PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 17 September 1966 - 17 September 1988

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,


Sabtu, 17 September 1966
Jenderal Soeharto telah melepas sejumlah karyawan AD yang menjabat sebagai menteri , sekjen dan dirjen dihalaman Departemen  AD, Jakarta. Dalam upacara penglepasan itu. Menpangad menegaskan bahwa tanpa memihaknya ABRI pada Orde Baru, stabilisasi ekonomi, sosial dan Tritura tak akan mungkin tercapai. Keyakinan Jenderal Soeharto ini mengingat adanya tantangan nasional dewasa ini dalam menegakkan Orde Baru dan mengingat dukungan ABRI diperlukan untuk dapat mendekatkan rakyat pada cita-cita revolusi.
Sementara itu Menpangad Jenderal Soeharto telah mengeluarkan SK No. 977/9/1966 yang menetapkan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Dalam SK ini ditegaskan pula bahwa upacara pada setiap tanggal 1 Oktober itu harus diikuti oleh seluruh slagorde AD dengan mengikutsertakan angkatan-angkatan lain dan massa rakyat. Adapaun dasar pertimbangan dikeluarkannya SK ini adalah bahwa perjuangan bangsa Indonesia sejak revolusi Indonesia 17 Agustus 1945 sampai meletusnya G-30-S/PKI telah berkali-kali mengalami cobaan.

Selasa, 17 September 1968
Presiden Soeharto hari ini menerima Gubernur Jawa Barat, Mayjen. Mashudi, di Istana Merdeka. Gubernur Mashudi menghadap Presiden guna menjelaskan soal penggunaan bibit unggul PB 5 dalam rangka usaha peningkatan produksi beras di Jawa Barat. Mashudi menjelaskan bahwa hasil usaha itu akan dipanen bulan September ini Purwakarta, dan mengharapkan kesediaan Presiden untuk menghadirinya.
Sidang kabinet terbatas yang dipimpin oleh Presiden Soeharto hari ini telah mengambil keputusan mengenai honorarium untuk guru, dan subsidi haji yang akan tatap diberikan tahun ini. Selain itu kabinet juga membahas masalah deposito yang akan dipergunakan untuk menunjang pembangunan, dan soal pengiriman delegasi Indonesia ke Washington, Paris, dan Scheveningen. Di kota-kota tersebut delegasi akan membicarakan soal bantuan kredit dan penangguhan utang Indonesia. Pada kesempatan ini, Presiden Soeharto juga menyetujui instruksi dan pedoman yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian sebagai pelaksanaan Inpres No. 11 dan No. 17 tahun 1967 mengenai penghentian buruh dalam bidang perindustrian.

Rabu, 17 September 1969
Presiden Soeharto tiba di Merauke siang ini. Dalam perjalanannya menuju kota ini dari Jayapura, Presiden dan rombongan singgah selama dua jam di Kabupaten Wamena. Di Merauke, dalam rapat umum yang diadakan di lapangan di Jalan Sabang, Presiden antara lain mengatakan bahwa rakyat Irian Barat sudah sejak 1928 tidak pernah ketinggalan dalam perjuangan untuk kemerdekaan.

Jum’at, 17 September 1971
Pada peringatan Israk Mikraj di Istana Negara malam ini Presiden mengajak segenap bangsa Indonesia untuk berpegang kepada “jiwa” ajaran agamanya masing-masing, yaitu pembangunan masyarakat yang telah dirintis baik oleh Nabi Muhammad SAW maupun nabi-nabi sebelumnya. Menurut Presiden, selama ini kita sering terlupa akan bagian penting dari ajaran agama itu, yakni “isi” dan “jiwa” ajaran agama kita. Malahan tidak jarang kita terseret dalam perselisihan-perselisihan hangat mengenai “kulit” atau “baju luar”-nya saja. Oleh karena itu kita harus kembali berpegang berpegang pada “jiwa” ajaran agama kita.
Presiden juga mengatakan bahwa pembangunan masyarakat hendaknya tetap berakar dalam kepribadian bangsa sendiri, dan dapat memberikan kebahagian kepada seluruh bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Dalam hubungan ini ditegaskannya bahwa dalam pembangunan bangsa, ajaran-ajaran agama tidak hanya menjadi kekuatan yang mendorong pembangunan, akan tetapi justru kemajuan di bidang keagaman itu sendiri menjadi salah satu tujuan dari pembangunan. Sebab, yang kita inginkan adalah kesejahteraan lahir dan batin; demikian Presiden.

Selasa, 17 September 1974
Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha memimpin sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional. Sidang yang dimulai pada pukul 10.00 dan berlangsung selama tiga jam itu telah membahas beberapa persoalan, antara lain masalah moneter dan pertanian. Menteri Ali Wardhana dalam sidang tersebut telah melaporkan tentang terjadinya peningkatan kredit perbankan yang cukup besar dalam bulan Maret sampai Agustus 1974. Dalam jangka waktu lima bulan itu kredit perbankan meningkat dari Rp.1.089 milyar menjadi Rp1.247 milyar. Ini berarti terjadi pertambahan sebanyak Rp158 milyar.
Masalah pertanian yang dibahas menyangkut serangan hama belalang di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Dilaporkan oleh Menteri Pertanian, prof. Thojib Hadiwidjaja, bahwa areal seluas 1.300 hektar telah di serang oleh belalang di daerah itu.

Rabu, 17 September 1975
Presiden Soeharto memimpin Majelis Ulama Indonesia mengambil inisiatif untuk mengadakan musyawarah antar-agama guna mewujudkan kerukunan beragama di Indonesia. Demikian dikemukakan Kepala Negara kepada Dewan Pimpinan Majeli Ulama Indonesia yang menghadapnya di Istana Merdeka pukul 11.30 hari ini. Dr. Hamka yang mewakili pimpinan MUI, pada kesempatan itu menyatakan kesediaan dan kesanggupanya untuk menyelenggarakan musyawarah yang dimaksudkan oleh Presiden Soeharto.
Presiden Soeharto menyatakan bahwa dalam waktu dekat-dekat ini negara-negara Asia Tenggara yang non-komunitas tidak akan menghadapi bahaya peperangan fisik secara langsung, baik dari Vietnam maupun dari RRC, setelah kedua negara itu mendominasi Indo-Cina. Menurut Kepala Negara, bahaya tersebut justru datang dari unsur-unsur komunitas didalam negara-negara Asia Tenggara itu sendiri. Keadaan ini lebih berbahaya daripada serangan fisik secara langsung, oleh sebab itu mesti diwaspadai oleh negara-negara Asia Tenggara yang non-komunis. Demikian ditekankan Presiden Soeharto ketika menerima para delegasi pemuda ASEAN, yang sedang berkonferensi di Jakarta, pagi ini di Istana Merdeka.

Sabtu, 17 September 1977
Presiden Soeharto telah memberikan bantuan sebesar Rp35juta untuk penyelesaian pembangunan masjid raya  di daerah Selong, yang nantinya juga akan merupakan masjid raya terbesar di kawasan Nusa Tenggara Barat. Bantuan itu diberikan secara bertahap. Disamping itu panitia pembangunan juga mengajukan permohonan permintaan bantuan kepada Departemen Agama sebesar Rp160 juta yang disampaikan melalui pemerintah Daerah Lombok Timur untuk penyelesaian pembangunan tersebut. Pembangunan masjid itu merupakan peringatan atas terjadinya pertempuran melawan NICA di daerah Lombok Timur pada tanggal 6 Juni 1946. Dalam pertempuran itu pihak Indonesia dipelopori beberapa orang alim ulama yang berkumpul di masjid tersebut.

Senin, 17 September 1979
Dengan menggunakan pesawat Hercules C-130 TNI-AU, pagi ini Presiden Soeharto meninggalkan Jakarta menuju Tanjung Pinang, Riau Kepulauan. Dari tanjung Pinang, Presiden kemudian melanjutkan perjalanan menuju Pulau Galang, dengan helikopter, untuk meninjau tempat pemrosesan pengungsi Vietnam. Dalam peninjauan ini Presiden didampingi oleh Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono, Menteri Hamkam/Pangab, Jenderal Jusuf, KSAU Ashadi Tjahjadi, Panglima Kowilhan I, Letjen. Mantik.
Selesai meninjau, dengan menggunakan helikopter Presiden  meneruskan perjalanan ke Singapura, dalam rangka kunjungan kerja selama  dua hari. Tiba di bandar udara Paya Lebar, Singapura, pada jam 15.00 waktu setempat, Presiden disambut oleh PM Lee Kuan Yew beserta pejabat-pejabat tinggi Singapura lainnya.

Kamis, 17 September 1981
Presiden dan Ibu Soeharto hari ini menghadiri Dies Natalis ke-25 Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang. Dalam rangkaian acara ini, Presiden meresmikan kampus baru Universitas Hasanuddin yang terletak sekitar sepuluh kilometer dari pusat kota Ujung Pandang. Kampus baru tersebut diberi nama Tamanlarea, yang berarti tidak pernah bosan.
Dalam amanatnya, Kepala Negara mengajak seluruh keluarga Universitas Hasaniddin untuk membangun kampus menjadi masyarakat ilmiah. Dimintanya agar Universitas ini dijadikan tempat pembinaan mahasiswa, sehingga mereka kelak dapat menjadi manusia berilmu yang berjiwa penuh pengabdian serta memiliki rasa tanggungjawab yang besar terhadap masa depan bangsa dan negara. Selain itu diminta pula oleh universitas ini mengembangkan tata kehidupan kampus yang memadai dan tampak jelas corak khas kepribadian Indonesia.

Sabtu, 17 September 1983
Bersama ribuan umat Islam Jakarta, pagi ini Presiden Soeharto melakukan Shalat Idul Adha di Masjid Istiqlal. Bertindak selaku imam dalam shalat Ied pagi ini adalah KH Syukri Ghazali, Ketua Umum MUI. Khotbah Idul Adha disampaikan oleh KH Hasan Basri, Ketua MUI. Selesai Khotbah, Presiden Soeharto menyerahkan hewan kurbanya kepada panitia penyelenggara ibadah qurban Masjid Istiqlal.

Selasa, 17 September 1985
Diantara kegiatan-kegiatan dalam lawatan di Rumania hari ini, Presiden dan Ibu Soeharto meninjau Kompleks Industri “23 Agustus” selama satu jam pagi ini. Pusat industri ini menghasilkan peralatan-peralatan berat, termasuk lokomotif. Kemudian di sore hari, selama satu jam pula, Presiden dan Ibu Soeharto mengunjungi Institute Dr Ana Aslan yang tersohor itu.
Malam ini Presiden dan Ibu Soeharto beramahtamah dengan masyarakat Indonesia yang ada di Rumania. Dalam acara yang berlangsung di KBRI itu, Presiden antara lain mengatakan bahwa kunjungannya ke Eropa Timur tidak mempunyai sesuatu latarbelakang politik tertentu, kecuali perlawatan balasan. Dikatakannya bahwa kunjungan ini sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan bertujuan mempererat persahabatn dengan negara-negara lain tanpa memandang ideologi, sistem politik dan sistem sosial.

Kamis, 17 September 1987
Presiden Soeharto pagi ini di Istana Merdeka menerima Dr Basharat Jazbi, utusan khusus Presiden Pakistan, Zia ul Haq. Usai bertemu Kepala Negara , Dr Jazbi yang pernah menjadi Menteri Kesehatan dan Lingkungan Hidup itu mengatakan bahwa ia menyampai surat dari Presiden Zia untuk Presiden Soeharto, menolak menjelaskan isi surat yang disampaikannya kepada Presiden. Akan tetapi ia menolak mengungkapkan isi surat tersebut.
Bertempat di Bina Graha, selama hampir satu jam, pagi ini Presiden menerima 14 orang pimpinan Ikatan Alumni ITB. Mereka menghadap Kepala Negara untuk melaporkan tentang terbentuknya ikatan alumni tersebut.
Pada kesempatan itu Presiden mengajak para alumni ITB untuk ikut menggarap pengolahan rotan yang perdagangannya diseluruh dunia bernilai sekitar satu miliar dollar AS. Dikatakan oleh Presiden, jika Indonesia mampu memperoleh US$500 juta saja dari keseluruhan nilai perdagangan tersebut, maka hal itu sudah cukup berarti.

Sabtu, 17 September 1988
Bertempat di Bina Garaha, hari ini Kepala Negara menerima Menko Ekuin Radius Prawiro dan Menteri/Sekretaris Negara Moerdiono. Setelah menghadap Presiden, Menteri Radius mengatakan bahwa ia telah diinstruksikan agar dalam persetujuan tender antara instansi pemerintah, BUMN serta penjual jasa tidak ada peluang untuk mengajukan tuntutan tambahan harga (over cost-run). Ditambahkannya bahwa Presiden menginginkan agar dalam pelaksanaan tender itu harga harus wajar dan tidak memberikan peluang mengadakan tuntutan tambahan biaya karena perkiraan semula kurang tepat.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo