PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 11 Agustus 1969 - 11 Agustus 1988

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Senin, 11 Agustus 1969
Dalam sidang paripurna kabinet pagi ini, Presiden Soeharto memberikan penjelasan mengenai pertemuan empat mata dengan Presiden Nixon baru-baru ini. Dikatakannya bahwa maksud kedatangan Nixon ke beberapa negara di Asia Tenggara adalah untuk mengetahui pemikiran pemimpin-pemimpin Asia Tenggara mengenai masalah dunia pada umumnya dan Asia Tenggara khususnya. Di sini Nixon ingin mengetahui pandangan Indonesia terhadap komunisme, Vietnam, pakta militer, dan ketahanan nasional. Presiden Soeharto menjelaskan kepada Presiden Nixon bahwa sikap Indonesia terhadap komunisme di Indonesia dewasa ini adalah tindakan korektif berdasarkan pengalaman yang lalu. Presiden Soeharto mengatakan bahwa untuk mengatasi komunisme di Asia Tenggara tidaklah perlu dengan pakta militer, tetapi dengan memperkuat ketahanan nasional, dan dengan kekuatan ideologi bangsa masing-masing di Asia Tenggara. Kepada Nixon, Jenderal Soeharto juga mengatakan bahwa untuk pelaksanaan pembangunannya Indonesia saat ini masih membutuhkan bantuan luar negeri. 

Selasa, 11 Agustus 1970
Pada sidang kabinet terbatas yang diselenggarakan pada pukul 10.00 hari ini telah didengar laporan Jaksa Agung tentang usaha penyempurnaan Team Pemberantasan Korupsi (TPK). Setelah mendengar laporan tersebut, Presiden meminta agar dengan penyempurnaan tersebut, TPK akan akan dapat bekerja lebih cepat dan lebih tegas. Bahkan ditegaskan pula oleh Presiden bahwa jika perlu TPK harus memberikan penjelasan-penjelasan mengenai hasil-hasil kerjanya kepada masyarakat untuk diketahui.

Rabu, 11 Agustus 1971
Sebagai realisasi amanat Presiden yang dikemukakan didepan Kongres Subud baru-baru ini, bahwa aliran kepercayaan tidak boleh bertentangan dengan agama dan moral pancasila, maka Kejaksaan Agung akan membentuk lembaga penelitian dan pengembangan aliran masyarakat. Lembaga ini nanti akan terdiri dari para ahli kejaksaan, ilmu jiwa, ahli agama dan dari aliran-aliran. Demikian dilaporkan oleh Jaksa Agung kepada Presiden Soeharto pagi ini.

Rabu, 11 Agustus 1976
Kepala Negara secara simbiolis menyerahkan 60 unit mobil patroli jalan raya kepada Kapolri, Jenderal (Pol.) Widodo Buidarmo, di Bina Graha pagi ini. Mobil-mobil yang diserahkan itu adalah 30 unit pick up VW Mitra Double Cabin dan 30 unit sedan VW Bettle 1303. Keenam puluh mobil tersebut dilengkapi antara lain dengan sirene dan alat komunikasi untuk polisi. Setelah acara penyerahan, presiden meninjau sebahagian dari mobil-mobil tersebut yang diparkir di halaman Bina Graha.


Rabu, 11 Agustus 1982
Pukul 09.45 pagi ini Presiden Soeharto menerima Menteri Perdagangan Irak, Hassan Ali Nassar, yang menghadap sebagai utusan pribadi Presiden Saddam Husein. Dalam pembicaraaan dengan utusan pribadi pemimpin petinggi Irak itu, Presiden Soeharto telah menekankan pada pentingnya usaha Konsolidasi Gerakan Non Blok demi persatuan di kalangan negara-negara anggotanya. Usaha konsolidasi ini terutama ditujukan untuk memperkokoh dasar-dasar gerakan itu.

Sabtu, 11 Agustus 1984
Presiden Soeharto menegaskan bahwa Indonesia tetap bertekad bulat untuk terus berada dalam OPEC, dan akan terus mematuhi ketentuan-ketentuan organisasi negara-negara penghasil dan pengekspor minyak itu. Penegasan ini dikemukakan oleh presiden karena adanya desas-desus di luar negeri mengenai sejumlah negara anggota OPEC yang akan keluar dari organisasi itu, diantaranya Iran, Aljazair, dan Nigeria.
Demikian diungkapkan oleh Menteri Pertambangan dan Energi, Subroto, setelah mengahadap Presiden Soeharto di Cendana, pagi ini. Dalam pertemuan itu Menteri Subroto telah melaporkan tentang perkembangan harga minyak OPEC dan mengenai rencana kunjungan beberapa menteri perminyakan negara anggota OPEC ke Indonesia dalam waktu dekat ini.

Kamis, 11 Agustus 1988
Sepanjang pagi sampai siang hari ini, Presiden Soeharto melakukan kunjungan kerja ke Jawa Timur. Setiba di desa Driyorejo, Gresik, Kepala Negara meresmikan proyek-proyek industri rotan, yaitu 100 pabrik barang jadi dan 124 sentra industri kecil barang jadi rotan yang tersebar di berbagai provinsi. Pabrik barang jadi rotan tersebut berlokasi di Sumatera Utara sebanyak lima pabrik, empat di Sumatera Barat, dua di Sumatera Selatan, Sembilan di DKI Jakarta, 37 di Jawa Barat, 13 di Jawa Timur, 25 di Kalimantan Selatan, dua di Sulawesi Selatan, dan masing-masing sebuah di Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Keseluruhan pabrik tersebut berorientasi kepada ekspor dengan perolehan devisa diharapkan mencapai US$250 juta pertahun. Pabrik-pabrik tersebut mempunyai kapasitas sebesar 95.000 ton dan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 35.900 orang.
Sedangkan senta industri kecil dari rotan sebanyak 4.125 unit usaha juga telah memasuki program ekspor dengan nilai US$6,2 juta dan menyerap 20.351 orang. Investasi yang ditanam sebesar Rp1,2 miliar dan akan menghasilkan nilai produksi sebesar Rp23,38 miliar. Pada kesempatan ini Presiden juga meninjau pameran berbagai hasil industri dari rotan dan akhirnya mengadakan dialog dengan para petani pengumpul, pengrajin, produsen dan eksportir yang bergerak dalam bidang rotan.
Memberikan sambutannya, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa peresmian ini merupakan babak baru dari industri rotan kita. Sebab, sebelum  ini kita hanya mengekspor rotan mentah, belum diolah sama sekali atau masih merupakan barang setengah jadi. Dengan mengolah rotan mentah menjadi barang jadi, maka nilai tambahnya sangat besar. Ini berarti bahwa mengekspor barang jadi rotan akan menambah devisa negara yang sangat kita perlukan untuk memelihara gerak pembangunan.
Dalam rangka itulah, demikian Presiden, mengapa beberapa tahun yang lalu tidak lagi mengekspor kayu gelondongan. Yang kita ekspor adalah kekayaan hutan yang telah kita olah menjadi kayu lapis, barang perabotan rumah tangga, pulp, kertas, rayon, dan sebagainya. Demikian juga kita mengolah hasil-hasil pertanian dan perkebunan kita menjadi ban-ban mobil, sepatu, sarung tangan karet, bahan kimia, sabun, dan lain-lain.
Kembali ditegaskan oleh Kepala Negara bahwa untuk mendorong industri rotan, beberapa waktu yang lalu pemerintah telah melarang ekspor rotan mentah. Selanjutnya ia meminta perhatian semua pihak untuk meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan petani pengumpul rotan, para pekerja dan pengrajin.
Sementara itu, dalam dialog dengan para pengrajin rotan di kabupaten Gresik, Presiden Soeharto menegaskan bahwa pemerintah tidak mempunyai niat untuk mendirikan BUMN di bidang rotan. Ditegaskannya bahwa keterlibatan pemerintah dalam industri rotan cukup dengan menentukan kebijaksanaan dan peraturan saja.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo