PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah, 11 Juli Sekian Tahun Yang Lalu

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,

Senin, 11 Juli 1966
Waperdam Hankam a.i Letjen Soeharto menerima pimpinan partai politik dan organisasi massa, yaitu PNI, IPKI, Parkindo, Partai Katolik, Angkatan Muda Pancasila, dan Muhammadiyah dalam rangka melanjutkan dengar pendapat sebagai langkah persiapan kearah terbentuknya Kabinet Ampera.

Selasa, 11 Juli 1967
Pengurus Pusat beserta Pengurus Cabang PWI Jakarta telah menghadap Pejabat Presiden hari ini. Dalam pertemuan ini, Jenderal Soeharto telah menanggapi sementara pendapat yang mengatakan bahwa Pejabat Presiden Soeharto bersikap modest dalam menyelesaikan masalah. Jenderal Soeharto mengatakan bahwa tidak semua persoalan dapat diselesaikan secara tegas dan keras, sebab adakalanya diperlukan sikap yang lembut dan bahkan dengan sikap yang kelihatan lunak itu dapat diharapkan hasil yang sebaik-baiknya.

Sabtu, 11 Juli 1970
Presiden Soeharto menyaksikan pameran alat-alat pertanian buatan Pindad, dihalaman Bina Graha, Jakarta. Alat-alat pertanian yang dipamerkan itu ialah pompa sawah, penyemprot hama, mesin perontok, mesin pemecah kulit, mesin penyosoh beras, dan alat pres batako. Adanya perhatian yang besar dari Presiden terhadap perlengkapan tersebut tercermin dari keinginan agar alat-alat tersebut dapat dimiliki oleh unit-unit desa. Kepala Negara bahkan menghubungkan penggunaan alat itu dengan subsidi yang diberikan pemerintah kepada desa-desa.

Selasa, 11 Juli 1972
Presiden Soeharto bertatap muka dengan rakyat Madura. Didalam rapat umum di Pamekasan maupun di Sampang, Presiden kembali menegaskan bahwa tahap perjuangan kita sekarang ini ialah mengisi kemerdekaan dengan menyusun masyarakat adil dan makmur, kita harus dapat memperbaiki taraf hidup seluruh lapisan rakyat, terutama kaum tani yang merupakan 80% dari rakyat Indonesia.

Rabu, 11 Juli 1973
Presiden Soeharto meresmikan pabrik farmasi milik PT Ciba-Geigy Pharma Indonesia yang terletak di Jalan Raya Bogor Km 27, di pinggiran Jakarta. Pada kesempatan ini Presiden menganjurkan para ahli farmasi mulai meneliti penggunaan obat-obat asli Indonesia, sehingga produksi dan pemasarannya dapat ditingkatkan. Dikemukakan pula oleh Presiden bahwa selama Pelita I kita telah dapat memenuhi lebih kurang 90 % kebutuhan obat dengan obat-obatan buatan dalam negeri. Ini berarti penghematan devisa, disamping perluasan lapangan kerja dan peningkatan kegiatan ekonomi.

Senin, 11 Juli 1977
Menteri Perdagangan Radius Prawiro melaporkan kepada Presiden Soeharto mengenai perkembangan pabrik buah dab biji mete di desa Kelor, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Setelah itu Menteri Perdagangan menyatakan kepada wartawan bahwa pabrik yang dibangun dengan biaya Rp. 85 juta itu akan selesai pada bulan September 1977. Pembangunan ini dimaksudkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat daerah tandus Gunung Kidul yang menanam jambu mete dalam rangka penghijauan. Luas tanaman jambu mete itu mencapai 18 ribu hektar. Biji jambu mete tersebut diolah oleh pabrik untuk konsumsi dalam negeri dan ekspor. Sedangkan buahnya akan diolah menjadi minuman yang berupa jus dan anggur sebagai hasil penemuan ahli kita. Sebagai persiapan dari proyek ini masyarakat telah diajarkan untuk membuat anggur yang masih kasar dari buah jambu mete kemudian disetorkan kepada pabrik. Hasil jambu mete di daerah ini sekarang adalah 1.200 ton dan dapat ditingkatkan menjadi 4.500-4.800 ton pada tahun 1980.

Rabu, 11 Juli 1979
 Di Padalarang, Jawa Barat, Presiden Soeharto meresmikan Depot Bahan Bakar Minyak Pertamina. BBM yang ditimbun di depot yang cukup besar ini langsung dipompa dari Cilacap, Jawa Tengah, melaljui saluran yang panjangnya ratusan kilometer dan menggunakan teknologi tinggi.

Penyusun : Gani Khair