PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 7 Juni 1966 - 7 Juni 1990

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
RABU, 7 JUNI 1966

Ketua Presidium Kabinet Ampera telah menggariskan kebijaksanaan pokok tentang penyelesaian masalah Cina. Kebijaksanaan tersebut meliputi, kebijaksanaan izin tinggal penduduk WNA Cina, masalah-masalah sekolah asing yang hanya diizinkan kepala sekolah kedutaan,, yaitu untuk keperluan keluarga korps diplomatik, dan mengenai hubungan diplomatik dengan RRC. Demikian Instruksi Presidium Kabinet Ampera No. 37/U/IN/6/1967 tertanggal 7 Juni 1967 yang ditujukan kepada semua badan dan alat-alat pemerintahan sipil dan militer baik di pusat maupun di daerah.

SENIN, 7 JUNI 1971

Di Semarang hari ini Presiden meresmikan sebuah pabrik minyak jarak (Castrol Oil), Gedung Sekolah Tehnik Menegah (STM), dan gudang pendingin (cold storage) Wirantono. Ini merupakan kegiatan pertama Presiden dalam kunjungan kerja di beberapa daerah di Jawa Tengah. Pada peresmian pabrik minyak jarak itu, Presiden antara lain menegaskan bahwa pembangunan merupakan suatu proses yang panjang dan hasilnya pun belum tentu kita rasakan sekarang juga. Lima tahun yang lalu kita mengencangkan ikat pinggang serta memeras tenaga melaksanakan stabilitas ekonom, untuk melepaskan diri dari inflasi yang ganas. Dan sekarang, kita baru merasakan hasilnya dalam kemantapan harga-harga dengan bertambahnya pabrik dan industri. Akan tetapi, selain itu masih ada hasil yang sama pentingnya, yaitu bahwa kini kita telah mampu meninggalkan kegemaran mengucapkan semboyan-semboyan kosong dan menggantikannya dengan kerja keras untuk mengejar prestasi.


KAMIS, 7 JUNI 1973

Presiden Soeharto menyerukan kepada masyarakat agar tidak merasa khawatir terhadap kenaikan harga emas di pasaran internasional akhir-akhir ini. Demikian diungkapkan oleh Gubernur Bank Indonesia, Rachmat Saleh, setelah menghadap Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha. Ditambahkan oleh Rachmat Saleh bahwa kenaikan harga emas itu lebih mencerminkan kesangsian terhadap Washington sehubungan dengan kasus Watergate. Oleh karena itu masyarakat tidak perlu mengaitkan kenaikan harga emas tersebut dengan kemungkinan pemerintah akan mendevaluasikan rupiah.
JUMAT, 7 JUNI 1974

Suatu kemajuan lagi tercatat dalam hubungan Indonesia dengan Malaysia. Pagi ini di Departemen Luar Negeri, Indonesia, yang diwakii oleh Menteri Kehakiman Kusumaatmadja, dan Malaysia diwakili oleh Jaksa Agung Tan Sri Abdul Kadir bin Yussof, menandatangani perjanjian ekstradisi antara kedua negara. dengan adanya perjanjian ini maka kedua negara dapat saling membantu membasmi kejahatan, antara lain menyankut penyelundupan dan narkotika, dengan mengekstradisi pelaku kejahatan yang dicari oleh salah satu dari kedua negara itu.

Dalam rangka penandatangan perjanjian ekstradisi ini, Jaksa Agung Tan Sri Abdul Kadir bin Yussof telah diterima oleh Presiden Soeharto di kediamannya pagi ini. Dalam kunjungan tersebut ia didampingi oleh Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Ahmad bin Sulong.

SENIN, 7 JUNI 1976

Lima puluh orang delegasi rakyat Timor Timur menemui Presiden Soeharto pagi ini di Istana Merdeka. Kedatangan delegasi yang dipimpin oleh Kepala Eksekutif Pemerintah Sementara Timor Timur, Dos Reis Araujo, itu adalah untuk menyampaikan petisi pengintegrasian wilayah itu kedalam Republik Indonesia. Petisi ini merupakan penegasan kembali Proklamasi Intergrasi Timor Timur kedalam Indonesia sebagaimana yang telah diumumkan di Balibo pada tanggal 30 November tahun silam.

Kepada para pemimpin rakyat Timor Timur itu, Presiden mengatakan bahwa ia merasa seperti bertemu kembali dengan saudara-saudara sekandung yang telah sangat lama terpisah. Ratusan tahun kita telah dipisahkan oleh pagar-pagar buatan pemerintahan-pemerintahan penjajahan, katanya. Selama tiga setengah abad Indonesia menjadi bangsa yang terjajah, tertindas batin dan terperas raganya. Salah satu akibat dari pada penjajahan itu adalah terpisahnya bangsa Indonesia dari saudara-saudara sekandungnya.

Menyambut petisi, Kepala Negara mengatakan bahwa rakyat Timor Timur sedang membuat sejarah baru, setelah ratusan tahun menderita dibawah penjajahan asing. Rakyat Timor Timur akan bergabung dengan saudara-saudara sekandungnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah resmi bergabung nanti, kata Presiden, rakyat Timor Timur akan diajak bejuang bahu membahu membangun bersama-sama masa depan kita bersama; suatu masa depan yang akan memberikan kemajuan, kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, dalam negara kesatuan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Usai acara penerimaan resmi, Kepala Negara mengadakan ramah tamah dengan anggota-anggota delegasi. Pada kesempatan ini, atas permintaan salah seorang anggota delegasi, Presiden berjanji akan membantu janda-janda dan yatim piatu dari korban perang Timor Timur. Menurut Presiden, bantuan tersebut akan diberikan melalui Yayasan Dharmais.

Presiden Soeharto menginstrusikan kepada aparat pemerintahan untuk menindak dengan tegas dan menghukum seberat-beratnya para pelaku kejahatan narkotika, termasuk pengedar dan morfinis. Aparat pemerintahan diperintahkan untuk mengambil langkah-langkah yang lebih intensif terhadap kejahatan narkotika. Selain itu diharapkannya juga agar proses pembahasan RUU Narkotika di DPR dapat dipercepat. Instruksi ini diberikan Kepala Negara ketika pagi ini menerima Menteri Penerangan, Jaksa Agung, Kepala Staf Kopkamtib, Kepala Polri, dan Kepala Bakin di Istana Merdeka.

SELASA, 7 JUNI 1977

Sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional yang dipimpin Presiden Soeharto di Bina Graha hari ini memutuskan untuk melarang cara perdagangan komoditi dengan penyerahan kemudian, seperti yang dilakukan beberapa orang pedagang Jakarta dewasa ini. Menteri Penerangan Mashuri menjelaskan bahwa larangan tersebut berlaku mulai hari ini juga.

Sementara itu Menteri Perindustrian melaporkan bahwa perkembangan industri alat pengepakan makin meningkat dalam sembilan tahun terakhir ini. Hampir semua jenis bahan pengepakan yang dahulu harus diimpor, sekarang sudah dapat dihasilkan di dalam negeri. Juga sudah dihasilkan mesin pengepakan dengan menggunakan cap “Buatan Indonesia”.

Selanjutnya Menteri Keuangan melaporkan mengenai perkembangan ekonomi keuangan. Indeks harga sembilan bahan pokok selama seminggu mulai dari 28 Mei sampai dengan 4 Juni 1977 mencatat penurunan sebanyak 0,28%, disebabkan turunnya harga minyak goreng dengan 0,61%.

RABU, 7 JUNI 1978

Bertempat di Bina Graha, pada jam 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto memipin sidang kabinet terbatas bidang Ekuin. Sidang telah mengambil beberapa keputusan. Antara lain diputuskan bahwa sejumlah bahan baku yang diperlukan untuk menunjang pembangunan industri dalam negeri dibebaskan dari bea masuk. Bahan baku yang dibebaskan bea masuk ini adalah untuk industri perkapalan, meliputi alat-alat perlengkapan kapal, termasuk suku cadang untuk kapal niaga dan kapal sport, sedangkan bea masuk bahan baku untuk pemuatan kapal pesiar tidak dibebaskan. Untuk industri kerajinan rakyat dibebaskan bea masuknya adalah benang logam emas dan perak, sementara bahan baku perak murni dan tembaga murni untuk keperluan yang sama hanya mendapat keringanan.
Didalam sidang, Presiden menginstruksikan Bulog untuk mengadakan pembelian padi/gabah di seluruh Indonesia, dengan harga yang lebih tinggi dari harga dasar. Sementara itu menyangkut bantuan luar negeri, Presiden menghendaki agar dalam setiap negosiasi sejauh mungkin diusahakan untuk menggunakan barang-barang produksi dalam negeri, agar barang-barang produksi dalam negeri mendapat pasaran.

Demikian antara lain dikemukakan oleh Sekretaris Kabinet, Ismail Saleh SH.
KAMIS, 7 JUNI 1979

Di Tokyo pagi ini Presiden Soeharto mengadakan pertemuan empat mata dengan Perdana Menteri Jepang, Masayosi Ohira. Pembicaraan meliputi masalah-masalah bilateral, regional dan internasional. Pada kesempatan itu Presiden telah menjelaskan tentang Repelita III, sehingga diharapkan Pemerintah Jepang mempunyai gambaran yang jelas mengenai kebijaksanaan dan prioritas-prioritas dalam pelaksanaan pembangunan Indonesia. Menyangkut masalah internasional, Presiden meminta PM Ohira untuk membawa pandangan negara-negara yang sedang berkembang kedalam pertemuan tingkat tinggi tujuh negara industri yang akan berlangsung di Tokyo pada tanggal 28-29 Juni mendatang. Mengenai masalah regional telah dibahas peranan Jepang dalam kerjasana ASEAN.

Siang ini Presiden Soeharto menghadiri jamuan makan yang diselenggarakan oleh enam organisasi ekonomi Jepang yang diselenggarakan oleh enam organisasi ekonomi Jepang yang tergabung dalam Keidanren dan Jepang-Indonesia Economic Committee.

Dihadapan para pengusaha Jepang itu, Presiden antara lain mengatakan bahwa dengan usaha yang sungguh-sungguh, pertumbuhab produksi di berbagai sektor-terutama sektor pertanian, pertambangan, dan industri serta tenaga terdidik-akan dapat terus ditingkatkan, sehingga diperkirakan akan tercapai laju pertumbuhan ekonomi sekitar 6,5% setahun selama Repelita III ini. Dikatakannya pula bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,2%, maka produksi nasional nyata per kapita akan meningkat sekitar 24% selama lima tahun mendatang.

Selanjutnya Kepala Negara menegaskan bahwa Indonesia bertekad untuk makin membuat seimbang struktur ekonomi kearah yang lebih sehat antara sektor pertanian dan industri, agar tercipta landasan yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan selanjutnya. Untuk itu Indonesia akan meningkatkan sektor industri sekitar 11%, sektor bangunan sekitar 9%, sektor pengangkutan dan komunikasi sekitar 10%, dan sektor-sektor lainnya diluar pertanian dan pertambangan sekitar 8% setahun.

Menyinggung peranan yang dapat dimainkan Jepang dalam pembangunan Indonesia, Presiden mengatakan bahwa masih terbuka kesempatan dan kemungkinan untuk melanjutkan dan meningkatkan partisipasi Jepang. Ia mengungkapkan keyakinannya bahwa dengan kemampuan ekonomi, modal dan teknologinya, Jepang merupakan pasangan yang cocok dengan Indonesia yang memiliki sumber alam untuk digali, dengan 140 juta penduduknya yang merupakan sumber alam untuk kerja dan pasar yang melimpah dan keadaan stabilitas yang mantap dan dinamis. Demikian antara lain dikatakan Presiden.

Tampak hadir dalam jamuan tersebut Menteri Koordinasi Bidang Ekuin, Prof. Widjojo Nitisastro, Menteri Koordinator Bidang Polkam, M Panggabean, dan Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono. Diantara pengusaha-pengusaha Jepang yang hadir adalah Toshiwo Doko, Shigeo Nagano, Buntei Otsuki, Tadashi Sasaki, Tatsuzo Mizukami, dan Eiichi Hasimoto.

SABTU, 7 JUNI 1980

Presiden Soeharto memberikan bantuan sebanyak 500 ekor kambing Peranakan Ettawa (PE) bagi penduduk di daerah Lombok Selatan, NTB. Demikian diungkapkan oleh Kepala Bagian Pendidikan dan Penyuluhan Dinas Peternakan NTB, Ir Djubaidin Abidin. Ia mengatakan  pula bahwa bantuan tersebut dimaksudkan  Presiden sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan taraf hidup penduduk setempat disamping upaya-upaya lainnya.

MINGGU, 7 JUNI 1981

Siang hari ini Presiden dan Ibu Soeharto tiba di Banda Aceh, dalam rangka pembukaan MTQ ke-12 dan peresmian berbagai proyek pembangunan. di lapangan terbang Blang Bintang, Presiden dan Ibu Soeharto disambut secara meriah dengan adat kebesaran Aceh. Tampak menyambut Kepala Negara dan Ibu Tien adalah Menteri Agama, Alamsyah, dan Pejabat Gubernur Aceh, Eddy Sabara, serta para pejabat setempat lainnya.

Pukul 20.15 malam ini, Presiden Soeharto membuka MTQ Tingkat Nasional ke-12 di Banda Aceh. Dalam sambutannya, Kepala Negara mengatakan bahwa Al Qur’an diturunkan memang bukan untuk sekedar dibaca saja. Dikatakannya bahwa Al Qur’an adalah petunjuk jalan bagi kaum muslimin dalam mengarungi kehidupan yang penuh dengan tantangan dan godaan. Oleh karena itu, sambil mengagumi kemeriahan acara ini, dan juga sambil menikmati keindahan seni baca Al Qur’an yang akan kita dengar selama musabaqah ini, marilah kita berusaha menghayati isi Al Qur’an dan menjadikannya sebagai obor dan pedoman dalam kehidupan kita, khususnya kaum muslimin, demi keselamatan hidup kita di dunia akhirat.
SENIN, 7 JUNI 1982

JAM 09.30 PAGI INI, BERTEMPAT DI Istana Negara, Presiden Soeharto membuka Konferensi Regional FAO Wilayah Asia dan Pasifik ke-16. Dalam sambutannya Kepala Negara mengatakan bahwa negara-negara yang sedang membangun pasti mengerahkan segala kemauan dan kemampuannya untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kelaparan. Dalam kerangka ini yang diperlukan adalah pengertian dan uluran tangan dari negara-negara yang telah mampu, yang dapat memperlancar perjuangan negara-negara yang sedang membangun itu dapat segera dapat mengatasi kesulitannya dan segera dapat berdiri tegak dengan kekuatan-kekuatannya sendiri. Yang dapat dilakukan negara-negara maju umpamanya memberi kesempatan kepada negara-negara yang sedang membangun agar dapat mengekspor hasil-hasil pertaniannya tanpa hambatan yang di buat-buat. Masalah yang terakhir ini, demikian Presiden, perlu ditangani secara khusus oleh badan-badan khusus PBB seperti FAO, dalam rangka tercapainya tata ekonomi dunia baru serta demi sehat dan tumbuhnya kembali ekonomi dunia. 

SELASA, 7 JUNI 1983

Pukul 09.00 pagi ini, Menteri Pertanian Achmad Affandi menghadap Presiden Soeharto di Cendana. Pada kesempatan itu, Menteri Affandi antara lain telah melaporkan hasil penelitian departemennya atas bibit bayam dan buah-buahan yang diterima dari Kepala Negara. Bibit-bibit yang terdiri atas bayam, anggur, apel, mangga, dan delima itu dibawa oleh Presiden dari luar negeri. menurut Menteri Affandi, diantara bibit-bibit bayam itu, hanya dua yang dapat dikembangkan di Indonesia, sedang bibit buah-buahan tersebut kemungkinan besar dapat dikembangkan disini.

Dalam kesempatan itu Presiden meminta Menteri Pertanian untuk mengembangkan usaha-usaha aneka ternak guna memenuhi kekurangan protein masyarakat.

Sementara itu, Presiden Soeharto telah menginstruksikan kepada Menteri Tenaga Kerja Sudomo agar departemennya tidak hanya menangani masalah lulusan SMTA yang tidak dapat melanjutkan pelajaran ke perguruan tinggi saja, tetapi juga memperhatikan masalah lulusan SD yang banyak terdapat di desa-desa. Demikian dikatakan Sudomo kepada pers setelah diterima Kepala Negara di Cendana pagi ini.

SELASA, 7 JUNI 1988

Acara peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia berlangsung di Istana Negara mulai pukul 10.00 pagi ini. Tampak hadir dalam acara ini antara lain Presiden Soeharto dan sejumlah menteri Kabinet Pembangunan V.

Dalam amanatnya Kepala Negara antara lain mengingatkan bahwa pembangunan berkelanjutan harus sekaligus mengamankan kemampuan untuk menunjang langkah yang berikutnya. Dikatakannya bahwa kemampuan, modal, dan sumber daya yang ada tidak boleh dipakai habis pada kurun waktu, tetapi dikembangkan untuk dapat melakukan pembangunan yang lebih meningkat lagi pada kurun waktu berikutnya. Dengan demikian, pembangunan pada hakekatnya harus menjamin kelanjutan dirinya sendiri. Alam lingkungan yang menjadi milik semua generasi bangsa Indonesia sepanjang zaman, harus juga dapat menghidupi dan meningkatkan harkat hidup generasi-generasi yang akan datang.

Ditegaskan oleh Presiden bahwa pandangan ini harus kita pegang teguh, karena tujuan pembangunan kita bukanlah semata-mata untuk mencapai pertumbuhan dan kenikmatan hidup dari segi fisik dan materi. Yang ingin kita capai pada hakekatnya adalah pembangunan Indonesia yang utuh dan pembangunan masyarakat Pancasila, yang serba seimbang dan selaras.

Pada kesempatan itu Presiden telah menyerahkan tanda penghargaan Kalpataru kepada dua orang perintis lingkungan, dua orang penyelamat lingkungan, dan dua orang pengabdi lingkungan. Sementara itu penghargaan Adipura tahun 1988 diberikan kepada Walikota Surabaya, Surakarta, Padang, Jambi, Bogor, BukitTinggi, dan Magelang. Penghargaan Adipura diberikan karena kota-kota tersebut dinilai bersih, sehat dan indah.

KAMIS, 7 JUNI 1990

Pagi ini Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet terbatas bidang Ekuin yang berlangsung di Bina Graha. Didalam sidang hari ini Presiden Soeharto menetapkan Menko Ekuin Radius Prawiro dan Menteri Luar Negeri Ali Alatas masing-masing sebagai koordinator dan wakil koordinator program aksi lndonesia dalam rangka melaksanakan keputusan KTT G-15 di Kuala Lumpur. Selain itu Presiden memerintahkan kepada para menteri terkait untuk hasil-hasil sidang KTT G-15 itu.
 
Penyusun Intarti, SPd