PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 4 September 1966 - 4 September 1991

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Minggu, 4 September 1966
Ketua Presidium  Kabinet Ampera/Menutama Hamkam, Jenderal Soeharto, mengatakan bahwa Orde Baru dalam banyak hal hanyalah meluruskan kesalahan-kesalahan yang  diperbuat Orde Lama, sebab sendi-sendi Orde Baru secara konsepsional masih tetap sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Dikatakan pula bahwa demi stabilitas, Orde Baru perlu mengadakan penertiban suasana Orde Lama secara berangsur-angsur. Demikian antara lain penegasan Jenderal Soeharto dalam sambutannya dalam Kongres I Gerakan Karyawan Maritim di Wisma Bahtera, PN, Pelni, Jakarta.

Senin, 4 September 1967
Ketua Presidium Kabinet Ampera, Jenderal Soeharto, menginstruksikan kepada para menutama, menteri-menteri, kecuali para menteri Panglima ABRI, untuk mengadakan penertiban pakaian dinas/seragam yang digunakan dilingkungan masing-masing. Diinstruksikan juga agar tidak menggunakan warna hijau lapangan, sebab telah ditetapkan sebagai pakaian ABRI. Kebijaksanaan ini tercantum dalam Instruksi Presidium Kabinet No. 53/U/IN/9/1967 yang berlaku mulai hari ini.

Rabu, 4 September 1968
Presiden Soeharto beserta rombongan siang ini tiba kembali di ibukota dari kunjungan kerja di Sumatera. Kunjungan kerja tersebut bermula sejak tanggal 26 Agustus. Setiba kembali di ibukota, Presiden langsung memberikan keterangan pers mengenai kunjungannya di empat provinsi di Sumatera bahagian Utara. Menurut Presiden, selain meninjau keadaan pembangunan di keempat daerah tersebut, ia juga mengadakan briefing dengan para gubernur dan pejabat-pejabat daerah lainnya, serta dengan masyarakat pada umumnya. Dalam briefing tersebut Presiden Soeharto membahas empat masalah pokok dalam masa pembangunan ini, yaitu stabilisasi politik, stabilisasi ekonomi, persiapan-persiapan Repelita I, dan peranan daerah dalam pembangunan nasional.
Khususnya mengenai masalah pembangunan daerah yang senantiasa merupakan pembahasan penting di daerah-daerah selama ini, Presiden mengatakan bahwa ia selalu menjelaskan masalah ini dalam setiap perjumpaan dengan masyarakat di daerah-daerah yang dikunjunginnya. Presiden Soeharto merasakan ini sebagai hal yang penting sekali sehingga perlu menjelaskan kepada masyarakat di daerah-daerah bagaimana hubungan antara pembangunan nasional dan pembangunan daerah. Menurutnya, pembangunan nasional dan pembangunan daerah bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan. Kita harus meletakkan persoalan ini dalam rangkaian kesatuan nasional. Dalam hubungan ini pemerintah memperhitungkan potensi dan kepentingan-kepentingan daerah, sehingga pembangunan nasional dan pembangunan daerah dapat saling menunjang.

Jum’at, 4 September 1970
Jam 10.05 waktu setempat Presiden Soeharto beserta rombongan meninggalkan Negeri Belanda menuju Jerman Barat, dilepas oleh Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard serta PM Piet de Jong, dengan suatu upacara militer.
Jam 11.00 waktu Jerman Barat, Presiden Soeharto beserta rombongan tiba di pelabuhan udara Bonn, Cologne. Tampak menyambut Presiden Soeharto di Colagne, Presiden Jerman Barat dan Nyonya Gustav Heinemann, dan Menteri Luar Negeri Walter Scheele. Selesai upacara penyambutan kenegaraan, Presiden dan Ibu Soeharto serta Presiden Nyonya Gustav Heinemann terbang ke Bonn dengan helikopter.
Dalam jamuan makan siang yang diadakan oleh Presiden Heinemann di Villa Hammerschmidt, Presiden Soeharto mengatakan bahwa salah satu tujuan dari kunjungannya adalah untuk belajar dari Jerman Barat yang telah berhasil membangun negerinya dari puing-puing perang dan kini menjadi suatu negara yang makmur. Dikatakan oleh Presiden Soeharto bhwa Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi yang besar itu dapat dimanfaatkan dengan baik.
Membuka jamuan makan siang itu, Presiden Heinemann antara lain menyatakan kesenangan hatinya dapat membantu Indonesia dalam pembangunannya. Ditegaskannya bahwa Jerman Barat berhasrat untuk lebih memperkokoh kerjasama yang sudah erat itu dalam segala lapangan.

Sabtu, 4 September 1971
Selama satu jam, dari pukul 12.00 sampai 13.00 siang ini, Presiden Soeharto berada di Studio TVRI di Senayan, Jakarta, untuk rekaman pidato berkenaan dengan akan diadakannya sensus penduduk. Dalam pidatonya Presiden antara lain menjelaskan tentang kaitan antara sensus penduduk dengan pembangunan. Dijelaskan oleh Presiden, bahwa selain memerlukan modal, keahlian, kecakapan dan kemauan bekerja serta kesediaan memikul beban pembangunan, pembangunan juga memerlukan rencana yang baik. Untuk menyusun rencana pembangunan itu diperlukan keterangan-keterangan yang lengkap dan benar mengenai berbagai bidang, sebab tanpa hal ini maka rencana pembangunan akan keliru; malahan mungkin akan membawa bencana, berupa kegagalan dan kekecewaan. untuk itu diperlukan data yang lengkap mengenai penduduk, jumlahnya, jenis kelaminnya, golongan umur, pekerjaan dan lain sebagainya. Data-data ini akan diperoleh melalui sensus penduduk. Hasil sensus penduduk nanti memang tidak akan terasa langsung bagi perbaikan hidup kita, tetapi hasil sensus itu akan sangat menentukan ketepatan rencana-rencana pembangunan.
Kepada para petugas sensus penduduk, Presiden meminta agar melaksanakan tugas dengan penuh kesungguhan, ketelitian yang tinggi dan menyampaikan hasil-hasil secepat-cepatnya, sesuai dengan rencana, sehingga segera dapat dipergunakan bagi penyusunan rencana-rencana pembangunan selanjutnya.

Selasa, 4 September 1973
Presiden Soeharto membuka Munas Golkar I di Surabaya. Dalam pidato sambutannya Kepala Negara mengatakan bahwa pembinaan kesadaran politik merupakan kesadaran dan tanggungjawab bersama, dan bukan hanya urusan partai politik, Golkar dan pemerintah saja. Pada kesempatan itu pula Presiden Soeharto mengecam “jor-joran monopolis”, mengkotak-kotakkan rakyat , dan menghimpun massa sebanyak-banyaknya hanya untuk kepentingan partai atau pimpinan saja. Seperti yang dipraktekkan pada masa lalu. Juga dikatakan bahwa fanatisme terhadap golongan sendiri tidak akan mampu memantulkan kepentingan seluruh rakyat, dan masalah akan menjadi bahan pemisah komunikasi antara golongan dan masyarakat. Demikian Presiden Soeharto.
Sementara itu, siang ini Presiden telah meresmikan PLTA Karangkates, Jawa Timur. Pada kesempatan itu Presiden mengatakan bahwa perhatian kita untuk memelihara apa yang telah dibangun masih sangat kurang. Dikatakannya bahwa membangun itu tidak hanya berati membuat yang baru, melainkan juga berarti memelihara apa yang sudah dibangun itu. Dan pemeliharaan itu menjadi tanggungjawab bersama, baik instansi pemerintah yang bersangkutan maupun masyarakat luas.

Kamis, 4 September 1975
Selama hampir tiga jam hari ini Presiden Soeharto berbicara dengan PM Lee Kuan Yew. Menurut Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono, dalam pembicaraan itu kedua kepala pemerintahan memusatkan perhatian mereka pada masalah KTT ASEAN. Disepakati bahwa KTT tersebut akan diselenggarakan dalam waktu enam bulan. Selain itu, keduanya menilai bahwa perkembangan ASEAN sejak berdirinya tahun 1967 hingga saat ini cukup memuaskan. Akan tetapi mereka masih memandang perlunya organisasi dan kerjasama ASEAN diman-tapkan lagi pada masa yang akan datang. Pemantapan itu antara laian dapat dicapai dengan penyelenggaraan KTT ASEAN yang memungkinkan peningkatan kerjasama dalam bidang politik, sosial dan ekonomi masing-masing negara, serta ketahanan regional.

Senin, 4 September 1978
Presiden Soeharto pagi ini bersembahyang Idul Fitri bersama-sama masyarakat Ibukota di Masjid Istiqlal. Selain Wakil Presiden dan Ibu Adam Malik tampak pula hadir beberapa menteri, pejabat tinggi, dan korps diplomatik negara-negara Islam. Bertindak sebagai imam pada shalat Ied ini adalah KH Mohtar Nasir dan Khatib adalah KH Syafari Abdullah.
Mulai pukul 10.00 pagi sampai jam 13.00 siang ini, bertempat di Cendana, Presiden dan Ibu Soeharto Indonesia menerima upacara selamat Hari Raya Idul Fitri dari para pejabat Indonesia dan korps diplomatik. Masyarakat umum diberi kesempatan untuk berlebaran dengan Presiden dan Ibu Tien Soeharto malam ini mulai jam 09.00 sampai 21.00.

Selasa, 4 September 1979
Di kediaman Cendana, pagi ini jam 09.00, Presiden Soeharto menerima Duta Besar Amerika Serikat, Edward E Masters. Dalam pertemuan itu Duta Besar Masters memberikan penjelassan kepada Presiden Soeharto mengenai maksud dan tujuan kunjungan Wakil Presiden Walter Mondale ke RRC pada tanggal 25 Agustus yang lalu.
Pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto meresmikan gedung Bepeka yang terletak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Menyambut peresmian gedung ini, Kepala Negara antara lain mengungkapkan kebahagiannya, karena telah lebih dari sepuluh tahun yang terakhir ini undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara selalu dapat ditetapkan sebelum berlangsungnya tahun anggaran yang bersangkutan. Akan tetapi, demikian ditambahkannya, kita tidak akan puas hanya dengan menetapkan undang-undang saja, melainkan juga harus melihat bagaimana Pemerintah menggunakan uang belanja yang telah ditetapkan dalam undang-undang tadi, apakah sepadan dengan yang telah diputuskan. Untuk menilai kesepadanan inilah UUD memberi tugas konstitusional kepada Bepeka.
Selanjutnya, Presiden menyatakan kelegaannya, karena dengan adanya gedung baru ini fasilitass kerja Bepeka pasti bertambah baik. Namun demikian, Kepala Negara mengingatkan bahwa gedung dengan segala fasilitasnya itu hanya merupakan alaat saja. Yang paling menentukan adalah kadar pengabdian mereka kepada masyarakat, kecintaan terhadap tugas dan ketekunan kerja dari orang-orang yang menggunakan gedung dan fasilitass kerja itu.

Selasa, 4 September 1984
Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima rombongan Persahabatan Indonesia Jepang dalam Parlemen Jepang. Rombongan itu dipimpin oleh Ketua lembaga persahabatan, Misaoki Kimei, Masaru Urata, Satoo Oki, dan Shozaburo Jimi. Merekan didampingi Duta Besar Jepang di Indonesia, Toshio Yamazaki. Selama berada di Indonesia Michio Watanabe dan kawan-kawannya akan mengadakan kunjungan kehormatan kepada pemimpin DPR dan sejumlah menteri Kabinet Pembangunan IV. Mereka akan juga mengadakan kunjungan ke Sumatera Utara dan Jawa Timur, yaitu untuk meninjau Proyek Asahan dan Proyek Kali Brantas.
Dalam pertemuan dengan Presiden, Watanabe menyampaikan surat pribadi PM Nakasone. Kepada mereka, Kepala Negara memberikan penjelasan mengenai pembangunan di Indonesia sejak Repelita I sampai sekarang.  Sebaliknya Michio Watanabe memberika informasi tentang keadaan ekonomi Jepang dewasa ini.

Rabu, 4 September 1985
Pagi ini di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima kunjungan bekas Perdana Menteri Jepang, Zenko Suzuki. Pada kesempatan itu, Zenko Suzuki menyampaikan pesan khusus PM Nakasone kepada Presiden Soeharto.
Didalam pembicaraan, kedua pemimpin itu telah membahas berbagai aspek kerjasama antara kedua negara. Fokus pembicaraan adalah mengenai perluasan kerjasama menyangkut pengembangan sumber daya manusia. Dalam hubungan ini Presiden Soeharto menjelaskan tentang keinginan bangsa Indonesia untuk mengatasi masalah tenaga kerja dengan menggarisbawahi perlunya pendidikan keterampilan sumber daya manusia, disamping penerapan teknologi yang tepat.
Pada jam 10.15 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto memimpin kabinet terbatas bidang Ekuin. Sidang hari ini antara lain telah membicarakan dampak-dampak positif daripada Pameran Produksi Indonesia 1985. Sehubungan dengan itu, Presiden menekankan perlunya dilanjutkan kampanye untuk memperkenalkan produk Indonesia kepada para pembeli baru di luar negeri.

Senin, 4 September 1989
Bertempat di Cava Centre, tempat berlangsungnya KTT Non-Blok IX, hari ini Presiden Soeharto mengadakan seangkaina pembicaraan secara terpisah dengan sejumlah Kepala Negara. Dengan pertemuan dengan Presiden Venezuela, Carlos Andres Perez, pemimpin Venezuela itu mengusulkan diselenggarakannya KTT OPEC. Usul ini dapat diterima oleh Presiden Soeharto, tetapi Kepala Negara menghendaki agar persiapannya dilakukan dengan baik.
Kedua Kepala Negara menyatakan sepakat bahwa harga minyak perlu distabilkan demi kepentingan konsumen, produsen dan kepentingan perusahaan-perusahaan yang mengolah minyak bumi itu. Masalah ini juga dikemukakan Presiden Soeharto kepada Emir Kuwait, Jaber Al Ahmad  Al Sabah, dalam pertemuan mereka sore ini. Dalam hubngan ini Emir Kuwait menyatakan dapat memahami pandangan Indonesia tersebut.
Sore ini Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan Presiden Yogaslavia, Janez Drnovsek. Pada kesempatan itu Presiden Drnovsek menyatakan sangat menghargai partisipasi Indonesia dalam KTT karena Indonesia merupakan salah satu negara pendiri Gerakan Non-Blok.

Selasa, 4 September 1990
Pada jam 12.00 siang ini Presiden Soeharto menerima Menteri Luar Negeri Bangladesh, Anisul Islam Mahmud, di Istana Merdeka. Ia datang sebagai utusan khusus Presiden Mohammad Ershad. Sesudah mendampingi Presiden dalam pertemuan itu, Menteri Luar Negeri Ali Alatas mengatakan bahwa Presiden Ershad menyampaikan gagasan tentang perlunya bagi negara-negara Asia tertentuuntuk bersama-sama membahas dan menghadapi masalah di Timur Tengah dewasa ini. Dlam hubungan ini Presiden Soeharto sependapat dengan Presiden Ershad bahwa konflik Timur Tengah jangan sampai pecah menjadi konflik bersenjata. Juga disepakati bahwa masalah-masalah yang ada hendaknya diselesaikan melalui jalan damai, khususnya berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang sudah didukung oleh majoritas dunia.

Rabu, 4 September 1991
Sidang kabinet terbata bidang Ekuin yang dipimpin oleh Presiden Soeharto berlangsung pagi ini di Bina Graha mulai jam 10.00. Sidang hari ini memutuskan untuk membentuk Team Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri yang didasarkan pada Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1991 tanggal 4 September 1991. Team yang diketahui oleh Menko Ekuin Radius Prawiro itu bertugas mengkoordinasikan pengelolaan semua pinjaman komersial luar negeri, yaitu semua pinjaman luar negeri diluar kerangka IGGI dan pinjaman resmi lainnya yang diperlukan oleh pemerintah, BUMN dan swasta.
   
Sumber : Buku Jejajak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun ; Rayvan Lesilolo