PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 10 Agustus 1966 - 10 Agustus 1989

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
 Rabu, 10 Agustus 1966
Dalam amanat tertulisnya sehubungan dengan hari ulang tahun Kodam XV/Patimura yang ke-10, Jenderal Soeharto mengatakan bahwa tugas yang dipercayakan rakyat kepada Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk menyusun Kabinet Ampera, bersama-sama Presiden, adalah sesuai dengan ketetapan MPRS No. IX/1966 dan No. XIII/1966. Menurut Jeneral Soeharto, tugas tersebut merupakan tugas yang terhormat, sebab tugas itu lahir dari penderitaan lahir batin yang dialami oleh rakyat akibat penyelewengan politik, ekonomi dan sosial di masa lampau.
 
Kamis, 10 Agustus 1967
Menutama Hankam, dalam sambutan tertulisnya pada peringatan hari Veteran ke-17 di Surabaya, mengatakan bahwa Panca Tertib, yaitu Tertib Politik, Tertib Ekonomi, Tertib Sosial, Tertib Hukum dan Tertib Hankam, harus dipahami dan dimengerti oleh masyarakat seluruhnya; ini merupakan cara bagi pencapain stabilitas nasional. Selanjutnya, dikatakan oleh Jenderal Soeharto bahwa ABRI khususnya dan segenap slagore Hankam umumnya, harus mampu menertibkan diri sendiri sehingga dapat merupakan kekuatan dan potensi hankam yang tangguh dan ulet.
 
Selasa, 10 Agustus 1971
Presiden Soeharto menyerahkan duplikat bendera pusaka dan uplikat naskah proklamasi kepada Menteri Luar Negeri Adam Malik yang akan menyerahkan kepada 62 perwakilan RI di luar negeri. Diharapkan bahwa pada setiap peringatan Hari Proklamasi bendera dan naskah tersebut dikibarkan dan dibacakan pada upacara di tempat masing-masing. Pada acara penyerahan itu, Presiden Soeharto mengatakan bahwa ketika merintis kemerdekaan sebelum tahun 1945, rakyat Indonesia memandang sangsaka Merah Putih sebagai harapan kekuatan untuk mencapai Indonesia merdeka. Dalam perang kemerdekaan, rakyat memandangnya sebagai kekuatan untuk mengusir tentara penjajah. Sekarang didalam masa pembangunan, kita memandang sangsaka Merah Putih sebagai pendorong untuk bekerja dan mencapai hasil. Semangat perjuangan harus kita pusatkan pada bekerja dan mencapai hasil kerja. Hanya dengan bekerja, kemajuan dapat dicapai. Dalam kaitan ini, mengarahkan pesannya kepada pegawai-pegawai RI yang bertugas di luar negeri, dengan terus terang Presiden mengatakan bahwa “kehidupan saudara yang di luar negeri itu umumnya jauh lebih baik dari apa yang kita alami di tanah air sekarang ini. Namun keadaan ini tentunya tidak akan membuat silau warga Indonesia yang tetap merasa sebagai putera Indonesia dimanapun mereka berada”.
Dalam sambutan tertulisnya pada peringatan Hari Veteran ke-22, yang kali ini dipusatkan i kompleks pabrik sutera alam “Ratna” di Ciawi, Bogor, Presiden Soeharto mengatakan bahwa veteran pejuang kemerdekaan mempunyai tempat yang khusus dalam sejarah bangsa Indonesia, yang tidak mungkin digantikan kedudukannya oleh generasi lain manapun. Hal ini karena perang kemerdekaan hanya satu kali saja, demikian Presiden. Dikatakan pula oleh Presiden bahwa perjuangan kemerdekan memang telah lama sekali, akan tetapi perjuangan memberi isi kepada kemerdekaan yang berupa pembangunan ekonomi itu baru saja kita mulai, yaitu sejak lahirnya Orde Baru. Dalam jangka pendek, melalui pembangunan ekonomi, kita berusaha meletakkan dasar yang kuat bagi pembangunan di bidang lainnya yang memang tidak kita abaikan. Sedangkan dalam jangka panjang, pembangunan bangsa kita meliputi semua segi, ekonomi, politik, sosial, dan hankam. Untuk menggerkan pembangunan bangsa yang demikian itu, maka pembinaan mental selalu merupakan faktor yang menentukan. Dalam rangka pembinaan mental inilah kita semua dan generasi yang akan datang tetap perlu mewarisi semangat perjuangan para veteran. Semangat perjuangan itu adalah kesetian kepada dasar dan cita-cita kemerdekaan, kerelaan untuk berkorban serta kemampuan untuk berbuat demi tegaknya dasar-dasar dan terwujudnya cita-cita. 
Dalam sidang Sub-Dewan Stabilisasi Ekonomi hari ini, Presiden Soeharto telah mendengar laporan dari Menteri Keuangan tentang penindakan terhadap departemennya dalam rangka penertiban. Dilaporkan bahwa sejak 1 April sampai 7 Agustus, telah ditindak 21 pegawai tinggi (golongan F), 58 pegawai menengah, dan 54 pegawai rendah. Penindakan itu berupa skors ataupun pemberhentian tidak dengan hormat.   
 
Jum’at 10 Agustus 1973
Hari ini Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Candi Brobudur di Jawa Tengah. Dalam pidato peresmiannya, Kepala Negara mengatakan bahwa pemugaran ini merupakan usaha kita untuk memperkuat kepribadian bangsa, memelihara kebudayaan bangsa dan memupuk rasa percaya kepada diri sendiri. Diungkapkannya pula rasa haru dan terima kasihnya atas bantuan bangsa lain, melalui UNESCO, dalam usaha penyelamatan candi besar ini. 
Sebagaimana diketahui, sejumlah negara telah memberikan atau menjanjikan bantuan untuk pemugaran Candi Borobudur. Diantara negara-negara yang telah dan akan memberikan sumbangan adalah Australia, Negara Belanda, Cypurs, Prancis, Republik Federasi Jerman, Ghana, India, Iran, Italia, Jepang dan Singapura.
 
Rabu, 10 Agustus 1977
Presiden Soeharto hari ini menerima surat-surat kepercayaan Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia PAE Renaldel de Lavalette di Istana Merdeka. Dalam pidato balasannya, Kepala Negara mengatakan bahwa Indonesia dan Belanda adalah dua bangsa yang telah mempunyai suatu ikatan sejarah yang panjang. Dari ikatan itu kini telah tumbuh suatu iktikad yang luhur untuk membangun hubungan baru dengan semangat baru, suatu hubungan yang penuh saling pengertian dengan rasa persahabatan, hormat menghormati, kerjasama dan saling membantu.
 
Kamis, 10 Agustus 1978
Pada pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto menghadiri acara pelantikan Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Bepeka. Pengambilan sumpah dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung. 
Dalam sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa terlaksananya pengawasan yang effektif dari Bapeka bukanlah merupakan sekedar suatu harapan, melainkan suatu tuntutan kita semua. Ditegaskannya, bahwa tuntutan ini sejalan dengan tekad kita dalam usaha untuk lebih mensukseskan pembangunan nasional dan juga untuk lebih memantapkan pelaksanaan konstitusi dalam kehidupan bernegara dan berpemerintahan. Bahkan harus disadari bahwa kemantapan pelaksanaan konstitusi tersebut adalah syarat mutlak untuk pertumbuhan bangsa menuju kehidupan yang lebih tertib dan lebih kokoh, serta keadaan yang lebih stabil dan lebih dinamis. 
Usai acara pelantikan pimpinan dan anggota Bepeka, Presiden Soeharto menerima pimpinan DPA di Bina Graha. Ketua DPA, Idham Chalid, mengatakan kepada pers bahwa kunjungan pimpinan DPA kepada Kepala Negara adalah dalam rangka memperkenalkan diri, sekaligus untuk bertukar-pikiran mengenai tugas DPA sebagai badan penasihat Presiden.

Senin, 10 Agustus 1981
Pukul 09.00 pagi ini, di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima anggota Kongres Amerika Serikat dari partai Republik, Edward Derwinski. Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Edward Masters, Presiden Soeharto menjelaskan kepada tamunya mengenai situasi di negara-negara ASEAN dan kemajuan-kemajuanya, serta mengenai kerjasama RI dan Amerika Serikat. Selain itu telah pula disunggung masalah internasional lainnya.  
Ditempat yang sama, pagi ini Kepala Negara juga menerima 10 orang pemuka agama dari Timor Timur yang didampingi oleh Menteri Agama Alamsjah Ratu Perwiranegara, dan Direktur Jenderal Ignatius Djoko Muljono. Pemuka agama Islam yang hadir adalah Abdullah Basarewan dan H Umar Balafif; dari agama Protestan adalah Pendeta Nico Demus David Baria dan Vicente  de V Ximenes. Sedangkan pemuka Katolik yang hair adalah Uskup Dili, Mgr. Martinho dan Costa Lopes, Pastor Jose Antonio da Costa, Pastor Domingso da Silva Soares, Paster Mario Belo, pastor Fransisco Tavares Dos Reis, dan Pastor Jacobus Wagey.
Kepada para pemuka agama tersebut Presiden Soeharto mengatakan bahwa pemerintah sangat memperhatikan dan bertanggungjawab atas pembangunan di Timor Timur. Oleh karena itu diharapkan agar pembangunan di Timor Timur tidak dilakukan oleh Pemerintah Daerah saja, melainkan bersama-sama rakyat daerah tersebut. Presiden juga menghimbau agar rakyat di daerah tersebut mempunyai rasa tridharma yang tinggi.
Presiden Soeharto mengharapkan agar sikap keterbukaan dijalankan dan meminta perhatian agar dilaksanakan kerjasama yang seimbang antara pers dan pemerintah. Dengan demikian masalah yang diajukan pers bisa merupakan hal yang benar dan menjadi masukan bagi Team Koordiansi Pengadilan Pengawasan Pembangunan. 
Dengan diungkapkan Menteri PPLH, Emil Salim, mengenai pertemuannya dengan Presiden Soeharto siang ini di Istana Merdeka. Emil Salim menghadap Kepala Negara antara lain untuk melaporkan persoalan Team Koordinasi Pengadilan Pengawasan Pembangunan. Team ini diharapkan dapat menampung masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan di daerah dan menyampaikan ke pusat.

Selasa, 10 Agustus 1982
Dengan menumpang helikopter dari landasan utama Halim Perdanakusuma, Presiden dan Ibu Soeharto pagi ini tiba di Sukamandi, Jawa Barat. Disini presiden meresmikan Balai Penelitian Tanaman Pangan. Balai ini menghasilkan bibit-bibit unggul, cara bercocok tanam yang tepat, cara menanggulangi berbagai hama penyakit dan penanganan pasca-panen.
Dalam amanatnya, Kepala Negara mengatakan bahwa teknologi pertanian sangat penting, agar kita dapat terus meningkatkan produksi pertanian dan sekaligus memperbaiki mutu hasil-hasil pertanian. Melalui teknologi pertanian yang tepat, kita akan dapat memanfaatkan dan mendayagunakan sumber-sumber daya alam yang dimiliki untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya. Karena itulah dalam membangun bidang pertanian kita memerlukan makin bnayak pula balai-balai penelitian.

Jum’at 10 Agustus 1984
Pukul 08.30 pagi ini, di Tapos, Presiden Soeharto menerima 40 orang peternak dari Jawa Timur yang ingin meninjau peternakan yang dikelola oleh Kepala Negara itu. Mereka adalah para peternak dari Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan, yaitu dua daerah peternak yang oleh Gubernur Wahono dinilai sebagai paling berhasil di Jawa Timur.
Pada kesempatan itu Presiden mengajak para tamunya berkeliling peternakan seraya menjelaskan tentang cara-cara pengolahan ternak secara baik, penyediaan bahan makanan ternak dengan pengolahan limbah pertanian dan rumput kering. Dalam penjelasannya Presiden menekankan bahwa dengan usaha semacam ini melalui aneka usaha tani, maka pendapatan peternak akan meningkat.
Kepala para peternak itu juga Kepala Negara menjelaskan alasan Pemerintah untuk member izin kepada pihak swasta untuk membangun pabrik susu bubuk di Pulau Jawa, yaitu terutama untuk mengolah kelebihan susu segar yang dihasilkan oleh peternak. Namun ditegaskannya bahwa pemberian izin itu adalah dengan syarat bahwa pihak swasta yang mendapat kesempatan itu juga mengikut sertakan koperasi peternak untuk memiliki saham.

Sabtu, 10 Agustus 1985
Pagi ini di Surabaya, Jawa Barat, Presiden Soeharto meresmikan berfungsinya PLTU di Surabaya dan sistem transmisi tegangan ekstra tinggi. PLTU Surabaya ini merupakan pembangkit listrik pertama di Indonesia yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya. Ikut menyaksikan acara peresmian ini, Menteri Pertambangan dan Energi, Subroto, Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono, Menteri Dalam Negeri Soepardjo Roestam, Pangab Jenderal LB Murdani, dan Direktur PLN, Ir Sardjono.
Dalam kata sambutannya, Presiden antara lain mengatakan bahwa dengan berhasilnya pembangunan yang kita laksanakan dan dengan makin meningkatnya kemakmuran, maka kebutuhan energi kita juga meningkat dengan pesat. Untuk mencukupi energi yang terus meningakat itu, kita tidak boleh hanya menggantungkan diri pada minyak bumi saja. Sebab, cadangan minyak bumi kita, walau bagaimanapun besarnya tetap ada batasnya, sehingga tidak boleh kita gunakan tanpa bebas.
Karena itu, kita harus terus berusaha untuk menggunakan sumber energi selain minyak bumi untuk mencukupi kebutuhan energi kita. Dan kita memang dapat melaksanakan hal itu, karena tanah air kita memang kaya dengan berbagai sumber energi.

Senin, 10 Agustus 1987
Presiden Soeharto pagi ini memimpin sidang kabinet terbatas bidang Ekuin di Bina Graha. Didalam sidang Presiden Soeharto telah menginstruksikan kepada para pejabat pusat dan daerah agar terus mengamati berita tentang kekeringan, lebih-lebih dalam menghadapi musim tanam 1987/1988. Pengamatan itu diarahkan dalam usaha untuk memenuhi keperluan air minum dan pertanian. 
Presiden juga memerintahkan Departemen Dalam Negeri agar memberi instruksi kepada seluruh Bupati agar memanfaatkan laporan tentang meteriologi dan geofisika dari Departemen Perhubungan. Dengan ramalan keadaan cuaca tersebut, maka terus dapat diikuti dan diketahui daerah-daerah mana yang akan kekeringan.
Untuk mengatasi kekeringan, Presiden menggariskan bahwa apabila perlu dapat diusahakan hujan buatan. Sehubungan dengan itu Departemen Pertanian dan BPPT mengadakan pengkajian mengenai hujan buatan di waduk-waduk Jatiluhur, Wonogiri, dan Sempor. Dilaporkan dalam kabinet hari ini, bahwa kekeringan yang diakibatkan oleh pengaruh El Nino itu telah melanda berbagai daerah, seperti Aceh, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Pengaruh El Nino terhadap Indonesia terjadi setiap tiga atau tujuh tahun sekali.

Kamis, 10 Agustus 1989
Pada jam 09.00 pagi ini, bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto menerima 140 peserta Rapim ABRI. Dalam kata sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa Indonesia tidak boleh mengabaikan pembangunan kekuatan pertahanan dan keamanan untuk untuk membela diri terhadap setiap ancaman dari manapun datangnya. Namun pembangunan kekuatan itu terbatas untuk tujuan defensif, dan hanya sepanjang diperlukan untuk menghadapi kemungkinan ancaman yang bisa timbul.
Kita membangun kekuatan pertahanan keamanan ini dalam rangka wawasan ketahanan nasional, yang tidak hanya dilandaskan kepada kekuatan militer saja, tetapi juga kepada kekuatan ideologi, kekuatan politik, kekuatan ekonomi dan kekuatan sosial budaya. Selain itu kita sadar bahwa kekuatan militer belaka tiaklah mampu menyelesaikan seluruh masalah pertahanan keamanan.
Lebih jauh dikemukakan Kepala Negara bahwa ABRI perlu mengembangkan dan menigkatkan kemampuan profesionalnya, baik dalam bidang pertahanan keamanan maupun dalam bidang sosial politik. ABRI yang sekarang terdiri dari generasi penerus jangan sampai berkurang  kemampuannya dalam menagani masalah-masalah nasional yang semakin kompleks, dibanding dengan ABRI dari generasi pembebas. Tantangan yang dihadapi oleh ABRI di masa datang akan berbeda dari yang pernah dihadapi Generasi 45. Dan hal itu haruslah dihadapi secara kreatif dan dinamis.
Pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto meresmikan penggunaan gedung baru Mahkamah Agung yang terletak di Jalan Merdeka Utara, Jakarta. Gedung tersebut dibangun dengan biaya sekitar Rp16,9 miliar. Upacara peresmian itu ditandai dengan penandatanganan prasasti dan pembukaan selubung patung Ketua Mahkamah Agung pertama, Prof Mr Dr Soeleman Effendi Koesoema Atmadja, oleh Kepala Negara. 

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo