PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

50 Inisiatif Pak Harto. Mengakhiri Dualisme Kepemimpinan (6)

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,
”Maka tidak ada satu golongan pun yang menang terhadap yang lain. Sebab yang menang adalah kita bersama. Yang menang adalah kepentingan rakyat, yang menang adalah keadilan dan kebenaran, yang menang adalah kita semua dalam menegakkan kembali UUD 1945. Yang menang adalah Orde Baru.” 

Pak Harto tentang pengangkatannya sebagai Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967, dalam Otobiografi “Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya”, 1989.

PASCA TRAGEDI G30S/PKI, situasi dan kondisi Indonesia tak lalu surut dari gonjang-ganjing. Ketidakpuasan masyarakat dan mahasiswa terhadap kepemimpinan Bung Karno mewujud dalam bentuk demonstrasi dan tuntutan bernama Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Bubarkan PKI, bersihkan kabinet dari unsur-unsur G30S/PKI, dan turunkan harga. Inilah artikulasi pesan yang terus menekan Bung Karno sebagai presiden saat itu.

Dinamika kebangsaan ini melahirkan dualisme kepemimpinan yang tidak kalah rumitnya. Bung Karno masih diakui formal sebagai presiden, tapi telah mengalami deteriorisasi. Aksesibilitas terhadap menteri-menterinya sudah tidak leluasa lagi, karena ada Presidium Kabinet yang harus dilibatkan dalam berbagai pengambilan kebijakan. Sementara Pak Harto sebagai Ketua Presidum Kabinet menjadi figur kepemimpinan baru yang mulai menjadi tumpuan harapan masyarakat.



Dualisme kepemimpinan itu berakhir ketika Presiden Soekarno pada 20 Februari 1967 mengeluarkan pengumuman Presiden/Mandataris MPRS/Panglima Tertinggi ABRI tentang penyerahan kekuasaan pemerintahan yang didasarkan atas Ketetapan MPRS No. XV tahun 1966 yang menyatakan apabila presiden berhalangan, maka pemegang Surat Perintah 11 Maret memegang jabatan Presiden. Tanggal 22 Februari 1967 diserahkanlah kekuasaan pemerintahan dari Presiden Soekarno kepada pengemban ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966, Jenderal Soeharto. 



Akhirnya, Sidang Istimewa MPRS di Jakarta pada 7-12 Maret 1967 menuntaskan dualisme kepemimpinan ini. Sidang menghasilkan Ketetapan No. XXXIII/MPRS/1967 yang memutuskan untuk mencabut kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno dan menarik kembali mandat MPRS dari Presien Seokarno serta segala kekuasaan pemerintahan negara yang diatur dalam UUD 1945, serta mengangkat pengemban ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, Jenderal Soeharto, sebagai pejabat Presiden hingga dipilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilihan Umum. Pada hari terakhir Sidang istimewa, 12 Maret 1967, Jenderal Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia.***



Penulis : Mahfudi