PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 10 Mei 1966-1988

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
RABU, 10 MEI 1966 

Jenderal Soeharto telah menginstruksikan para menteri dan pimpinan lembaga non-departemen untuk menyelenggarakan pelaksanaan program dalam tahap rehabilitasi triwulan ke-II tahun 1967 di bidang masing-masing. Realisasi pelaksanaannya akan dilakukan dalam batas-batas anggaran biaya yang tersedia, yaitu sesuai dengan APBN 1967. Kepada para menteri dan pimpinan lembaga diminta supaya bekerjasama dan berhubungan dengan departemen atau instansi lain serta mengindahkan petunjuk atau koordinasi Menteri Utama dalam bidangnya masing-masing.




SABTU, 10 MEI 1969

Presiden Soeharto telah mensahkan ikutsertanya Indonesia dalam pendirian Asian Coconut Community (ACC), adalah perkumpulan tujuh negara penghasil kelapa dari Asia yang terdiri atas Srilangka, India, Muangthai, Malaysia, Indonesia, Singapura dan Filipina. Beriringan dengan itu disahkan pula ikutsertanya Indonesia dalam International Sugar Agreement (ISA) 1968, atau Perjanjian Gula Internasional.




SENIN, 10 MEI 1971

Pada jam 11.00 siang ini, Menteri Dalam Negeri beserta rombongan telah menghadap Presiden Soeharto di kediamannya. Dalam pertemuan ini telah dibahas kemungkinan-kemungkinan perkembangan politik Indonesia setelah pemilihan umum nanti, dan hal-hal yang berkaitan dengan pemilihan umum itu sendiri. Salah satu hal menonjol yang dibicarakan mengenai perkembangan politik sesudah pemilihan umum nanti adalah perombakan politik. Dikatakan bahwa hasil pemilihan umum akan membawa perombakan politik, akan tetapi tidak mengakibatkan pembubaran partai politik, melainkan penyerdanaan partai.




RABU, 10 MEI 1972

Siang ini Presiden Soeharto dan PM Eisaku Sato mengadakan pembicaraan resmi di kediaman Perdana Menteri Jepang itu. Sebelum pembicaraan dilangsungkan, Presiden Soeharto menyerahkan cenderamata kepada PM Sato, berupa aquarium dengan aneka warna ikan hias dari lautan Indonesia. Tentang pembicaraan itu sendiri, tiada keterangan yang dikeluarkan oleh kedua belah pihak. Pihak Jepang dan Indonesia tampak sangat berhati-hati menjaga agar pertemuan tidak sampai terganggu oleh pemberitaan-pemberitaan pers.



KAMIS, 10 MEI 1973

Pagi ini Presiden Soeharto bersama Ibu Tien meresmikan penambangan minyak di Jatibarang, Jawa Barat, yang merupakan salah satu penemuan Pertamina. Dalam sambutannya, Kepala Negara memuji keterampilan Pertamina yang telah menemukan sumber minyak disana dengan usaha sendiri. Selanjutnya, Presiden mengingatkan Pertamina akan keharusan untuk membentuk kader-kader perminyakan sehingga memungkinkan kita mengusahakan minyak sendiri. Menurutnya, keperluan bagi pembentukan kader ini semakin mendesak, baik karena kita masih memerlukan lebih banyak lagi tenaga yang berpengalaman dan mampu di bidang ini maupun karena di masa mendatang Pertamina harus berusaha mencari dan menggarap sendiri sumber-sumber minyak baru secara sepenuhnya.



JUMAT, 10 MEI 1974

Pagi ini bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto melantik Jenderal Surono dan Letjen. Makmun Murod masing-masing menjadi Wakil Panglima ABRI dan Kasad. Dalam amanatnya, Kepala Negara memperingatkan agar jangan ada diantara kita yang berlindung dibalik demokrasi untuk menimbulkan keonaran, atau bertameng hukum untuk menyelinapkan tujuan-tujuan lain yang tersembunyi, atau dengan dalih menegakkan kehidupan konstitusional akan tetapi bertujuan untuk merombak UUD 1945. Apabila ini terjadi, maka stabilitas nasional akan goncang, kelangsungan hidup negara akan terancam dan pembangunan akan terbengkalai. Menurut Presiden, Peristiwa Malari mempunyai latarbelakang dan tujuan yang menjurus kearah itu.



SABTU, 10 MEI 1975

Menteri Luar Negeri Adam Malik menghadap Presiden Soeharto di Cendana pagi ini. Kepada Kepala Negara, Adam Malik melaporkan tentang rencananya untuk menghadiri Konferensi Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN yang akan berlansung di Kuala Lumpur pada tanggal 13-15 Mei ini. Dalam pertemuan itu, Presiden telah memberikan petunjuk sebagai bahan bagi Menteri Luar Negeri Adam Malik dalam konferensi tersebut.





RABU, 10 MEI 1978

Menteri Pertambangan dan Energi, Prof. Dr. Subroto melaporkan kepada Presiden Soeharto mengenai hasil-hasil sidang informal OPEC yang berlangsung di Taif, di Saudi Arabia, pada tanggal 6-7 Mei yang lalu. Dilaporkannya bahwa OPEC telah sepakat untuk membentuk sebuah Komite 6 Menteri yang beranggotakan Saudi Arabia, Irak, Kuwait, Venezuela, dan Nigeria. Komite ini bertugas meneliti strategi yang harus ditempuh OPEC dalam menghadapi situasi kelebihan, kekurangan ataupun keseimbangan antara penawaran dan produksi. OPEC memutuskan pula untuk menugaskan Sekretaris Jenderalnya guna menyiapkan makalah mengenai penelitian cara-cara Konpensasi terhadap jatuhnya nilai dollar AS serta mengenai penawaran dan permintaan minyak dalam jangka pendek sampai tahun 1979 nanti.

Dalam pertemuan yang berlangsung di Bina Graha siang ini, Presiden Soeharto telah menginstruksikan Menteri Subroto untuk membentuk sebuah Panitia Teknis. Panitia ini bertugas untuk menghiung harga LNG yang akan dijual kepada Amerika Serikat.




KAMIS, 10 MEI 1979

Presiden Soeharto memanggil Gubernur Kalimantan Timur, Ery Supardjan, dan Gubernur Kalimantan Tengah, W A Gara, untuk menghadapnya hari ini. Dalam pertemuan dengan Kepala Negara di Bina Graha pada pukul 09.45 pagi ini, kedua Kepala Daerah penghasil kayu itu didampingi oleh Kepala Dinas Kehutanan masing-masing daerah.




SABTU, 10 MEI 1980

Delegasi Parlemen Filipina, yang terdiri dari empat orang, pagi ini melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha. Delegasi yang dipimpin oleh QC Makalintal itudidampingi oleh Ketua DPR, Daryatmo. Dalam pertemuan yang berlangsung selama setengah jam itu telah dibicarakan masalah hubungan Filipina dengan Indonesia yang makin erat. Kedua pihak sepakat mengenai perlunya peningkatan kerjasama yang lebih luas antara kedua negara tersebut dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya.

Bupati Kepala Daerah Tingkat II Pontianak, baru-baru ini menyerahkan 10 buah traktor mini dan traktor tangan bantuan Presiden kepada beberapa KUD di wilayahnya. KUD yang menerima bantuan itu adalah KUD Pelita Kecamatan Mempawah Hilir, KUD Tani makmur Kecamatan Sungai Pinyuh, KUD Tri karya Kecamatan Sungai Kunyit, KUD Kecamatan Siantan, KUD Kecamatan Sengah Temilah, KUD Serasi dan KUD Berkat Usaha.




KAMIS, 10 MEI 1984

Dengan pesawat F-28 Pelita, pukul 07.35 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto meninggalkan Jakarta menuju Pontianak. Dalam kunjungan kerja sehari ini, Presiden meresmikan pabrik pengolahan kelapa sawit Gunung Meliau, milik PNP VII, yang terletak di Kecamatan Meliau. Pada kesempatan itu Presiden secara simbolis menyerahkan sertifikat tanah kepada para petani penggarap kebun.
Dalam amanatnya, Kepala Negara mengatakan bahwa untuk meningkatkan dan memperluas pembangunan di bidang perkebunan, maka perkebunan rakyat harus menjadi tulang punggung pembangunan. Agar tulang punggung itu kuat, maka ia harus didukung oleh perkebunan-perkebunan besar, terutama perkebunan-perkebunan milik negara.

Menurut Presiden, ini berarti bahwa perkebunan-perkebunan besar milik negara harus dapat melaksanakan dua tugas pokok. Yang pertama adalah menjalankan fungsinya sebagai perusahaan modern, yang memiliki produktivitas dan efesiensi yang tinggi, sehingga dapat menghasilkan keuntungan bagi negara. kedua, ia harus dapat menjadi penggerak pembangunan dan modernisasi di bidang perkebunan.

Untuk itu, demikian Presiden. PNP dan PTP harus membimbing dan memajukan perkebunan rakyat dalam menerapkan teknologi budidaya yang maju, sehingga kebun-kebun rakyat dapat meningkatkan produktivitasnya dan bekerja dengan lebih efesien lagi. Dalam rangka ini pula maka investasi baru di bidang perkebunan diusahakan dengan sistem PHR atau perkebunan inti rakyat.




SABTU, 10 MEI 1986

Selama satu jam, pagi ini Presiden Soeharto menerima Ketua Umum Pengurus Besar PBSI, Try Sutrisno, di Cendana. Usai pertemuan Try Sutrisno mengatakan bahwa Presiden berpendapat bahwa kini tiba waktunya untuk memunculkan pemain-pemain muda guna menggantikan pemain-pemain senior, yang karena faktor usia bagaimanapun para pemain senior itu tidak bisa diforsir lagi.
Kepala Negara juga memberikan  tiga petunjuk untuk pengembangan olahraga bulutangkis di Indonesia. Pertama, dukungan masyarakat umum dan pecinta untuk ikut membina olahraga ini. Kedua, atlet-atlet muda tetap bersemangat. Dan ketiga, para senior ikut menangani pemain-pemain yang berprestasi. 




SELASA, 10 MEI 1988

Pukul 08.50 pagi ini, Presiden Soeharto menerima Menteri Tenaga Kerja Cosmas Batubara di Bina Graha. Pada kesempatan itu, Cosmas melaporkan tugas-tugasnya serta masalah ketenagakerjaan di masa mendatang.

Sehubungan dengan itu, Presiden meminta agar Balai Latihan Kerja (BLK) yang terdapat di pelbagai daerah agar dapat menerima tenaga perseorangan yang ingin mempelajari keterampilan. Hal ini dikemukakan Kepala Negara, sebab BLK sekarang telah dapat memperluas kegiatannya. Menyangkut masalah pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, Presiden Soeharto meminta agar kualitas  tenaga kerja yang dikirimkan semakin meningkat.

Gubernur DKI Jakarta, Wiyogo, siang ini menyerahkan sepasang komodo kepada Kuasa Usaha Kedutaan Besar AS di Jakarta, Michael Connor, di Kebun Binatang Ragunan, Jakarta. penyerahan kedua komodo merupakan realisasi janji Presiden Soeharto kepada Presiden Reagan ketika yang terakhir ini mengunjungi Bali pada tahun 1986. Setiba di AS nanti, komodo-komodo tersebut akan ditempatkan di kebun binatang Washington DC.



Penyusun Intarti, S.Pd