PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 26 September 1966 - 26 September 1989

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,


Senin, 26 September 1966
Menpangad Jenderal Soeharto selaku Panglima Kopkamtib harim ini di Departemen Angkatan Darat telah menyerahkan berkas perkara bekass Waperdam I Dr. Subandrio kepada Team Mahmillub yang diketahui oleh Hakim Ketua Letkol.(CKH) Ali Said SH. Dalam sambutannya, Jenderal Soeharto menjelaskan bahwa ia telah menyerahkan berkas perkara terdakwa Dr. Subandrio kepada Hakim Ketua Mahmillub untuk diadili, dalam rangka kewajibannya untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

Kamis, 26 September 1968
Presiden Soeharto hari ini di Istana Merdeka menerima Sekjen Departemen Luar Negeri Pakistan, SM Yusuf, yang datang membawa pesan pribadi Presiden Pakistan, Ayub Khan. Pada kesempatan itu Presideen Soeharto mengakui bahwa kini terdapat pembatasan dalam hubungan ekonomi kedua negara yang terjalin dalam IPECC (Indonesian-Pakistani Economic Cooperation Committee). Menurut Presiden Soeharto pembatasan-pembatasan itu terjadi antara lain karena kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi Indonesia sekarang ini. Dalam hubungan ini Presiden Soeharto menegaskan keyakinannya bahwa IPECC akan dapat berjalan lebih lancar bilamana keadaan ekonomi Indonesia telah membaik.

Rabu, 26 September 1973
Pagi ini di Istana Merdeka, Prtesiden Soeharto telah menenerima kunjungan 19 orang pimpinan Mitsui dan Co. Ltd. dari Jepang. Delegasi Mitsui group ini terdiri atas pokok-pokok Mitsui, seperti Eiichi Hashiimoto, pemimpin delegasi, yang tidak lain daripada Presiden Komisarisnya, dan Joji Itakura, Wakil Presiden kelolompok itu. Pentingnya misi ini tercermin dari bidang-bidang yang ditangani oleh anggota-anggota delegasi, yaitu impor-ekspor, perbankan, pertambangan, arsitektur, transportasi, galangan kapal, kimia, kelistrikan elektronika dan lain sebagainnya.
Dalam pertemuan yang dimulai pada jam 11.00 dan berlangsung selama satu jam setengah jam itu, selain memperkenalkan diri kepada Presiden, para pimpinan perusahaan dari Jepang itu menyatakan bahwa dalam jangka panjang Mitsui Group akan menanamkan modal di Indonesia sebesar US$1 milyar. Hasimoto menjelaskan kepada Presiden bahwa hingga saat ini kelompoknya baru menginvestasikan sebesar US$100 juta di Indonesia.

Jum’at, 26 September 1975
Situasi di perbatasan Timor Indonesia dan Timor Portugis dilaporkan oleh Menteri Luar Negeri ad interim, Jenderal M Panggabean, kepada Presiden Soeharto malam ini di Cendana. Antara lain dilaporkan bahwa pihak Fretilin menembak pasukan ABRI yang bertugas di perbatasan.
Menanggapi laporan tersebut, Kepala Negara mengatakan bahwa Indonesia memperhatikan dengan serius situasi terakhir di daerah belahan Timor Portugis, terutama masalah penembakan yang dilakukan oleh pasukan Fretilin yang berhaluan kiri itu. Dalam hubungan ini Presiden memberikan instruksi agar pasukan kita yang berada di sekitar perbatasan dengan koloni Portugis itu meningkatkan kewaspadaan dan memperkuat kedudukan mereka.

Senin, 26 September 1977
Menteri P dan K Sjarif Thajeb atas nama Presiden Soeharto hari ini di Paris menyerahkan sebuah lukisan yang mengganbarkan cukilan cerita Ramayana, karya pelukis Nyoman Mandra kepada UNESCO. Penyerahan lukisan yang dinamakan Kematian Kumbakarna dengan ukuran panjang 2,5 meter dan lebar 1,5 meter dilakukan dalam suatu upacara khusus yang bertepatan dengan sidang badan eksekutif UNESCO di Paris, yang dihadiri oleh Sjarif Thajeb sebagai anggota badan eksekutif UNESCO. Direktur Jenderal UNESCO Amadou Mahter M’Bow dengan sangat terharu menerima sumbangan tersebut, yang disertainya dengan harapan agar kekayaan kebudayaan Bali/Indonesia tetap langgeng. Ia menyatakan rasa terima kasihnya kepada Presiden Soeharto.

Rabu, 26 September 1979
Presiden Soeharto mengharapkan agar pembinaan masyarakat di daerah Simpang Kanan, perbatasan antara Aceh dan Sumatera Utara, dilakukan oleh misionaris bangsa Indoonesia. Demikian dikatakan oleh Menteri Hankam/Pangab, Jenderal M Jusuf, setelah diterima Kepala Negara di Bina Graha. Jenderal Jusuf menghadap Presiden untuk melaporkan hasil peninjauannya di daerah Simpang Kanan baru-baru ini. Ia mengatakan bahwa keributan yang terjadi antar umat beragama di daerah itu telah dapat diselesaikan dengan memperhatikan kepentingan kedua belah pihak.
Setelah menerima Jenderal Jusuf, ditempat yang sama, Presiden menerima pula Menteri Agama, Alamsyah Ratu Perwinegara, yang melaporkan tentang kegiatan misionaris asing di Indonesia. Setelah diterima selama hampir satu jam oleh Kepala Negara, ia mengatkan bahwa misionaris asing dapat saja menjadi WNI melalui proses naturalisme, asalkan tidak mempunyai “cacat” terhadap Pemerintah dan rakyat Indonesia.
Presiden Soeharto hari ini meminta  perhatian instansi yang bersangkutan agar sedapat mungkin mengusahakan koordinasi dan sinkronisasi dalam pengembangan daerah aliran sungai. Juga dimintanya agar kegiatan penghijauan digalakkan. Menyangkut dana sebesar Rp40 miliar untuk penghijauan itu, Kepala Negara menguinstruksikan agar masyarakat dapat dilibatkan dalam proyek tersebut. Demikian dikatakan Menteri PPLH, Emil Salim, setelah diterima Presiden Soeharto siang ini.

Sabtu, 26 September 1987
Presiden Soeharto mengingatkan bahwa menjadi sarjana tidak berarti segala-galanya. Karena tidak sedikit orang yang tidak mempunyai kesempatan mengenyam pendidikan tinggi dan tidak menjadi sarjana, namun hidupnya ternya dapat memberi maknabagi dirinya sendiri, keluarga, orang lain, dan bagi masyarakat. Kendati demikian, para sarjana memikul kewajiban moral lebih besar untuk mengabdi kepada rakyat, karena sesungguhnya seluruh rakyat Indonesia ikut membiayai mereka dalam menyelesaikan pendidikan sampai di jenjang perguruan tinggi.
Demikian dikatakan Kepala Negara ketika ia mewakili para orang tua sarjana memberikan sambutan pada acara wisuda sarjana IPB hari ini di Bogor. Prtesiden Soeharto bertindak mewakili orang tua sarjana pada acara tersebut karena puterinya, Siti Hutami Endang Adiningsih, tahun ini menamatkan pendidikannya di Fakultas Matematik dan Ilmu Pasti Alam.
Menyinggung peranan para sarjana pertanian dalam pembangunan, Kepala Negara mengingatkan bahwa mereka memiliki tanggung jawab besar, baik saat ini maupun masa mendatang. Karena pertanian merupakan pusat dan medan juang serta penggerak pembangunan. Pembangunan pertanian itu mulia nilainya karena bagian terbesar masyarakat Indonesia adalah kaum tani yang sedang bergulat untuk menaikkan taraf hidup mereka.

Senin, 26 September 1988
Yayasan Supersemar yang dipimpin oleh Presiden Soeharto telah memberika beasiswa kepada 259  mahasiswa pascasarjana, 14 orang diantaranya belajar di luar negeri, dalam periode 1987/1988. Bantuan ini bukan merupakan bantuan beasiswa yang diberikan setiap bulan, melainkan bantuan berupa tambahan biaya untuk penelitian dan penulisan thesis atau disertasi. Penerima bantuan ini adalah staf pengajar universitass negeri atau tenaga pengajar perguruan tinggi negeri yang diperbantukan pada Kopertis (Koordinator Perguruan Tinggi Swasta).

Selasa, 26 September 1989
Secara berturut-turut pagi ini Kepala Negara menerima surat-surat kepercayaan dari tiga orang duta besar negara-negara sahabat. Mereka adalah Duta Besar Oscar G Valenzuela (Filipina), Duta Besar Don Leopoldo Stampa Pineiro (Spanyol), dan Duta Besar Ahmed Nabil Assalawy (Mesir).
Menyambut surat kepercayaan Duta Besar Filipina, Presiden mengatakan bahwa hubungan persahabatan Filipina-Indonesia yang kian kukuh bukan saja bermanfaat bagi kedua negara dan bangsa, tetapi juga merupakan sumbangan besar bagi kerjasama antar bangsa ASEAN. Dikatakannya bahwa ASEAN kini telah mencapai kemajuan yang sangat berarti, sehingga negara-negara anggotanya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, telah menjadi kelompok negara yang diperhitungkan dalam percaturan politik internasional, khususnya menyangkut Kawasan Asia Tenggara.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo