PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah 1 Oktober 1965 - 1 Oktober 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,
Jumat, 1 Oktober 1965

Pagi-pagi sekali hari ini terjadi kesibukan luar biasa di Markas Kostrad di Jalan Merdeka Timur, Jakarta. Panglima Kostrad, Mayjen. Soeharto, beserta stafnya sedang mengadakan pembahasan dan penilaian atas terjadinya penculikan terhadap sejumlah perwira AD beberapa jam yang lalu.

Sementara itu pada pukul 07.20 pagi, melalui RRI, Letkol Untung mengeluarkan sebuah pengumuman dari apa yang dinamakan Gerakan Tigapuluh September. Dalam pengumuman tersebut, Untung menyatakan bahwa gerakan yang dipimpinnya itu ditujukan kepada para Jenderal, yang disebutnya “Dewan Jenderal”, yang bermasksud jahat terhadap Republik Indonesia dan Presiden Soekarno. Dengan demikian, menurut Untung, gerakannya bermaksud untuk menyelamatkan Presiden. Lebih jauh Untung mengumumkan bahwa sebagai tindak lanjut dari gerakannya, maka akan dibentuknya suatu “Dewan Revolusi Indonesia” dan disusul oleh “Dewan Revolusi Daerah”.

Pada pukul 09.00 pagi RRI menyiarkan Perintah Harian Menpangau. Laksdya. Omar Dhani. Dalam perintah hariannya, Menpangau mengatakan bahwa “pada tanggal 30 september 1965 malam telah diadakan gerakan oleh Gerakan tigapuluh September, untuk mengamankan dan menyelamatkan Revolusi dan Pimpinan Besar Revolusi terhadap subversi CIA. Dengan demikian telah diadakan pembersihan didalam tubuh AD dari anasir-anasir yang didalangi oleh subversi asing dan yang membahayakan Revolusi Indonesia”. Selanjutnya diumumkan juga bahwa AURI akan menyokong gerakan tersebut.

Sekitar pukul 13.00 RII menyiarkan pula Dekrit No. 1 Gerakan Tigapuluh September, yaitu tentang Pembentukan Dewan Revolusi Indonesia oleh Letkol Untung. Dalam dekrit tersebut dikatakan bahwa Dewan Revolusi merupakan sumber dari segala kekuasaan negara, dan semua anggota tentara yang pangkatnya di atas letnan kolonel diturunkan menjadi letnan kolonel.

Pangkostrad Mayjen Soeharto mengadakan dua kali lipat rapat staf hari ini, yaitu pukul 10.00 dan pukul 14.00. dalam rapat tersebut Jenderal Soeharto menjelaskan secara pasti bahwa gerakan pimpinan Letkol Untung ini pasti didalangi oleh PKI. Letkol Untung pernah menjadi salah satu komandan kompi Batalyon 444 Resimen XV Solo dimana Jenderal Soerharto waktu itu menjadi Komandan Resimennya. Dikatakan oleh Jenderal Soeharto bahwa di masa revolusi Letkol. Untung adalah seorang tentara yang dibina dan dididik menjadi kader komunis oleh tokoh komunis Indonesia, Alimin.

Dengan demikian jelas bahwa Gerakan Tigapuluh September merupakan suatu kup oleh PKI. Gerakan Tigapuluh September ini tampaknya sudah direncanakan jauh hari sebelumnya. Untuk itu PKI telah mematangkan situasi, antara lain dengan gerakan-gerakan  politik yang bertujuan untuk menghancurkan kekuatan-kekuatan nasional, yang diperkirakan akan menghalangi maksud-maksud politik partai komunis tersebut. Disamping itu, PKI juga melakukan apa yang dikenal sebagai aksi-aksi sepihak di daerah-daerah. Misalnya penyerangan terhadap umat Islam di Kediri oleh anggota-anggota BTI dan Pemuda Rakyat, yang dikenal dengan peristiwa Kanigoro. Contoh lainnya adalah Peristiwa Jengkol di Jawa Barat, dan Peristiwa Bandar Besty di Tanjung Morawa, Sumatera Utara, yang menewaskan Peltu. Sudjono.

Untuk memberitahukan keadaan darurat ini, Jenderal Soeharto kemudian menelpon para panglima angkatan. Secara langsung Mayjen Soeharto berbicara dengan Pangal Laksamana Madya (L) RE Martadinata, Pangab Komjen. (Pol) Sutjipto Judodihardjo dan Deputi Operasi AU Komodor (U) Leo Wattimena. Dalam pembicaraan telepon itu Jenderal Soeharto juga memberitahukan bahwa untuk sementara Pimpinan Angkatan Darat dipegang olehnya, dan meminta agar jangan mengadakan gerakan pasukan tanpa sepengetahuan Pangkostrad.

Selanjutnya Jenderal Soeharto meminta Presiden Soekarno yang berada di Halim Perdana Kusuma untuk meninggalkan pangkalan AURI itu sebelum jam 12 malam. Pesan kepada Presiden Soekarno ini disampaikan Jenderal Soeharto melalui Ajudan Presiden, Kolonel Bambang Widjanarko, yang menemuinya di markas Kostrad siang ini untuk melaporkan keadaan Presiden.

Pukul 18.30, Mayjen Soeharto memerintahkan pasukan RPKAD dibawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo untuk merebut kembali studio RRI dan gedung telekomunikasi. Pada saat ini Jenderal Nasution, yang lolos dari pembantaian G-30-S/PKI, keluar dari persembunyiannya dan bergabung dengan Jenderal Soeharto di markas Kostrad. Sekitar jam 19.00, kedua gedung vital tersebut berhasil dikuasai tanpa perlawanan dari pemberontak. Segera sesudah itu, Mayjen Soeharto menyampaikan pengumuman melalui RRI yang antara lain menegaskan bahwa Gerakan Tigapuluh September adalah gerakan kontra-revolusioner yang hendak merebut kekuasaan negara.

Presiden Soekarno meninggalkan pangkalan Halim menuju Istana Bogor pada jam 23.30 malam.

Sabtu, 1 Oktober 1966

Hari Kesaktian Pancasila hari ini diperingati oleh seluruh rakyat Indonesia. Peringatan ini bertujuan untuk membulatkan tekad dalam meneruskan perjuangan mengawal, mengamankan dan mempertahankan Pancasila. Di Jakarta, peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang berlangsung di Markas Kostrad antara lain diikuti oleh KAMI, KAPPI, dan KAPI dari kontingen Jakarta, Bogor dan Bandung. Usai upacara, para mahasiswa, pelajar dan pemuda ini mengadakan show of force keliling kota, dengan membawa spanduk yang menuntut pertanggunganjawaban Bung Karno atas keterlibatannya dalam peristiwa pengkhianatan G-30-S/PKI.

PGRI baru-baru ini mengajukan saran kepada Ketua Presidium Kabinet Ampera agar Pemerintah mengambil tindakan darurat berupa pemberian upah sebesar 50% dari PGPN tahun 1961 (dinilai dengan uang baru) dan melancarkan pembagian distribusi 9 bahan kebutuhan hidup kepada para pegawai negeri dan buruh. Anjuran ini diajukan karena makin meningkatnya beban ekonomis buruh/pegawai negeri dan guru sebagai akibat dari meningkatnya kebutuhan hidup sehari-hari.

KAWI Bandung mengirimkan sepucuk surat terbuka kepada Presiden Soekarno, Surat yang dikirimkan kepada pers itu menyatakan bahwa lahirnya Supersemar sebenarnya menunjukan bahwa Bung Karno sudah tidak cocok lagi untuk memerintah, sebab telah menentang kehendak rakyat. Menurut etika politik, seharusnya Bung Karno sudah mengundurkan diri, demikian KAWI Bandung.

Minggu, 1 Oktober 1967

Hari ini kabinet mengumumkan bahwa hubungan diplomatik antara RI dengan RCC dibekukan. Alasan pembekuan hubungan diplomatik ini antara lain adalah bahwa RRC terbukti telah memberikan bantuan kepada G-30-S/PKI, baik dalam persiapan, pelaksanaanya maupun pada masa-masa sesudahnya. Diantara alasan lain yang dikemukakan oleh pemerintah adalah bahwa tindakan-tindakan orang cina terhadap gedung dan harta milik staf kedutaan besar RI di Peking yang tidak dapat ditolerir oleh Indonesia, sebab staf kedutaan mempunyai hak imunitas dan hak ekstra-teritorial.
Meskipun pembekuan hubungan ini mulai berlangsung hari ini, tetapi Kedutaan Besar Indonesia di Peking baru akan ditutup secara resmi pada tanggal 30 oktober 1967. Untuk mewakili kepentingannya di Cina, pemerintah menunjuk Kedutaan Kamboja di RRC.

Dalam pada itu massa KAMI dan KAPPI Jaya pagi-pagi sekali hari ini menyerbu Kedutaan RRC di Jakarta. Mereka menurunkan bendera RRC dan diganti dengan bendera merah-putih. Tindakan ini merupakan pembalasan terhadap Pengawal Merah yang telah menghancurkan Kedutaan RI dan mengurung para diplomat Indonesia di Peking. Akan tetapi hari ini juga gedung tersebut telah dikuasai oleh Kodam V/Jaya, yang segera mengibarkan kembali bendera RRC.

Selasa, 1 Oktober 1968

Presiden dan Ibu Tien Soeharto beserta seluruh pimpinan negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, hari ini memperingati hari Kesaktian Pancasila diselenggarakan untuk memperingati kemampuan Pancasila membela negara RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dari usaha PKI dan kaum komunis untuk menghancurkannya melalui peristiwa berdarah G-30-S/PKI. Dalam rangkaian peringatan kali ini, Presiden Soeharto meresmikan relief Monumen Pahlawan Revolusi. 

Rabu, 1 Oktober 1969

Presiden Soeharto bertindak selaku Inspektur Upacara pada peringatan Hapsak Pancasila yang kali ini dipusatkan di Balige, Sumatera Utara. Hari ini pula Presiden meresmikan Tugu Pahlawan DI Pandjaitan di kota itu. Presiden tiba di Medan kemarin, dan selama dua hari berada di provinsi ini, Presiden serta rombongan telah pula berziarah ke Makam Pahlawan Nasional Sisingamangaraja.


Kamis, 1 Oktober 1970

Hari ini Presiden Soeharto bertindak sebagai Inspektur Upacara pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya. Peringatan dihadiri oleh para duta besar negara sahabat dan 21 alim ulama dari berbagai daerah di Indonesia. Selesai upacara kenegaraan, Presiden dan Ibu Tien Soeharto didampingi oleh keluarga para pahlawan revolusi telah meninjau ke sekitar tempat kejadian itu, yang sekarang dinyatakan sebagai tempat peringatan bersejarah dari pengkhianatan PKI terhadap bangsa dan negara Indonesia. Pad kesempatan itu Mayjen Soejono melaporkan mengenai pelaksanaan pembangunan Monumen Pahlawan Revolusi di tempat tersebut.

Jumat, 1  Oktober 1971

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila pagi ini dipusatkan di Lubang Buaya, Jakarta, dimana Presiden Soeharto memimpin acara yang berlangsung selama 30 menit. Selesai upacara resmi, Presiden dan Ibu Tien Soeharto yang diikuti oleh para menteri, perwira tinggi dan menengah dari ketiga angkatan dan Polri serta Korps diplomatik, meninjau kompleks Monumen Pahlawan Revolusi. Sesdudah melihat sumur tua itu, Presiden kemudian meninjau Monumen Pahlawan Revolusi. Pada kesempatan itu Presiden Soeharto mengharapkan kepada Meyjen. Drs Sujono, project officer monumen nasional itu, agar kebersihan dan keindahan monumen pahlawan revolusi ini dijaga betul tanpa mengurangi nilai sejarahnya. 

Minggu, 1 Oktober 1972

Presiden Soeharto hari ini menghadiri pelantikan angota-anggota MPR. Dalam amanatnya Presiden antara lain mengatakan bahwa mempertahankan dan melaksankan Pancasila merupakan kewajiban yang harus kita lakukan tanpa keragu-raguan sedikitpun. Kita telah berbulat hati untuk membangun suatu Indonesia baru diatas dasar-dasar kita yang lama, yaitu Pancasila. Kita ingin menjadikan Republik Indonesia ini sebagai wadah perumahan keluarga besar bangsa Indonesia dan kita benar-benar merasa kerasan hidup didalamnya, merasa tentram jiwa dan bathin kita, bergairah mengembangkan bakat dan bangga karena berprestasi, dilindungi hak-hak kita dan sadar akan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggungjawab. Demikian dikatakan oleh Presiden.

Pada kesempatan itu pula Presiden telah menyerahkan sebuah naskah GBHN kepada MPR. Mengenai penyerahan naskah GBHN ini, Presiden mengatakan bahwa dengan sumbangan ini ia sama sekali tidak bermaksud untuk mengurangi tugas dan wewenang MPR dalam menetepkan GBHN. Naskah GBHN itu hanya merupakan sumbangan pikiran, dengan tujuan untuk membantu melancarkan tugas-tugas MPR yang sangat berat.

Senin, 1 Oktober 1973

Presiden Soeharto pagi ini bertindak sebagai Inspektur upacara pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Dalam amanatnya, kepada negara antara lain telah mengemukakan tujuan peringatan itu, yakni membulatkan tekad guna meneruskan perjuangan mengawal, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila secara gigih sesuai dengan naluri amal bakti para pahlawan revolusi.  Tujuan peringatan itu didasarkan pada dua prinsip utama. Yang pertama adalah memelihara terus menerus kewaspadaan dan daya juang terhadap ancaman-ancaman pengkhianatan dua kali terhadap negara, bangsa, dan Pancasila. Kedua, lebih mempertebal dan menerapkan kebenaran dan keunggukan Pancasila sebagai way of life rakyat Indonesia dengan memberikan isi yang sebesar-besarnya, setempat-tempatnya, semurni-murninya sesuai dengan jiwa semangatnya di dalam memenangkan Orde Baru. Demikian Presiden Soeharto.

Selasa, 1 Oktober 1974

Presiden dan Ibu soeharto sore ini menyambut kedatangan Shah Iran, Mohammad Reza Pahlevi, dan Ratu Farahdiba di pelabuhan udara Internasioanl Halim Perdana Kususma. Mendarat pada pukul 15.35, Shah dan ratu Iran mengadakan kunjungan kenegaraan singkat di Indonesia; Shah dan rombongan akan meninggalkan Indonesia besok pagi pukul 10.15. sore ini, pada jam 17.15, Shah dan ratu Iran mengadakan kunjungan kehormatan kepada Presiden dan Ibu Soeharto di Istana.

Malam ini di Istana Negara, Presiden Soeharto menyelenggarakan jamuan makan kenegaraan untuk menghormati kunjungan pemimpin Iran. Acara makan malam ini kemudian di teruskan dengan pertunjukkan kesenian Indonesia. Tarian-tarian yang dipertunjukkan malam ini berhasil memukau Shah Iran dan Ratu Palevi beserta rombongan mereka.

Dalam pidato pada acara makan malam ini, Presiden Soehato menyambut kunjungan Shah Iran di Indonesia, yang merupakan kunjungannya yang pertama di negeri ini. Dikatakan oleh Kepala Negara bahwa kunjungan Shah Iran merupakan tonggak sejarah baru bagi hubungan anatara kedua bangsa dan negara.

Sementara itu, dalam pidato balasannya, Shah Iran mengatakan bahwa kemakmuran adalah sangat penting bagi perdamaian dan saling pengertian di dunia. Oleh sebab itu ia menyambut baik pembangunan yang sedang dilakukan Indonesia dibawah pimpinan Presiden Soeharto.

Rabu, 1 Oktober 1975

Hari Kesaktian Pancasila diperingati pagi ini dalam suatu upacara khidmat di Lubang Buaya, Jakarta Timur, dipimpin sendiri oleh Presiden Soeharto. Setelah lagu Indonesia Raya di perdengarkan, Ketua DPR/MPR Idham Chalid membacakan teks Pancasila, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sjarif Thajeb membacakan Pembukaan UUD 1945. Penandatanganan ikrar setia kepada Pancasila dan Negara RI dilakukan oleh Wakil Ketua DPR/MPR Dhomo Pranoto. Upacara yang dihadiri oleh lebih-kurang 1400 undangan ini di akhiri dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh menteri Agama Mukti Ali.

Selesai acara resmi tersebut, Presiden dan Ibu Soeharto meninjau kompleks monumen Pancasila Sakti yang dibangun sebagai peringatan akan kekejaman yang dilakukan G-30-S/PKI pada tanggal 30 September 1965. Dari Monumen ini, Kepala Negara meninjau arena Mandala Sasmita Loka Lubang Buaya, yaitu Relief Tujuh Pahlawan Revolusi.

Pemerintah DKI Jakarta hari ini menerima 19 ton beras dan uang Rp237.500 sebagai zakat dari Presiden soeharto. Oleh pemerintah DKI Jakarta, zakat tersebut langsung diserahkan kepada Walikota Jakarta Barat, yang selanjutnya akan menyalurkannya kepada lima kecamatan di Jakarta Barat. 
Hari ini pula Presiden soeharto menyerahkan zakat sebanyak 50 ton beras kepada kaum fakir miskin di Jawa Barat. Beras zakat tersebut selanjutnya disalurkan kepada yang berhak menerima di Bogor, Cirebon, dan Kota Madya Bandung.

Jumat, 1 Oktober 1976

Presiden Soeharto bertindak sebagai Inspektur Upacara pada acara Peringatan Hari kesaktian Pancasila  yang berlangsung di Lubang Buaya Jakarta Timur, mulai pukul 08.00 pagi ini. Selain Presiden Soeharto, hadir pula dalam acara khidmat memperingati kegagalan usaha G-30-S/PKI untuk merebut kekuasaan negara dan mengganti Pancasila dengan komunisme adalah Wakil Presiden Hamengkubuwono IX, Ibu Soeharto, dan para menteri serta pejabat tinggi negara lainnya. Sesuai acara-acara peringatan, Presiden dan Ibu Soeharto beserta pejabat undangan lainnya meninjau Monumen Pancasila Sakti dan Kompleks Lubang Buaya tempat para Pahlawan Revolusi mengalami siksaan PKI sebelas tahun yang lampau.

Presiden Soeharto hari ini menyetujui dilaksanakannya pembangunan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Pupitek) di Tangerang. Persetujuan Kepala Negara ini tercantum di dalam Keputusan Presiden No. 43 tahun 1976 yang dikeluarkan pada dan berlaku mulai hari ini.

Sabtu, 1 Oktober 1977

Pagi ini telah diperingati hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta, dimana Presiden Soeharto bertindak sebagai Inspektur Upacara. Dalam upacara itu telah dibacakan Naskah Pancasila oleh Ketua MPR Idham Chalik, dan Pembukaan UUD 1945 oleh Menteri P&K Sjarif Thajeb. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan dan penandatanganan ikrar oleh ketua DPR yang di Wakili oleh H Moh Sudjono. Setelah upacara resmi selesai, Presdien Soeharto beserta undangan lainnya meninjau sumur yang 12 tahun lalu di jadikan tempat jenazah para pahlawan revolusi setelah disiksa dengan sangat kejam.

Presiden Soeharto menyatakan harapannya agar MPR dan DPR benar-benar menjadi lembaga yang mampu menampung dan menyaring suara hati nurani rakyat. Dengan demikian, segala aspirasi rakyat, segala keinginan dan harapannya, mungkin juga kekecewaan dan kegelisahannya, dapat ditampung dan di salurkan secara demokratis dan konstitusional dalam lembaga-lembaga tersebut. Demikian dikatakan presiden soeharto dalam upacara pengambilan sumpah / janji anggota DPR / MPR di jakarta hari ini

Presiden soeharto menunjuk mentri P&K Sjarief thajetb sebagai Mentri Luar Negeri a. i. , dan Mantri / Sekertaris Negara Sudarmono sebagai Mentri Penerangan a.i. penunjukan yang mulai berlaku hari ini dilakukan sehubungan dengan telah resminya Adam malik dan Mashuri SH. Di angkat sebagai anggota DPR / MPR . hal ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, yang menyatakan bahwa jabatan sebagai anggota DPR tidak dapat di rangkap dengan jabatan sebagai mentri .

Minggu, 1 Oktober 1978

Dalam rangka peringatan Hari Kesaktian Pancasila, hari ini di Istana Bogor, Presiden Soeharto menghadiri pembukaan penataran Calon Penatar Pegawai Republik Indonesia. Penataran yang di ikuti oleh 100 orang calon penatar bagi penataran tingkat nasional merupakan langkah pertama yang di ambil pemerintah dalam rangka pelaksanaan penataran P4. Dengan penataran ini diharapkan adanya sumbangan pikiran, sehingga nanti akan di peroleh bahan penataran yang baku bagi seluruh lapisan penataran.

Dalam amanatnya, presiden berbicara secara panjang lebar mengenai makna dan peranan pancasila bagi bangsa Indonesia. Dikatakannya, pancasila adalah sumber dari segala gagasan kita mengenai wujud masyarakat yang kita anggap baik, yang menjamin kesentosaan kita semua, yang mampu memberi kesejahteraan lahir batin bagi kita semua.

Ditegaskannya bahwa Pancasila-lah yang menjiwai UUD 1945. Karena itu UUD 1945 tidak akan kita pahami atau mungkin kita laksanakan secara keliru, jika kita tidak memahami pancasila. Selanjutnya apa yang diamanatkan oleh pancasila dan apa yang ditunjukkan oleh UUD 1945 harus tercermin dalam GBHN, yang merupakan strategi pembangunan kita dalam setiap tahap. Karena itu untuk dapat melaksanakan GBHN sesuai dengan cita-cita kemerdekaan, maka kita semua harus memahami dan mengahayati pancasila dan UUD 1945 itu sendiri. Oleh sebab itu, penataran yang meliputi Pancasila, UUD 1945, dan GBHN dianggapnya mutlak bagi Pegawai Republik Indonesia.

Selanjutnya kepala negara mengatakan bahwa penataran ini merupakan sebuah gerakan untuk memahami kembali, meresapi, menghayati dan mengamalkan gagasan-gagasan kita mengenai masyarakat yang kita cita-citakan. Karena itu penataran ini nanti tidak hanya terbatas pegawai republik indonesia saja, melainkan juga untuk seluruh lapisan masyarakat.

Senin, 1 Oktober 1979

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila pagi ini berlangsung dilapangan Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Upacara yang dipimpin oleh Presiden Soeharto itu berjalan dengan khidmat mulai pada pukul 08:00. Hadir dalam upacara ini anatara ini ibu soeharto, wakil presiden dan ibu adam malik, dan para mantri kabinet pembangunan III

Sebagaimana yang telah ditradisikan oleh Presiden Soeharto, setelah rangkaian upacara resmi selesai, kepala negara beserta hadirin lainnya menuju sumur Lubang Buaya dan Monumen Pancasila Sakti . sebelum meninggalkan lokasi, presiden juga meninjau kompleks lubang buaya yang pernah menjadi saksi dari pada kekejaman yang dilakukan PKI terhadap para pahlawan revolusi.

Bertempat di istana negara, Presiden Soeharto pagi ini menerima kontingen Indonesia untuk Sea Games X yang baru berlangsung di Jakarta. Dalam Sea Games itu, kontingen Indonesia berhasil keluar sebagai juara umum dengan mengantongi sembilan puluh dua medali emas, tujuh puluh delapan perak, dan lima puluh satu perunggu. 

Pada kesempatan itu, kepala negara menyatakan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas prestasi yang dicapai kontingen indonesia dikatakannya bahwa prestasi yang telah dicapai itu merupakan gambaran dari keadaan kehidupan sosial bangsa indonesia. Presiden yakin bahwa prestasi itu tidak akan dapat di raih bila mana keadaan fisik dan fisikologi bangsa Indonesia lemah. 

Wakil Mentri Luar Negri Inggris, Peter Blaker, diterima Presiden Soeharto di Istana Merdeka siang ini. Dalam pertemuan itu telah dibahas situasi Asia Tenggara dan masalah kerjasama diantara negara-negara ASEAN.

Rabu, 1 Oktober 1980

Hari Kesaktian Pancasila kembali diperingati pagi ini dalam suatu upacara khidmat di Lubang Buaya, Pasar Rebo, Jakarta Timur, dengan Inspektur Upacara Presiden soeharto. Hadir pada peringatan tersebut, Ibu Tien Soeharto, Wakil Presiden dan Ibu Adam Malik, para Menteri kabinet Pembangunan III, para anggota Korps Diplomatik dan pejabat-pejabat lainnya. Juga hadir dalam upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila ini, janda para pahlawan revolusi.

Selesai rangkaian acara resmi, Presiden dengan didampingi oleh Ibu Tien soeharto meninjau kompleks Monumen Pancasila Sakti. Disini, selain menjenguk kedalam sumur tua, tempat para pahlawan revolusi dikuburkan oleh PKI setelah terlebih dahulu dianiaya secara sadis, Presiden dan Ibu Tien Soeharto juga memperhatikan patung para pahlawan revolusi tersebut. Hari Peringatan Kesaktian Pancasila tahun 1980 ini bertemakan “Nilai-nilai Kesaktian Pancasila merupakan sumber pengembangan nilai-nilai budaya yang merupakan identitas bangsa Indonesia”.

Kamis, 1 Oktober 1981

Presiden dan Ibu Soeharto pagi ini menghadiri upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Dalam upacara yang berlangsung di Lubang Buaya, Jakarta Timur, itu Presiden Soeharto bertindak sebagai inspektur upacara. Dalam rangkaian upacara peringatan hari kesaktian pancasila kali ini, kepala negara meresmikan musium diorama peristiwa Lubang Buaya. Museum ini merupakan realisasi insrtuksi yang di berikan kepala negara pada acara Hari Kesaktian Pancasila tahun 1976. Diorama ini dibangun dengan dana bantuan presiden sebesar Rp. 42 juta .

Jum’at, 1 Oktober 1982 

Presiden dan Ibu Soeharto pagi ini menghadiri upacara pengambilan sumpah / janji para anggota MPR / DPR di gedung MPR / DPR Senayan, Jakatra. Dalam amanatnya, presiden antara lain telah mengungkapkan beberapa pedoman pokok yang digunakannya di dalam merancang GBHN yag di ajukannya. Pertama, kita memandang pembangunan bangsa kita dalam arti yang seluas luasnya, sebagai langkah nyata untuk makin mendekati cita-cita kemerdekaan. Ini berarti kita memandang pembangunan sebagai pengamalan pancasila baik di bidang politik, sosial, budaya dan pertahan dan keamanan. Dengan sikap dasar ini kita meletakkan pembangunan bangsa itu pada kerangka sejara yang ada kesinambungannya dengan cita-cita kemerdekaan.

Kedua, kita memandang tahap pembangunan lima tahun mendatang sebagai kesinambungan, peningkatan dan perluasan dari segala hasil positif yang dapat kita capai hingga sekarang, dengan sekaligus mengadakan koreksi dan penyempurnaan yang diperlukan. Ini berarti yang telah baik kita lanjutkan dan kita mantapkan, sedang yang belum baik akan kita perbaiki.

Ketiga, pembangunan kita pandang sebagai perjuangan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan, yang kita jalankan secara sistematis dan berencana, secara realistis dan benar-benar di dukung oleh kekuatan nyata bangsa kita. Ini berarti dalam menyusun GBHN yang akan datang kita perlu memperhatikan hasil-hasil yang telah kita capai sampai sekarang ini, dengan menggali segala potensi yang dapat kita kembangkan secara maksimal secara mendatang

Keempat, dengan pedoman-pedoman tersebut, tahap pembangunan yang akan datang memperhatikan aspirasi-aspirasi dan keinginan rakyat. Dalam hal ini maka pengalaman ini, kritik, keluhan dan harapan-harapan selama pemilihan umum yang lalu mendapat perhatian dan di salurkan secara positif, kreatif dan realistis dalam menyusun rancangan GBHN ini .

Pada kesempatan ini Kepala Negara mengemukakan dua masalah politik dalam rangka pemantapan stabilitas politik . pertama, penegasan bahwa semua kekuatan sosial politik menggunakan pancasila sebagai satu-satunya asas politik . dalam hal ini presiden mengatakan bahwa pancasila sebagai satu-satunya asas politik tidak berarti demokrasi kita menjadi layu, atau perbedaan pendapat harus mati . sebaliknya, dalam alam demokrasi pancasila, semua kekuatan sosial politik mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk menawarkan program-program yang terbaik bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat dalam rangka melaksanakan pembangunan masyarakat Pancasila.

Kedua, masalah pengangkatan anggota ABRI sepertiga jumlah anggota MPR yang di dasarkan pada konsensus nasional. Dikatakan oleh presiden bahwa dalam rangka menumbuhkan kehidupan demokrasi dan berhubung adanya keinginan untuk meniadakan ketentuan pengangkatan sepertiga jumlah anggota MPR, maka perlu di temukan jalan konstitusional yang lain, agar Pasal 37 UUD 1945 itu tidak mudah digunakan untuk mengubah UUD 1945 menurut presiden soeharto hal itu dapat dilakukan apabila MPR menetapkan perlu adanya referendum untuk meminta pendapat rakyat, apakah rakya setuju atau tidak setuju apabila MPR berkehendak mengubah UUD dengan menggunakan Pasal 37, dengan adanya cara ini maka ketentuan undang-undang mengenai pengangkatan sepertiga jumlah anggota MPR dapat di ubah . demikian presiden .

Sabtu, 1 Oktober 1983

Pagi ini Presiden Soeharto bertindak sebagai inspektur upacara pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang berlangsung di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakatra Timur. Selesai upacara, Presiden dan Ibu Soeharto yang didampingi oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, Nugroho Notosusanto, Wakil Presiden Umar Wirahadikusuma beserta ibu dan para undangan lainnya meninjau Cungkup dan keseluruhan kompleks Monumen Pancasila Sakti .

Rabu, 1 Oktober 1986

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila berlangsung di kompleks Monumen Lubang Buaya, Jakarta Timur, dalam dalam suasana yang khidmat, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, dalam peringatan hari ini Presiden Soeharto bertindak sebagai inspektur upacara. Upacara peringatan berlangsung singkat, lebih kurang 20 menit, tetapi mencekam dan mampu mengenalkan para hadirin keperistiwa pembantaian yang dilakukan PKI terhadap para Pahlawan Revolusi di tempat itu 21 tahun yang lampau .
  
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila dihadiri antara lain oleh ibu Tien Soeharto, Wakil Presiden dan Ibu Umar Wirahadikusuma, pemimpinan lembaga tertinggi dan tinggi negara, serta para mentri . diantara para perwira-perwira tinggi ABRI yang mengikuti acara itu tampak panglima ABRI, para kepala staf angkatan dan Kapolri. Selain itu hadir pula sejumlah Anggota Korp diplomatik dan para janda pahlawan revolusi.

Kamis, 1 Oktober 1987

Hari Kesaktian Pancasila diperingati dalam suatu upacara yang di pimpin oleh presiden soeharto di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, pagi ini . acara tersebut berlangsung dengan khidmat dan mengingatkan sejenak hadirin akan kekejaman yang dilakukan PKI di tempat itu dan tempat-tempat lain di seluruh Indonesia, sebagai mana tradisi yang berlangsung selama ini, upacara hari kesaktian pancasila pagi ini diisi dengan pembacaan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, yang masing-masingnya dibacakan oleh Ketua DPR/MPR Amir Macmud dan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan.

Setelah upacara resmi selesai, Presiden dan Ibu Soeharto, bersama hadirin lainnya, meninjau sumur tua tempat jenazah para Pahlawan Revolusi dibuang oleh orang-orang komunis 22 tahun lalu. Peninjauan juga dilakukan di rumah dimana para Pahlawan Revolusi disekap dan disiksa, sebelum di masukkan ke sumur tua  itu.

Pukul 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto menghadiri acara pengambilan sumpah/janji para Anggota DPR dan MPR,  bahan-bahan mengenai GBHN yang dipersiapkan oleh Tim sembilan .

Dalam amanatnya, Presiden telah menjeskan mengenai latarbelakang pemikiran dan pokok-pokok isi dari bahan-bahan mengenai GBHN tersebut. Dikatakannya bahwa dalam menyiapkan bahan-bahan GBHN itu, ia menggunakan lima pedoman. Pedoman pertama adalah bahwa GBHN yang akan datang itu harus tetap merupakan usaha kita dalam menempuh jalan panjang menuju terwujudnya cita-cita nasional, yaitu masyarakat yang adil dan makmur brdasarkan pancasila.

Pedoman kedua, GBHN 1988 harus merupakan kelanjutan, peningkatan, perluasan dan pembaruan dari segala hasil pembangunan yang telah kita capai hingga sekarang. Pedoman ketiga adalah bahwa kurun waktu Repelita  V nanti merupakan penutup dan pembangunan jangka panjang 25 tahun yang pertama, yang telah menjadi kesepakatan nasional selama ini.

Pedoman keempat adalah sikap realistik yang dipadukan dengan idealisme. Sikap inilah yang merupakan salah satu kunci keberhasilan kita dalam mencapai kemajuan pembangunan di berbagai bidang sejak Repelita I hingga sekarang, Pedoman kelima adalah segala faktor dan perkembangan regional dan internasional yang akan datang, yang mau tidak mau akan mempengaruhi keadaan bangsa dan negara kita. 

Sabtu,  1 Oktober 1988

Pukul 08:00 pagi ini Presiden Soeharto bertindak sebagai Inspektur upacara pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti. Tampak hadir dalam upacara ini Ibu Tien Soeharto, Wakil Presiden dan Ibu Sudharmono, menteri-menteri Kabinet Pembangunan V , para pejabat lembaga tertinggi dan para tinggi negara, korp diplomatik dan keluarga para pahlawan revolusi

Di dalam acara tersebut, setelah pengheningan cipta yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, dilakukan pembacaan pancasia dan pembukaan UUD 1945, yang masing-masingnya dilakukan oleh ketua MPR/DPR kharis suhud dan menteri pendidikan dan kebudayaan Fuad Hassan. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ikrar oleh Ketua DPR Sukardi, dan pembacaan do’a oleh Menteri Agama Minawir Sjadzali

Pada jam 15.30 sore ini Presiden dan ibu Soeharto menyambut kedatangan Kanselir Jerman Barat dan Nyonya Helmut Kohl dalam suatu upacara kebesaran militer di halaman Istana Merdeka. Setelah itu Kanselir Kohl dan Nyonya mengadakan kunjungan kehormatan kepada Persiden dan Ibu Soeharto.
Kanselir Kohl dan rombongan, yang antara lain terdiri atas 15 pengusaha terkemuka, tiba di Indonesia kemarin pagi dalam rangka kunjungan resmi selama empat hari. Setiba di bandar udara Halim Perdanakusuma, Kanselir dan Nyonya Kohl langsung menuju ke Bandung untuk meninjau IPTN. Dari bandung, pada siang harinya, mereka melanjutkan ke yogyakarta untuk melihat Kraton Sultan serta Candi Brobudur dan Candi Prambanan.

Malam ini, bertempat di Istana Negara, Presiden dan Ibu Soeharto menyelanggarakan jamuan makan kenegaraan untuk menghormati kunjungan Kanselir dan Nyonya Kohl. Dalam pidato selamat datangnya, Presiden Soeharto menilai kunjungan ini mempunyai arti untuk memperketat kerjasama anta dua negara, dan akan memperdalam makna persahabatan yang terjalin atas saling percaya mempercayai dan saling pengertian yang mendalam. Presiden juga meyatakan penghargaanya atas sikap positif usaha-usaha pembangunan Indonesia. Pada kesempatan itu pula kepala Negara menawarkan kemanfaatan yang timbal balik kepada pengusaha-pengusaha Jerman yang menanamkan Modal disini, yang beberapa diantaranya juga hadir dalam jamuan makan malam tersebut.
Dalam pidato balasannya, Kanselir Helmut Kohl antara lain mengatakan bahwa negerinya akan tetap memperjuangkan keterbukaan oasar internasional baik di masyarakat Eropa maupun di seluruh dunia. Harapan ini di dasarinya karna Jerman Barat merupakan mitra dagang indonesia yang terpenting di eropa dan ia menhgarapkan bahwa hal ini akan dapat berlangsung seterusnya.

Selasa, 1 Oktober 1991

Pemerintah menetapkan besarnya ONH untuk tahun 1992 adalah sebesar Rp.6.475.000,- sebagaimana biasanya, ONH tersebut sudah meliputi uang bekal untuk kembali ke daerah masing-masing jamaah sebesar Rp.25.000,- Demikian ditetapkan di dalam keputusan Presiden No. 44/1991 tanggal 26 september 1991, sebagaimana yang di umumkan oleh menteri Agama Munawir Sjadzali hari ini. Dibandingakan dengan ONH tahun 1991 yang sebesar Rp.6.000.000,- itu, maka ONH tahun depan mengalami 7,92%.

Kamis, 1 Oktober 1992 

Presiden dan Ibu Soeharto menghadiri upacara Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya. Hadir pula dalam acara ini Wakil Presiden dan Ibu EN Sudharmono, para Menteri Kabinet Pembangunan. Ketua BPK M Yusuf, Ketua DPA M Panggabean, Ketua MA purwoto Gandasubrata, Pangab Jendral Try Suharto, kepala perwakilan negara-negara sahabat keluarga para pahlawan Revolusi. Pada kesempatan ini Kepala Negara juga meninjau Musium penghianatan PKI yang menggambarkan usaha PKI untuk menggulingkan pemerintah yang sah serta usaha ABRI bersama rakyat untuk menumpas PKI.

Presiden dan Ibu Soeharto pagi ini menghadiri pelantikan dan pengambilan sumpah para anggota MPR dan DPR yang berlangsung di Gedung MPR/DPR Sebayan, jakarta.

Tampak hadir pula para dalam acara ini Wakil Presiden dan Ibu Sudharmono, para Menteri Kabinet Pembangunan. Dan pejabat-pejabat tinggi negara lainnya. Dalam pidatonya Kepala Negara mengaharapkan para anggota MPR masa bakti 1993-1997 bisa menyusun petunjuk pembangunan serta rambu-rambu peringatan yang tidak terlalu sempit ataupun longgar dalam GBHN mengenai hal-hal yang perlu dihindari dan di waspadai. 

Dikemukakan pula, GBHN 1993 nanti harus realistis agar benar-benar dapat kita laksanakan, serta dalam merancangnya harus selalu didasari pada alternatif, urusan prioritas serta pilihan yang konsisten. Penetapan GBHN merupakan wewenang penuh MPR yang merupakan penjelmaan seluruh rakyat. Oleh karna itu MPR dan DPR harus menjadi lembaga yang mampu menampung dan menyaring aspirasi. Sehingga segala keinginan dan harapan rakyat serta kekecewaan dan kegelisahan dapat disalurkan secara demokratis dalam lembaga ini. 

Kepala Negara dalam pidatonya juga menyinggung mengenai PJPT II. Menurut Presiden. PJPT II. Haruslah mengarah kepada terwujudnya ketahanan nasional yang makin tinggi. Ketahanan nasional itu harus terwujud dalam bidang politik , ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan . akhirnya Kepala negara menyampaikan harapannya kepada masyarakat agar membantu terciptanya suasana yang penuh persaudaraan dan ketahanan , sehingga para anggota majelis bisa bersidang dengan tenang.        

Sumber : Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1 - 6