PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 16 Oktober 1967 - 16 Oktober 1990

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,
Senin, 16 Oktober 1967

Pagi ini Pejabat Presiden menyampaikan nota keuangan untuk tahun 1968 dalam masa sidang ke II DPR-GR tahun ini dalam amanatnya, Jenderal Soeharto mengemukakan bahwa RAPBN selain merupakan salah satu wujud daripada program pemerintah untuk tahun yang bersangkutan, juga merupakan rencana kerja besar dari rumahtangga negara. 

Menghadapi tahun 1969 Jenderal Soeharto mengingatkan bahwa tahun 1969 bukanlah tahun pembangunan, melainkan tahun rehabilisasi dan stabilisasi untuk menyiapkan pembangunan. Pada kesempatan itu Jenderal Soeharto secara khusus menyinggung beberapa kegiatan yang dilakukan pemerintah. Menyinggung soal pemilihan umum, Jenderal Soeharto memperkirakan bahwa pemilihan umum tidak akan dapat dilaksanakan dalam tahun 1968, mengingat undang-undang pemilihan umum hingga kini belum selesai.

Selain itu Pejabat Presiden juga menekankan pentingnya pajak untuk membiayai usaha ekonomi, terutama untuk pengeluaran biaya rutin yang semakin meningkat. Jenderal Soeharto menjelaskan bahwa untuk itu tidak saja dibutuhkan penyempurnaan organisasi erpajakan, melainkan juga kesadaran, kemauan, dan kerelaan untuk bersama-sama memberikan iuran kepada negara, bersama-sama memikul beban dari usaha pemerintah agar memungkinkan tercapainya sasaran-sasaran kerja. Dalam rangka mencapai ssaran itu pula, Pejabat Presiden menekankan pentingnya peranan modal dan bantuan asing. Dikatakan oleh Jenderal soeharto bahwa pemerintah dan rakyat secara mutlak perlu mengundang negara-negara sahabat diluar negeri untuk membantu usaha rehabilatasi dan stabilisasi ekonomi secara maksimal. Sebab, tanpa bantuan dari luar negeri, hampir tidak mungkin kita bisa menghidupkan ekonomi.

Rabu, 16 Oktober 1968

Dalam sidang kabinet hari ini, Presiden Soeharto telah membahas masalah penjatuhan hukuman mati atas dua prajurit Indonesia dan penolakan pemerintah singapura akan permintaan Presiden Soeharto agar hukuman tersebut diperingan. Dengan ditolaknya permintaan Jenderal Soeharto itu maka dua prajurit KKO AL, Usman Ali dan Harun Said, akan menjalani hukuman mati di penjara  Singapura besok. Keduanya dituduh memasuki wilayah Singapura dan melakukan sabotase militer, padahal tindakan itu merupakan bagian dari pelaksanaan tugas Dwikora dalam masa konfrontasi terhadap Malaysia.

Kamis, 16 Oktober 1969

Presiden Soeharto malam ini melanjutkan pertemuan konsultasinya dengan PSII, partai Khatolik, dan Partai Murba di Istana Merdeka.

Selasa, 16 Oktober 1973

Hari ini Presiden Soeharto memanggil para Panglima Kodam seluruh Jawa dan Komandan Jenderal Puspasus menghadapnya di Bina Graha. Tampak hadir dalam pertemuan yang berlangsung selama lebih kurang satu jam itu. PangdamV/Jaya Mayjend mantik, Pangdam VI/Siliwangi, Mayjend. Wahyu Hagono, Pangdam VII/Diponegoro, Mayjend. Jasir Hadibroto, Pangdam VIII/Brawijaya, Mayjend. Widjojo Sujono, dan Jend Puspasus, Brigjend Dwitarmin. Dalam pertemuan dengn Kepala Negara tersebut, para perwira tinggi angkatan darat ini didampingi oleh KASAD Letjend Surono.

Sabtu, 16 Oktober 1976

Dua orang Senator dari AS diterima oleh Kepala Negara di Bina Graha siang ini. Mereka adalah Senator Michael J Mansfield dan Senator John Glenn. Dalam pertemuan yang berlangsung lebih dari satu jam itu telah dibahas berbagai masalah baik yang menyangkut hubungan bilaateral maupun masalah regional asia tenggara. Usai pertemuan denga Presiden Soeharto, kedua Senoator itu mengatakan bahwa mereka mendukung usaha-usaha pembangunan ekonomi yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. 

Minggu, 16 Oktober 1977

Presiden Soeharto hari ini mengadakan pembicaraan resmi dengan Presiden Hafez Assad. Pembicaraan ini membahas usaha-usaha peningkatan bilateral, masalah Timur Tengah dan masalah Internasional lainnya. Sebelum diadakan pembicaraan resmi ini telah diadakan tukar menukar kenang-kenangan dan juga tukar menukar tanda kehormatan. Presiden Soeharto menganugrahkan bintang republik Indobnesia kelas satu kepada Presiden Hafiz Assad. Presiden Soeharto menerima Bintang Omayad, atau bintang tertinggi dari Republik Arab Surya, dari Presiden Assad.

Presiden Soeharto beserta rombongan hari ini meninggalkan Suriah menuju Kairo. Dilapangan udara Damaskus, Presiden Soeharto dilepas Presiden Hafiz Assad dalam suasana penuh persahabatan. 

Sore hari ini Presiden dan Ibu Soeharto beserta rombongan tiba di Kairo.,di lapangan udara, mereka disambut oleh Presiden dan Nyonya Anwar Sadad. Setelah upacara penyambutan kenegaraan Presiden Soeharto yang didampingi Presiden Anwar Sadad dan Ibu Tien dengan Ny. Jihan Sadad, menuju Istana Kubbe.

Senin, 16 Oktober 1978

Pukul 09.00 pagi ini di Balai Sidang, Jakarta, Presiden Soeharto membuka kongres kehutanan se-dunia ke-8. Setelah membuka kongres, Kepala Negara membuka dan meninjau pameran yang diadakan dalam rangka kongres.

Dalam amanatnya, Presiden mengatakan bahwa bangsa Indonesia menganggap hutan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang sekali-sekali tidak dimaksudkan dipertahankan sebagai perhiasan alam atau dirusak semena-mena untuk kepentingan pribadi. Kebijaksanaan pemerintah Indonesia di bidang kehutanan disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Akan tetapi tujuannya adalah sama, yaitu untuk kesejahteraan setempat dan kesejahteraan seluruh bangsa indonesia. Demikian antara lain dikatakan Kepala Negara.

Selasa, 16 Otober 1979

Presiden Soeharto hari ini memulai kunjungan kerjanya di Sumatera untuk meresmikan dan meninjau sejumlah proyek pembangunan di propinsi-propinsi Lampung, Sumatera Selatan, Jambi dan Aceh. Pada hari pertama kunjungan kerjanya, Presiden dan rombongan meninjau proyek perkebunan rakyat I yang berlokasi di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Kemudian dilanjutkan dengan peninjauan ke lokasi transmigrasi di Supat Betung dan Babat Toman. 

Dari sini kemudian Presiden meneruskan perjalanan ke Jambi, dimana ia meresmikan jembatan baru, yaitu masing-masing di Sorolangun, Sei Jangga, Shei Pamusiran, Sei Peneradan, Mang Opeh, dan Penettai. Jembatan-jembatan yang baru selesai pembangunannya ini diresmikan secara simbolis dan serentak di Sorolangun

Menurut rencana Presiden dan rombongan bermalam di Jambi dan Rabu pagi meneruskan perjalanan ke Aceh untuk meresmikan Pabrik Gula mini di Silihnara dan secara simbolik meresmikan Pabrik Gula Mini di Sanibulan di Sumbar. Kemudian Presiden akan meninjau proyek jala di km 80 daerah Bireuen Aceh.

Turut serta dalam rombongan Presiden, Menko Ekuin, Menhankam, Menteri pertanian, Menteri PU, Menteri Perindustrian, Menteri Penertiban Aparatur Negara, Sekretaris Negara, Menteri Tenaga kerja, Menteri Transmigrasi, Menteri Muda Koperasi/Kabulog dan KASAU Ashadi Tjahajadi.

Kamis, 16 Oktober 1980

Presiden Soeharto menginstruksikan Menteri Pertambangan dan Energi dan Dewan Komisaris Pertamina untuk mengambil langkah-langkah meningkatkan produksi minyak bumi, baik melalui peningkatan eksplorasi maupun dengan cara secondary recovery. Lapangan minyak yang sudah berproduksi selama ini. Dalam hubungan ini Presiden meminta dewan komisaris pertamina untuk menggarap pemikiran-pemikiran agar Indonesia dalam waktu dekat meningkatkan produksi minyak sehingga dapat dimanfaatkan bagi usaha-usaha pembangunan. 

Instruksi ini dikemukakan Presiden dalam pertemuan dengan Dewan Komisaris Pertamina ang diketuai oleh Menteri Pertambangan dan Energi, Prof. DR. Subroto, pagi ini di Bina Graha.

Sabtu, 16 Oktober 1982

Setelah semalam beristrahat di Hawaii, Amerika Serikat, Presiden dan Ibu Soeharto tiba di Soul, Korea Selatan sore ini. Di lapangan udara Kimpo, Presiden dan Ibu soeharto disambut oleh Presiden dan Nyonya Chun Doo-Han dalam upacara kenegaraan. Presiden dan Nyonya Chun Doo-Han mengantarkan tamu mereka sampai  di Hotel Shilla, dimana Presiden dan rombongan menginap selama kunjungan kenegaraan Korea Selatan

Setelah beristirahat sebentar, Presiden dan Ibu Soeharto melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden dan Nyonya Chun Doo-Han di Istana Chaong Wa Dae.

Kamis, 16 Oktober 1986

Presiden Soeharto memberi petunjuk kepada Menteri Perindustrian Hartarto agar penanganan ekspor komoditi Industri dilakukan perkomoditi secara menyeluruh, yakni mulai dari bahan baku, pengolahan, sampai ekspornya serta hal-hal yang menyangkut dukungan perbankan. Demikian diungkapkan oleh Menteri Hartarto setelah menghadap Kepala Negara di Bina Graha pagi ini. Hartarto menemui Presiden untuk melaporkan tentang pelaksanaan program ekspor komoditi industri, laporan itu meliputi industri kecil, aneka industri, kimia dasar, dan logam dasar.

Selasa, 16 Oktober 1990

Pagi ini Presiden Soeharto membuka konvensi tahunan asosiasi perminyakan Indonesia XIX dan konferensi Energi Internasional Jakarta I di Gedung Manggalawana Bakti, Jakarta. dalam kata sambutannya, Kepala Negara antara lain mengemukakan bahwa secara bertahap Indonesia akan mengalihkan sifat ekspor minyaknya, dari bahan mentah menjadi hasil minyak olahan. Untuk itu kini tengah dan masih akan dibangun beberapa unit pengolahan minyak bumi yang sasarannya adalah untuk ekspor. Usaha ini dimaksudkan selain untuk meningkatkan nilai tambah hasil ekspornya juga untuk menmbah kapasitas pengolahan minyak bumi di dunia, khususnya dikwasan Asia Pasifik yang sekarang mulai terasa tidak mencukupi dan telah menjadi salah satu penyebab gangguan terhadap stabilitas harga minyak.

Sumber : Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1 - 6