PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 11 September 1966 - 11 September 1991

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Minggu, 11 September 1966
KASI Jakarta dan Bandung mengeluarkan pernyataan yang menuntut agar supaya Presiden Soekarno meletakkan jabatan dan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Mahmillub. Tuntutan KASI dikeluarkan berdasarkan hasil-hasil persidangan pengadilan subversif dalam perkara Jusuf Muda Dalam yang menunjukkan keterlibatan Presiden Soekarno dalam kegiatan subversif ekonomi.

Rabu, 11 September 1968
Presiden Soeharto pagi ini memimpin sidang lengkap Kabinet Pembangunan. Kepada anggota-anggota kabinetnya, Presiden telah memberikan penjelasan mengenai kunjungannya ke Sumatera bahagian Utara baru-baru ini. Jenderal Soeharto mengatakan bahwa terlihat adanya kegairahan untuk menyukseskan usaha-usaha pembangunan di daerah-daerah yang dikunjunginya. Dari peninjauannya ia dapat menyimpulkan bahwa provinsi-provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Barat umumnya akan mencapai Swasembada, terutama dalam hal pangan.
Presiden Soeharto memberikan sambutan tertulis pada peringatan ulang tahun ke-22 RRI Jakarta. Dalam sambutan yang di bacakan dihadapan lebih kurang 4000 karyawan RRI, Presiden Soeharto mengingatkan bahwa RRI wajib memberikan inspirasi kepada masyarakat secara jujur, obyektif, konstruktif dan edukatif. Presiden juga mengingatkan bahwa selain menyampaikan penerangan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, serta kebudayaan, RRI juga berkewajiban memberikan hiburan yang sehat kepada masyarakat.

Kamis, 11 September 1969
Presiden Soeharto mengharapkan agar dalam masa-masa pembangunan sekarang ini siaran-siaran khusus, seperti siaran pedesaan dan siaran pendidikan, ditingkatkan. Demikian antara lain amanat Presiden dalam menyambut Hari Radio ke-24 yang diperingatai di Jakarta.
Presiden Soeharto menghadiakan 5 buah traktor dan 5 buah pompa air untuk rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT). Penyerahan dilakukan oleh Asisten Pribadi Presiden Mayjen. R Suryo pagi ini di Jalan Merdeka Barat  kepada Drs. Ben Mang Reng Say yang mewakili Rakyat NTT.

Jum’at, 11 September 1970
Dalam perjalanan pulang ke Indonesia, Presiden Soeharto telah singga di Lagos, Nigeria, Ankara dan Turki. Beristirahat selama 30 menit di lapangan terbang Lagos, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan tidak resmi dengan Presiden Nigeria, Jenderal Yakubu Gowan. Persinggahan di Angkara lebih lama dari pada yang direncanaka, karena Presiden Soeharto ingin memenuhi undangan Presiden Turki, Cevdet Sunay, untuk bertemu dengannya. Selama dua jam Presiden Soeharto bertukar pikiran dengan Presiden Cevdet Sunay dan PM Suleyman Demirel di Airport Ankara. Presiden Soeharto antara lain mengharapkan agar kerjasama Turki dan Indonesia dapat ditingkatkan, dan menekankan pentingnya hubungan tersebut karena adanya perrsamaan agama di antara kedua negara.

Sabtu, 11 September 1971
Bertempat di Istana Negara, pagi ini Presiden Soeharto melantik menteri-menteri baru Kabinet Pembangunan. Dalam amanatnya dalam pelantikan itu, Presiden mengatakan bahwa perekonomian Indonesia telah semakin kuat, bukan saja telah menjadi stabil tetapi juga mempunyai ketahanan terhadap gejala-gejala ekonomi dunia. Krisis Moneter yang akhir-akhir ini melanda dunia dan yang ujung-ujung gelombangnya kita rasakan telah dapat kita hadapi. Namun demikian kita tidak boleh lengah atau mengira perekonomian kita telah benar-benar kuat dan dan pembangunan telah lancar. Sebaliknya, menurut Presiden, dengan mengalami krisis moneter internasional itu, hendaknya kita semakin menggugah kesadaran kita bahwa perekonomian nasional kita harus tumbuh lebih kuat dan pembangunan harus berjalan lebih cepat lagi.

Rabu, 11 September 1974
Tiga orang duta besar baru dilantik oleh Presiden Soeharto pagi ini. Ketiga duta besar itu adalah Zainul Arifin Usman untuk Republik Arab Suriah, Laksamana Subono untuk Kerajaan Inggris dan Gusti Roesli Noor untuk Kerajaan Denmark dan Kerajaan Norwegia. Dalam amanat pelantikannya, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa dunia kita sekarang sungguh-sungguh memerlukan hubungan yang makin erat dan jalin menjalin antara bangsa-bangsa. Keadaan ini mengharuskan semua bangsa memikirkan kembali segala tata hubungan baru yang akan menjamin keselamatan manusia dan kemanusiaan. Krisis ekonomi, krisis pangan dan krisis ketenagaan yang akhir-akhir ini melanda dunia sesungguhnya telah merupakan pertanda myata dari keharusan adanya tata hubungan baru itu.

Kamis, 11 September 1975
Presiden Speharto memberikan persetujuannya atas penanaman modal oleh Masyarakat Eropa untuk membangun pabrik pengolahan makanan ternak dari kacang kedelai, denhgan syarat adanya pengkaitannya dengan transmigrasi dan penampungan tenaga kerja. Selain itu juga Presiden Soeharto telah mengarahkan usaha peningkatan kerjasama antara Indonesia dengan Masyarakat Eropa. Demikian hasil pembicaraan yang dilakukan Presiden dengan Menteri Negara Ekuin Widjojo Nitisastro pagi ini di Cendana. Dalam pertemuan tersebut Prof. Widjojo didampingi oleh Menteri Perdagangan Radius Prawiro dan Duta Besar untuk Belgia dan Luxemburg, Frans Seda.

Sabtu, 11 September 1976
Turunnya Al-Qur’an di peringati malam ini di Istana Negara. Selain Presiden dan Ibu Soeharto, serta Wakil Presiden Hamengku Buwono IX dan para menteri kabinet, hadir pula dalam acara ini bekas Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Dalam amanatnya, Kepala Negara kembaki menyerukan kepada mereka-mereka yang telah berupaya untuk hidup sederhana, hidup secara wajar dan tidak bermewah-mewahan, karena agama sama sekali tidak membiarkan kita hidup berlengah-lengah dan berlebih-lebihan. Dikatakan oleh Presiden bahwa sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka kekayaan itu harus kita gunakan sebaik-baiknya untuk keperluan hidup kita yang wajar dan kelebihannya kita gunakan untuk ikut membangun masyarakat dengan jalan membangun sesuatu yang dapat menghidupi sesama manusia.

Jum’at, 11 September 1981
Pimpinan Redaksi Suratkabar dan Majalah seluruh Indonesia serta pimpinan PWI diterima oleh Presiden Soeharto di Istana Negara pagi ini. Dalam pertemuan itu, Ketua PWI Pusat, Harmoko, telah menyampaikan kehendak Pers Nasional yang mendukung usul dan pernyataan rakyat agar Jenderal (Purn). Soeharto ditetapkan menjadi Bpak Pembangunan Nassional dan kebulatan tekadpers Indonesia untuk mensukseskan pemilihan umum.
Menanggapi pernyataan itu, Kepala Negara mengatakan bahwa ia mengambalikan segala sesuatunya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepada rakyat. Presiden menegaskan bahwa ia hanya akan mengabdi kepada rakyat.

Kamis, 11 September 1986
Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Negara. Presiden Soeharto melantik tiga orang duta besar baru Indonesia. Mereka adalah Duta Besar Mohammad Achirul Aen untuk Bangladesh, Duta Besar H IbrahimJasin Untuk Iran, dan Duta Besar Letjen. Marinir (Purn.) Kahpi Suriadiredja untuk Korea Selatan.
Dalam amanatnya, Kepala Negara mengatakna bahwa usaha kita yang harus kita lakukan dengan mati-matian dengan sepenuh-penuh perhatian adalah peningktan ekspor non-migas. Dalam hubungan ini, secara khusus Presiden meminta kepada seluruh jajaran Departemen Luar Negeri pada umumnya dan semua duta besar kita untuk ikut serta aktif mendorong peningkatan ekspor non-migas itu. Selain itu juga diminta mereka untuk menggalang dan mengembangkan kerjasama yang saling memberi manfaat diantara negara-negara yang sedang membangun, baik kerjasama bilateral yang dapat memberi manfaat langsung bagi pembangunan kita maupun kerjasama multilateral dalam menghadapi tantangan-tantangn bersama dalam skala internasional.

Jum’at, 11 September 1987
Presiden Soeharto menyarankan supaya pertukaran lawatan antara pemuda Indonesia dan Malaysia terus ditingkatkan dan di galakkan. Hal ini dikemukakan Presidn Soeharto kepada Menteri Belia dan Sukan Mlaysia, Dato Seri Hji Mohd. Najib Tun Haji Abdul Razak yang menhadapnya pagi ini di Cemdana. Usai diterima Presiden, Dato Najib mengatakan bahwa Presiden telah menjelaskan kepadanya mengenai perkembangan Indonesia sejak kemerdekaan sampai dengan sekarang.

Senin, 11 September 1989
Presiden dan Ibu Soeharto pagi ini tiba di Moskoe, setelah terbang satu setengah jam dari Leningrad. Kedatangan Kepala Negara dan rombongan di bandar udara Sherementyevo, Moskow disambut oleh Wakil Presiden dan Nyonya Anatoly Lukyanov dalam suatu upacara kenegaraan. Selanjutnya dengan menggunakan mobil, Presiden dan rombongan menuju Wisma Tamu Istana Kremlin di Moskow.
Setelah istirahat sejenek di Wisma Tamu, Presiden dan Ibu Soeharto melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden dan Nyonya Raisha Gorbachev di Istana Kremlin. kunjungan kehormatan ini berlangsung selama setengah jam.
Sore ini Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan empat mata dengan Presiden Gobarchev di Kremlin. Pembicaraan itu berlangsung selama dua jam, dalam suasan terbuka dan penuh keakraban. Kepada Gobarchev, Kepala Negara menguraikan secara lurus tentang pembangunan  di Indonesia yang diupayakan dengan kekuatan sendiri, tetapi terbuka untuk kerjasama dengan negara lain.

Selasa, 11 September 1990
Bermalam di Kendari tadi malam, pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto beserta rombongan terbang dengan helikopter ke Pulau Mangole, yang termasuk dalam wilayah Provinsi Maluku, untuk meresmikan 19 pabrik kayu lapis. Pabrik-pabrik yang sevara keseluruhan menelan investasi sekitar Rp580 miliar ini terbesar di delapan provinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku. Kemudian dari Mangole, Presiden terbang kembali ke Kendari, dan selanjutnya menuju Jakarta.
Dalam sambutannya, Kepala Negara mengingatkan bahwa eksploitasi hutan secara berlebihan dapat membawa bencana bagi kita. Hutan-hutan tropis kita merupakan faktor penting yang ikut menentukan keadaan iklim serta linhgkungan hidup kta. Juga lingkungan hidup global. karena itu kita harus memanfaatkan hasil hutan kita sebaik mungkin agar hutan-hutan kita tetap lestari sepanjang masa. Untuk itu kita perlu terus berusaha meningkatkan nilai hasil-hasil hutan kita. Caranya ialah dengan membangun industri-industri hilir dan industri yang memanfaatkan limbah industri pengolahan hasil hutan.

Rabu, 11 September 1991
Sore ini, di Manado, Presiden Soeharto meresmikan 10 proyek pembangunan di Provinsi Sulawesi Utara. Peresmian itu dipusatkan dalam suatu upacara di kawasan wisata Tasik Ria, Manado. Kesepuluh proyek itu adalah kawasan wisata Tasik Ria, Manado Beac Hotel, Jalan Manado pantai sepanjang 3,8 kilometer, gedung Kantor Gubernur, pusat budidaya dan argo industri mutiara, pabrik air minum Pasifik, pabrik pengolahan kayu, pabrik penggalengan ikan, pabrik karbon aktif, dan pabrik air minum Aqua.Investai yang diperlukan untuk membangun keseluruhan proyek tersebut adalah Rp162,67 miliar.
Dalam sambutannya pada peristiwa itu, Kepala Negara mengatakan bahwa tantangan yang dihadapi didaerah ini cukup besar. Demikian pula daerah-daerah lain di Indonesia bagian timur. Prasarana dan sarana perhubungan masih harus dibangun lebih banyak lagi, tenaga terampil masih harus dididik dan dana yang dapat dikerahkan juga masih harus ditingkatkan. Semua itu justru merupkan tantangan yang harus kita atasi dengan penuh semangat dan gairah. Inilah modal utama kita untuk menghadapi tantangan-tantangan pembangunan di masa-masa yang akan datang.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo