PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 8 Agustus 1968 - 8 Agustus 1990

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Kamis, 8 Agustus 1968
Hari ini Presiden Soeharto secara terpisah bertemu dengan dua orang menteri luar negeri negara ASEAN di Istana Merdeka. Menteri Luar negeri Malaysia diterima pada jam 9.00,sedangkan Menteri Luar Negeri Filipina pada pukul 10.00. masalah yang dibahas menyangkut hubungan bilateral antara RI dengan masing-masing negara tersebut, dan bagaimana agar hubungan itu dapat ditingkatkan.
 
Sabtu, 8 Agustus 1970 
Mulai jam 10.00 pagi sampai jam 12.30 siang ini Presiden Soeharto telah membuka “praktek” bagi orang-orang yang ingin melaporkan masalah korupsi. Hari ini Presiden Soeharto menerima “Kelompok Diskusi Mahasiswa Yogyakarta”, selain utusan KAPI dan KAPPI. Kelompok-kelompok mahasiswa dan pelajar ini rupanya datang tidak untuk menyampaikan suatu bukti korupsi, melainkan hanya mengemukakan pendapat kepada Presiden tentang masalah korupsi itu.
 
Selasa, 8 Agustus 1972
Dalam sidang Sub-Dewan Stabilisasi Ekonomi hari ini di Bina Graha, Presiden Soeharto menginstruksikan agar diadakan peninjaun terhadapprosedur penanaman modal, baik modal asing maupun modal dalam negeri. Peninjauan itu dimaksudkan untuk dapat menjamin kepastian mengenai peraturan bagi penanaman modal, selain untuk menjamin pengamanan pertumbuhan ekonomi nasional dan pengusaha nasional. Dalam hubungan ini ketua Bappenas dan Sekretaris Negara ditugaskan untuk mengkoordinasi peninjauan kembali dan penyiapan prosedur yang lebih praktis dan efektif bagi penyempurnaan peraturan itu.
 
Rabu, 8 Agustus 1973
Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto melantik 19 orang anggota DPA. Dalam sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa karena luas dan beasrnya tanggungjawab Presiden, maka Presiden memerlukan nasihat-nasihat. Adalah tugas DPA untuk memberikan nasihat kepada Presiden, baik diminta maupun tidak. Agar nasihat-nasihatnya makin bulat dan menyeluruh, maka sudah pada tempatnya apabila DPA mencerminkan semua unsur dari seluruh kehidupan masyarakat kita. Dalam hubungan dan fungsi dengan DPA, Presiden mengingatkan bahwa Presiden akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan mendapat dukungan rakyat apabila ia peka terhadap perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan rakyat yang mungkin tidak terucapkan melalui saluran-saluran konstitusional.
Pada kesempatan itu Wilopo SH dilantik sebagai ketua merangkap anggota DPA. Diantara anggota-anggotanya adalah Anwar Tjokroaminoto, Hardi SH, KH Moh. Dahlan, Letjen. (Purn.) Sarbini, Letjen. (Purn.) TB Simatupang, dan Letjen. (Purn.) D Suprayogi.

Kamis, 8 Agustus 1974
Pagi ini Presiden dan rombongan meninggalkan Bukittinggi menuju Padang, untuk selanjutnya terbang ke Palembang. Dalam perjalanan ke Padang, Presiden dan Ibu Soeharto singgah selama setengah jam di Padang Panjang untuk meninjau perguruan Diniyah Puteri. Perguruan ini merupakan salah sebuah lembaga pendidikan tertua di Sumatera Barat. Di sini Kepala Negara sangat terharu melihat asrama pelajar yang ada dalam keadaan menyedihkan. Ia berjanji akan member bantuan untuk pembangunan asrama sekolah tersebut.
Pukul 10.20 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto tiba di Palembang dari Padang. Dalam kunjungan selama setengah hari di Palembang, siang ini Kepala Negara meresmikan pabrik pupuk pusri II, sekaligus diresmikan dimulainya pembangunan pabrik pusri III. Pabrik ini dibangun dengan bantuan Amerika Serikat, Jepang, Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia.
Dalam amanatnya presiden mengatakan bahwa intensifikasi pertanian mustahil dapat terlaksana tanpa pupuk. Oleh karena itu sangat jelas bahwa tantangan yang dihadapkan kepada industri pupuk adalah sangat besar. Dikemukakanya bahwa pabrik pupuk Pusri II adalah salah satu jawaban untuk itu. Tetapi kita tidak boleh berhenti sampai disini, melainkan harus, segera melanjutkan dengan pembangunan Pusri III, sehingga produksi keseluruhan Pusri mencapai satu juta ton.
Presiden mengingatkan bahwa kebutuhan kita akan pupuk masih lebih besar dari apa yang mampu kita hasilkan sampai saat ini. Karenanya, disamping pabrik pupuk Pusri, kita juga sedang dan akan membangun pabrik-pabrik pupuk lainnya. Demikian Presiden.

Jumat, 8 Agustus 1975
Wakil PM merangkap Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ho Dam, mengunjungi Presien Soeharto di Istana Merdeka Pagi ini. Maksud kunjungannya adalah untuk menyampaikan pesan pribadi Presiden Kim II Sung. Dalam surat pribadi itu, Presiden Kim II Sung ingin mendapat kepastian dukungan Indonesia bagi Korea Utara yang sudah melamar menjadi anggota gerakan Non-Blok.
Pukul 10.45 pagi ini, di tempat yang sama, Kepala Negara menerima delegasi pertanian dari Republik Malagasi yang berjumlah enam orang. Kepala anggota delegasi Malagasi ini Presiden Soeharto menguraikan secara panjang lebar mengenai pembangunan pertanian yang sedang berlangsung di Indonesia sekarang. Dalam urainnya, Kepala Negara secara khusus memberi tekanan pada kegiatan intensifikasi pertanian.
Delegasi menunjukkan minat yang besar terhadap pengalaman Indonesia di bidang pertanian, seperti yang digambarkan oleh Presiden, karena Malagasi sedang berusaha meningkatkan produk pertanian.

Senin, 8 Agustus 1977
Menjelang keberangkatannya kembali ke tanah air pagi ini, Presiden Soeharto memberikan keterangan pers di Bandar udara Subang, Kuala Lumpur. Dikatakannya bahwa hasil-hasil pertemuan puncak ASEAN ke-2 di Kuala Lumpur sangat bermanfaat dan akan memperlancar jalannya organisasi ASEAN yang kini telah memasuki dasa-warsa kedua. Selain itu ia mengharapkan bahwa dengan adanya pernyataan bersama Indonesia, Malaysia, dan Filipina mengenai pemberantasan kejahatan narkotika, maka keamanan dan stabilisasi di daerah perbatasan Malaysia-Filipina, Indonesia-Malaysia, dan Filipina-Indonesia akan semakin terjamin.
Mengenai cara-cara meningkatkan operasi bersama menumpas pemberontakan subversi komunis di daerah perbatasan Malaysia-Thailand, Presiden telah menyingggung pentingnya mengikut-sertakan rakyat dalam usaha tersebut. Menyinggung hasil pertemuan ASEAN dengan negara-negara non-ASEAN seperti Austalia, Jepang, dan Selandia Baru, Presiden mengharapkan agar kerjasama dan kesedian member bantuan oleh negara-negara tersebut dapat memper-lancar pelaksanaan program-program ASEAN, khususnya program-program ekonomi.

Rabu, 8 Agustus 1979
Presiden Soeharto hari ini megeluarkan pokok-pokok kebijaksanaan dalam rangka pemberian hak baru atas tanah asal konveksi hak-hak rakyat. Dikeluarkannya kebijaksaan ini adalah dalam rangka menyelesaikan masalah yang ditimbulkan  karena berakhirnya jangka waktu hak atas tanah asal konveksi hak Barat selambat-lambatnya tanggal 24 september 1980 sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang agrarian. Kebijaksanaan ini termaksud didalam Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1979 yang mulai berlaku pada hari ini.

Sabtu, 8 Agustus 1981
Presiden Soeharto menyarankan agar organisasi seperti GUPPI yang memperbanyak kesempatan bagi masyarakat, khususnya anak didik, untuk memperoleh pendidikan agama. Juga disarankan agar para guru umum dapat memberikan pelajaran agama dengan sedikit bekal pengetahuan agama, jika sekolah tersebut tidak ada guru agamanya. Demikian dikatakan Presiden Soeharto ketika Pengurus Inti Gerakan Usaha Pembaharuan Pendidikan Agama Islam (GUPPI) di Bina Graha pagi ini. Pengurus inti GUPPI yang telah hadir dalam pertemuan tersebut adalah Ketua Umum KHS Qodratullah, Wakil Ketua Umum HA burhani Tjokrohandoko, Sekretaris Jenderal HA Qadir Basalamah, dan dua orang lainnya.

Kamis, 8 Agustus 1985
Ulang tahun ke-10 yayasan Dharmais, yang dipimpin Presiden Soeharto, pagi ini diperingati dalam suatu upacara di Sasono Adiguno, TMII, Jakarta Timur. Di depan para undangan yang berjumlah sekitar 400 orang, Presiden Soeharto mengatakan bahwa didirikannya Yayasan Dharmais ini didorong oleh kesadaran akan pentingnya partisipasi masyarakat untuk memberikan bantuan sosial kepada yang memerlukan, sedangkan kemampuan pemerintah untuk itu masih terbatas. Dikatakannya pula bahwa walaupun bantuan dari yayasan ini belum dapat memuaskan para penerimanya, namun segenap pengurus yayasan berbahagia karena telah dapat memberikan  dharma bhakti sosialnya.

Senin, 8 Agustus 1988
Bertempat di Istana Negara, pada jam 09.00 pagi ini, Presiden Soeharto menerima para peserta Rapat Pimpinan ABRI 1988. Rapim ABRI yang telah berlangsung dari tanggal 4 hingga 6 Agustus ini merupakan Rapim pertama yang semua pesertanya terdiri atas Generasi penerus.
Dalam kata sambutannya, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa kita merasa lega karena sampai sekarang pembangunan di berbagai segi kehidupan bangsa kita mengalami kemajuan-kemajuan yang membesarkan hati. Tetapi, demikian Presiden, kita juga menyadari bahwa aspirasi dan harapan rakyat juga terus meningkat, sejalan dengan kemajuan pembangunan yang berhasil kita capai.
Dalam hubungan ini Kepala Negara kembali mengingatkan bahwa aspirasi dan harapan rakyat tadi harus mendapatkan saluran yang sebaik-baiknya agar menjadi kekuatan pendorong bagi kemajuan pembangunan. Sebab, apabila aspirasi dan harapan itu tidak tersalur dengan baik, maka tidak mustahil dapat menjadi sumber kerawanan yang tidak menguntungkan bagi proses yang tinggal landas. Karena itu penting sekali kematangan dan kearifan kita dalam mengembangkan konsep stabilitas nasioanal yang dinamis.

Selasa, 8 Agustus 1989
Presiden soeharto berpendapat bahwa Indonesia memerlukan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai sumber pembangkit tenaga listrik alternatif yang bisa diandalkan pada masa-masa mendatang. Demikian diungkapkan oleh Direktur Jenderal Batan, Djali Ahimsa, setelah menghadap Kepala Negara di Cendana pagi ini. Oleh sebab itu, demikian Ahimsa, Indonesia akan melanjutkan kembali penelitian yang terperinci atas kondisi geologis lahan yang dicadangkan untuk lokasi PLTN di kawasan Gunung Muria, Jawa Tengah, sebagai persiapan pembangunan PLTN pertama di Indonesia.

Rabu, 8 Agustus 1990
Pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto dan PM Li Peng menghadiri acara penandatanganan Memorandum of Understanding dan persetujuan perdagangan yang berlangsung di Istana Merdeka. MOU yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan Menteri Luar Negeri Qian Qichen itu menandai pencairan hubungan diplomatik antara Indonesia dan RRC yang berlaku mulai hari ini.  

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jild 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo