PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah 2 Oktober 1965 - 2 Oktober 1989

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,
Sabtu, 2 Oktober 1965

Sementara persiapan-persiapan dilakukan untuk menyerang Halim Perdanakusuma, diperoleh informasi bahwa AURI akan menyerang markas Kostrad dari udara. Akibatnya markas Kostrad untuk sementara waktu dipindahkan ke senayan, Jakarta Selatan. Barulah pada pukul 3.00 pagi, pasukan RPKAD dan Batalyon 328/Para Kujang bergerak untuk menduduki Halim. Karena terjadi perlawanan yang cukup gencar dari pasukan pemberontak yang ada di pangkalan tersebut, maka Halim baru dapat dikuasai tiga jam kemudian. Ketika itu ternyata bahwa para sukarelawan-sukarelawati PKI telah dibubarkan dan meninggalkan Halim. Selain itu, Batalyon 454/Diponegoro yang membantu pemberontak PKI tidak bersedia meninggalkan daerah Halim, sampai ada perintah dari Presiden/Panglima Tertinggi ABRI.

Siang ini Jenderal Soeharto menghadap Presiden Soekarno di Istana Bogor untuk memenuhi panggilannya. Dalam pertemuan itu Presiden Soekarno didampingi oleh Menpangau Laksdya. Omar Dhani, dan Mayjen. Pranoto Reksosamudro. Kepada Mayjen. Soeharto, Presiden Soekarno menjelaskan bahwa Angkatan Darat tidak perlu mencurigai AURI karena AURI tidak telibat dengan Gerakan 30 September. Kepadanya juga diberitahukan oleh Presiden bahwa Mayjen. Pranoto Reksosamudro telah diangkat menjadi Pelaksana Harian pimpinan Angkatan Darat, sementara pimpinannya dipegang sendiri oleh Presiden Soekarno.

Menanggapi penjelasan Presiden, Jenderal Soeharto mengatakan bahwa “mungkin AURI tidak terlibat tetapi oknum-oknum AURI banyak terlibat, karena terbukti bahwa angota-anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat, sebagai Ormas PKI, mengadakan latihan militer di Lubang Buaya, yang merupakan wilayah AURI. Bahkan senjata-senjata mereka juga berasal dari senjata organik AURI.” Meskipun  dibantah oleh Manpangau Omar Dhani namun Jendral Soeharto membawa sebuah senjata “chung” yang dirampas dari pemuda rakyat di lubang buaya, yang bernomor register AURI.

Dikatakan pula oleh Jendral Soeharto bahwa dengan pengangkatan Mayjen. Pranoto sebagai pelaksana Harian pimpinan AD. Ia menyerahkan pimpinan AD dan tidak ikut bertanggungjawab lagi, agar tidak terjadi dualisme dalam pimpinan AD. Dijelaskannya bahwa penganbilalihan pimpinan Angkatan Darat dilakukan dengan pertimbangan agar tidak terjadi kekosongan pimpinan. Dikatakannya pula bahwa biasanya kalau Menpangad Jendral A Yani berhalangan , maka pimpinan Angakatan Darat selalu diserahkan Kepada Pangkostrad. 

Akan tetapi Presiden Soekarno menolak pengunduran diri tersebut, dan mengangkat Jendral Soeharto sebagai panglima Pemulihan Keamanan, dan ketertiban. Untuk itu Presiden Soekarno kemudian membuat pidato radio yang menjelaskan tentang tugas dan kedudukan Mayjen Soeharto.     
  
 Minggu, 2 Oktober 1966

Presidium Kabinet Ampera dalam SK No.47/1966 telah menetapkan penggunaan Rupiah baru. Ini merupakan salah satu dari serangkaian kebijakan yang dikeluarkan oleh Kabinet Ampera dalam bidang ekonomi, dalam rangka usaha rehabilitasi dan stabilitas ekonomi nasional. Selain itu telah dikeluarkan pula 4 SK lainnya, yaitu keputusan No. 47/1966 yang berisi tentang  besarnya bonus Ekspor (BE)  ; Keputusan No. 49/1966 tentang pembiayaan dan pembebanan atas impor ; Keputusan No. 50/1966 penyediaan Devisa dari dana Devisa dan kredit-kredit luar negri untuk keperluan impor barang dan jasa; dan keputusan No. 51/1966 tentang penugasan dan tanggung jawab di bidang ekspor, yaitu Menteri/Departemen Perdagangan, Menteri/Departemen Keuangan. Menteri/Departemen Maritim, dan BNI/bank Sentral.
   
Senin, 2 Oktober 1967

Pejabat  presiden menyatakan bahwa kita harus meyakinkan dunia luar tentang kesanggupan kita untuk melaksanakan RAPBN tahun 1968 yang 77% dananya berasal dari sumber-sumber dalam negeri. Dikatakan pula  bahwa pihak IMF masih belum yakin akan kemampuan kita untuk memperoleh jumlah tersebut, oleh sebab itu diharapkan oleh Jendral Soeharto agar peserta musyawarah kerja direktorat jendral pajak melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai target pajak sebesar 42,3 milyar  rupiah. Hal ini  dikatakan pejabbat Presiden kita menerima 97 peserta musyawarah kerja direktorat jendral pajak hari ini. 

Pejabat presiden dalam sambutan tertulisnya pada penutupan Raker Dinas pertanian Rakyat  hari ini meminta Depatemen pertanian untuk meningkatkan produksi pangan. Dalam rangka mengatasi masalah pangan. Jendral Soeharto mengatakan bahwa masalah pangan merupakan salah satu masalah nasional yang sangat mendesak dan perlu diatasi. Untuk itu pemerintahan telah menetapkan sasaran-sasaran yang akan dicapai. Sasaran-sasaran tersebut adalah pencukupan kebutuhan pangan yang terjangkau oleh daya beli rakyat, melalui program intensifikasi dan ekstentifikasi. 
Sebagai ekor penyerbuan massa KAMI dan KAPPI jaya terhadap Kedutaan besar RRC di jakarta , RRC telah melancarkan protes yang “ paling mendesak dan paling keras “ kepada pemerintah Indonesia. 


Kamis, 2 Oktober 1969 

Malam ini Presiden Soeharto menerima kunjungan-kunjungan Partai Liberal Demokrat jepang yang dipimpin oleh Mitsujiro Ishii di kediamannya. Dalam pertemuan itu telah dibicarakan tentang perkembangan ekonomi Indonesia. Mereka sependapat dengan Presiden Soeharto pembayaran utang-utang masa lalu Indonesia jangan sampai menggaggu pembangunan yang kini dilaksanakan. 

Kamal A Risaat, utusan pribadi Presiden RPA Gamal Abdel Nasser, juga diterima Presiden Soeharto seusai pertemuan dengan anggota Partai Liberal Demokrat Jepang.  Dalam pertemuan itu Risaat menyampaikan  pesan khusus Presiden Nasser bagi Presiden Soeharto. Pesan antara lain mengenai posisi RPA sekarang dalamm mengahadapi persoalan Timur Tengah, dan perjuangan mengahadapi Israel. Presiden Nasser juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan RPA atas bantuan yang diberikan Indonesia selama ini. 

Sabtu, 2 Oktober 1971

Menhamkam Jendral  Soeharto hari ini melantik komjen. (pol) Drs. Moh. Hasan sebagai             Kapolri, menggantikan komjen. (pol) Drs. Hugeng. Pada kesempatan itu Jendral Soeharto mengingatkan masyarakat,  terutama anggota Polri, bahwa walaupun sudah banyak kemajuan yang dicapai dalam usaha mengembalikan ketertiban masyarakat, namun tugas-tugas itu masih jauh dari pada selasai . rakyat tidak akan menutup mata akan kenyataan masih adanya pelanggaran-pelanggaran dan penyelewengan terhadap hukum dan ketertiban yang jelas akan mengganggu kondisi pertahanan dan keamanan bangsa dan negara. Akan tetapi pelanggaran dan penyelewengan bukan hanya tanggungjawab kapolri saja, seluruh warga masyarakat harus memikirkan dan memecahkan persoalan tersebut, demikian Jendral soeharto. 

Kamis, 2 Oktober 1975

Pukul 09.00 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima Menteri Dalam Negeri Amirmacmud. Usai pertemuan itu, Amirmacmud menjelaskan kepada pers. Bahwa Presiden Soeharto telah memberikan bantuan kapada para pengungsi Timur Portugis yang kini berada di wilayah Indonesia. Bantuan yang berjumlah Rp.100 juta itu dipergunakan untuk penyediaan makanan bagi sekitar 40.000 orang pengungsi. 

Melalui dana bantuan sosial/kerohanian, hari ini Presiden Soeharto menyerahkan bantuan sebesar Rp.3.000.000,- untuk penyelesaian pembangunan masjid Taman Siurodadi. Masjid tersebut terletak di desa Kediri, kabupaten Tabanan, Bali. 

Selasa, 2 Oktober 1979

Hari ini, di Bina Graha, Kepala Negara menerima Badan Pekerja Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional yang di pimpin oleh ketuanya Prof.Dr. Slamet iman Santoso. Diantara para anggota badan pekerja yang hadir adalah Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo dan Ki Suratman. 

Dalam pertemuan itu, Presiden Soeharto meminta agar dalam menyusun pokok-pokok pikiran pembaharuan pendidikan, Badan pekerja memberikan perhatian utama pada peranan dan keduduka guru yang juga berorientasi ke masa depan. Dengan demikian diharapkan Pemerintah dan masyarakat dapat menemukan cara baru didalam memberikan kedudukan yang terhormat kepada Guru. 

Kamis, 2 Oktober 1980 

Menteri Muda Transmigrasi, Martono, pukul 10.00 pagi ini mengahadap Presiden Soeharto di Bina Grahha. Dalam pertemuan itu, Kepala Negara memberikan instruksi kepada Menteri Transmigrasi di daerah perbatasan. Adapun tujuan ditempatkannya para transmigran di daerah perbatasan,  adapun tujuan ditempatkannya transmigran di daerah perbatasan itu adalah untuk memanfaatkan tanah-tanah yang masih kosong.

Jum’at, 2 Oktober 1981 

Presiden Soeharto menerima para peserta rapat kerja pimpinan Sekolah  Tinggi dan  Akademi Swasta se Indonesia  di Istana  Negara pagi ini. Pada kesepatan itu, Presiden mengatakan bahwa justru untuk keperluan pengembangannya, kalangan perguruan tinggi swasta antara  lain harus selalu dan berani memberikan informasi yang jujur dan jelas kepada Masyarakat. Menurut Presiden, hal ini  diperlukan agar dikalangan masyarakat dapat tumbuh pengertian dan kesadaran bahwa masalah yang dihadapi tidak mngkin dapat di pecahkan dengan baik oleh kalangan perguruan tinggi swasta sendiri tanpa bantuan masyarakat. 

Presiden menegaskan bahwa tanggungjawab perguruan tinggi swasta tidak saja diartikan sebagai tanggungjawab dan partisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi, melainkan juga pengakuan terhadap hak masyarakat untuk mengetahui  kenyataan dan kegiatan yang berlangsung di perguruan tinggi swasta serta efektifitasnya, dengan  memberi informasi yang jujur dan luas, maka masyarakat akan lebih adil dan obyektif dalam menilai mutu pendidikan tinggi yang diselenggarakan kalangan swasta. 

Selasa, 2 Oktober 1984

Pukul 09.00 pagi ini , bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima sembilan peserta jepang dalam pertemuan Forum Ilmu Pengetahuan dan teknologi Indonesia-jepang. Forum ini bertujuan untuk menggalakkan kerjasama antara Indonesia dan dan jepang dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Panitia pengarah forum di pihak Jepang adalah Prof Dr Keichi Oshama dan di pihak Indonesia adalah Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie.

Dalam pertemuan itu Presiden Soeharto mengaharapkan agar forum tersebut dapat lebih digalakkan untuk mempererat kerjasama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi antara kedua negara bagi kepentingan pembangunan. Menurut Presiden, hal ini diperlukan untuk melengkapi kerjasama yang telah dilakukan oleh kedua pihak dalam bidang-bidang lainnya  selama ini . 

Setengah jam kemudian, di tempat yang sama, Presiden menerima Menteri Perindustrian Hartanto, Menteri Muda UPPDN Ginandjar Kartasasmita dan Gubernur DKI Jakarta R Soeprato. Mereka menghadap Kepala Negara sehubungan rencana penyelenggaraan pameran “Produksi Indonesia 1985” pada bulan Agustus, bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-40.

Presiden Soeharto pada Prinsipnya menyambut baik rencana pameran tersebut. Akan tetapi ia mengingatkan agar pameran “produksi Indonesia 1985” itu tidak diadakan untuk memamerkan diri, melainkan untuk dan harus dapat membangkitkan kesadaran, kecintaan serta semangat kebangsaan rakyat Indonesia dalam menggunakan produksi dalam negeri.

Pukul 10.30 pagi ini, Gubernur Sulawesi Selatan, Prof Dr A Amiruddin menghadap Presiden di Bina Graha. Dalam pertemuan itu ia melaporkan mengenai perkembangan beberapa proyek yang sedang dibangun di daerahnya, seperti PLTA Bakaru, proyek penjinakan sungai Jeneberang, dan proyek transmigrasi di Mamuju. Selain itu dilaporkannya juga mengenai sejumlah proyek yang sudah hampir selesai, seperti proyek Semen Tonasa III, Pavrik Gula Takalar, dan Pabrik Pengolahan Kapas.
Pada kesempatan itu Kepala Negara mengharapkan supaya Gubernur terus memberi perhatian terhadap masalah tanah di Sulawesi Selatan, khususnya tanah yang terlantar dan belum dimanfaatkan. Menurut Presiden adalah dosa, jika tanah yang telah mendapat Hak Guna Usaha (HGU), tetapi tidak dimanfaatkan oleh pemilik HGU itu, sementara rakyat yang lainnya memerlukan tanah.

Pukul 17.00 sore ini, Presiden dan Ibu Tien Soeharto menerima kunjungan kehormatan Puteri Mahkota Kerajaan Thailand, Maha Chakri Sirindhorn di Istana Merdeka. Puteri Sirindorn yang tiba di Jakarta sore ini mengunjungi Indonesia atas undangan Presiden Soeharto. Dalam rombongannya antara lain termasuk Letjen. Dumrong Sikkamonton, dan Letjen. (Pol.) Serm Charuratana.

Ketika menerima kunjungan Puteri Mahkota Kerajaan Muangthai itu, Kepala Negara telah menjelaskan secara singkat mengenai pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia, termasuk dalam bidang kebudayaan dan pertanian. Pertemuan itu juga dihadiri oleh Duta Besar Thailand dan Nyonya Rongphet Sucharitkul, Menteri/Sekretasis Negara dan Ibu Sudharmono, dan Menteri osial, Nani Sudarmono.

Rabu, 2 Oktober 1985

Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha memimpin sidang kabinet terbatas bidang ekuin, yang dihadiri pula oleh Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah. Didalam sidang, Kepala Negara menginstruksikan agar pengembalian kelebihan pajak kepada para wajib pajak tahun 1984 sebesar Rp140 miliar itu sudah dilaksanakan selambat-lambatnya pada akhir bulan ini. Hal ini sebagai usaha untuk menambah modal para wajib pajak, sehingga mereka dapat mengembangkan usahanya dalam keadaan ekonomi sekarang ini. Selain itu, diinstruksikan pula kepada para menteri ekonomi agar hasil lawatannya ke eropa baru-baru ini dilanjutkan dengan usaha yang nyata untuk meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan, khususnya ekspor non-migas.

Didalam sidang hari ini dilaporkan bahwa laju inflasi pada bulan September menurun 0,15%, sementara laju inflasi tahun anggaran adalah sebesar 3,41% dan untuk tahun takwin 3,59%. Jumlah uang yang beredar sampai Agustus ini adalah Rp9,422 triliun; neraca perdagangan Juli 1985 surplus US$881,6 juta, berasal dari ekspor US$1,779 miliar dan impor US$898 juta. Di bidang perdagangan, pegadaan berbagai komoditi strategis seperti pupuk, semen, minyak goreng, besi baja, garam dan kertas adalah stabil . 

Kamis, 2 Oktober 1986

Pukul 10.30  pagi ini Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet terbatas bidang ekuin di Bina Graha. Didalam sidang hari ini pemerintah mengeluarkan PP No. 45 tahun 1986 tentang penyesuaian harga atau nilai perolehan harta berkenaan dengan perubahan nilai tukar rupiah ( Devaluasi Asset ) kekayaan atau harta perusahaan yang di miliki dan masih masih dipergunakan . kebijaksanaan ini diambil dangan maksud untuk mendorong kegiatan ekonomi setelah devaluasi. Sidang kabinet juga memutuskan untuk menaikkan fiskal bepergian keluar negeri dari Rp. 150 ribu menjadi Rp.250 ribu kebijaksanaan berlaku mulai tanggal 6 oktober minggu depan. 

Sidang mmencatat bahwa tingkat inflasi pada bulan september yang lalu naik sebesar 2,81% dibandingkan dengan keadaan pada bulan agustus. Pemerintah berkesimpulan bahwa kenaikann ini tidak ada hubungannya dengan kebijakan devaluasi. Dengan keikan itu maka  tingkat inflasi pada tahun anggaran sekarang ini mencapai 4,39%, dan tingkat inflasi dalam tahun takwim adalah 5,9%. Semetara itu neraca perdagangan sementara bula juli yang lalu menunjukan serplus sebesar US$ 275,9 juta. 

Minggu,  2 Oktober 1988  

Pada jam 9.30 pagi ini Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan resmi dengan Kanselir Helmut Kolh di Istana Merdeka. Pembicaraan dibagi atas dua babak. dalam babak pertama, selama satu jam, pembicaraan melibatkan pula pejabat pejabat penting dari kedua belah pihak.  Pada babak kedua berlangsung pembicaraan empat mata Presiden Soeharto dan Kanselir kohl selama satu jam pula . sementara itu di tempat lain berlangsung pula pembicaraan bisnis antara para pengusaha jerman dan indonesia . 

Usai pertemuan, Kanselir Helmut Kohl mengatakan bahwa dengan Presiden Soeharto telah di bicarakan upaya-upaya peningkatan kerjasama kedua negara terutama dalam bidang ekonomi. Republik federasi jerman ingin meningkatkan infestasi dan kredit pembangunan di Indonesia yang disertai dengan perbaikan persyaratannya. Selain itu Jerman akan membantu dalam perluasan prasarana dan industri pertanian .
Siang ini, pada jam 12.30, Kanselir dan nyonya hannelore kohl melakukan kunjungan perpisahan kepada presiden dan ibu soeharto. Tak lama kemudian pasangan pemimpin pasangan pemimpin jerman itu meninggalkan jakarta menuju Bali untuk berisirahat. 

Senin, 2 Oktober 1989 

Pukul 09.00 pagi ini, bertempat di istana merdeka, Presiden Soeharto menerima kunjungan pimpinan konferensi waligereja indonesia ( KWI ) dan panitia penyambutan Paus. Mereka menghadap kepala negara untuk melapor tentang rencana kunjungan Paus Paulus II di Indonesia minggu depan. 

Pada pertemuan itu presiden mengingatkan kepada umat katolik di indonesia agar tidak bersikap demonstratif dalam menyambut kedatangan paus. Kepala negara mengharapkan penyambutan kunjungan paus itu   berjalan tertib sesuai tujuan utamanya, yakni untuk beribadah. 

Sumber : Jejak Langkah Jilid 1-6