PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 15 September 1966 - 15 September 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,


Kamis, 15 September 1966
Pernyataan Pemerintah RI yang ditandatangani oleh Ketua Presidium Kabinet Ampera, menegaskan bahwa Pemerintah RI akan mengambil tindakan tegas terhadap siapapun dan golongan manapun yang langsung atau tidak langsung mengorbankan dan melakukan tindakan yang bersikap rasialis dan yang tidak sesuai dengan Pancasila.

Jum’at, 15 September 1967
Pejabat Presiden dalam sambutan tertulisnya pada musyawarah kerja nasional Kesatuan Buruh Marhaenis (KMB) hari ini, menyatakan bahwa kulkus individu bertentangan dengan jiwa Pancasila dan tidak sesuai dengan watak sesuatu organisasi besar. Sisa-sisa sikap kultus individu dewasa ini dapat membawa akibat lain, yaitu dualisme dalam pola pikiran dan dualisme sikap terhadap pimpinan nasional. Ketetapan MPRS No. XXXIII/1967 telah menegaskan adanya pimpina yang tunggal.

Senin, 15 September 1969
Presiden Soeharto hari ini tiba di Jayapura dalam rangka kunjungan beberapa hari di Irian Barat. Malm ini Presiden bertatap muka dengan pemuka-pemuka rakyat di Jayapura. Pada kesempatan ini dikatakan oleh Presiden bahwa pemerintah benar-benar ingin mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di Irian Barat setelah Papera. Lebuh jauh ditegaskannya bahwa pemerintah telah mempunyai pola-pola konsepsional tentang pembangunan di daerah itu dan kedatangnnya adalah untuk mendapat gambaran yang lebih jelas lagi bagi pembangunan di sana.

Sabtu, 15 September 1973
Bertempat di Istana Merdeka pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Republik Demokrasi Vietnam untuk Indonesia, Nguyen Hoa. Dalam pidato balasannya, Kepala Negara mengatakan bahwa ia melihat masa depan yang penuh kemungkinan memberi isi terhadap hubungan dan persahabatan antara kedua negara. Banyak persamaan antara kedua negara, yang dapat menjadi landasan perpijak bersama dalam mempererat hubungan persahaban dan memberi isi yang lebih nyata terhadapnya.
Presiden juga mengemukakan tentang perdamaian dunia yang diharapkan Indonesia. Yang dikehendaki Indonesia bukan perdamain semu, melainkan perdamaian sejati. Menurut Kepala Negara, hanya dengan perdamaina sejatilah bangsa-bangsa dikawasan ini akan mampu mebangun dirinya untuk memberi isi kepada kemerdekaan nasional mereka. Untuk memberi sumbangan bagiterwujudnya perdamain yang demikian itulah maka Indonesia sangat gembira mendapat kepercayaan ikut serta dalam Konferensi Internasional tetntang Vietnam yang lalu dan kini menjadi anggota Komisi Pengawas Internasional. Demikian Presiden.

Senin, 15 September 1975
Presiden Soeharto hari ini menerima sepucuk surat dari pimpinan partai-partai politik yang ada di Timor Portugis, UDT (Uni Demokrasi Timor), Trabalista, dan kota. Dalam surat yang berisikan petisi itu, pimpinan partai-partai tersebut menyatakan keinginan rakyat Timor Portugis untuk bergabung dengan Republik Indonesia. Demikian disampaikan oleh Menteri/Sekretaris Negara Sdharmono kepada pers usai menghadap Kepala Negara di Bina Graha siang ini. Sudharmono juga memberitahukan sikap Presiden Soeharto dalam hal ini, yaitu bahwa kalau benar rakyat Timor Portugis mau bergabung dengan Indonesia dan bila keinginan itu sesuai dengan undang-undang yang berlaku, maka Indonesia akan menerimanya dengan baik.
Sementara itu, sehubungan dengan memuncaknya situasi di daerah perbatasan dengan Timor Portugis, hari ini Presiden Soeharto memanggil Gubernur Nusa Tenggara Timur untuk menghadapnya. Gubernur El Tari dipanggil melalui Menteri Dalam Negeri Amirmachmud.

Jum’at 15 September 1978
Pagi ini di Kartosuro, Jawa Tengah, Presiden Soeharto membuka dengan resmi Lomba dan Pameran Ternak Nasional III, yang meliputi sapi perah, sapi potong dan unggas. Dalam kata sambutannya Presiden mengatakan bahwa penyelenggaraan lomba dan pameran ternak kali ini merupakan peningkatan yang baik sekali, karena itu dimintanya agar tradisi lomba dan pameran ternak ini hendaknya dapat dilanjutkan dan dilembagakan. Dengan demikian diharapkan lomba dan pameran semacam ini akan benar-benar memberikan manfaat pendidikan dan penyuluhan bagi para peternak khususnya, dan masyarakat luar pada umumnya.
Selanjutnya Kepala Negara mengingatkan para peternak khususnya dan masyarakat tani pada umunya bahwa kebutuhan akan hasil ternak akan terus meningkat, baik untuk keperluan dalam negeri maupun ekspor. Oleh karena itu, kata Presiden, penggalakan usaha dibidang peternakan benar-benar diperlukan. Dalam hubungan ini Presiden Soeharto melihat ada lima hal yang perlu dikembangkan.
Pertama, penyediaan bibitternak  unggul, yaitu jenis ternak yang berbadan gemuk-padat, sehat, tahan penyakit, dan cocok dengan keadaan iklim Indonesia. Kedua, [enyediaan makanan ternak yang cukup dan bermutu tinggi. Ketiga, penyediaan obat dan vaksin. Keempat, penyuluhan kepada para peternak mengenai pengetahuan dan keterampilan dalam usaha peternakan. Kelima, usaha-usaha pemasarannya.

Sabtu, 15 September 1979
Hari ini Presiden Soeharto menghadiri Apel Besar Peringatan Hari Pramuka ke-18 yang dipusatkan di Bumi Perkemahan “Mandala Kitri”, Cibodas, Jawa Barat. Dalam usianya yang 18 tahun itu, gearkan Pramuka telah mempunyai anggota sebanyak tujuh juta orang.
Dalam amanatnya, Presiden antara lain mengharapkan agar anggota Pramuka dapat digembleng menjadi manusia pembangunan yang paripurna. Dikatakannya bahwa jikalau setiap anggota Pramuka yang ada sekarang ini dapat mengajak dua orang kawan untuk menjadi anggota Pramuka, maka dalam waktu singgkat gerakan ini akan berkembang menjadi 21 juta orang. Ini berarti, menurut Presiden, bukan saja gerakan Pramuka menjadi bertambah besar, akan tetapi yang lebih penting lagi makin tersebar luas perbuatan-perbuatan kebaikan.

Senin, 15 September 1980
Kepala Negara Kuwait, Sheik Jaber Al Ahmed Al Sabah siang ini mengakhiri kunjungannya di Indonesia. Di Halim Perdanakusuma ia dilepas oleh Presiden Soeharto dengan suatu upacara kebesaran. Dari Jakarta ia meneruskan perjalannya ke Kuala Lumpur.

Selasa, 15 September 1981
Jam 09.00 pagi ini, bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto membuka Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional Indonesia ke-3. Dalam amanatnya, Kepala Negara mengatakan bahwa seperti yang digariskan dalam GBHN, pembangunan yang kita tuju dan cara-cara kita melaksanakan pembangunan itu harus menjamin terwujudnya manusia Indonesia yang utuh dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga harus berorientasi pada pembangunan manusia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam kaitan itu Presiden Soeharto mengingatkan bahwa dalam kita memikirkan apa yang terbaik bagi bangsa kita haruslah dikembangkan dari pandangan hidup dan ideologi bangsa kita sendiri, yaitu Pancasila. Janganlah kita menganggap bahwa suatu model pembangunan yang dianggap telah berhasil bagi suatu bangsa akan pasti berhasil apabila diterapkan di Indonesia. Sebab segala sesuatu yang datang dari luar itu berkembang diatas pandangan hidup dan kebudayaan lain, yang belum tentu sesuai atau bahkan mungkin bertentangan dengan pandangan hidup, kebutuhan dan cita-cita kita. Demikian antara lain dikatakan Kepala Negara.

Kamis, 15 September 1983
Gubernur Bengkulu, Suprapto, bersama wakilnya, Sopian Yusuf, pagi ini menghadap Kepala Negara di Cendana. Dalam pertemuan itu, Presiden berpesan kepada keduanya agar tidak memaksa-maksa petani agar mengikuti program Bimas karena dipaksa, maka dikhawatirkan akan mempersulit mereka sendiri dalam pengembalinnya kredit Bimas nantinya.

Minggu, 15 September 1985
Pukul 10.10 pagi ini, Presiden dan Ibu Tien Soeharto beserta rombongan tiba di bandar udara Attaturk, Istanbul, dimana telah siap menyambut, Menteri Luar Negeri Turki dan Nyonya Halefoglu. Dari bandar udara, Presiden dan rombongan langsung meninjau beberapa obyek budaya Turki sampai pukul 16.00 sore waktu setempat. Tempat-tempat yang dikunjungi hari ini adalah massjid Sultan Ahmet dan Istana Topkapi, dan kemudian pesiar di Selat Bosporus.
Malam ini Perdana Menteri Turki dan Nyanya Turgut Ozal mengadakan jamuan makan malam untuk menghormat Presiden dan Ibu Soeharto. Dalam pidato balasan atas pidato PM Turgut Ozal, Presiden Soeharto menyatakan harapannya agar saling kunjung mengunjungi dan saling tukar pengalaman yang selama ini telah berjalan antara pejabat-pejabat pemerintahan maupun kalangan dunia usaha, hendakya terus dapat dilanjutkan di masa-masa yang akan datang. Dikatakan oleh Presiden bahwa kita sama-sama merasakan betapa besar arti dari saling mengunjungi seperti itu, terutama bagi perluasan kerjasama dan hubungan yang memberi manfaat bagi masyarakat kedua bangsa yang sedang membangun.

Kamis, 15 September 1988
Pukul 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto membuka Rapat Kerja Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi di Bina Graha. Dalam sambutannya, Presiden meminta seluruh jajaran departemen itu untuk meningkatkan citra pariwisata Indonesia. Dikatakannya bahwa meningkatnya citra pariwisata Indonesia. Dikatakannya bahwa meningkatnya citra pariwisata Indonesia, tidak saja akan mendorong meningkatnya arus wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia, tetapi akan juga mempercepat penyebaran kawasan wisata.
Menurut Kepala Negara, masih banyak yang perlu dilakukan untuk meningkatkan citra pariwisata Indonesia. Kita perlu menciptakan suasana agar wisatawan-wisatawan merasa tenteram mengunjungi tempat-tempat yang diinginkannya. Kita masih pula harus meningkatkan kebersihan agar kota-kota dan desa-desa kita tampak bersih dan menyenagkan, sehingga para wisatawan mempunyai kenangan yang indah tentang Indonesia. Kita harus pula berusahauntuk  meningkatkan mutu jasa yang kita sediakan dan sekaligus menekan harganya, agar perjalanan wisata yang kita tawarkan lebih mampu bersaing di pasar wisata internasional.

Selasa, 15 September 1992
Presiden Soeharto minta masyarakat di sekitar gunung berapi untuk mengadakan latihan secara teratur mengahadapi letusan, agar tidak terjadi kepanikan jika suatu saat terjadi bencana alam seperti gunung meletus. Hal ini dikatakan Kepala Negara ketika meresmikan 21 dam dan tanggul pengarah sepanjang 12,3 kilometer di sebuah desa di kaki Gunung Merapi. Dalam peresmian ini hadir pula Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita, Menteri PU Radinal Moochtar, Menteri Muda/Sekretaris Kabinet Saadilah Mursjid, Gubernur Jawa Tengah Ismail serta Gubernur Yogyakarta Paku Alam VIII.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo