PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto, 21 April 1966 - 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,

Kamis, 21 April 1966

Presiden Soekarno dalam amanatnya pada sidang paripurna luar biasa di Istana Negara mengatakan bahwa Kabinet Dwikora perlu disempurnakan lagi. Ia juga menganjurkan agar membicarakan masalah sandang-pangan yang akhir-akhir ini sangat menjadi tuntutan rakyat. Selain itu ia meminta agar pemerintah mengamankan situasi di mana akhir-akhir ini terdapat pamflet-pamflet gelap yang menyatakan Presiden Soekarno telah tua-bangka, dan Presiden Soekarno selalu menggembar-gemborkan bahwa dialah PBR/Mandataris MPRS dan Presiden seumur hidup.


Senin, 21 April 1969

Presiden Soeharto menekankan pentingnya transmigrasi dalam melaksanakan Repelita. Dalam hubungan ini Presiden menginstruksikan agar transmigrasi dikaitkan dengan proyek-proyek pangan di luar Jawa, khususnya proyek persawahan pasang-surut. Presiden juga menginstruksikan agar dilakukan rehabilitasi di daerah-daerah  obyek transmigrasi yang telah ada agar supaya daerah-daerah tersebut menjadi daya penarik bagi transmigrasi spontan. Instruksi ini diberikan kepada Menteri Transmigrasi dan Koperasi, M Sarbini, yang menghadap Presiden Soeharto di Istana Negara hari ini. Pada kesempatan itu Menteri Sarbini antara lain melaporkan rencana mentransmigrasikan korban Gunung Merapi ke Lampung sebagai realisasi kerjasama antara Pemerintah Daerah Jawa Tengah dan Pemerintah Daerah Lampung. Proyek kedua provinsi tersebut mendapat bantuan Deptranskop dan Depsos.


Selasa, 21 April 1970

Pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto memimpin sidang Sub-Dewan Ekonomi bertempat di Istana Merdeka. Setelah mendengarkan laporan para menteri di bidang masing-masing, sidang telah membahas tanggapan masyarakat atas kebijaksanaan yang diambil pemerintah tentang penyederhanaan ekspor baru-baru ini. Tanggapan masyarakat ini telah dibahas dalam kaitan dengan kekhawatiran masyarakat mengenai kemungkinan kenaikan harga barang-barang impor disebabkan oleh perubahan perhitungan bea masuk. Sidang berkesimpulan bahwa kekhawatiran seperti itu tidak perlu ada. Kenaikan harga bahan-bahan pokok tidak akan terjadi sebab bea masuk barang-barang tersebut sangat rendah sehingga perubahan nilai dasar perhitungan bea masuk tidak ada pengaruhnya.


Sabtu, 21 April 1973

Masalah transportasi telah dibahas secara menyeluruh oleh Presiden Soeharto dengan beberapa menteri serta Pangkopkamtib Jenderal Sumitro dalam suatu pertemuan yang berlangsung di kediaman Presiden di Jalan Cendana mulai pukul 09.00 pagi ini. Para menteri  yang menghadiri pertemuan ini adalah Menteri Perhubungan Emil Salim, Menteri Penertiban Aparatur Negara JB Sumarlin, Menteri Pertambangan Sadli, Menteri Keuangan Ali Wardhana.


Rabu, 21 April 1976

Pada pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Kepala Negara menerima kunjungan kehormatan  Menteri Urusan Kerjasama Ekonomi Jerman Barat, Egon Bahr. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Menteri Ekuin/Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro itu, telah berlangsung tukar pikiran mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh kedua negara. Kepada Menteri Bahr, Presiden telah menjelaskan tentang masalah-masalah regional yang ada sekarang ini. Sementara itu, Egon Bahr telah menguraikan tentang MEE.


Selasa, 21 April 1981

Presiden dan Ibu Tien Soeharto meresmikan penghunian rumah susun di daerah Tanah Abang, Jakarta. Kompleks rumah susun yang terdiri atas 960 unit rumah itu merupakan rumah susun pertama yang dibangun di Indonesia dalam gelombang pembangunan perumahan rakyat yang digalakkan Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini.
Menyambut peresmian perumahan susun ini, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa pembangunan rumah susun tersebut adalah dalam rangka usaha Pemerintah untuk mengatasi masalah perumahan di kota besar. Dengan pembangunan ini, lahan-lahan di perkotaan yang begitu terbatas, dapat didayagunakan. Dikatakan pula oleh Presiden bahwa pembangunan perumahan ini merupakan pula bahagian dari usaha Pemerintah untuk memeratakan hasil pembangunan.


Rabu, 21 April 1982

Bertempat di Istana Negara, jam 09.00 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri upacara penyematan lencana dan penyerahan piagam penghargaan bagi para peserta Keluarga Berencana Lestari. Dalam acara ini hadir pula para gubernur dari seluruh Indonesia untuk menerima Piagam Penghargaan dan Lencana Keluarga Berencana Lestari langsung dari Presiden. Oleh gubernur piagam dan lencana tersebut nantinya akan diserahkan kepada para bupati di daerahnya masing-masing, yang selanjutnya akan menyampaikan kepada yang berhak menerimanya.
Dalam sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa Pemerintah memberikan penghargaan ini karena para peserta Keluarga Berencana Lestari itu juga telah memberikan sumbangan yang besar terhadap nasib dan masa depan bangsa Indonesia di kemudian hari. Sebab, demikian Presiden, sesungguhnya masa depan kita sangat dipengaruhi oleh keberhasilan atau kegagalan kita dalam melaksanakan program keluarga berencana ini. Diharapkannya agar penghargaan ini dapat menumbuhkan kebanggan tersendiri di hati masyarakat dan mereka menerimanya, sehingga keikutsertaan dalam keluarga berencana dapat kita tumbuhkan menjadi suatu bagian dari perjuangan bangsa. Dianjurkannya pula agar masyarakat dirangsang untuk ikutserta menjadi pengelola program yang bertanggungjawab dan rapi, sehingga masyarakat benar-benar memiliki program yang mempunyai tujuan luhur itu dan mewariskannya kepada generasi berikutnya.


Sabtu, 21 April 1984

Bertempat di Istana Negara, pada jam 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto melantik enam orang Duta Besar baru Indonesia. Mereka adalah Duta Besar Drs Soepari Tjokrohartono untuk Korea Utara, Duta Besar Mayjen. Pol. (Purn.) Hardiman Sastrapoespita untuk Vatikan, Duta Besar R Mohammad Sidik Kusumoatmodjo untuk Suriname, Duta Besar Laksda. R Moedjono Poerbonegoro untuk Filiphina, Duta Besar HA Hidayat Kusumanegara untuk Venezuela merangkap Trinidad dan Tobago, dan Duta Besar Drs Soemadi untuk Meksiko merangkap Kuba dan Panama.

Dalam amanatnya, Presiden meminta agar para duta besar agar dalam melaksanakan tugasny juga aktif berusaha untuk memperluas pemasaran barang-barang ekspor kita. Ditegaskan oleh Kepala Negara bahwa usaha ini penting bagi usaha untuk meningkatkan penerimaan devisa yang sangat diperlukan untuk membiayai pembangunan. selain itu meningkatkan ekspor barang-barang hasil industri akan mendorong majunya pembangunan industri dan ekspor hasil-hasil produksi di bidang-bidang lainnya juga akan mendorong kemajuan di bidang-bidang yang bersangkutan. Tentu saja hal ini merupakan tugas yang tidak ringan, tetapi harus dapat dihadapi dan diatasi.


Senin, 21 April 1986

Dalam amanat tertulisnya kepada para peserta Rapat Kerja Pusat II DPPN Pepabri yang diadakan di Cibubur hari ini, Presiden Soeharto mengatakan bahwa Pepabri harus melihat tahun penuh kesulitan seperti sekarang ini sebagai tantangan perjuangan yang harus dapat ditundukkan. Pepabri tidak boleh ragu-ragu melihat berbagai kesulitan yang dihadapi karena bangsa dan Negara Indonesia masih sedang dalam tahap membangun.

Demikian antara lain amanat tertulis Kepala Negara yang dibacakan oleh Ketua Umum Pepabri, Jenderal (Purn.) Makmum Murod.


Selasa, 21 April 1987

“Gedung Guru Indonesia” diresmikan Presiden Soeharto hari ini di Jakarta. gedung ini dibangun dengan biaya sebesar Rp2,3 miliar Rp1,6 miliar diantaranya adalah bantuan Presiden.

Dalam kata sambutannya, Kepala Negara menegaskan bahwa dengan dibangunnya gedung ini memperlihatkan sikap gotong-royong dalam membangun bidang pendidikan. Pembangunan bidang pendidikan yang mendesak ialah penguasaan ilmu pngetahuan dan teknologi bangsa Indonesia akan sulit memanfaatkan kekayaan alamnya. Sebagai contoh dikemukakan mengenai kekayaan alam laut yang berlimpah tetapi tidak dapat dimanfaatkan sebanyak-banyaknya, karena untuk itu diperlukan teknologi. Jadi untuk mengejar nilai tambah dari kekayaan alam, maka ilmu pengetahuan dan teknologi harus dikuasai.



Kamis, 21 April 1988

Menteri Luar Negeri Ali Alatas menghadap Kepala Negara pagi ini di Cendana. Pada kesempatan itu ia melaporkan keada Presiden tentang rencana kunjungannya ke New York untuk pamitan kepada Sekretaris Jenderal PBB karena sejak diangkat menjadi menteri luar negeri, ia tidak lagi menjadi Kepala Perwakilan RI badan dunia itu.

Setelah menghadap, menteri Ali Alatas membantah berita-berita yang berasal dari Jepang bahwa Indonesia telah menandatangani perjanjian dengan Cina untuk membuka kantor perwakilan perdagangan. Ditegaskannya bahwa proses normalisasi hubungan Indonesia dan Cina tetap dilanjutkan melalui kontak-kontak, tetapi belum ada suatu rencana khusus untuk mengadakan kontrak dengan pihak RRC.


Sabtu, 21 April 1990

Pukul 09.00 pagi ini Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Akbar Tanjung, melapor kepada Presiden mengenai kegiatan di bidang kepemudaan dan olahraga. Seusai pertemuan di Bina Graha itu, Akbar Tanjung mengatakan bahwa Kepala Negara menginginkan agar para pemuda mendapatkan hak yang seluas-luasnya untuk melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik mereka. Namun perlu dihindarkan supaya kegiatan-kegiatan itu tidak dimanfaatkan oleh pihak ketiga. Dalam pandangan Presiden, kegiatan pemuda dapat dilakukan dalam bentuk pendidikan dan diskusi, tetapi para pemuda harus betul-betul tetap berlandaskan pada komitmen bersama.

Pada jam 10.30 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima Deputi Perdana Menteri Malaysia, Abdul Gafar Baba, yang bertindak sebagai utusan khusus PM Mahatir Mohamad. Deputi Perdana Menteri Malaysia, Dato Abdullah Zawawi bin Haji Mohamed, beserta Duta Besar Dato Ismail Budan, dan didampngi Mneteri Luar Negeri Ad interim LB Moerdani. Maksud kedatangan pemimpin Malaysia itu adalah untuk menyampaikan undangan resmi kepada Kepala Negara untuk menghadiri pertemuan puncak 15 negara berkembang yang akan berlangsung di Kuala Lumpur pada awal Juni mendatang. Negara-negara yang diundang untuk menghadiri KTT itu adalah Indonesia, Malaysia, India, Yugoslavia, Mesir, Aljazair, Zimbabwa, Venezuela, Argentina, Brazil, Peru, Meksiko, Jamaika, Senegal dan Nigeria.

Menanggapi undangan itu, Presiden menyatakan kesediaannya untuk hadir. Melalui Abdul Gafar Baba, Kepala Negara menyampaikan pesannya kepada PM Mahatir menyangkut pelaksanaan pertemuan Kelompok 15 itu.



Selasa, 21 April 1992

Perdana Menteri Australia dan Nyonya Annita Keating hari ini memulai kunjungan resmi mereka di Indonesia. Mereka akan berada di negeri ini sampai hari jumat mendatang. Setiba di Istana Merdeka,, mereka disambut oleh Presiden dan Ibu Soeharto dalam suatu upacara kemiliteran, lengkap dengan 19 kali tembakan meriam. Kemudian keduanya melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden dan Ibu Soeharto di Ruang Jepara Istana Merdeka.

Untuk menghormat kunjungan mereka, pada jam 20.00 malam ini Presiden dan Ibu Soeharto menyelenggarakan santap malam kenegaraan di Istana Negara. acara yang dilanjutkan dengan malam kesenian itu baru berakhir pada pukul 23.30.

Ketika menyampaikan ucapan selamat datang keada tamunya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa ia merasa kunjungan PM Paul Keating dan rombongan sebagai kunjungan persahabatan. Diharapkannya bahwa rasa persahabatan itu pula yang dirasakan pemimpin Australia itu dalam kunjungannya di Indonesia. Dikatakannya pula bahwa rasa persahabatan itu ingin dikembangkan dengan semua bangsa tanpa membeda-bedakan sistem sosial atau sistem politik yang dianut. Tetapi rasa persahabatan itu perlu diwujudkan dengan menganut prinsip saling menghormati kedaulatan, saling tidak mencampuri urusan dalan negeri dan saling kerjasama yang konstruktif antara semua bangsa.

Lebih jauh Kepala Negara mengatakan bahwa dalam dunia modern yang makin menyatu, Indonesia tidak ingin mengurung diri. Saran-saran bahkan kritik yang dikemukakan dalam suasana persaudaraan akan diterima dengan hati yang tulus. Tetapi ditegaskan oleh Presiden bahwa komentar dan kritik yang dilontarkan hanya untuk membesar-besarkan kekurangan yang ada pada usaha pembangunan nasional kami dan menjurus kearah mencampuri urusan dalam negeri, adalah persoalan lain. Ditandaskannya bahwa tiap negara dan bangsa mempunyai tingkat harga diri yang tidak bisa ditawar-tawar.    


Penyusun Intarti, S.Pd