PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 20 Oktober 1965 - 20 Oktober 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Rabu, 20 Oktober 1965

Di Jakarta hari ini Golongan Islam dalam DPR-GR dengan resmi menuntut pembubaran PKI. sementara itu, kurang lebih 50.000 massa ansor dan organisasi massa NU lainya mengadakan rapat umum di Taman Surapati, Jakarta. Selain memberikan dukungan kepada anggota DPR-GR dari golongan Islam menuntut pembubaran PKI, masasa juga memberikan dukungan kepada Konfrensi Internasional Anti Pangkalan Militer Asing (KIAPMA) yang sedang dipersiapkan di Jakarta. Mereka menuntut agar pemerintah meninjau kembali hubungan dengan RRC yang melalui Radio Peking telah ikut campur dalam masalah penyelesaian G-30-S/PKI dengan mendiskreditkan Jenderal Nasution dan Jenderal Soeharto.

Minggu, 20 Oktober 1968

Presiden Soeharto yang tiba di Samarinda dari Palangkaraya kemarin, hari ini berpidato dalam suatu rapat umum di Lapangan Pemuda, Samarinda. Dalam tatap muka dengan rakyat Kalimantan Timur, Presiden telah menjelaskan tetntang rencana pembangunan Lima Tahun, yang sasaranya adalah suatu kehidupan masyarakat yang aman, tentram lahir batin, sasaran itu harus diwujudkan dengan terpenuhinya sandang dan pangan, perumahan dan lapangan kerja. Untuk mewujudkan sasaran itu Presiden mengajak rakyat Kalimantan Timur khususnya dan seluruh bangsa Indonesia untuk bekerja keras, berjuang dan bersedia berkorban untuk kepentingan nusa dan bangsa. Selama dua hari di Kalimantan Timur Presiden dan rombongan meninjau beberapa obyek pembangunan, antara lain proyek jalan raya Kalimantan di Loa janan. Har ini Presiden dan rombongan meneruskan perjalanan ke Kalimantan Selatan.

Selasa, 20 Oktober 1970

Dalam sidang Sub-Dewan Stabilitasi ekonomi hari ini Presiden menginstruksikan Menteri Perdagangan dan menteri-menteri lain agar waspada terhadap kemungkinan siasat pihak tertentu yang punya kepentingan dalam perkaretan, dengan tujuan menghambat dan merugikan Indonesia. Selanjutnya Presiden meminta agar diusahakan peningkatan kualitas dan peningkatan perdagangan karet alam secara langsung dengan negara-negara konsumen. Sementara itu menaggapi laporan Menteri Dalam Negeri Amirmachmud tentang tentang kesulitan pra sarana hubungan laut dari darat di Sulawesi, selain memberikan instruksi kepada departemen-departemen yang bersangkutan untuk mengambil langkah-langkah yang perlu, Presiden juga mengungkapkan bahwa dalam waktu dekat ini akan menyerahkan beberapa kapal ukuran 200 DWT kepada daerah-daerah di Sulawesi.

Minggu, 20 Oktober 1974

Malam ini Golkar merayakan ulang tahunya yang kesepuluh, dan Presiden Soeharto menyamppaikan amanat tertulisya pada pernyataan itu. Dalam amanatnya, Kepala Negara mengatakan bahwa memperbaharui kehidupan sosial politik yang cocok dengan pembangunan merupakan tugas kita semua. Tugas ini lebih sangat penting bagi Golkar yang telah mendapat kepercayaan yang besar dari rakyat Indonesia. Menurut Presiden, tujuan pembaharuan itu adalah membengkitkan kesadaran politik yang dapat membengkitkan kesadaran politik yang dapat menembah kokohnya persatuan bangsa Indonesia, yang dapat menggairahkan kokohnya masyarakat dalam mengambil bagian dalam pembangunan, yang dapat menjemin keberhasilan dan kelancaran pembangunan itu. Selanjutnya Kepala Negara menggariskan tugas untuk Golkar dalam pembangunan. Tugas kekuatan politik ini adalah memupuk semangat pembangunan dan mengembangkan sikap membangun; ini merupakan salah satu tugas penting bagi Golkar, karena justru untuk itulah Golkar lahir. Demikian Presiden Soeharto.

Kamis, 20 Oktober 1977

Presiden Soeharto menyetujui untuk memberikan bantuan bagi pembangunan masjid-masjid dan pondok pesantren. Dana yang dialokasikan dari dana sosial/kerohanian Islam itu berjumlah Rp21,25 juta. Dalam hubungan ini Masjid Al Ikhlas di pekalongan akan menerima bantuan sebesar Rp15 juta, Masjid Taqwa di Bendungan, Wates Kulon Progo Yogyagarta sebesar Rp1.250.000,- serta Masjid Baiturrahim di Boyolangu, Gresik, Cirebon sebesar Rp2 juta. juga pesantren Darussa'adah di Glumpang Tiga, Aceh, Pidie, menerima bantuan sebesar Rp3 juta.

Jum'at, 20 Oktober 1978

Bertempat di Pertamina Cottage, pantai Kuta, Bali, pukul 10.00 Pagi in Presiden Soeharto membuka musyawarah Nasional Golkar. Musyawarah Nasional ini di adakan dalam memperingati ulang tahun Golkar yang ke-41

Dalam amanatnya, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa sebagai suatu kekuatan politik, Golkar merupakan sarana utama dalam mewujudkan kehidupan demokrasi di Indonesia. Inti kehidupan demokrasi adalah prinsip kadaulatan rakyat. Oleh karena itu Golkar harus benar-benar berorientasi kepada rakyat, yang harus tampak dalam usaha-usaha mewujudkan masyarakat Pancasila yang kita cita-citakan.

Hal ini sengaja dikemukakan oleh Presiden sebab masalah ini merupakan masalah yang strategis, lebih-lebih kalau dikatakan dengan ahun-tahun pelaksanaan Replita III yang merupakan tahun-tahun yang menetukan kemungkinan barhasilnya pembangunan jangka panjang kita harus mempunyai wawasan jauh ke depan. kita harus mampu meletakan landasan yang kokoh untuk kehidupan demokrasi Pancasila. Demikan Presiden.

Sabtu, 20 Oktober 1979

Pukul 11.30 hari ini, Presiden soeharto mengadakan rapat kordinasi mengenai masalah transmigrasi di Istana Merdeka. rapat ini merupakan tindak lanjut kunjungan Presiden ke lokasi-lokasi transmigrasi di Sumatera Selatan dan Jambi beberapa hari yang lalu. tampak hadir dalam pertemuan tersebu, antara lain, Menteri Koordinator bidang Ekuin, Widjojo Nitisastro, Menteri Kerja dan Transmigrasi, Harun Zain, Menteri Pekerjaan Umum, Purnomosidi, Menteri Muda Transmigrasi, Menteri perindustrian, AR Suhud. Menteri PAN, JB Sumarlin, Menteri/Sekertaris Negara, Shudarmono, Jaksa Agung, Ali Said, dan Direktur Jenderal Transmigrasi, Kadarusono. Dalam Pertemuan tersebut Presiden antara lain mengistruksikan agar penempatan transmigran segera dialihkan di lokasi yang telah selesai, begitu diketahui bahwa lokasi yang diperuntukkan bagi transmigran tersebut belum selesai.

Selasa, 20 Oktober 1981

Gubernur Lampung, Yasir Hadibroto, menghadap Presiden Soeharto  di Bina Grahapada jam 10.30 pagi ini. Dalam pertemuan itu Presiden menginstruksikanya untuk mengembangkan tanaman lamtorogung di daerahnya. Menurut Presiden, kayu lamtorogugn dapat dipakai sebagai bahan bakar bagi industri rakyat " besi tuangan". Untuk itu kepada Yasir hardibroto langsung diberikan bibit lamtorogung sebanyak tujuh kilogram.

Rabu, 20 Oktober 1982

Presiden soeharto dan rombongan hari ini meninjau proyek perumahan di Tama, kurang lebih 35 km dari pusat kota tokyo Di proyek perumahan ini Presiden Soeharto mendapat penjelasan-penjelasan mengenai perencanaan dan pembangunan proyek itu dari pimpinan perusahaan yang membangun kompleks perumahan tersebut.

Kamis, 20 Oktober 1983

Jam 10.00 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri acara pembukaan Musyawara Nasional ke-3 Golkar yang berlangsung di Maggalan Wanabhaki, Jakarta. Musyawara Nasional ini diadakan bertepatan dengan ulang tahun Golkar yang ke-19.

Sebelum membuka dengan resmi musyarawarah nasional tersebut, Presiden Soeharto dalam sambutannya mengigatkan bahwa pembangunan politik merupakan bagian pembangunan nasional kita yang sulit. Sadar akan hal itu, demikian Presiden,  makan pembangunan politik telah kita lakukan dengan sangat berhati-hati, dengan penuh kesabaran dan kedewasaan melalui konsensus-konsensus nasional. Jika sekarang kita memilikitiga kekuatan sosial politik, maka hal itu merupakan pelaksanaan dari ketetapan hati kita sejak sidang umum MPR tahun 1966, yang telah menggariskan perlunya penyerdehanaan dan pembaharuan kehidupan dan struktur poklitik, yang pelaksanaannya telah dilandasi oleh adanya konsensus nasional, sebagai hasil dari dialog dan pertukar-pikiran di tingkat nasional yang memakan waktu bertahun-tahun.

selanjutnya dikatankan oleh Presiden bahwa kehidupan dan struktur politik yang ada sekarang ini masih harus kita mantapkan dan kita konsolidasi, khususnya bagi kekuatan-kekuatan sosial politik itu sendiri. karena itu, demi kepentingan nasional kit, Kepala Negara mengharapkan agar Musyawara Nasional Golkar ini dapat menggariskan konsolidasi dalam tubuh Golkar sendiri. Usaha yang sama perlu dilakukan oleh dua kekuatan sosial politik yang lain.

Menyinggung soal Pancasila sebagai satu-satunya asas politik  bagi kekuatan-kekuatan  sosial politik, Presiden menegaskan bahwa ini tidak berarti bahwa kita menuju terbentuknya partai tunggal. Juga tidak berarti menghilangkan keanekaragaman dan kemajemukan masyarakat kita. Dijelaskannya bahwa Pancasila itu sendiri justru merupakan jaminan bagi perstuan dan kestuan bangsa. Yang menjadi tanggu jawab kita bersama adalah menjaga agar keaneka ragaman dan kemajemukan itu tidak menggerogoti persatuan nasional. Sebaliknya persatuan dan kesatuan itu tidak menghilangkan kemandirian dan sifat-sifat khas dari kekuatan sosial politik dan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Demikian antara lain kata sambutannya Presiden.


Sabtu, 20 Oktober 1984

Presiden Soeharto menegaskan bahwa pembangunan dan lingkungan sama pentingnya, yaitu ibarat dua sisi dari satu mata yang sama. Hal ini karena, demikian Presiden, dalam melaksanakan pembangunan kita juga harus menjaga lingkunganya, agar tidak rusak.

Demikian dikatakan Menteri Negara KLH, Emil Salim, setelah diterima Kepala Negara di Bina Graha pagi ini. Ia menghadap Presiden untuk melaporkan tentang hasil sidang Komisi Dunia mengenai pembangunan dan lingkungan yang dihadirinya di Jenewa pada bulan yang lalu.

Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima pengurus MUI yang didampingi oleh Menteri Agama, Munawir Sjadzali. Pengurus MUI dalam pertemuan ini telah dilaporkan tentang mengenai perkembangan MUI, terutama mengenai pelaksanaan pertemuan terbatas MUI yang telah menetapkan penjabat pengganti Ketua umum MUI, KH Syukri Ghozali, yang wafat baru-baru ini. Dilaporkan bahwa pertemuan terbatas itu telah menetepkan bahwa caretaker Ketua Umum MUI adalah KH Hasan Basri, KH EZ Muttaqien, dan KH Sudjono.

Pada kesempatan itu, Menteri Agama telah melaporkan juga tentang hasil kunjunganya ke beberapa daerah untuk menjelaskan tentang peristiwa Tanjung Priok. Dalam kunjungan tersbut ia telah menjelaskan bahwa peristiwa itu bukan masalah agama.

Sementara itu , kepada para pengurus MUI, Presiden Soeharto telah meminta agar MUI tetap mempertahankan kemandirianya, sebagaimana adanya selama ini.

Senin, 20 Oktober 1986

Presiden Soeharto pagi ini membuka secara resmi pertemuan ke-6 Menteri-Menteri Luar Negeri ASEAN dan ME. Ini adalah pertama kalinya Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan inii Pertemuan itu sendiri dihadiri oleh para menteri luar negeri ASEAN dan wakil-wakil ME, yaitu Ketua Delegasi Prancis/Ketua Komisi ME untuk urusan Asian Tenggara, Claude Chaysson, Mentri Luar Negeri Belanda, Menteri Luar Negeri Spanyol, Fransisco Fernandes Ordenez, dan Menteri Luar Negeri Luxembourg, Robert Goebbls.

Pada kesempatan itu  Presiden mengharapkan agar kerjasama anatar negara ME dan ASEAN dapat menjadi contoh yang baik kerja sama Utara-Selatan. Dan selanjutnya merupakan awal dari sumbangan kita bersama bagi terwujudnya tata ekonomi internasional beru yang menjamin kemajuan, kesejahteraan, dan keadilan bagi semua bangsa dan semua negara.

Dikatakannya bahwa Indonesia menyambut baik kesepakatan-kesepakatan yang telah tercapai antara ASEAN dan ME dalam menggalang kerjasama baru maupun dalam mempergiat kerjasama yang sudah terjalin, antara lain kerjasama dalam sumber daya manusia, ilmu pengetahuan, ahli teknologi, penanaman modal dan pariwisata. Dalam bidang perdagangan diharapkannya agar secara bersama-sama dapat diatasi hambatan-hambatan yang masih ada, disamping usaha-usaha untuk menyehatka neraca perdagangan bilateral antara negara-negara ME dan anggota-anggota ASEAN.

Demikian antara lain  Presiden.

Malam ini Presiden menghadiri perayaan hari ulang tahun Golkar ke-22 yang berlangsung di Balai Sidang Senayan, Jakarta. Dalam perayaan ulang tahun ini. Ketua Umum Golkar, Sudharmono, mengeluarkan pernyataan politik yang secara resmi mencalonkan kembali Jenderal (Purn.) Soeharto sebagai Presiden untuk masa bakti yang akan datang.

Menanggapi pencalonan itu, dalam pidato tanpa teks, Presiden menyatakan menerima pencalonan itu. Akan tetapi, bilamana penacalonan itu menjadi kenyataan, ia meminta agar segara diganti jika di tengah jalan ia dipandang tidak mampu; penggantian itu dapat dilakukan oleh MPR secara konstitusional , tidak perlu secara ribut-ribut.

Menurut Kepala Negara, ia mengatakan demikian karena ia menyadari betapa beratnya tugas ini. Dalam kaitan ini ia mengatakan: "Sebagai Tuhan pencipta alam semesta ini, tentu saya harus memanjakan rasa syukur atas ramhat yang diberikan kepada saya. Tetapi, sebagaimana manusia biasa, saudara-saudara pun harus mengetahui, setiap saya mendengar pernyataan-pernyataan itu, terus terang saja saya merasa miris. Miris buka karena takut menghadapi tantangan, tidak. Akan tetapi miris karena mengetahui tugas yang berat di depan kita itu. Begitu pula, saya merasa miris karena mengetahui harapan yang demikian besar daripada rakyat Indonesia mengenai suksesnya pembangunan, sedangkan yang mengetahui diri saya adalah saya sendiri".


Kamis, 20 Oktober 1988

Perdana Menteri  Muangthai dan Nyonya Chatichai Choonhavan mengadakan lawatan resmi di Indonesia mulai hari ini. Kedatangan mereka disambut oleh Presiden dan Ibu Soeharto dalam suatu upacara kebesaran militer da halaman Istana Merdeka siang ini pada jam 14.00 kunjungan ini merupakan kunjungan pertama mereka ke Indonesia setelah Chatichai menjadi Perdana Menteri. Mereka berada di Jakarta sampai Sabtu siang.

Malam ini Kepala Negara menghadiri peringatan ulang tahun Golkar yang ke-24, dan sekaligus membuka musyawarah Nasional ke-4 organisasi politik terbesar kita itu. Pada kesempatan itu Kepala Negara mengatakan tugas besar Golkar adalah mengembangkan budaya politik dan Demokrasi Pancasila dengan sebaik-baiknya. Hal ini disebabkan Golkar adalah kekuatan politik yang besar selama ini mendapat kepercayaan dari masyarakat melalui pemilihan umum. Disadari pula dengan adanya kepercayaan itu, maka tanggungjawabnya pun menjadi besar. Oleh sebab itu Golkar harus memberikan sumbangan yang sebaik-baiknya bagi kokohnya kehidupan politik dan Demokrasi Pancasila di masa-masa yang akan datang.

Presiden juga mengajak seluruh bangsa Indonesia, semua kekuatan sosial politik, para pemuka dan pemikir politik untuk selalu ingat pada sejarah perkembangan dan pertumbuhan bangsa kita di masa lampau. Kita semua harus membulatkan tekat agar sejarah masa lampau yang penuh pertentangan, gejolak, ketegangan dan kecurigaan yang mencekam itu kita akhiri buat selama-lamanya dan tidak pernah terulang kembali. Dengan tekad itu kita akan melapangkan jalan untuk membangun masa depan bangsa ini dengan menciptakan stabilitas nasional yang dinamis.

Sabtu, 20 Oktober 1990

Pada pukul 09.00 pagi ini, selama hampir dua jam, Presiden Soeharto dan Nelson Mandela mengadakan pembicaraan di Istana Merdeka. Dalam pembicaraan itu Presiden Soeharto memberikan penjelasan kepada Nelson Mandela tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia hingga meraih kemerdekaan pada tahun 1945. Selain itu Presiden menguraikan tentang sistem pemerintahan, ketatanegaraan dan Dwifungsi ABRI. Dalam pertemuan ini Kepala Negara memutuskan untuk memberikan bantuan sebesar U$S10 juta bagi perjuangan ANC. Dengan demikianbantuan Indonesia berjumlah U$S 10.750.000,-, sebab tahun yang lalu Indonesia telah menjanjikan bantuan sebesar US$750.000,- yang akan diserahkan secara bertahap. Menurut Mandela, dana yang besar itu diperlukan ANC untuk membiayai sektor pendidikan dan biaya pemulangan orang Afrika Selatan dari pengungsian di negara-negara lain.

Minggu, 20 Oktober 1991

Pukul 19.30 malam ini, Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri acara peringatan hari ulang tahun Golkar ke-27 yang diadakan di Balai Sidang Senayan, Jakarta. Memberikan sambutan selaku Ketua Dewan Pembina Golkar, Presiden mengatakan bahwa setelah runtuhnya seluruh kekuatan PKI, jajaran Golkar bersama dengan seluruh kekuatan anti komunis lainnya memikul tugas sejarah baru. Tugas sejarah ini, di satu pihak memulihkan segala kerusakan dan menyembuhkan luka-luka bangsa kita yang telah terjadi dalam dasawarsa-dasawarsa sebelumnya. Bersama dengan itu, di lain pihak, kita harus meletakkan dasar-dasar untuk suatu tatanan baru, yang lebih sesuai dengan cita-cita yang kita anut mengenai kehidupan bermasyarakat, berbangsan dan bernegara.

Selanjutnya Presiden mengenai bahwa dewasa ini Golkar telah tumbuh menjadi organisasi yang besar. Disamping kekuatan, maka organisasi besar juga mempunyai masalah. Salah satu masalah yang harus kita perhatikan adalah panjangnya jalur komunikasi antara pimpinan tertinggi dengan kader, anggota dan simpatisan di lapangan. Hal ini jangan sampai terjadi dalam jajaran Golkar. Golkar harus tetap dipelihara, ditumbuhkan dan dikembangkan sebagai organisasi kekuatan sosial politik yang bersifat demokratis, yang hidup melalui rangkaian musyawara yang tidak putus-putusnya. Golkar harus tetap dapat memelihara jatidiri dan citra dirinya sebagai organisasi kerakyatan yang bersifat terbuka.

Ditegaskan oleh Kepala Negara bahwa zaman sekarang dan zaman yang akan datang adalah zaman keterbukaan, baik dalam wawasan, ideologi, politik, sosial budaya maupun ekonomi. Hal itu berlaku pada tingkat kenegaraan maupun dalam golongan-golongan masyarakat sendiri. kearah itulah Golkar perlu kita kembangkan dalam masa-masa mendatang.

Selasa, 20 Oktober 1992

Malam ini Balai Sidang Jakarta, Presiden Soeharto menghadiri peringatan hari ulang tahun Golkar yang ke-28. Dalam amanatnya, Presiden, selaku Ketua Dewan Pembina Golkar, mengatakan bahwa tiga fraksi di MPR atau mayoritas anggota MPR ingin mencalonkan dirinya sebagai Presiden masa bakti 1993-1998. Ia menyatakan siap untuk melaksanakan kepercayaan itu, walupun ia tahu ada yang tidak setuju. Dikatakannya bahwa bagi dirinya sendiri, tidak ada masalah. kalau itu merupakan kepercayaan yang diberikan, maka ia menerimanya sebagai panggilan. Kepala Negara menyampaikan rasa-rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas kepercayaan yang diberikan oleh Golkar. Sebagi orang yang  melaksanakan konstitusi, maka semua keputusan harus diserahkan kepada MPR.


Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Oval Andrianto