PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 13 November 1969 - 13 November 1990

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Kamis, 13 November  1969

Sidang kabinet yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Istana Negara pagi ini telah membicarakan RAPBN tahun 1970/1971. RAPBN tersebut memberikan prioritas pada semua proyek yang pada tahun anggaran 1969/1970 belum mencapai target yang telah ditetapkan. Disamping itu, pemerintah juga masih akan memberikan sumbangan Rp. 100.000,- kepada setiap desa.

Jum’at, 13 November  1970

Presiden Soeharto, sebagai amil zakat, telah menyetujui penggunaan uang zakat sebesar Rp. 18.200.000,- bagi bantuan pembangunan dan perbaikan 728 buah masjid, musholla, madrasah, panti asuhan, yayasan, dan badan dakwah Islam di seluruh Indonesia.

Sabtu, 13 November  1971

Tanpa diduga, hari ini Presiden Soeharto mengajak Menteri Agama Mukti Ali untuk meninjau penyelesaian Masjid Istiqlal. Dalam peninjauan itu Jenderal Soeharto telah memeriksa lantai I dan II masjid tersebut dan memerintahkan agar besi-besi yang menonjol dan membahayakan para jemaah segera diratakan. Juga kubah, mimbar dan lambang bulan-bintang dari masjid ini tidak luput dari perhatian Kepala Negara.

Presiden Soeharto menyetujui untuk menyumbang marmer alam Indonesia untuk sebuah masjid yang sedang dibangun di Kairo. Sumbangan ini adalah untuk memenuhi permintaan pemerintah Mesir yang disampaikan kepada Pemerintah Republik Indonesia. Selain Indonesia, negara-negara Islam lainnya yang mempunyai batu alam dimintakan juga bantuan oleh Mesir untuk memperindah masjid tersebut. Presiden Soeharto menyatakan persetujuannya dalam pertemuannya dengan Menteri Agama Mukti Ali hari ini.

Senin, 13 November  1972

Hari ini Presiden Soeharto diterima oleh Presiden George Pompidou di Istana Elysee di Paris dalam suatu upacara kenegaraan. Dalam sambutannya pada upacara tersebut, Presiden Soeharto mengatakan bahwa Indonesia mengharapkan dapat bertukar pikiran dengan Prancis secara terbuka tentang berbagai permasalahan, terutama mengenai perekonomian dunia dan masalah negara-negara yang sedang membangun.


Selasa, 13 November  1973

Presiden dan Ibu Soeharto pagi ini meninggalkan Jakarta menuju Bali untuk suatu kunjungan kerja selama dua hari di provinsi itu. Setiba di Denpasar pada jam 09.30, Presiden dan rombongan langsung mengadakan peninjauan di beberapa obyek pariwisata. Obyek-obyek yang ditinjau sampai siang hari itu adalah Nusa Dua, Art Centre (yang merupakan proyek Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen P dan K), Handicraft Centre di Tohpati (proyek Departemen Perindustrian), Samuan Tiga (Mandala Wisata), dan Proyek Batako (milik Kodam Udayana).

Rabu, 13 November  1974

Menteri Perindustrian, M Jusuf, dan Ketua BKPM, Barli Halim, menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini. Mereka melaporkan hasil kunjungan mereka ke berbagai negara Asia, Eropa, dan Amerika Serikat. Seusai pertemuan, Menteri Perindustrian mengatakan bahwa Pemerintah saat ini sedang mempersiapkan usaha untuk memproduksi alat-alat besar yang selama ini masih diimpor. Usaha ini antara lain adalah dalam rangka memanfaatkan pabrik baja Cilegon, di Jawa Barat, yang akan mulai berproduksi dalam tahun 1976.

Pemerintah telah memutuskan untuk meningkatkan jumlah bantuan kepada keluarga para pahlawan dari Rp. 60.000,- per tahun menjadi Rp. 120.000,-. Kenaikan ini mulai diberlakukan dalam tahun ini juga. Demikian diungkapkan oleh Menteri Sosial, HMS Mintaredja, hari ini.

Kamis, 13 November  1975

Presiden Soeharto menegaskan bahwa pemilihan umum pasti akan diselenggarakan dalam tahun 1977. Untuk pelaksanaan pemilihan umum itu, pemerintah akan memilih hari yang tepat, sehingga sebanyak mungkin rakyat dapat menggunakan hak pilihnya. Demikian dikatakan Kepala Negara ketika menerima pimpinan pusat PPP hari ini di Bina Graha. Diantara tokoh-tokoh PPP yang menghadap Kepala Negara itu tampak Ketua Umum, HMS Mintaredja SH, Sekretaris Jenderal Yahya Ubaid, Presiden Partai, KH Idham Chalid, Ketua Dewan Pertimbangan Partai, KH Masykur, serta Rusli Chalil, Udin Sjamsuddin, Bahrun Djamil SH, dan MA Gani MA.

Sabtu, 13 November  1976
  
Menanggapi tulisan Newsweek baru-baru ini, yang mendiskreditkan diri dan keluarganya, Presiden Soeharto merasa sangat keterlaluan adanya orang-orang Indonesia yang memberikan laporan-laporan yang tidak benar, dengan tujuan untuk merusak martabat bangsa sendiri. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Kepala Bakin, Letjen. Ali Murtopo, setelah ia diterima oleh Kepala Negara selama lebih dari satu jam di Bina Graha pagi ini.

Usai menerima Ali Murtopo, Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan gubernur dari Daerah-daerah Bimas Kelompok A di Bina Graha. Gubernur-gubernur tersebut adalah dari sembilan provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Pertemuan ini juga dihadiri oleh Menteri Negara Ekuin Widjojo Nitisastro, Menteri Dalam Negeri Amirmacmud, Menteri Perdagangan Radius Prawiro, Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Subroto, dan beberapa pejabat lainnya.

Pada kesempatan itu, selama satu jam setengah, Presiden telah memberikan pengarahan mengenai masalah peningkatan produksi pangan dan langkah-langkah untuk menghadapi musim paceklik yang akan datang. Dalam rangka peningkatan produksi, Kepala Negara memerintahkan agar lahan-lahan yang memenuhi syarat untuk pertanian dimanfaatkan semaksimal-maksimalnya. Dalam hubungan ini ditegaskannya bahwa tidak boleh ada pemilik tanah yang membiarkan tanahnya tidak dipakai untuk peningkatan produksi.

Selain pemanfaatan lahan secara maksimal, Presiden juga menginstruksikan agar penggunaan pupuk ditingkatkan, sehingga produksi pun bisa meningkat. Untuk itu ia meminta para gubernur meningkatkan penyuluhan kepada petani, dan melakukan penyempurnaan distribusi pupuk di daerah mereka masing-masing.

Senin, 13 November  1978

Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak Bogor (P3TB) diresmikan Presiden Soeharto di Ciawi, Bogor, pagi ini. P3TB yang merupakan hasil kerjasama dengan dan bantuan Pemerintah Australia ini memiliki fasilitas yang terlengkap diantara lembaga sejenis yang ada di daerah tropika.

Memberikan amanat ketika meresmikan proyek ini, Presiden mengharapkan agar lembaga ini menemukan teknologi yang tepat, yang mampu meningkatkan tingkat produksi dan produktifitas serta menurunkan biaya produksi. Harapan Kepala Negara ini dikemukakan mengingat fasilitas modern yang ada di P3TB, serta bekal pengetahuan dan pengabdian yang tinggi yang dimiliki para ahlinya.

Presiden juga meminta agar didalam menyusun program-program penelitian P3TB selalu memusatkan perhatiannya kepada strategi, prioritas dan tujuan pembangunan yang telah digariskan dalam GBHN. Dikatakan oleh Presiden bahwa karena GBHN memberikan tekanan yang lebih menonjol kepada segi pemerataan pembangunan dan hasil-hasil yang mengarah pada terwujudnya keadilan sosial, maka semua program penelitian juga harus membantu mencarikan jalan untuk melaksanakan asas pemerataan itu. Demikian Kepala Negara.

Selasa, 13 November  1979

Presiden Soeharto dan rombongan pukul 11.25 GMT hari ini tiba di bandar udara Gatwick, London. Setelah dijemput oleh Duta Besar RI untuk Inggris dan Nyonya Saleh Basarah didalam pesawat, Presiden dan Ibu Soeharto disambut oleh Puteri Alexandra yang mewakili Ratu Elizabeth, dan para pejabat tinggi Inggris lainnya di tangga pesawat. Ini merupakan suatu kunjungan bersejarah bagi kedua negara, sebab inilah pertama kalinya seorang Presiden Indonesia berkunjung ke Inggris, padahal Indonesia sudah merdeka selama 34 tahun.

Setelah Presiden memeriksa barisan kehormatan, Presiden dan rombongan menuju stasiun kereta api Victoria. Disini Presiden dan Ibu Soeharto disambut oleh Ratu Elizabeth dan Duke of Edinburgh dalam suatu upacara penerimaan. Kemudian, dengan mengendarai kereta kencana, kereta resmi kerajaan, Presiden dan Ibu Soeharto menuju ke Istana Buckingham, dimana tamu dari Indonesia ini menginap selama berada di Inggris.

Acara penyambutan resmi terhadap Presiden dan Ibu Soeharto dilakukan pula oleh anggota-anggota Dewan Kotaraya London di Istana St James’s. Presiden dan Ibu Soeharto juga disambut secara resmi oleh Dewan Kota Westminster yang wilayahnya mencakup Istana Buckingham, Parlemen, dan Downing Street.

Untuk menghormati kunjungan Presiden dan Ibu Soeharto, malam ini Ratu Elizabeth menyelenggarakan jamuan santap malam di Istana Buckingham. Dalam amanatnya, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa antara Indonesia dan Inggris terdapat banyak persesuaian pendapat dan persamaan pandangan mengenai berbagai masalah. Presiden mengemukakan keyakinannya bahwa diatas dasar persesuaian pendapat dan persamaan pandangan itu, kedua negara selalu berusaha untuk mengembangkan kerjasama yang lebih erat dan luas kearah terwujudnya kestabilan dan perdamaian, kemakmuran dan kesejahteraan, yang dicita-citakan oleh seluruh umat manusia dan kemanusiaan. Sebelumnya, Presiden telah pula menyampaikan rasa terima kasih bangsa Indonesia kepada Pemerintah dan rakyat Inggris yang telah memberikan bantuan dan kerjasama bagi program pembangunan Indonesia.    


Kamis, 13 November  1980

Presiden menginstruksikan Departemen Kesehatan untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat serta lebih memperluas jangkauan pelayanan ke seluruh wilayah tanah air. Diinstruksikannya pula supaya gedung-gedung Puskesmas yang tidak mampu lagi menampung masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan direhabilitasi atau diperbesar. Di samping itu Departemen Kesehatan juga diinstruksikan untuk mempercepat pengadaan dokter spesialis di tiap kabupaten. Demikian dikatakan Menteri Kesehatan, dr. Suwardjono Suryaningrat, hari ini setelah menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha.

Sabtu, 13 November  1982

Pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, tiga orang duta besar negara sahabat secara berturut-turut menyerahkan surat kepercayaan mereka kepada Presiden Soeharto. Ketiga duta besar itu adalah Duta Besar Finlandia, Pertti AO Karkkainen, Duta Besar Meksiko, Guillermo Corona Munoz, dan Duta Besar Thailand, Rongphet Sucharitkul.

Menyambut surat kepercayaan Duta Besar Finlandia, Kepala Negara mengatakan bahwa hubungan persahabatan dan kerjasama erat antara kedua negara memang masih dapat terus ditingkatkan lagi, karena adanya persamaan yang menjadi dasar kebijaksanaan politik luar negeri kedua negara. Politik luar negeri Finlandia yang berciri netralitas aktif dan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, sama-sama bertujuan untuk menciptakan dunia yang damai dan lebih adil, sehingga semua bangsa dapat hidup rukun dan sejahtera. Karena itu, menurut Presiden, tidaklah mengherankan jika dalam menjalankan politik luar negerinya antara kedua negara kita mempunyai persamaan-persamaan sikap dan pandangan dalam berbagai persoalan dunia.

Sementara itu kepada Duta Besar Meksiko, Presiden Soeharto mengatakan bahwa walaupun letak kedua negara sangat berjauhan, tapi hal itu tidaklah mempengaruhi eratnya hubungan persahabatan dan adanya saling pengertian yang baik antara kedua negara. Sebab, demikian Presiden, hubungan persahabatan dan saling pengertian yang baik antara kedua negara didukung dan dilandasi oleh dasar-dasar yang kuat, yaitu kesamaan cita-cita dan prinsip-prinsip hubungan antar bangsa. Kedua negara sama-sama berjuang untuk mewujudkan dunia yang penuh kedamaian dan keadilan, dan sama-sama menjunjung tinggi prinsip hidup berdampingan secara damai tanpa mencampuri urusan dalam negeri negara lain.

Kepada Duta Besar Sucharitkul, Presiden Soeharto mengungkapkan kebahagiannya menyaksikan hubungan persahabatan yang makin erat dan kerjasama yang makin meningkat antara kedua negara. Dikatakannya, adalah keinginan kita bersama untuk terus mempererat hubungan persahabatan dan meningkatkan kerjasama antara kedua negara kita. Sebab, hubungan yang demikian tidak saja membawa manfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan kedua bangsa, melainkan juga turut memberi sumbangan bagi stabilitas dan ketenangan di wilayah kita ini.

Menteri PPLH, Emil Salim, menghadap Kepala Negara siang ini di Istana Merdeka. Ia datang untuk melaporkan tentang adanya konflik dalam beberapa sektor pembangunan yang berbeda kepentingan satu sama lain. Usai menghadap, ia mengatakan bahwa Presiden Soeharto telah memberikan petunjuk agar pembangunan dalam setiap sektor harus juga memperhatikan sektor lain, sehingga pembangunan dalam sektor tertentu tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan tidak mengorbankan rencana jangka panjang.

Selasa, 13 November  1984
Pukul 09.30 pagi ini Kepala Negara menerima Menteri Pertanian, Achmad Affandi. Usai pertemuan itu Menteri Affandi mengatakan bahwa ia menemui Presiden untuk melaporkan antara lain mengenai perkembangan produksi padi Indonesia. Dikatakannya bahwa dalam tahun ini Indonesia tidak mengimpor beras, karena kebutuhan beras untuk tahun 1984 sudah dapat dipenuhi dengan produksi dalam negeri sejumlah 25 juta ton.

Segera setelah tiba di Jakarta sore ini, Ketua Dewan Kepresidenan Republik Rakyat Hongaria dan Nyonya Pal Lasonczi mengadakan kunjungan kehormatan kepada Presiden dan Ibu Soeharto di Istana Merdeka. Kunjungan ini merupakan suatu kunjungan bersejarah, sebab inilah pertama kalinya seorang Presiden Hongaria melakukan kunjungan ke Indonesia.

Di serambi Istana Merdeka, Presiden Losonczi yang bersama rombongannya akan berada di Indonesia selama tujuh hari itu, memperkenalkan semua anggota rombongannya kepada tuan rumahnya. Yang diperkenalkannya adalah, antara lain, Deputi Ketua Dewan Menteri, Deputi Menteri Perdagangan Luar Negeri, dan Deputi Menteri Luar Negeri. Kemudian, setelah beramahtamah sejenak di ruang Jepara Istana Merdeka, Presiden dan Ibu Tien mengantarkan kedua tamu mereka ke Wisma Negara, dimana mereka menginap selama berada di Jakarta.


Rabu, 13 November  1985

Presiden Soeharto pagi ini melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Italia, Francesco Cossiga. Dalam kunjungan ini Presiden Soeharto mengulangi lagi undangannya kepada Presiden Italia untuk berkunjung ke Indonesia sebagai balasan atas kunjungan kenegaraannya ke Italia pada tahun 1972. Undangan tersebut diterima baik oleh Presiden Cossiga, namun ia belum dapat memastikan kapan ia dapat memenuhinya.

Selasa, 13 November  1990
 
Presiden Soeharto dan Wakil Presiden AS, Dan Quayle, mengadakan pembicaraan di Hotel Imperial, Tokio. Dalam pembicaraan itu Presiden Soeharto menyampaikan terima kasih kepada Presiden George Bush atas vetonya terhadap rencana Kongres untuk mengenakan pembatasan impor tekstil ke Amerika Serikat. Selain itu Presiden juga meminta perhatian AS supaya memberlakukan bea masuk kayu lapis dari Indonesia sama dengan yang diberlakukannya terhadap negara lainnya. Misalnya, impor dari Brazil dikenakan bea masuk sebesar 4%, padahal terhadap Filipina dan Malaysia tidak dikenakan bea masuk, sedangkan dari Indonesia dikenakan 8%.

Wakil Presiden Dan Quayle berjanji untuk memperhatikan persoalan yang dikemukakan oleh Kepala Negara. Ia juga berjanji akan menyampaikan hasilnya dengan segera. Selain itu ia juga menyatakan dapat memahami langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia berkenaan dengan krisis Teluk dan penyelesaian masalah Kamboja.

Kemudian, ditempat yang sama, Presiden Soeharto menerima Putera Mahkota Kerajaan Yordania, Pangeran Hassan bin Talal. Ia menjelaskan kepada Presiden mengenai situasi Perang Teluk dan posisi negaranya dalam krisis tersebut. Ia menyatakan dapat memahami dan menghargai sikap Indonesia yang menginginkan memecahan krisis Teluk sesuai dengan resolusi PBB.

Setelah pertemuan dengan Putera Mahkota Yordania, Presiden Soeharto menerima Kepala Negara Brunei Darussalam, Sultan Hasanal Bolkiah. Dalam pertemuan itu ia menyampaikan kepastiannya untuk membeli tiga pesawat CN-235 buatan IPTN Bandung. Selain itu ia juga menyampaikan rencananya untuk mengunjungi Indonesia dalam waktu dekat.

Siang ini Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri jamuan makan yang diselenggarakan oleh “Japan Indonesia Association”. Memberikan sambutan pada jamuan itu, Presiden mengatakan bahwa kerjasama antara Indonesia dan Jepang yang berjalan dengan baik selama ini kiranya dapat menjadi pola hubungan antara negara Selatan dan Utara yang bersifat terbuka untuk tukar pikiran. Pola itu kiranya dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam rangka kerjasama Utara-Selatan.

Atas dasar kerjasama Jepang-Indonesia yang telah berlangsung dengan baik selama ini, maka Jepang dan Indonesia bersama-sama dapat melakukan usaha-usaha untuk menjembatani Utara-Selatan. Dengan demikian kita harapkan akan tumbuh kerjasama Utara-Selatan yang adil dan berjalan lancar.



Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Publikasi : Oval Andrianto