PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 24 Juli 1969 - 24 Juli 1990

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Kamis 24 Juli 1969
Presiden Soeharto memberikan petunjuk-petunjuk kepada beberapa menteri dan pejebat tinggi Negara yang menurut rencana akan mengadakan pembicaraan resmi dengan rombongan Presiden Nixon.  Para Pejabat yang akan terlibat dalam pembicaraan resmi tersebut adalah Menteri Luar Negeri Adam malik, Menteri Negara Ekuin Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Menteri Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo, Menteri Keuangan Ali Wardhana, Menteri Perindusterian M Yusuf, Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro, Ketua Panitia Penanaman Modal Asing M Sadli, Kepala Staf hankam Letjen. Soemitro, dan Duta Besar RI untuk AS Soedjatmoko serta Kepala Protokol Departemen Luar Negreri Suryono  Darusman.
 
Saptu 24 Juli 1971
Pimpinan yayasan Dana AL-Falah yang di wakili oleh Letjen Sarbini dan Jenderal (Pol) Sutjipto Judodihardjo menemui Presiden di Istana Merdeka hari ini. Dalam pertemuan itu Presiden Soeharto Telah Menyampaikan Untuk Membeli obligasi Yayasan Al-Falaah sebesar Rp 2.500.000,-.
 
Sabtu 24 Juli 1976
Presiden Soeharto menghadiri acara peringatan Israk Mikraj yang  diselenggarakan di Istana Negara mala mini. Dalam amanatnya, Kepala Negara mengatakan bahwa umat Islam tidak pelu takut terhadap teknologi, karena teknologi itu adalah netral. Menurutnya, yang menjadikan teknologi itu baik atau buruk adalah manusia itu sendiri. Itu sebabnya mengapa sangat penting bagi kita umat beragama untuk mengarahkan agar teknologi itu digunakan untuk kepentingan dan kebahagiaan umat manusia.
Di bagian lain pidatonya, Presiden mengingatkan peranan para pemuka agama dalam membangun bangsa kita. Untuk ini saling pengertian dan Kerjasama antar  para pejabat dan pemuka agama serta antara pemuka berbagai agama mutlak ditingkatkan dan dimantapkan. Ketidak serasian, apa lagi saling curigai mencurigai antar kedua soko guru masyarakat itu dan antara agam satu dengan agama yang lain, pasti akan berakibat buruk dan membahayakan masyarakat. Demikian Presiden.
 
Senin, 24 Juni 1978
Pagi ini di Istana Negara, Presiden Soeharto membuka Musyawarah Nasional ke-5  Persatuan Werdatama Republik Indonesia ( PWRI ). Dalam amanat pembukaanya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa arah pembangunan yang lurus harus kita jaga, sebab dalam perjalan pembangunan  yang bayak lika-likunya pasti ada akibat-akibatnya sampingan yang negative. Diingatkan bahwa disampaing merupakan rangkaian perubahan dan kemajuan, pembangunan juga harus disertai dengan rangkainan koreksi untuk penyempurnaan dan penyesuaian.
Mengenai Repelita III yang saat ini Sedang di susun oleh Pemerintah Kepala Negara Mengatakan bahwa ia merupakan Kesempatan yang baik untuk mempertegas wajah keadilan dan kemeretaan. Kepada PWRI dimintanya untuk ikut menyumbangkan pikiran untuk repelita III itu.
Pagi ini pula, bertempat di Bina Graha, Kepala Negara membuka Lokakarya Nasional Riset dan Teknologi. Dalam kata sambutannya, Presiden Soeharto antara lain meminta agar apa yang telah ditegaskan GBHN mengenai riset dan teknoligi dijadikan sebagi pangkal tolak dalam merenung dan menetapkan pembangunan bidang riset dan teknologi  untuk masa-masa mendatang. Sebagaimana diketahui di dalam GBHN ditegaskan bahwa pemanfaatan teknogi dan ilmu pengetahuan dalam pembangunan harus memperhatikan syarat-syarat : tetap membuka kesempatan kerja yang luas, mampu menaikkan produktifitas tenaga kerja, menggunakan alat-alat yang sebanyak mungkin kita hasilkan sendiri dalam mampu kita pelihara sendiri, mendukung tercapainya sasaran-sasaran pembangunan dan mempertinggi keterampilan untuk menggunakan teknologi yang lebih maju di kemudian hari.
 
Selasa, 24 Juli 1979
Menteri Pwrindusterian, AR Soehoed, pukul 11.00 pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Usai menghadap, ia mengatakan Presiden menyambut baik perkembangan pembangunan industry di dalam negeri dewasa ini, terutama pertumbuhan industeri kecil.
Menteri Kerjasama Ekonomi Republik Federan Jerman, Rainer Offergeld, mengunjungi Presiden Soeharto di Bina Graha siang ini. Dalam pertemuan yang dihadiri juga oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Harun Zain itu telah dibahs tentang kemungkinan pengembangan proyek transmigrasi di Kalimantan Timur melalui Kerjasama antara kedua Negara. Dalam hubungan ini, untuk tahap pertama, Jerman Barat akan menyediakan dana sebesar Dm20 juta. Demikian  dikatakan Menteri Offergeld setelah di terima Presiden.
 
Kamis, 24 juli 1980
Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono SH, mengatakan bahwa Presiden Soeharto telah menerima surat 19 orang anggota DPR yang berisikan dua pertanyaan. Dikatakannya lebih jauh bahwa sampai saat ini Presiden belum member petunjuk-petujuk tentang kemungkinan dijawab atau tidak surat tersebut. Tetapi ditambahkannya bawa bila dipelajari tata tertib DPR, tidakan ada ketentuan yang mewajibkan Kepala Negara menjawab pertanyaan-pertanyaan angota DPR selaku perseorangan. Namun demikian dikemukakan bahwa dijawab atau tidaknya surat pertanyaan 19 anggota DPR itu tergantung kepada Pemerintah dan permasalahan yang dipertanyakan.
 
Jum’at 24 Juli 1981
Presiden Soeharto telah memberikan bantuan sebesar Rp 115.618.540,- untuk pembangunan rumah sakit Islam dan Masjid Hujahin di Bandung. Bantuan tersebut hari ini deserahkan oleh Sesdalopbang, Solichin GP, kepada masing-masing panitia melalui Sekretaris Wilayah/Daerah Bandung.
 
Selasa, 24 Juli 1984
Presiden Soeharto menghadap agar “gerakan orang tua asuh” digalakan lebih luas, karena semakin pihak yang bersedia membiayai pendidikan anak-anak yang tidak mampu, maka program wajib belajar akan lebih sukses. Diharapkan pula oleh Kepala Negara agar gerakan orang tua asuh itu dilaksanakan secara sepontan dan tidak menuntup kemungkinan satiap orang menyalurkan keinginannya menjadi orang tua asuh melalui organisasi kemasyarakatan.
Demikian dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nugroho Notosusanto, setelah diterima Presiden Soeharto pagi ini di Bina Graha.
 
Kamis, 24 Juli 1986
Pukul 09.30 pagi ini Presiden Soeharto meresmikan pengoprasian PLTA Saguling di Saguling, Jawa Barat. PLTA yang mempunyai kapasitas terpasang sebesar 700 mengawat ini merupakan PLTA terbesar di Indonesia saat ini. Pembangunan dapat diselesaikan sesuai dengan rencana, sekalipun tidak sedikint hambatan  yang harus diatasi.
Memberikan sambutan pada peresmiaan ini, Kepala Negara meminta agar lingkungan yang telah berubah wajah dengan adanya PLTA ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh masyarakat setempat. Dimintanya pula perhatian agar lingkungan yang terlah kita ubah secara sadar itu benar-benar dapat dipelihara. Diingatkannya bahwa kelestarian waduk Saguling, dan juga waduk-waduk lain di daerah aliran sungai Citarum, sangat penting artinya bagi masyarakat Jawa Barat dan Jakarta.
 
Selasa, 24 Juli 1990
Didahului kunjungan kehormatan para menteri luar negeri ASEAN berserta isteri mereka kepada Presiden dan Ibu Soeharto di Istana Merdeka pagi ini, selanjutnya Kepala Negara membuka Sidang Tahunan ke – 23 Para Menteri Luar Negeri ASEAN di Istana Negara. Selain Ali Alatas, siding berlangsung selama dua hari di Hotel Hilton itu dihadiri oleh menteri-menteri luar negeri yang hadir yaitu Pangeran Muhammad Bolkiah ( Brunei Darussalam) Raul Manglapus ( Filipina) Dato abu Hassan Omar (Malaysia), Wong Kan Seng( Singapura), dan Siddi Savetsila ( Thailand).
Dalam kata sambutannya, Kepala Negara anatara lain Mengatakan bahwa ASEAN harsus bersiyap-siap menghadapi suatu lingkungan ekstern yang sangat berbeda dalam dasawarsa 1990-an mendatang ini. Menghadapin prospek demikian. ASEAN perlu memlihara kemampuan yang sepadan untuk senantiasa dapat menyesuaikan diri secara dinamis sambil tetap menjaga kesatuan sikap dan gerak menuju tujuan bersama. Karena itu pulalah pertemuan-pertemuan tingkat menteri ASEAN tidak bias lagi bersifat rutin.
Pertemuan-pertemuan itu, demikian Presiden, tidak bias lagi sekedar menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan serta hasil-hasil yang dicapai pada tahun yang lewat dan merencanakan program kerja untuk tahun-tahun berikutnya. Sebaiknya, pertemuan –pertemuan tahunan ini hendaknya sepenuhnya dimanfaatkan untuk menilai dan mengkaji ulang secara keritis dan menyeluruh posisi, kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan pokok ASEAN dalam suatu lingkungan regional dan internasional yang sedang berubah dengan cepat dan terus berkembang itu.
Lebih jauh Presiden mengingatkan bahwa dalam keadaan seperti sekarang ini, tidak terelakkan bahwa ASEAN akan ditantang untuk mempertegas lagi jiti-dirinya serta tujuan-tujuannya dasarnya. Maka dari itu, tugas utama kita adalah untuk terus meningkatkan kemampuan bersama kita, agar dapat mengidentifikasi dan sepenuhnya memanfaatkan peluang-peluang baru, maupun mengantisipasi dan mengatasi hambatan-hambatan potensi yang terkandung dalam situasi yang sedang berkembang itu.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo