PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 15 Juni 1966 - 15 Juni 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
RABU, 15 JUNI 1966
Waperdam Hankam, Letjen. Soeharto, mengadakan pembicaraan dengan Waperdam/Menteri Luar Negeri Adam Malik dan Waperdam Sri Sultan Hamengku Buwono IX tentang hasil-hasil perundingan RI-Malaysia di Bangkok. Setelah pembicaraan itu, kepada wartawan, Jenderal Soeharto mengatakan bahwa tidak ada perbedaan interprestasi yang prinsipil diantara ketiga Waperdam mengenai hasil-hasil perundingan tersebut.


SABTU, 15 JUNI 1968
Presiden Soeharto sore ini membuka Jakarta Fair 1968 yang diadakan dalam rangka ulang tahun kota Jakarta ke-441, bertempat di Lapangan Monas. Dalam sambutannya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa Jakarta Fair harus dilihat dari segi dinamikanya, dan ia penting bagi intropeksi dan perbandingan dari produksi dan hasil bumi kita, sehingga kita dapat memperbaiki mutu dan memperbanyak hasil. Selain itu, Jakarta Fair juga merupakan alat pendidikan dan tempat rekreasi bagi pendudukJakarta. Jenderal Soeharto mengatakan bahwa dengan adanya Jakarta Fair ini maka kegiatan perdagangan dan perekonomian kita dewasa ini tidak mati dan menunjukkan adanya harapan. Presiden percaya bahwa Jakarta Fair akan mendorong dunia perdagangan Indonesia kepada masa depan yang baik.


SELASA, 15 JUNI 1971
Dalam sidang Sub-Dewan Stabilisasi Ekonomi di Bina Graha pagi ini Presiden menginstruksikan Menteri PUTL untuk segera mengambil langkah-langkah untuk memproduksi bahan-bahan bangunan yang kuat tapi murah harganya dengan memanfaatkan kerjasama teknik dengan negara-negara sahabat yang telah berpengalaman, seperti Belgia. Ini merupakan reaksi Presiden terhadap laporan Menteri PUTL Sutami tentang hasil yang dicapai dalam pembuatan particle board.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Adam Malik telah melaporkan tentang kunjungannya ke Republik Demokrasi Jerman, Cekoslowakia, Polandia dan Rumania dalam rangka penyelesaian utang-utang Indonesia. Dengan selesainya persoalan utang tersebut, maka diharapkan hubungan ekonomi atas dasar non-diskriminatif akan terbuka lebar.

Dalam pada itu Presiden juga menginstruksikan Departemen Pertanian untuk membentuk task force dalam rangka memberantas hama belalang sexava di Sulawesi Utara. Satuan tugas ini akan memanfaatkan peralatan Hankam seperti pesawat terbang dari AURI dan lain-lain. Sebagaiman diketahui hama belalang telah menyerang pohon kelapa sagu, salak, dan pisang di provinsi itu sejak beberapa waktu yang lalu.


KAMIS, 15 JUNI 1972
Presiden Soeharto siang ini meninjau Pelabuhan Bai di Bengkulu. Pada kesempatan ini Presiden menanggapi keinginan rakyat Bengkulu untuk membangun pelabuhan baru. Dikatakannya bahwa pada saat ini ia belum dapat mengatakam “ya” atau “tidak”, sebab pemerintah baru akan menanggapinya apabila pembangunan pelabuhan sekarang ini benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu, hari ini Presiden Soeharto meresmikan penggunaan PLTD (Pusat Listrik Tenaga Diesel) di Bengkulu. Dalam amanatnya pada peresmian PLTD itu, Presiden antara lain mengatakan bahwa kapasitas terpasang pada tahun 1973/1974 nanti akan bertambah sebesar 425.000 KW. Ini berarti suatu peningkatan sebesar 65% dibandingkan dengan tahun 1969. Juga dikemukakannya bahwa dalam Pelita l ini lebih dari 9% anggaran pembangunan, yaitu kira-kira Rp. 100 miliar, diperuntukkan bagi pembangunan di bidang kelistrikan saja.


JUM’AT, 15 JUNI 1973
Presiden Soeharto pagi ini di lstana Merdeka menerima surat kepercayaan Duta Besar India Baru, Shri Mahboob Ahmed. Pada kesempatan itu Presiden antara lain mengatakan bahwa kerjasama antara kedua negara masih perlu diperluas demi tercapainya kemajuan dan kemakmuran kedua bangsa, walaupun selama ini telah terjalin kerjasama yang konstruktif.

Setelah menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Shri Mahboob Ahmed, ditempat yang sama, Presiden telah menerima Achmad Tirtosudiro dan Bustanil Arifin SH. Kedua tokoh perberasan nasional ini datang menghadap Kepala Negara bersama-sama tetapi dengan tujuan yang berbeda-beda. Achmad Tirtosudiro datang untuk berpamitan sehubungan dengan keberangkatannya ke Jerman Barat untuk menduduki pos baru. Sementara Bustanil Arifin menghadap untuk “berkenalan” dengan Presiden dengan posisinya yang baru. Sebagaimana diketahui pada tanggal 2 Juni yang lalu Achmad Tirtosudiro telah dilantik oleh Kepala Negara menjadi Duta Besar untuk Republik Federasi Jerman, sedangkan Bustanil Arifin telah ditunjuk untuk menggantikannya sebagai Kepala Bulog.


SELASA, 15 JUNI 1976
Pukul 10.30 pagi ini Presiden Soeharto membuka dan memimpin sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional di Bina Graha. Diantara masalah-masalah yang dibahas dalam sidang hari ini adalah masalah perumahan. Dalam hubungan ini Kepala Negara menggariskan ketentuan-ketentuan tentang pemanfaatan rumah-rumah sederhana yang dibangun oleh Perumnas. Ketentuan-ketentuan itu adalah, Pertama, rumah-rumah tersebut diutamakan untuk mereka yang berpenghasilan rendah dan benar-benar memerlukan rumah. Kedua, syarat pembayaran ialah dengan kemampuan masyarakat. Ketiga, ongkos bangunan dan penyiapan tanah tidak dikenakanbiaya bunga bank.


RABU, 15 JUNI 1977
Presiden Soeharto memerintahkan untuk terus melanjutkan pembangunan perumahan untuk buruh-buruh pelabuhan yang dalam masa tiga tahun akan dibangun lagi sebanyak 27.000 rumah. Demikian dikatakan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Haryono Nimpuno setelah menghadap Kepala Negara di Bina Graha hari ini. Dalam hubungan ini Direktur Jenderal Perhubungan Laut mengadakan persetujuan dengan perusahaan-perusahaan asuransi Jiwasraya dan Yayasan Dana Sosial untuk membangun perumahan dan peningkatan kesejahteraan buruh. 


KAMIS, 15 JUNI 1978
Presiden dan lbu Soeharto pukul 07.30 pagi ini meninggalkan Jakarta menuju Ujung Pandang dengan menumpang pesawat F-28 Pelita. Presiden melakukan kunjungan kerja selama satu hari penuh di Sulawesi Selatan dalam rangka peresmian proyek-proyek pembangunan. 

Siang ini Kepala Negara meresmikan proyek irigasi Tabo-tabo di Sulawesi Selatan Pangkajene dan Kepulauan. Proyek irigasi ini mula-mula dibangun secara gotong royong oleh rakyat setempat dibawah pimpinan Bupati, dan kemudian dilanjutkan dengan biaya dari Pemerintah Daerah  Sulawesi Selatan. Akhirnya proyek ini diselesaikan dengan biaya Pemerintah Pusat. Bupati itu oleh rakyat setempat bersama Bupati itu sangat mengharukan dan dihargai oleh Presiden.

Dalam amanat peresmiannya, Presiden mengatakan bahwa sesungguhnya pembangunan yang sedang kita lakukan sekarang ini merupakan usaha kita dengan sadar untuk mengubah nasib kita sendiri. Meskipun usaha-usaha semacam itu memakan waktu panjang dan memerlukan kerja keras dan bahkan pengorbanan, namun tanda-tanda hasil dan kebaikannya telah mulai tampak dan dapat kita rasakan. Dikatakannya pula bahwa pembangunan irigasi Tabo-tabo ini juga merupakan bagian dari usaha kita bersama untuk mengubah nasib kita. Oleh karena itu dimintanya agar proyek ini dimanfaatkan dan dipelihara sebaik-baiknya.


JUM’AT 15 JUNI 1979
Presiden Soeharto mengatakan bahwa karena sebagian besar golongan ekonomi lemah terdiri atas golongan pribumi, maka apabila kebjiaksanaan mendorong golongan ekonomi lemah menyangkut sebagian besar golongan pribumi, ini tidak berarti bahwa Pemerintah bertindak diskriminatif, melainkan justru untuk mendorong terciptanya keadilan sosial yang pada gilirannya akan memperkuat kesatuan dan persatuan nasional. Dalam hubungan ini golongan ekonomi kuat tetap dan persatuan nasional. Dalam hubungan ini golongan ekonomi kuat tetap memiliki kesempatan untuk turut mengembangkan sumber-sumber alam lndonesia bagi kepentingan rakyat lndonesia. Dikatakan lebih lanjut bahwa yang harus diusahakan adalah mendorong dan memberi kesempatan yang lebih luas bagi yang masih lemah, dengan bantuan, dorongan dan pengertian dari yang lebih kuat dengan tetap menumbuhkan kekuatan-kekuatan ekonomi nasional secara keseluruhan. Hal ini dikemukakan Kepala Negara dalam amanat tertulis yang yang dibacakan oleh Menteri Pertambahkan dan Energi Subroto pada kongres ke-8 Ikatan Sarjana Ekonomi lndonesia di Cisarua, Jawa Barat, hari ini.


RABU 15 JUNI 1983
Diberitakan hari ini bahwa IGGI telah menyetujui untuk memberikan bantuan sebesar US$2,24 miliar kepada lndonesia dalam tahun 1983-1984. Selain itu IGGI juga memutuskan untuk mendukung rencana-rencana lndonesia dalam rangka pemulihan ekonominya yang terpukul oleh merosotnya harga minyak di pasaran internasional.


SABTU, 15 JUNI 1985
Presiden Soeharto pagi ini menginstruksikan Menteri Perindustrian, lr Hartarto, untuk mengamankan produksi pabrik obat pemberantas nyamuk malaria (DDT) di daerah Cibinong, Kabupaten Bogor, sehingga tidak mengganggu kesehatan penduduk setempat.

Demikian dikatakan Menteri Perindustrian Hartarto setelah menghadap Kepala Negara pagi ini di Bina Graha. Dalam kesempatan menemui Presiden itu, Hartarto juga telah membicarakan masalah persiapan penerapan standarisasi industri lndonesia. Dikatakannya bahwa tujuan daripada standarisasi ini adalah untuk meningkatkan kualitas industri lndonesia.


KAMIS, 15 JUNI 1989
Pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima Menko Ekuin Radius Prawiro dan Menteri Muda Perencanaan Pembangunan/wakil Ketua Bappenas BS Mulyana di Cendana. Mereka menghadap Kepala Negara untuk melaporkan hasil-hasil sidang IGGI yang berlangsung du Den Haag pada tanggal 13-14 Juni kemarin.

Kepada kedua menteri, Kepala Negara menegaskan kembali bahwa bantuan dari IGGI tidak boleh dipakai untuk melunasi utang-utang luar negeri, karena utang luar negeri harus dibayar dengan kekuatan ekonomi yang tumbuh di dalam negeri sendiri. Juga ditegaskannya bahwa pengelolaan dana bantuan itu itu harus dibayar dengan kekuatan ekonomi yang tumbuh di dalam negeri sendiri. Juga ditegaskannya bahwa pengelolaan dana bantuan itu harus dilakukan sebaik mungkin, sebab tidak mudah memperolehnya. Berkenaan dengan penggunaan dana bantuan IGGI tersebut, Kepala Negara menekankan bahwa Menko Ekuin dan BPKP perlu meneliti ulang tender-tender yang diselenggarakan oleh berbagai instansi.


SABTU, 15 JUNI 1991
Pukul 08.00 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto membuka Jambore Nasional Gerakan Pramuka Tahun 1991 yang berlangsung di Bumi Perkemahan Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur. Jambore Nasional ini diikuti oleh 22.000 Pramuka dari seluruh tanah air, selain 500 Pandu dari negara-negara ASEAN, AS, Australia, dan Persatuan Pandu Puteri Dunia. Acara pembukaan ini ditandai juga dengan penandatanganan sampul hari pertama perangko seri Jambore Nasional 1991.

Dalam amanatnya, Kepala Negara mengajak para Pramuka untuk berperan aktif melestarikan lingkungan hidup. Dikatakan oleh Presiden bahwa negara kita dianugerahi Tuhan Yang Maha Pemurah dengan kekayaan alam yang melimpah, baik yang ada di bumi dan di lautan, baik yang berupa flora maupun mineral dan bahan tambangnya. Semua karunia itu harus kita syukuri, yaitu dengan memanfaatkannya untuk sebesar-besar kesejahteraan hidup bangsa. Namun itu juga harus tetap ingat, bahwa semua itu perlu kita pelihara dan kita lestarikan. Dengan demikian Tuhan Yang Maha Kuasa akan memberi kenikmatan yang lebih besar lagi.


SENIN, 15 JUNI 1992
Presiden Soeharto dan rombongan malam ini, pukul 22.15 tiba kembali di tanah air setelah menghadiri KTT Bumi di Brazil. Di bandar udara Halim Perdanakusuma, Kepala Negara disambut oleh Ibu Tien Soeharto, Wakil Presiden Sudharmono dan sejumlah Menteri Kabinet.


Penyusun, Intarti, SPd