Rabu, 13 September 1967
Ketua Presidium
Kabinet Ampera telahmenginstruksikan kepada semua menteri, pimpinan badan
lembaga pemerintah non-departemen, gubernur/bupati/walikota dan kepala daerah
untuk memberikan bahan kepada Menteri Tenaga Kerja selaku Ketua “Team Khusus
DSPP Presidium Kabinet” mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan jumlah
pegawai negeri yang sebenarnya, yang berbeda dalam lingkungan daerah
masing-masing selambat-lambatnya dua minggu setelah pengumuman ini dikeluarkan.
Jum’at, 13
September 1968
Di Istana
Merdeka hari ini Presiden Soeharto menerima sejumlah pengusaha asing yang
tergabung dalam Business Internasional
Indonesia Roundtable yang dipimpin oleh Elliot B Haynes. Kepada para
pengusaha itu Presiden Soeharto kembali mengatakan bahwa Indonesia membuka
kesempatan yang luas bagi investasi modal asing. Akan tetapi ditegaskan pula
bahwa penanaman modal asing ini hanya dibolehkan dalam sektor-sektor yang belum
ada atau tidak dapat dilaksanaka oleh pemodal Indonesia sendiri. Sebagai
gambaran bagi para pengusaha asing tersebut, pada kesempatan itu Presiden juga
secara umum telah menjelaskan tentang sistem ekonomi dan titik sentral
pembangunan di Indonesia. Dikemukakan
oleh Presiden bahwa titik sentral pembangunanIndonesia adalah pada sektor
pertanian, karena struktur ekonominya saat ini adalah agraris yang berorientasi
pada ekspor.
Sabtu, 13
September 1969
Presiden
Soeharto pagi ini menerima perutusan ekonomi Uni Soviet yang dipimpin oleh
Menteri Muda urusan Pembangunan dan bantuan Luar Negeri, VA Sergeev. Kepada
delegasi Uni Soviet, Presiden menegaskan bahwa Indonesia tetap akan membayar
kembali uatng-utangnya, namun belum mampu melakukannya sekarang ini, karena
sedang mencurahkan perhatian pada pembangunan ekonomi. Presiden menjelaskan
bahwa untuk dapat melaksanakan pembangunan ekonomi trrsebut dengan aman, maka
tiga faktor harus dijamin yaitu :
1)
Akumulasi dan di
Indonesia sendiri, serta bantuan dari negara-negara sahabat,
2)
Rescheduling
utang-utang sehingga tidak memberatkan potensi
pembangunan,
3)
Pemasaran bahan-bahan
ekspor Indonesia di luar negeri.
Sementara
itu, Menteri Muda Sergeev mengatakan bahwa perutusannya tidak akan meninggalkan
Jakarta, sebelum tercapainnya sesuatu persetujuan dengan Indonesia.
Senin, 13
September 1971
Pagi ini
Presiden Soeharto membahas rencana pembangunan perumahan rakyat dengan Menteri
PUTL, Ir Sutami. Rumah-ruamh murah tersebut merupakan salah satu usaha untuk menanggulangi kesulitan perumahan. Usai
pertemua, Menteri Sutami menjelaskan bahwa Presiden telah menyetujui untuk
membangun lebih kurang 1.000 unit rumah setiap tahunnya di Pulau Jawa.
Rumah-rumah sederhana yang berukuran 45 meter persegi itu berharga sekitar Rp.
250.000,-, dengan bahan dari particle
board atau papan serbuk.
Dalam pada itu,
Presiden Soeharto memberikan lagi sebuah kapal berukuran 200 ton untuk daerah
Kalimantan Tengah, selain bantuan uang sebesar Rp. 10 juta bagi pembangunan
masjid di Palangkaraya. Bantuan-bantuan tersebut diserahkan oleh Presiden kepada
Gubernur Kalimantan Tengah, Ir. Sylvanus, yang datang menghadapnya di Bina
Graha pagi ini. Pada kesempatan itu juga dibahas rencana pengerukan muara
Sungai Kahayan yang akan bermanfaat untuk melancarkan pengangakutan kayu.
Kamis, 13
September 1973
Pagi ini di
Istana Merdeka Presiden Soeharto memberikan pengarahan kepada 14 orang anggota
DPP HNSI. Dalam amanatnya, Kepala Negara mengajak HNSI untuk bersama-sama
Pemerintah berusaha meningkatkan taraf hidup nelayan. Untuk itu Presiden
menyarankan agar HNSI meningkatkan kualitas koperasi nelayan, sehingga akan
banyak nelayan mau bergabung. Selain meminta agar para nelayan tradisional
dilindungi dari persaingan yang tidak wajar dengan penangkap ikan yang
menggunakan perlengkapan modern,
Presiden juga menganjurkan agar para nelayan beternak ikan di tepi-tepi pantai.
Kamis, 13
September 1979
Pagi ini,
bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menyerahkan hadiah kepada pemenang
Sayembara Patung Proklamator Kemerdekaan RI. Para pemenangnya adalah Nyoman
Nuarta dari ITB, kelompok G Sidharta dan Budi S dari ITB, dan J Sumartono dar
ASRI (Yogyakarta); masing-massing pemenang atau kelompoknya, memperoleh hadiah
sebesar Rp1.200.000,-.
Dalam acara
ramah tamah dengan para pemenang dan panitia penyelenggaraan sayembara,
Presiden mengatakan bahwa patung proklamator
itu mempunyai arti semangat “Tridharma” bagi generasi yang akan datang.
Yang dimaksudkan dengan “Tridharma” itu Kepala Negara adalah yaitu semangat
untuk ikut merasa memiliki cita-cita
perjuangan, memelihara cita-cita perjuangan, dan berani bertanggung jawab untuk
meneruskan cita-cita perjuangan bangsa.
Sabtu, 13
September 1980
Presiden
Soeharto meminta kepada Gubernur DKI Tjokropranolo agar terus mengingatkan
kemampuan segenap unsur masyarakat perkotaan yang merupakan motor penggerak
kehidupan perkotaan sehingga kota-kota seperti Jakarta dapat menjadi motor
penggerak pembangunan nasional. Selain itu Presiden juga menyerukan agar fungsi
dan peranan KUD di daerah-daerah terus ditingkatkan dalam mengembangkan kehidupan
dan perekonomian pedesaan, sehingga wahana pedesaan dapat menjadi kekuatan
pengikat bagi penduduk untuk tidak lari mencari kehidupan di kota-kota.
Demikian diungkapkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Tjokropranolo, usai menemui
Presiden Soeharto di Bina Graha hari ini. Ia menghadap Kepala Negara untuk
melaporkan tentang hasil-hasil konperensi dana kependudukan PBB yang
dilangsungkan di Roma pada tanggal 1-4 September yang baru lalu.
Senin, 13
September 1982
Bertempat di
Istana Negara Presiden Soeharto pada jam 09.00 pagi ini membuka Rapat Kerja
Persatuan
Pelayaran Niaga Indonesia (INSA). Dihadapan 150 orang peserta rapat
kerja itu, Presiden Soeharto mengatakan kemapuan bersaing dalam pengangkutan
barang-barang perdagangan luar negeri juga harus kita tingkatkan. Dalam hal ini
penting sekali kita ambil langkah-langkah pengembangan dan pembinaan yang lebih
mantap terhadap dunia usaha pelayaran. Dalam pembinaan ini termasuk pembinaan
pelayaran rakyat, yang apabila kita arahkan dan kerahkan secara terpadu jelas
akan merupakan kekuatan laut yang besar. Pengembangan dan pemantapan kemampuan
laut ini bertambah penting artinya, agar kita benar-benar dapat memanfaatkan
zona ekonomi eksklusif untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Selasa, 13
September 1983
Menteri Koordinator
Ekuin dan Pengawasan Pembangunan, Ali Wardhana, dan Menteri PAN, Saleh Affif,
serta Kepala BPKP, Drs. Gandhi, menghadap Kepala Negara di Bina Graha siang
ini. Dalam pertemuan itu telah dibahas mengenai masalah tata cara pengawasan
yang akan mengatur kebijaksanaan serta mekanisme pengawasan keuangan dan
pembangunan. Untuk itu, dalam waktu dekat ini Presiden akan mengeluarkan sebuah
instruksi Presiden.
Kamis, 13
September 1984
Direktorat
Penerangan Departemen Luar Negeri mengumumkan bahwa Presiden Soeharto telah
menyampaikan rasa duka dan simpatinya kepada Presiden Ferdinand Marcos
berkenaan dengan bencana alam yang menimpa rakyat di bagian Utara Filipina.
Untuk itu Pemerintah Indonesia telah menyerahkan bantuan kemanusian kepada
pemerintah Filipina sebesar US$25.000,- berupa obat-obatan.
Di Jakarta malam
ini Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri peringatan hari ulang tahun Pepabri
yang ke-25. Dalam acara yang berlangsung di Balai Kartini itu, tampak hadir
Wakil Presiden dan Ibu Umar Wirahadikusumah serta segenap Menteri Kabinet
Pembangunan IV. Sebagai kenang-kenangan, kepada Presiden Soeharto dan Wakil
Presiden Umar Wirahadikusumah telah diserahkan buku mengenal Pepabri.
Jum’at, 13
September 1985
Presiden dan Ibu
Soeharto beserta rombongan pada jam 06.00 pagi ini meninggalkan pelabuhan udara
Halim Perdanakusuma menuju Turki. Setelah mengisi bahan bakar di Abudhabi, sore
ini waktu setempat pesawat DC-10 Garuda Indonesia Airways yang ditumpangi
Presiden dan rombongan mendarat di bandar udara Esenboga Ankara.
Di tangga
pesawat, Presiden dan Ibu Soeharto disambut dengan hangat oleh Presiden Turki,
Kenan Evren, dan puterinya dalam suatu upacara kebesaran militer. Selanjutnya,
presiden Evren mengantarkan kedua tamu mereka ke Camli Kosk, dimana Presiden
dan Ibu Soeharto menginap selama berada di Ankara.
Sabtu, 13
September 1986
Pukul 10.00 pagi
ini Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet paripurna yang diadakan di Gedung
Utama Sekretariat Negara. Sidang yang berlangsung selama dua jam dan juga
dihadiri oleh pimpinan lembaga tinggi negara itu bertujuan untuk memberikan
penjelasan mengenai kebijaksanaan moneter yang diberlakukan pemerintah kemarin
malam. Didalam penjelasannya, Pemerintah antara lain menegaskan bahwa
kebijaksanaan moneter yang diambil oleh pemerintah itu tidak semata-mata untuk
mengamankan perekonomian dan pembangunan dalam jangka pendek, tetapi juga untuk
jangka panjang.
Siang ini,
Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan telepon dengan nahkoda kapal Phinisi
Nusantara yang baru saja tiba dengan selamat di pelabuhan Vancoufer, Kanada.
Sebagaimana diketahui, kapal tradisional itu bertolak dari Jakarta pada tanggal
9 Juli yang lalu dan mengarungi lautan sejauh 10.600 mil.
Rabu, 13
September 1989
Presiden dan Ibu
tiba kembali di tanah air sore ini. Pesawat DC-10 Garuda yang ditumpangi
Presiden dan rombongan, mendarat di bandar udara Halim Perdanakusumah tepat
pada pukul 15.00.
Didalam
penerbangansiang ini, Presiden Soeharto memberikan kenferensi pers kepada para
wartawan yang menyertai kunjungannya ke Yugoslavia dan Uni Soviet. Kepala
Negara antara lain menegaskan kembali bahwa dalam melaksanakan poliyik luar
negeri bebas aktif, kita senantiasa memperhitungkan situasi dan kondisi di
dalam negeri. Sebab, demikian Presiden, tanpa memiliki kemampuan yang mantap,
maka kita tidak akan dianggap apa-apa dan hanya ngomong saja. Karena itulah
didalam mengambil peranan, kita harus tau diri. Sebab apa yang kita kemukakan
atau lemparkan dalam politik luar negeri akan sangat tergantung pada kemampuan
kita didalam negeri.
Untuk itulah
pembangunan didalam negeri kita tingkatkan melalui Pelita demi Pelita, sehingga
kita sekarang menjadi berobot. Sekarang tidak hanya bicara, tetapi kita diminta
untuk bicara dan apa yang kita sarankan tidak hanya didengar, tetapi juga
dipatuhi. Dalam hubungan ini Kepala Negara mengambil contoh pernyataan PM Lee
Kuan Yew bahwa Asia Tenggara akan makmur kalau Indonesia mengalami kemajuan
dalam pembangunan. Dikatakan oleh Presiden bahwa pernyataan PM Lee itu bukan
karena dirinya, melainkan karena sukses yang dicapai Indonesia.
Kamis, 13
September 1990
Pukul 10.00 pagi
Presiden Soeharto menerima pengurus harian PMI yang dipimpin oleh Ibnu Sutowo.
Mereka menghadap Kepala Negara untuk melaporkan permintaan bantuan pemerintah
Indonesia oleh Duta Besar Afghanistan melalui PMI. Permintaan tersebut
disetujui Kepala Negara yang menginstruksikan PMI agar ikut membantu para
penderita cacat akibat perang, terutama anak-anak. Bantuan yang diharapkan
Afghanistan dari Indonesia adalah kaki dan tangan palsu serta kursi roda.
Sumber
: Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun
: Rayvan Lesilolo