PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 1 Mei 1966 - 1991

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
MINGGU, 1 MEI 1966

Rapat raksasa Hari Buruh, yang diselenggarakan di Lapangan Banteng, Jakarta, telah mengeluarkan resolusi yang antara lain mengharapkan agar surat Perintah 11 Maret dipertahankan terus sampai pemilihan umum yang akan datang. Resolusi tersebut ditandatangani oleh 10 wakil-wakil Vak-Sentral, Sarbumusi, Gasbiindo, Gebsi-indo, KBIM, KBKI, Kubu Pancasila, SOKSI, Kespekri, Sob-Pancasila dan KBM. Isi resolusi tersebut selengkapnya adalah sebagai berikut:
  • Bertekad untuk terus bergabung dan bekerja giat untuk meningkatkan produksi sandang pangan demi suksesnya revolusi menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
  • Demi tercapainya stabilitas politik, keamanan dan keselamatan jalannya revolusi serta terjaminnya kewibawaan dan kepemimpinan PBR Bung Karno, mengharapkan agar Surat Perintah 11 Maret 1966 terus dipertahankan sampai pemilihan umum yang akan datang.        
  • Mendukung sepenuhnya pernyataan Waperdam Ekubang Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang dinyatakan pada tanggal  4 dan 12 April 1966 dan pernyataan Waperdam Sosial-Politik/Menteri Luar Negeri Adam Malik tentang kebijaksanaan politik luar negeri Pemerintah RI.
  •  Laksnakan UUD 1945 secara konsekwen, dan bersihkan lembaga-lembaga negara, antara lain DPA, MPRS, dan DPR-GR, baik di pusat maupun daerah, dari oknum-oknum G-30-S/PKI dan kaum “plin-plan” serta kontra-revolusioner lainnya, serta dudukan wakil-wakil rakyat yang betul progresif-revolusioner berjiwa Ampera, anti G-30-S/PKI.
Sementara itu rapat umum di Lapangan Merdeka, Medan, menuntut agar pemerintah memutuskan hubungan diplomatik dengan RRC dan mencegah kemungkinan aksi subversi lewat saluran diplomatik. Dikatakannya bahwa selama hubungan diplomatik antara kedua negara masih terbuka, selama itu pula RRC mempunyai kesempatan untuk melancarkan subversi dan usaha gerilya secara langsung di Indonesia.


RABU, 1 MEI 1968

Presiden Soeharto pagi ini memimpin sidang kabinet terbatas. Masalah yang dibicarakan antara lain adalah tentang pelaksanaan penghematan di segala bidang secara drastis. Ini merupakan langkah lanjutan dari pemerintah, setelah dalam bulan yang lalu pemerintah menaikkan harga bahan bakar. Dengan penghematan ini pemerintah diharapkan agar mengurangi biaya penggunaan kendaraan dinas dan telepon, rapat dan peringatan-peringatan hari ulang tahun. Penghematan juga akan dilaksanakan dengan mengurangi personalia dan membatasi perjalanan keluar negeri, untuk menunjang pelaksanaan penghematan drastis ini maka pihak swasta dilarang memasukkan barang-barang mewah yang tidak esensial, seperti rokok luar negeri misalnya.

Hari ini pemerintah membenarkan bahwa negara-negara kreditor telah sepakat untuk memberikan bantuan kepada Indonesia sebesar 270,2 juta dolar AS untuk tahun 1968. Adapun negara-negara yang telah menyatakan kesediaan untuk membantu Indonesia itu adalah Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia, Belgia, Prancis, Jerman Barat, dan Jepang. Disamping itu International Development Agency ( IDA atau Badan Pembangunan Internasioanl ) ikut pula membantu bersama-sama dengan negara-negara tersebut.


KAMIS, 1 MEI 1969

Presiden Soeharto pagi ini mengadakan Inspeksi ke Departemen Perindustrian. Setelah Inspeksi tersebut, Jenderal Soeharto mengatakan bahwa tujuan kunjungannya adalah untuk mengetahui apa yang dilaksanakan departemen itu dalam rangka pelaksanaan Repelita. Menurut Presiden ia akan terus melakukan inspeksi semacam ini ke berbagai proyek Repelita sebagai pelaksanaan pertanggungjawabannya kepada MPRS. Sebagaimana diketahui MPRS telah memberi mandat kepada pemerintah untuk melaksanakan Repelita. Juga dikatakan bahwa pengawasan operasional dari segi Pelita harus dilaksanakan dari atas sampai ke bawah. Pagi ini pula Presiden Soeharto, dengan diantar oleh Menteri Perindustrian M Yusuf, meninjau Pabrik Pemintalan di Senayan, Jakarta.



JUMAT, 1 MEI 1970

Presiden Soeharto hari ini menerima pimpinan Partai Murba di Istana Merdeka. Sebagaimana halnya ketika menerima pimpinan PNI minggu lalu, pada kesempatan ini pun Jenderal Soeharto mengingatkan bahwa sampai kini belum terlihat aktivitas partai politik dalam partisipasi di bidang pembangunan.



SELASA, 1 MEI 1973

Presiden Soeharto memimpin sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional di Bina Graha pagi ini. Selesai sidang, Menteri Perhubungan Emil Salim menjelaskan kepada pers bahwa sidang telah membicarakan soal penyesuaian tarif angkutan yang akan segera diberlakukan. Dijelaskannya bahwa dalam mengambil kebijaksanaan demikian, Pemerintah sepenuhnya memperhatikan daya beli rakyat. Oleh karena itu tingkat kenaikan tarif angkutan itu diusahakan dalam batas-batas yang wajar.


RABU, 1 MEI 1974

Menteri Perindustrian M Yusuf dan Ketua BKPM Barli Halim menghadap Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha. Selesai menghadap, Ketua BKPM menjelaskan bahwa Pemerintah tidak akan mengizinkan perusahaan-perusahaan asing ikut serta dalam usaha Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Dikatakannya pula bahwa usaha kayu gelondongan tidak boleh dalam bentuk joint venture, tetapi penanaman modal dalam negeri dapat mengadakan sub-kontrak dengan pihak asing yang mempunyai kedudukan badan hukum Indonesia. Menurut Barli Halim, Kepala Negara telah menegaskan kembali kebijaksanaan pemerintah terhadap industri-industri yang menggunakan sumber alam.



KAMIS, 1 MEI 1975

Pukul 09.00 pagi ini selama satu jam, Kepala Negara mengadakan pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri, Amirmachmud, di Istana Merdeka. Dalam pertemuan itu telah dibahas masalah-masalah pembangunan di Irian Jaya, baik dari sudut sektoral maupun regional. Selain itu Menteri Amirmachmud telah pula melaporkan tentang kebijaksanaan penertiban terhadap aparatur di departemen yang dipimpinnya.

Direktur Garuda Indonesia Airways menghadap Presiden Soeharto di Istana Merdeka, jam 12.00 siang ini. Ia datang untuk melaporkan tentang persiapan-persiapan yang telah dilakukan Perusahaan Penerbangan Nasional yang dipimpinnya itu dalam rangka pemberangkatan jemaah haji Indonesia tahun ini.

Sementara itu, sebelum menerima pimpinan Garuda, Kepala Negara telah menerima Letjen. Kharis Suhud, Komandan Kontingen Garuda VII, di Istana Merdeka. Jenderal Kharis Sudud menghadap Kepala Negara untuk melaporkan tentang penarikan Pasukan Garuda VII yang dipimpinnya dari Vietnam selatan. Garuda VII adalah pasukan yang dikirim ke Vietnam Selatan dalam rangka partisipasi Indonesia dalam komisi internasional yang mengawasi gencatan senjata di negara yang baru saja jatuh ketangan Vietnam Utara itu. Beberapa saat sebelum kejatuhan Saigon, ibukota Vietnam Selatan, Kepala Negara telah memerintahkan agar seluruh personil Garuda VII ditarik dari wilyah perang tersebut. Komandan Garuda VII beserta anak buahnya telah selamat tiba di tanah air pada tanggal 27 April yang lalu.



SENIN, 1 MEI 1978

Didampingi Menko Ekuin, Prof. Dr. Widjojo Nitisastro, Menteri Industri dan Perdagangan Internasional jepang, Toshiro Kohmoto, pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Dalam kunjunga ini, Menteri Kohmoto disertai oleh Duta Besar Jepang di Indonesia, Hidemichi Kira, beserta tiga orang direktur jenderal di kementriannya.

Dalam pertemuan yang berlangsung selama lebih dari satu jam itu, Kohmoto telah menyampaikan surat PM Fukuda untuk Presiden Soeharto. Didalam suratnya, PM Jepang kembali mengharapkan agar Presiden dapat mengunjungi negerinya. Akan tetapi karena kesibukannya, maka Kepala Negara tidak dapat memenuhi undangan itu sampai tahun depan.



SELASA, 1 MEI 1979

Presiden Soeharto pukul 09.00 pagi ini menerima Menteri Riset Prancis, Pierre Aigrain, yang diantar oleh Menteri Riset dan teknologi, BJ Habibie, di Bina Graha. Dalam pertemuan tersebut, Presiden telah menguraikan tentang kebijaksanaan pembangunan Indonesia serta peranan riset dan teknologi, disamping konsep ketahanan nasional, kepada tamu dari Prancis itu.

Setelah bertamu Kepala Negara, Menteri Aigrain mengatakan bahwa negerinya ingin mengadakan kerjasama dengan Indonesia dalam bidang eksploitasi lautan.



KAMIS, 1 MEI 1980

Pukul 09.30 pagi ini, Presiden Soeharto di Bina Graha menerima Ahmed Mohammed Farah, utusan khusus Presiden Somalia, yang menyampaikan pesan tertulis dari  Presiden Somalia Mohammed Siad Barre. Pesan tertulis itu secara umum berisi harapannya untuk menjalin hubungan yang lebih erat antara kedua bangsa dan negara. Dalam pertemuan itu, utusan Presiden Somalia itu telah mengadakan tukar pikiran mengenai berbagai masalah internasional pada umumnya, dan hubungan antar negara pada khususnya.

Setelah pertemuan tersebut, utusan Presiden Somalia itu mengemukakan kepada para wartawan keinginan negaranya untuk membuka hubungan diplomatik dengan Indonesia pada tingkat kedutaan. Tetapi karena alasan-alasan ekonomis dan teknis, sampai sekarang Duta Besar Somalia untuk Indonesia masih dirangkap oleh Duta Besarnya yang berkedudukan di New Delhi, India.
Sabtu, 1 mei 1982

Pukul 10.00 pagi ini Presiden dan Ibu Soeharto meninjau kompleks rumah susun di Rawabilal, Tebet, Jakarta Selatan. Rumah susun berlantai empat dan meliputi 64 unit itu dibangun dengan bantuan Presiden untuk para pengrajin industri kecil yang ada di daerah itu. Dalam kunjungan yang berlangsung selama satu jam itu, Presiden dan Ibu Soeharto sempat beramahtamah dengan penghuni rumah susun tersebut.

Dari Tebet, Presiden dan rombongan meninjau Gedung Radioterapi RSCM di Jakarta Pusat. Gedung dibangun dan dilengkapi dengan alat-alat radioterapi dengan bantuan Presiden sebesar             Rp2.028. 909.571,-. Kini rumah sakit terbesar di Indonesia ini telah mempunyai peralatan untuk menangani tumor ganas, seperti alat akselerator, ortovolt, dan lain-lain. Peninjauan Kepala Negara disini berlangsung selama satu setengah jam.



MINGGU, 1 MEI 1983

Pukul 10.05 pagi ini, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan dengan perdana menteri  Jepang, Yasuhiro Nakasone, di Istana Merdeka. Dalam pembicaraan itu Kepala Negara didampingi oleh Menteri Luar Negeri, Mochtar Kusumaatmaja, Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono, dan Duta Besar Indonesia untuk Jepang, Sajidiman. PM Nakasone didampingi oleh Menteri Luar Negeri Sintaro Abe, dan Duta Besar Jepang di Indonesia, Yamasaki.

Hal-hal yang dibicarakan dalam pertemuan itu kemudian terungkap dalam konferensi  pers yang diselenggarakan PM Nakasone sore ini di Wisma Negara. Kepala Pemerintahan Jepang ini mengatakan bahwa dalam situasi ekonomi dunia dewasa ini tidak akan ada kemakmuran di Jepang tanpa adanya kemakmuran di negara-negara ASEAN dan tidak ada kemakmuran negara-negara ASEAN tanpa kemakmuran di Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya ASEAN pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya, dalam kehidupan ekonomi Jepang.

Dikatakannya pula bahwa ia sangat terkesan akan pandangan Presiden Soehartoberkenaan dengan masalah-masalah global, hubungan utara selatan, General System of Preferential (Sistem Umum Preferential)  dan Tata Ekonomi International Baru. Pandangan-pandangan tersebut akan disampaikannya pada KTT negara-negara industri maju yang direncanakan akan berlangsung di Williams Burg, Virginia, Amerika Serikat pada bulan Juni mendatang.

Diungkapkannya pula bahwa dalam pembicaraannya dengan Presiden Soeharto itu, ia telah menyampaikan kesediaan Jepang untuk memberikan pinjaman untuk tahun fiskal 1983 (dalam rangka IGGI) sebesar ¥67,5 miliar (US$281 Juta). Ini berarti bahwa dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pinjaman Jepang untuk ini meningkat 6,9%. Selain itu juga Jepang juga akan memberikan bantuan beras sebanyan 140.000 ton. Diakuinya bantuan ini lebih rendah dari permintaan Indonesia yang sebesar 200.000 ton, tetapi itulah yang dapat diberikan Jepang dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini. Dikemukakannya pula bahwa Jepang akan menghibahkan peralatan sistem monitoring untuk tanda bahaya gunung Galunggung dengan nilai sebesar ¥300 juta.

Perdana Menteri dan Nyonya Nakasone sore ini, pada jam 17.00, melakukan kunjungan pribadi kepada Presiden dan Ibu Soeharto di Cendana. Dalam kunjungan yang berlangsung selama setengah jam itu, juga hadir Menteri Luar Negeri Sintaro Abe, Duta Besar dan Nyonya Yamasaki, serta putera PM Nakasone.

Presiden dan Ibu Soeharto malam ini menyelenggarakan jamuan makan malam untuk menghormati kunjungann Perdana Menteri dan Nyonya Nakasone di Indonesia. Santap malam kenegaraan yang berlangsung di Istana Negara mulai pukul 20.00 dan dihadiri juga oleh Wakil Presidendan Ibu Umar Wirahadikusumah serta para pembesar Indonesia lainnya ini dilanjutkan dengan acara kesenian.

Memberikan sambutan pada jamuan makan malam itu, Presiden Soeharto mengatakan bahwa dunia seharusnya memusatkan perhatian dan usahanya untuk menangani tantangan besar pembangunan bangsa-bangsa , dan tidak membuang-buang uang untuk perlombaan senjata yang dapat menghancurkan manusia dan peradabannya.dikatakannya pula bahwa setiap bangsa berdaulat memang mempunyai hak sepenuhnya untuk mempertahankan diri dan menjaga kedaulatan dan kehormatannya. Namun, demikian dilanjutkan Kepala Negara, adalah sangat membahayakan perdamaian, jika kekuatan senjata itu telah melampaui keperluan untuk melindungi diri.

Selanjutnya dikatakan oleh Presiden bahwa adalah tugas mulia setiap negara di dunia dewasa ini untuk turut serta berusaha membangun tata dunia yang lebih menjamin keadilan, kedamaian dan kesejahteraan bagi semua bangsa, baik di lapangan politik maupun ekonomi. Ini adalah ini adalah kepentingan semua bangsa dan negara, yang besar maupun yang kecil, yang sudah maju maupun yang sedang membangun. Ini merupakan tantangan yang harus diberi tanggung jawab yang tepat, terutama oleh para negarawan dunia. Demikian ditegaskannya.



SELASA, 1 MEI 1984

Pukul 09.00 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima Shafei  Abdel Hamid, Asisten Menteri Luar Negeri Mesir, yang bertindak sebagai utusan khusus Presiden Hosny Mubarak. Setelah menemui Kepala Negara, ia mengatakan bahwa kunjungannya adalah guna menyampaikan ucapan terima kasih dari Presiden Mubarak untuk Presiden Soeharto, sehubungan dengan dukungan Indonesia agar negaranya diterima kembali sebagai anggota OKI. Dalam pertemuan tersebut juga telah dibicarakan masalah-masah bilateral dan internasional, terutama mengenai situasi di Asia Barat, termasuk perang Irak-Iran.

Pukul 10.00 pagi ini, Presiden Soeharto menerima Menteri Riset dan Teknologi Jepang. Michuyuki Isurugi, di Bina Graha. Dalam pertemuan itu telah dibicarakan mengenai kemungkinan partisipasi Indonesia Expo Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Internasional yang akan diadakan di Jepang tahun depan. Kepada Isurugi, Presiden menjanjikan kehadiran Indonesia dalam Expo tersebut. Pada pertemuan itu juga telah disinggung mengenai kerjasama dalam bidang atom, fisika, dan kimia antara Jepang dan Indonesia. Kerjasama tersebut ditandatangani siang ini Jakarta antara Batan dengan dua lembaga Jepang, yaitu Lembaga Penelitian Atom, dan Lembaga Fisika Kima

Didampingi Panglima ABRI Jenderal LB Murdani, jam 10.45 pagi ini, Presiden Soeharto menerima Panglima Tertinggi Angkatan Perang Kerajaan Thailand, Jenderal Arthit Kamlang-ek, di Bina Graha. Kunjungan Jenderal Kamlang-ek kepada Kepala Negara  adalah kunjungan kehormatan. Dalam kunjungan ini ia disertai oleh dua orang perwira tinggi lainnya, yaitu Letjen. Juthay Saengtaweep dan Mayjen. Prasert Sararithi.



RABU, 1 MEI 1985

Pukul 10.15 pagi ini Presiden Soeharto memimpin Sidang Kabinet Terbatas bidang Ekuin yang diadakan di Bina Graha. Dilaporkan dalam sidang hari ini jumlah uang yang beredar dalam bulan maret 1985 sebanyak Rp.8.549 miliar, sementara laju inflasi dalam bulan April tercatat 2,5%. Ekspor dalam bulan Februari yang lalu mencapai US$1.663,1 juta, sedangkan impor berjumlah $767,1 juta: dengan demikian terdapat surplus sebesar US$896 juta.

Diungkapkan pula dalam sidang bahwa jumlah formulir pajak/SPT yang sudah terisi adalah 961.347 lembar; berarti mengalami kenaikan sebesar 48%. Dalam bidang pertanian dilaporkan bahwa PIR mendapat sambutan positif di DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur dan Lampung.

Sehubungan dengan akan datangnya bulan Ramadhan, didalam sidang hari ini Presiden memberikan petunjuk kepada para menteri yang bersangkutan untuk mengusahakan agar harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat tidak mengalami kenaikan. Dimintanya pula agar barang-barang tersebut terjamin pengadaan dan distribusinya.



KAMIS, 1 MEI 1986

Pukul 09.45 pagi ini bertempat di VIP room Bale Banjar Hotel Putri Bali, Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan dengan Presiden Amerika Serikat, Ronald Reagan. Pembicaraan yang berlangsung dalam suasana akrab itu berakhir sekitar pukul 12.00 siang.

Dalam pembicaraan pagi ini, Presiden Reagan menawarkan kepada ASEAN untuk bekerjasama dengan erat dalam memerangi pembatasan – pembatasan dalam perdagangan dunia. Presiden Reagan Juga mendesak kelompok negara ASEAN menggerakkan negara-negara berkembang lainnya kearah kemajuan ekonomi.

Sementara ini Presiden Soeharto didalam pembicaraan ini antara lain telah menekankan pada kerjasama bidang ekonomi antara kedua negara. karena bagi Indonesia masalah ekonomi merupakan salah satu fokus pembangunan. Presiden Soeharto mengemukakan agar kerjasama ekonomi kedua negara didasarkan atas perdagangan bebas, tanpa adanya pembatasan ekspor RI ke negara adikuasa itu. Presiden Soeharto juga mengharapkan agar Pemerintah Amerika mendorong pihak swasta negara itu menanamkan modalnya di Indonesia. Harapan ini diutarakan Kepala Negara seraya mengemukakan pula jaminan adanya perbaikan-perbaikan iklim investasi bagi modal asing disini.

Berkenaan dengan diselenggarakannya KTT negara-negara industri  maju di Tokyo, Presiden Soeharto meminta kepada Presiden Reagan untuk mengusahakan agar KTT tersebut dapat mengambil keputusan positif bagi pembangunan ekonomi dunia. Hal-hal yang diinginkan negara-negara sedang membangun, demikian Presiden Soeharto, adalah pengurangan tindakan-tindakan proteksionisme, dan mendorong pengembangan perdagangan secara bebas baik antara negara maju maupun dengan negara berkembang.

Pukul 15.00 sore ini berlangsung pula pembicaraan antara Presiden Reagan dengan menteri-menteri luar negeri ASEAN di hotel Nusa Dua. Pada kesempatan itu, sesuai dengan kebijakan pemerintah Amerika untuk meningkatkan perdagangan secara bebas baik antara negara maju maupun dengan negara berkembang.

Pukul 19.30 malam ini, bertempat di Hotel Putri Bali. Presiden dan Ibu Soeharto mengadakan jamuan santap malam untuk menghormati Presiden dan Nyonya Nancy Reagan. Menyambut kunjungan kedua tamunya, Presiden Soeharto antara lain mengatakan bahwa Amerika Serikat, sebagai negara besar, mempunyai kesempatan dan kemampuan untuk memberikan sumbangan yang sebaik-baiknya bagi terwujudnya dunia yang lebih terasa tenteram, yang lebih maju, yang lebih sejahtera dan yang lebih adil dari apa yang dirasakan oleh umat manusia sampai sekarang.

Presiden Soeharto  mengatakan bahwa sebagai negara yang menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif, maka Indonesia menyerukan kepada semua pihak untuk menahan diri dan mengambil semua langkah yang memadai untuk menciptakan keadaan damai dan stabil di dunia. Indonesia juga menyerukan dengan sungguh-sungguh agar semua negara berkerjasama bahu membahu sebagai mitra yang sejajar dan bertanggung jawab mewujudkan tata ekonomi dunia baru yang menjamin kemajuan dan keadilan bagi semua bangsa di dunia.

Dalam rangka itu, Presiden Soeharto berharap agar KTT negara-negara industri maju di Tokyo tidak hanya membahas kepentingan negara-negara maju saja, akan tetapi hendaknya juga memperhatikan kepentingan semua bangsa, negara dan masyarakat dunia, demi untuk keselamatan umat manusia dan kebaikan seluruh dunia, terutama di waktu dunia menghadapi saat-saat yang sulit seperti sekarang ini. Demikian Presiden.

Sementara itu, Presiden Reagan memuji Presiden Soeharto atas keberhasilannya yang menakjubkan dalam memimpin Indonesia menuju swasembada beras dan mempertahankan kesatuan bangsa Indonesia.



SENIN, 1 MEI 1989

Presiden Soeharto pagi ini menerima kunjungan kehormatan Wakil Presiden AS dan Nyonya Quayle di ruang Jepara, Istana Merdeka. Mereka beramahtamah selama lebih kurang dua puluh menit, sebelum Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Dan Quayle mengadakan pembicaraan. Wakil Presiden dan Nyonya Quayle tiba di Jakarta tadi malam dalam rangka kunjungan resmi di Indonesia sebagai tamu Wakil Presiden Sudharmono.

Tepat 09.00 pagi ini Presiden Soeharto memulai pembicaraan dengan Wakil Presiden Dan Quayle. Pembicaraan yang semula dirancang selama 45 menit itu ternyata diperpanjang 30 menit, sehingga baru berakhir pada jam 10.15. pembicaraan tersebut juga dihadiri oleh Menteri/Sekretaris Negara, Moerdiono, dan Duta Besar AS untuk Indonesia, Paul Wolfowitz.

Pembicaraan kedua pemimpin itu membahas banyak hal, termasuk masalah hubungan bilateral dan regional. Kepada Wakil Presiden AS itu, Presiden memberikan memberikan penjelasan tentang latar belakang pemikiran bangsa Indonesia di bidang pembangunan serta dalam mengembangkan hubungan dengan negara lain. Juga dijelaskannya tentang konsepsi pertahanan nasional Indonesia dalam kaitannya dengan ketahanan regional. Mengenai tahap-tahap pembangunan Indonesia dari awal Orde Baru sampai sekarang ini jugadikemukakan Presiden kepada tamunya itu.

Dalam pertemuan itu, Dan Quayle menyatakan penghargaannya yang tinggi terhadap prestasi pembangunan di Indonesia. Menyangkut masalah regional, Dan Quayle menyatakan dukungan AS terhadap langkah-langkah yang diambil ASEAN, termasuk Indonesia dalam membantu menyelesaikan masalah Kamboja.

Di bidang bilateral, kedua pemimpin itu menganggap hubungan antara kedua negara mereka adalah sangat baik, sehingga mereka tidak melihat ada hal-hal yang dapat mengganggu hubungan kedua negara. dalam bidang multilateral, Presiden Soeharto meminta perhatian AS mengenai penanganan penyelesaian hutang luar negeri negara-negara dunia ketiga yang benar-benar memanfaatkan hutangnya untuk pembangunan dan berusaha membayar kembali hutang-hutang tersebut.

Setelah mengadakan pembicaraan dengan Wakil Presiden AS, Presiden Soeharto menerima Presiden Pemerintahan Koalisi Demokratik Kampuchea, Pangeran Sihanouk. Turut hadir dalam pembicaraan yang berlangsung di Istana Merdeka itu adalah Menteri/Sekretaris Negara Moerdiono dan Menteri Ali Alatas. Setelah berbicara selama lebih kurang satu jam dengan Presiden Soeharto, Pangeran Sihanouk mengatakan bahwa ia sekarang merasa lebih optimis dalam mencapai penyelesaian masalah Kamboja.

Pada jam 20.00 malam ini Presiden Soeharto menerima dua tokoh Pemerintahan Kamboja dukungan Vietnam, yaitu PM Hun Sen, dan Hornam Hong, di Cendana. Pertemuan tidak resmi itu berlangsung selama satu seperempat jam, tetapi tidak dikeluarkan sesuatu pernyataan mengenai pembicaraan tersebut. Hun Sen berada di Jakarta dalam rangka pertemuan dengan Pangeran Sihanouk.



SELASA, 1 MEI 1990

Siang ini Jaksa Agung SukartonMarmosudjono diterima Presiden Soeharto di Cendana. Ia menghadap untuk melapor tentang menurunnya tindak pidana korupsi selama ini akibat adanya koordinasi yang kian intensif.  Dilaporkannya bahwa ketika “crash program” penanganan korupsi mulai dilaksanakan pada awal Repelita V jumlah perkara tercatat sebanyak 264 buah, tetapi sekarang tinggal 18 buah. Jadi dengan koordinasi yang intensif aparat pengawas dan penegak hukum berhasil memperkecil jumlah perkara. Selain itu dengan adanya koordinasi juga telah dapat diidentifikasikan titik-titik rawan korupsi di berbagai instansi pemerintah sehingga tindak korupsi di suatu tempat dapat dicegah sedini mungkin.

Menanggapi hal itu, Kepala Negara meminta agar koordinasi penanganan korupsi terus ditingkatkan. Diingatkannya bahwa korupsi masih menduduki peringkat ke-9 dari kejahatan yang ada di Indonesia dewasa ini.


RABU, 1 MEI 1991

Sidang kabinet terbatas bidang Ekuin dibuk oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pada jam 10.20 pagi ini. Didalam sidang hari ini Presiden memerintahkan para menteri dan pejabat di bidang Ekuin untuk mengendalikan laju inflansi di masa mendatang. Perintah ini dikeluarkan Kepala Negara, karena pada bulan April 1991 tingkat inflansi mencapai 1,89%, padahal pada bulan sebelumnya angka inflansi hanya 0,03%. Diperkirakan bahwa tingginya harga inflansi pada bulan April terutama disebabkan oleh naiknya harga berbagai jenis barang selama bulan puasa dan menjelang Idul Fitri.

Dilaporkan didalam sidang bahwa ekspor berbagai komoditi pada bulan Februari mencapai US$2,809 miliar. Dibandingkan dengan impor sebesar US$2,089 miliar, maka terdapat surplus sebesar US$227,7 juta. Dari segi komoditi terlihat tercatat ekspor migas senilai US$977,2 juta atau naik 29,6%, sementara ekspor non-migas mencapai US$1,34 miliar atau naik 22,8% dibanding bulan Februari 1990. Jumlah ekspor non-migas pada bulan Februari 1991 itu lebih rendah US$52,6 juta dibanding keadaan pada bulan sebelumnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh perang teluk yang pecah pada tanggal 17 Januari.


Penyusun Intarti, S.Pd