kesatuan-kesatuan aksi akan dipergunakan sebagai bahan pemerintah dalam mengambil keputusan.





KAMIS, 15 MEI 1969

Dengan menggunakan pesawat kepresidenan, Jetstar, Presiden dan Ibu Soeharto berangkat menuju Makassar pagi ini. Dalam kunjungan dua hari, Presiden antara lain akan membuka Pekan Olahraga Mahasiswa dan meninjau pabrik semen Tonasa.

Di Makassar, di depan DPRP-GR Sulawesi Selatan, hari ini Presiden mengatakan bahwa Pelita tahap pertama sekarang ini merupakan langkah pertama untuk mencapai kemakmuran yang merata. Menyinggung kelancaran pelaksanaan Repelita, Presiden mengingatkan agar daerah tidak mengambil tindakan yang menyimpang dari kebijaksanaan pusat agar daerah tidak mengambil tindakan yang menyimpang dari kebijaksanaan pusat agar strategi ekonomi nasional berjalan sesuai dengan rencana. Presiden juga menegaskan bahwa bantuan luar negeri hanyalah bersifat sementara, sebab pada akhirnya pembangunan nasional harus sepenuhnya dilakukan berdasarkan kemampuan kita sendiri.

Dalam kunjungannya di Kabupaten Maros, hari ini Presiden dan Ibu Soeharto telah berkesempatan untuk memanen padi PB 8 dan PB 5. Kepada para petani yang menyambut kedatangannya disana, Presiden Soeharto mengatakan bahwa pembangunan pertanian akan dapat membantu rakyat, untuk itulah maka peningkatan produksi pangan sangat penting artinya. Berbagai sektor akan turut meningkat dengan meningkatnya produksi pertanian, demikian Jenderal Soeharto.




KAMIS, 15 MEI 1975

Indonesia sangat menginginkan pengembangan ekonomi internasional yang berkembang kearah perataan pembangunan antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Itulah inti petunjuk yang diberikan Presiden Soeharto kepada Menteri Perhubungan Emil Salim ketika ia menghadap Kepala Negara pagi ini di Cendana. Prof. Emil Salim menemui Presiden untuk melaporkan tentang keberangkatannya ke Negeri Belanda dalam rangka simposium tentang Orde Ekonomi Internasional Baru.




SABTU, 15 MEI 1976

Kepala Negara menginstruksikan Menteri Kehakiman, Mochtar Kusumaatmadja, agar terus memperjuangkan konsep Wawasan Nusantara sehingga mendapat pengakuan sebagai bagian dari Hukum Laut Internasional. Demikian disampaikan Prof. Mochtar Kusumatmadja setelah menghadap Presiden Soeharto pagi ini di Cendana. Kepada Presiden ia meloporkan tentang hasil-hasil Sidang ke-44 Konferensi Hukum Laut Internasional yang baru saja dihadirinya di New Nork. Konferensi tersebut berlangsung dari tanggal 15 Maret sampai 7 Mei yang lalu.




JUMAT, 15 MEI 1981

Presiden dan Ibu Soeharto, yang disertai oleh beberapa pejabat tinggi Indonesia lainnya, pagi ini berada di Singapura untuk menghadiri pemakaman Presiden Singapura, Benjamin Sheares. Malam ini juga Presiden dan rombongan kembali ke Jakarta.





SELASA, 15 MEI 1984

Menteri Pertanian Achmad Affandi jam 11.00 pagi ini diterima Presiden Soeharto di Bina Graha. Ia antara lain melaporkan kepada Kepala Negara mengenai lonjakan harga minyak goreng akhir-akhir ini. Menurut Affandi, harga per kilogram minyak goreng seharusnya tidak mencapai Rp1.000,-, tetapi Rp850,-, sebab harga pabrik hanya Rp700,-.

Kepada Presiden juga dilaporkannya mengenai hasil rapat koordinasi pangan yang berlangsung di Jawa Tengah baru-baru ini yang dihadiri oleh team dari tujuh provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Rapat itu menyimpulkan bahwa areal tanam 1984/1985 meningkat dari rencana semula. Tetapi akan terjadi penggeseran pola tanam jagung akan merosot. Adapun produksi jagung tahun ini mencapai 200.000 ton.





RABU, 15 MEI 1985

Pagi ini di Istana Merdeka, secara berturut-turut Presiden Soeharto menerima surat-surat kepercayaan dari Duta Besar Australia dan Malaysia yang baru. Duta Besar Australia itu adalah Bill Morrison, sedangkan Duta Besar Malaysia adalah H Muhammad Khatib bin Abdul Hamid.

Membalas pidato Duta Besar Morrison, Kepala Negara mengatakan bahwa ia menyadari bahwa hubungan antara tetangga dekat juga bisa mengalami kemunduran karena adanya perbedaan pandangan dalam berbagai hal. Namun yang penting adalah adanya usaha bersama untuk mencari titik temu guna mengatasi perbedaan-perbedaan pandangan tersebut, dengan tetap berdasarkan pada prinsip-prinsip hubungan antara bangsa yang positif, yaitu saling hormat menghormati kedaulatan dan tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing. Dengan berhasilnya usaha tersebut, maka bukan saja kemunduran yang terjadi akan dapat dipulihkan kembali, tetapi hubungan persahabatan yang telah terjalin akan dapat makin dipererat dan saling pengertian akan bisa diperdalam.

Sementara itu kepada Duta Besar Muhammad Khatib, Presiden mengatakan bahwa kita semua menikmati makna dari persaudaraan yang sangat erat antara kedua bangsa dan negara kita. Hal ini telah mellahirkan kerjasama yang ikhlas dan bantu membantu, baik di tingkat bilateral, regional maupun di forum-forum internasional. Selanjutnya dikatakan oleh Presiden bahwa sebagai negara tetangga terdekat, Indonesia pun merasa berbesar hati melihat kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh Malaysia dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraannya.

Pukul 11.00 pagi ini, Presiden Soeharto membuka Kongres Perbanas (Perhimpunan Bank-bank Nasional Swasta) ke-3 di Istana Negara. Acara pembukaan ini dihadiri oleh lebih kurang 300 orang peserta kongres.

Dalam amanatnya, Kepala Negara mengatakan usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana yang berasal dari tabungan masyarakat merupakan salah satu tugas utama sektor perbankan, termasuk bank-bank nasional swasta. Dalam hubungan ini dikatakannya, agar dalam Repelita IV sektor perbankan dapat lebih aktif menghimpun dana dan menyalurkannya dengan cara-cara yang efesien, maka Pemerintah telah mengeluarkan Kebijaksanaan 1 Juni 1983. Dengan kebijaksanaan ini, maka ketentuan kepada bank untuk menetepkan sendiri suku bunga deposito dan suku bunga pinjaman, kecuali bagi kredit-kredit yang berprioritas tinggi.

Selanjutnya dikatakan Kepala Negara bahwa dalam mendorong sektor perbankan untuk memanfaatkan tabungan masyarakat bagi kepentingan pembangunan, maka Pemerintah akan tetap menjalankan kebijaksanaan moneter, dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang optimal dengan tetap menjaga stabilitas moneter. Karena itu Presiden meminta agar bank-bank nasional swasta dapat ikut berperan secara positif dalam membantu melaksanakan kebijaksanaan moneter yang telah digariskan.




KAMIS, 15 MEI 1986

Presiden Soeharto pagi ini i Bina Graha memberikan nama “Phinisi Nusantara” untuk sebuah kapal layar tradisional Indonesia berbobot 200DWT. Kapal tersebut akan mengarungi Samudra Pasifik pertengahan Juni mendatang selama dua bulan, dalam rangka ikut memeriahkan Expo 86 di Vancouver, Kanada setiba di Vancouver, kapal ini akan dipamerkan di paviliun Indonesia. Pemberian nama itu disampaikan Presiden melalui Menteri Tenaga Kerja Sudomo.




SENIN, 15 MEI 1989

Enam dari delapan Direktur Eksekutif serta Direktur Eksekutif Pengganti Bank Dunia diterima Presiden Soeharto di Bina Graha pada jam 09.00 pagi ini. Mereka adalah Mario Draghi, Frank Cassell, Jonas Haralz, JSA Funna, Datok Muhammad Ramli Wajib dan Jean P Le Bouder. Dalam pertemuan itu mereka menyampaikan penghargaan atas usaha pemerintah RI dalam menyesuaikan diri di bidang ekonomi menghadapi masalah-masalah yang datang dari luar. Dengan Presiden juga membahas tanda-tanda positif dalam pemulihan ekonomi, antara lain ekspor non-migas Indonesia diperkirakan akan mencapai US$12 miliar dalam tahun 1988/1989. Itu berarti 80% lebih tinggi daripada tahun anggaran 1986/1987. Diakui mereka bahwa hasil-hasil yang dicapai Indonesia dalam mengelola ekonominya, antara lain dengan cara restrukturisasi, jelas merupakan salah satu yang terbaik diantara negara berkembang.



SELAS, 15 MEI 1990

Jam 10.00 pagi ini Presiden Soeharto membuka rapat koordinasi BKPM-BKPMD seluruh Indonesia di Istana Negara. Dalam pengarahannya, Kepala Negara meminta semua pihak yang terkait dalam kegiatan penanaman modal agal melakukan beberapa hal. Pertama, meningkatkan daya dukung prasarana ekonomi, seperti jalan, pelabuhan, terminal, bandar udara, telekomunikasi, tenaga listrik, air industri, air minum dan lain-lain. Kedua, meningkatkan kemampuan sarana yang diperlukan, baik untuk persiapan maupun beroperasinya proyek-proyek penanaman, modal, seperti perbankan, asuransi, dan jaringan distribusi. Ketiga, meningkatkan keterampilan tenaga kerja terlatih dalam jumlah yang memadai, untuk sektor-sektor usaha yang diperlukan.

Keempat, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mempertinggi efesiensi dan produktivitas agar dapat meningkatkan daya saing barang-barang ekspor dan jasa kita di pasaran dunia. kelima, memberikan kesempatan kepada koperasi dengan memberikan tempat yang strategi dan mendorong agar koperasi dapat berperan dan tumbuh wajar, sejajar dengan para pelaku ekonomi yang lain. Keenam, mendorong tumbuhnya para wiraswasta baru secara luas. Ketujuh, mendorong dan mengusahakan penanaman modal ke wilayah timur Indonesia dan daerah-daerah lain yang keadaan ekonominya masih terbelakang.


Penyusun Intarti, S.Pd