PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 18 Oktober 1965 - 18 Oktober 1990

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Kamis, 18 Oktober 1965

Presiden Soekarno malam ini memimpin sidang KOTI terbatas di war room KOTI, untuk mendengar laporan- laporan situasi terakhir dalam dan luar negeri. Dalam sidang ini Presiden menginstruksikan agar konfortasi berjalan terus dan mengharapkan semua bertindak bijaksana, dan kekompakan bangsa Indonesia tetap terpelihara.


 Jum'at 18 Oktober 1968
 
Presiden Soeharto menghadiahkan 10 buah gong kepada suku daya Kalimantan Barat sebagai terimakasih pemerintah atas jasa-jasa mereka dalam penumpasan grombolan PGRS dan Paraku. Sementara itu, Presiden juga menghadiahkan satu ton bibit unggul jenis PB 5 dan PB 8, kepada pemerintah daerah Kalimantan Barat. hari ini juga Presiden bertolak menuju Kalimantan Tengah.

Dalam amanat tertulisnya pada munas Ikhai ke-5 Yogyakarta, Presiden Soeharto mengatakan bahwa pemerintah sangat berkepentingan akan tegaknya hukum demi suksesnya program-program kabinet. oleh sebab itu, menurut presiden, terciptanya tertib hukum merupakan salah satu sasaran pemerintah yang harus dicapai dan dipupuk terus menerus. kepada para hakim, sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman, presiden soeharto mengingatkan agar selalu memperhatikan dan mengikuti perkembangan masyarakat. hakim harus pula mengetahui pola-pola kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah agar supaya dalam melaksanakan tugasnya dapat mengambil keputusan yang setepat-tepatnya, adil dan benar, demikian Jenderal Soeharto.



Sabtu, 18 Oktober 1969

Presiden Soeharto siang ini telah mengadakan pembicaraan dengan Panglima Kodam se-Jawa, serta Pangkostrad dan Komandan RPKAD di Istana Merdeka. tidak diketahui apa yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut.


Jum'at, 18 Oktober 1974

Menteri Urusan Koordinasi Portugis, Dr. Almeida Santos, hari ini menemui Presiden Soeharto di Cendana. dalam pertemuan itu telah dibicarakan masalah pelaksanaan  proses dekolonisasi di Timor Portugis. kepada Santos telah di tegaskan oleh Presiden bahwa Indonesia tidak mempunyai niat untuk menjajah atau memperlebar wilayahnya. Namun demikian,tidak dikesampingkan kemungkinan bergabungnya Timor Portugis dengan Indonesia, sebagai suatu bentuk atau kemungkinan penentuan nasib sendiri bagi wilayah itu. demikian Presiden Soeharto.


Selasa, 18 Oktober 1977

Dengan menumpang helikopter, hari ini Presiden Soehato beserta rombongan mengunjungi perkebunan kapas dan peternakan sapi yang terletak di Daerah Sakha, Provinsi Kafr el Seikh, kira-kira 120 kilometer di Utara Kairo. di Kota tersebut, rombongan disambut oleh Gubernur dan pejabat setempat. di kiri dan kanan jalan yang dilalui oleh Presiden Soeharto dan rombongan ribuan rakyat menyambut Kepala Negara Indonesia sambil menyerukan "Allahu Akbar" dan "Hidup Presiden Soeharto", "Hidup Presiden Sadat". Bendera Merah Putih dan Bendera Mesir tampak menghiasi seluruh kota itu.

Sore ini Presiden dan Ibu Soeharto beserta rombongan meninggalkan Mesir untuk menuju tanah air. di lapangan udara internasional Kairo, Presiden dan Ibu Soeharto dilepas oleh Presiden dan Nyonya Anwar Sadat, dalam suatu upacara kebesaran militer. dalam perjalanan pulang ini, Presiden Soeharto mengadakan pertemuan singkat dengan Raja Husein di Aman, ibukota Jordania.


Rabu, 18 Oktober 1978

Sidang kabinet terbatas bidang Kesra berlangsung pagi ini di Bina Graha dibawah pimpinan Presiden Soeharto. sidang yang berlansung selama lebih kurang tiga jam itu antara lain telah membahas masalah pengungsi, baik pengungsi Vietnam maupun Timor Timur. menyangkut masalah pengungsi Vietnam yang berada di Indonesia, sidang memutuskan untuk menyerahkan penanganannya sepenuhnya kepada PBB. sedangkan mengenai pengungsi Timor Timur yang dibicarakan adalah masalah pemulangan kembali warga Timor Timur yang kini berada di Australia. peyelesaian masalah ini akan dibicarakan lebih jauh oleh Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumatmadja yang di dalam waktu dekat ini akan mengunjungi Australia.

Diantara masalah-masalah lain yang mendapat perhatian sidang kabinet kali ini adalah masalah SK Menteri Agama  No. 70 dan No. 77 tahun 1978. dalam hal ini, Menteri Agama, Alamsyah Ratu Perwiranegara telah melaporkan bahwa kehebohan yang timbul sehubungan dengan kedua SK itu sudah dapat diatasi sepenuhnya. sidang menegaskan bahwa Pemerintah pada prinsipnya tetap berpegang pada keputusan Menteri Agama itu.

Demikian disampaikan oleh Menteri Penerangan, Ali Murtopo, seusai sidang kabinet hari ini.


Sabtu, 18 Oktober 1980

Pagi ini di halaman depan Bina Graha, Presiden Soeharto mencoba mengendarai mobil Volkswagen yang menggunakan alkohol sebagai bahan bakarnya. mobil dengan bahan bakar ethanol itu disumbangkan oleh Pemerintah Brazil untuk Pemerintah Indonesia itu, melalui Menteri Negara Riset dan Teknologi, BJ Habibie. ikut menyaksikan uji coba itu adalah Duta Besar Jerman Barat dan Duta Besar Brazil, sementara Menteri Habibie dan Sesdalopbang Solichin GP berada didalam mobil tersebut.

Kepada Presiden, Habibie juga memperkenalkan mesin pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar methanol. bahan bakar methanol dapat dihasilkan dari batubara, gas alam dan ubi kayu serta ubi jalar. oleh karena bahan bakunya banyak terdapat di Indonesia, maka methanol akan diproduksi di sini.


Senin, 18 Oktober 1982

Pagi ini Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan dengan Presiden Chun Doo-Hwan di Istana Chong Wa Dae, Seoul.pembicaraan antara kedua  Presiden ini berlangsung selama satu jam, dan selanjutnya keduanya bergabung kedalam perundingan yang tengah berlangsung, di ruangan lain kepresidenan, antara para pejabat tinggi pemerintah kedua negara.

Dalam pembicaraan tersebut dicapai kesepakatan untuk memperluas kerjasama bilateraljangka panjang dalam bidang sumber daya alam dan teknik. disepakati pula untuk menggalakkan perdagangan yang saling menguntungkan kedua negara. Presiden Soeharto dan Presiden Chun Doo-Hwan juga bertukar pandangan mengenai perkembangan di kawasan Asia Timur Laut dan Asia Tenggara.

Untuk menghormati kunjungan kenegaraan Presiden dan Ibu Soeharto, malam ini Presiden dan Nyonya Chun Doo-Hwan mengadakan jamuan makan malam di istana kepresidenan. dalam pidatonya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa ia mengikuti dengan penuh perhatian pengalaman serta hasil rakyat Korea dalam melaksanakan Saemaul Undong (Gerakan Pedesaan Baru) yang telah mengangkat taraf hidup rakyat banyak. menurut Presiden, usaha-usaha ini mengingatkannya akan usaha-usaha pembangunan di Indonesia yang juga mencurahkan perhatian yang besar kepada pembangunan pertanian dan pedesaan, yang akan menjadi dasar bagi gerak pembangunan selanjutnya.

Selanjutnya dikatakan Presiden Soeharto bahwa gagasan Presiden Chun untuk menciptakan Pokji Kukka, yaitu suatu negara yang mendambakan kesejahteraan sosial, bergerak kearah yang sama dengan cita-cita pembangunan Indonesia, yakni terwujudnya masyarakat maju, sejahtera dan berkeadilan sosial berdasarkan kepribadian indonesian sendiri. dikatakannya pula bahwa jika Indonesia sedang bergerak kearah pembangunan industri, maka kemajuan-kemajuan industri korea merupakan sumber pengalaman yang berharga bagi indonesia.


Selasa, 18 Oktober 1983

Jam 09.00 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima sembilan orang anggota DPP Golkar. kepada para pimpinan DPP Golkar yang dipimpin oleh Ketua Umum Amir Murtono SH itu, Kepala Negara mengharapkan agar kepemimpinan Golkar yang akan datang tetap mempertahankan sistem kepemimpinan kolektif seperti yang ada sekarang ini.

DPP Golkar menghadap Presiden dalam rangka melaporkan tentang pesiapan Munas Golkar yang akan berlangsung di Jakarta mulai tanggal 20 Oktober lusa. Tampak hadir bersama Amir murtono antara lain adalah Soekardi (Ketua DPP), AE Manihuruk (Wakil Ketua DPP)dan Nani Sudarsono (Wakil Ketua). Sejumlah 51 orang adimistrator pabrik gula dari pulau Jawa diterima Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha. Dalam pertemuan tersebut, Kepala Negara menginstruksikan agar pengadaan bibit tebu pada waktu-waktu yang akan datang dikelola pabrik gula sendiri. Nanti apabila telah ada lembaga-lembaga yang sudah mampu mengelola pembibitan secara baik, barulah pengadaan bibit itu diberikan kepada mereka. Instruksi ini diberikan Presiden mengingat tingkat produksi per hektar sekarang ini terus menerus menurun. Menurut Presiden hal ini karena bibit yang ditanam selama ini kurang baik.

Kepada para adimistrator pabrik-pabrik gula itu, Presiden mengemukakan pendapatnya bahwa masa giling yang sekitar enam bulan setiap tahunya terlalu lama. Oleh karena itu ia meminta supaya masa giling dapat dipersingkat menjadi empat bulan saja. Selanjutnya Presiden meminta agar mereka juga ikut memikirkan bagaimana mengenai kenyataan adanya enam juta petani tebu yang hanya memiliki tanah seperempat sampai setengan hektar, sehingga penghasilan mereka dapat ditingkatkan.


Rabu, 18 Oktober 1989
 
Presiden dan ibu Soeharto menghadiri acara pembukaan PON XII yang berlangsung dalam suasana semarak dan dibanjiri oleh lebih kurang seratus ribu penonton distadion Utama Senayan, Jakarta, sore ini. Tepat jam 15.50, Kepala Negara membuka pekan olahraga terbesar itu dengan mengucapkan " Bismillahirrahmanirrahim". Acara ditandai dengan ribuan balon warna warni yang dilepas memenuhi stadion, dan diramaikan pula oleh ratusan burung merpati yang dilepas secara bersamaan.

Kamis, 18 Oktober 1990

Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto melantik pimpinan anggota badan Pretimbangan Telekomunikasi. Badan ini merupakan forum kordinasi dan bertugas untuk memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah dalam rangka perumusan kebijaksanaan dan penyelesaian permasalahan yang sifatnya strategis di bidang telekomunikasi. Kecuali beranggotakan penjabat-penjabat yang tugasnya erat berkaitan dengan masalah Telekomunikasi, badan ini juga beranggotakan para pakar dari berbagai ilmu.

Dalam amanatnya, Presiden mengharapkan agar pertimbangan-pertimbangan mengenai kebijaksanaan penyelenggara telekomunikasi yang dianjurkan oleh badan ini, benar-benar mencangkup segi-segi yang luas dan mendasar ; seperti dukungan persatuan dan kesatuan bangsa, pertumbuhan ekonomi, kelancaran kegiatan pemerintah, peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, serta peningkatan kelancaran hubungan telekomunikasi Internasional. Dikatakanya bahwa kebijaksanaan-kebijaksanaan juga harus dapat mengikuti pesatnya perkembangan dibidang telekomunikasi, sehingga penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia tidak sampai ketinggalan zaman.

Diingatkan oleh Kepala Negara bahwa dalam dunia yang bergerak sangat dinamis sekarang ini, ketinggalan acapkali harus dibayar sangat mahal dikemudian hari. Namun tekad kita mengejar ketinggalan itu juga harus tetap realistis. Artinya, demikian Presiden , harus kita sesuaikan dengan kemampuan kita saat ini.


Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Oval Andrianto