PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto 1967-1971

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,
Info grafis oleh Sari Puspita Ayu

RABU, 16 AGUSTUS 1967

Hari ini untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia, Pejabat Presiden Jenderal Soeharto menyampaikan pidato kenegaraannya di depan sidang DPR-GR sehari sebelum perayaan Hari Kemerdekaan. Hal ini berbeda dari tradisi Orde Lama dimana Presiden Soekarno menyampaikan pidato kenegaraannya pada tanggal 17 Agustus di dalam rapat umum di depan Istana Merdeka, dan dalam suasana yang menggelora-gelorakan semangat rakyat. Dengan berhadapan secara langsung di depan DPR-GR, maka Jenderal Soeharto ingin memfungsikan lembaga perwakilan rakyat itu dengan memberikan semacam “pertanggunganjawab” tahunan akan hal-hal yang telah dikerjakan oleh pemerintah.

Penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang terjadi pasa masa Orde Lama telah membawa akibat yang sangat luas dan mendalam, bahkan merusak sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara. Mengenai Orde Baru dijelaskan, bahwa fungsi dan tujuan Orde Baru adalah untuk mempertahankan, memurnikan wujud dan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian Orde Baru merupakan tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara, yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni. 

Mengenai kepartaian, Jenderal Soeharto mengatakan bahwa kehidupan kepartaian tetap dijamin, justru untuk memberikan wadah yang sehat dan konstruktif bagi hak rakyat untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran. Masalah ideologi tidak berguna diperuncingkan dan tidak banyak manfaatnya bagi pertumbuhan bangsa, sebab itu kita semuanya telah menentukan Pancasila sebagai pandangan hidup kita, sebagai ideologi bersama, sebagai ideologi partai politik dan organisasi lainnya. 

Mengenai ABRI, Pejabat Presiden mengatakan bahwa ABRI tidak mungkin menjadi diktator militer, sebab justru ABRI mempunya Sumpah Prajurit dan Sapta Marga yang menegaskan tekad ABRI untuk membela Pancasila dan UUD 1945. Demikian antara lain butir-butir dan pidato kenegaraan Pejabat Presiden Jenderal Soeharto.

JUM’AT, 16 AGUSTUS 1968

Presiden Soeharto menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka peringatan proklamasi kemerdekaan dalam sidang istimewa DPR-GR. Dalam pidato kenegaraan tersebut, Presiden antara lain mengatakan bahwa rencana pembangunan lima tahun hanya dapat dilaksanakan dengan sukses apabila stabilisasi politik dan ekonomi dapat diwujudkan. Oleh karena itu sampai akhir 1968 dan awal 1969, yaitu sebelum memasuki masa pembangunan, pemerintah mencurahkan segenap perhatian dan kemampuannya mewujudkan stabilisasi politik dan ekonomi disamping mengembalikan keamanan dan ketertiban. Kepada para anggota DPR-GR, Presiden menyampaikan juga bahwa pembelian beras ole pemerintah untuk tahun 1968 telah mencapai 90% dari target pembelian dari produksi dalam negeri yang telah ditetapkan, yaitu sebanyak 600,000 ton. Ini merupakan suatu hasil yang belum pernah dicapai dalam pembelian di tahun-tahun sebelumnya. 

Presiden Soeharto juga mengemukakan pembukaan UUD 1945 yang mengandung Pancasila harus tetap dipertahankan, tidak boleh diubah. Menurut Jenderal Soeharto, mengubah UUD 1945 berarti membubarkan negara yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Selain masalah Pancasila dan UUD 1945, Presiden juga menyinggung beberapa hal lain seperti masalah PKI, kepartaian, keagamaan, pers, hubungan pusat dan daerah, masalah aparatur negara, dan masalah Irian Barat. 

Tentang PKI
Diingatkan oleh Presiden bahwa bahaya PKI masih tetap mengancam. Pernyataan mengenai bahaya PKI ini bukanlah dimaksudkan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk menggugah kesadaran da kewaspadaan, karena banyak diantara kita yang kurang menyadari bahaya-bahaya ini dan bahkan ada juga yang menganggap bahaya PKI telah habis.

Mengenai partai politik dikatakan pula oleh Presiden bahwa ia bukanlah alat untuk memperoleh pengikut sebanyak-banyaknya atau untuk menang dalam pemilihan umum, melainkan juga sebagai alat pendidikan politik. Adanya partai-partai politik dalam suatu negara salah satu pertanda adanya demokrasi, demikian Jenderal Soeharto. Tentang masalah agama, Presiden Soeharto mengatakan bahwa orang yang merasakan bahwa agamanya terdesak adala orang yang merasakan bahwa agamanya terdesak adalah orang yang kurang teguh imannya dan kurang mengamalkan agama dengan sebaik-baiknya. Ini merupakan kesempitan pandangan, bukan kesempitan ajaran agamanya, melainkan kesempitan pemeluk-pemeluknya sendiri. 

Tentang Pers
Presiden mengingatkan agar pers tidak hanya menekankan segi komersial, atau sebagai alat praktis belaka. Pers hendaknya juga mempunyai idealisme pers nasional yang bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, memperkuat persatuan dan kesatuan Indonesia, menumbuhkan kehidupan demokrasi yang sehat dan mempercepat pelaksanaan pembangunan. 

Hubungan Pusat dan Daerah
Jenderal Soeharto mengatakan bahwa ia hendaknya dibangun di atas prinsip yang memperhatikan dua segi, yaitu :
Satu pihak tetap menjamin sifat negara kesatuan, 
Pihak lain, daerah mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan prakarsa sesuai dengan kemampuannya. 
Aparatur Pemerintahan 
Jenderal Soeharto mengatakan bahwa pemerintah akan melanjutkan upaya menyempurnakan dan pembersihan aparatur pemerintahan. Ini dilakukan dengan cara mengadakan penertiban dengan cara membubarkan badan-badan yang tidak perlu dan menyederhanakan perusahaan-perusahaan negara. Tujuannya inilah agar tercipta aparatur negara yang kuat, tertib, efektif, efisien da berwibawa yang mampu melaksanakan tugas-tugas pembangunan.

ABRI
Dikatakan oleh Presiden bahwa ABRI sebagai alat keamanan negara tidak mengurangi fungsinya yang lain sebagai golongan karya dan kekuatan sosial-politik. Tidak perlu timbul kekhawatiran akan adanya militerisme di Indonesia, karena peranan dan kedudukan ABRI tunduk kepada segala bentuk peraturan hukum yang berlaku. Dan mengenai hukum itu Presiden mengatakan bahwa sistem konstitusional dan hukum akan dapat ditegakkan dengan sungguh-sungguh, karena kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari pengaruh kekuasaan lainnya. 

Sebelumnya Jenderal Soeharto menginformasikan bahwa antara Indonesia, Belanda dan Sekretaris Jenderal PBB telah tercapai saling pengertian mengenai masalah Irian Barat. Saling pengertian yang dicapai itu adalah tentang pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Penentuan pendapat rakyat akan dilaksanakan sebelum akhir 1069 atas tanggung jawab pemerintah Indonesia. 

SABTU, 16 AGUSTUS 1969

Meneruskan tradisi yang telah dimulai sejak 1967, Presiden Soeharto pagi ini, untuk ketiga kalinya, mengucapkan pidato kenegaraan dalam sidang DPR-GR. Pada kesempatan itu Presiden mengulang kembali peringatannya bahwa bahaya yang paling besar bagi RI sekarang ini adalah kegagalan Pelita, karena ia tidak hanya berarti hilangnya kepercayaan rakyat kepada Pemerintah, melainkan juga hancurnya hasil-hasil kemajuan ekonomi,  yang dapat mengakibatkan kembalinya PKI dan hancurnya Pancasila. Oleh sebab itu dalam amanat kenegaraannya  kali ini, Presiden Soeharto secara khusus memberi tekanan pada tanggung jawab anggota-anggota masyarakat sesuai dengan tempat dan kedudukan masing-masing, sehingga terpelihara persatuan dan kesatuan bangsa. 

Selain itu, Presiden juga secara panjang lebar berbicara mengenai berbagai masalah pembangunan Indonesia. Antara lain misalnya tentang demokrasi dan kehidupan ekonomi bangsa serta hasil-hasil yang telah dicapainya. Perdagangan impor-ekspor, dan kebijaksanaan pemerintah serta langkah-langkah yang dapat mendorong kegiatan-kegiatan ekonomi juga dikemukakan Presiden. Demikian pula tentang masalah anggaran pembangunan, pembangunan Irian Barat, serta kerjasama ekonomi dengan luar negeri.

MINGGU, 16 AGUSTUS 1970

Dalam rangka peringatan hari kemerdekaan RI, pagi ini pukul 09.00 WIB, untuk yang keempat kalinya, Presiden Soeharto menyampaikan amanat kenegaraan di depan sidang DPR-GR. Kepala Negara antara lain mengemukakan bahwa pemerintah tidak akan memberi angin kepada koruptor dan bertekad untuk tanpa pandang bulu menyeret mereka ke pengadilan. Dikatakannya pula bahwa sebab utama meluasnya korupsi mengandung berbagai pengertian. Ditegaskannya pula bahwa ia sendiri akan memimpin langsung pemberantasan korupsi itu. Sementara mengecam koruptor, Presiden telah menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pegawai-pegawai negeri, pejabat-pejabat atau karyawan-karyawan yang jujur. Masih berkaitan dengan masalah korupsi, Presiden menegaskan bahwa ia tidak akan melayani tuntutan-tuntutan masyarakat yang dicari-cari, seperti tuntutan-tuntutan yang berselimut dengan tujuan-tujuan menjegal pemerintah dalam melaksanakan program-program nasional. Akan tetapi tuntutan yang wajar, yang masuk akal dan yang didorong oleh kemauan baik, bukan hanya akan mendapat perhatian, akan tetapi harus dilaksanakan oleh Presiden.

Membahas masalah ekonomi, setelah lebih dahulu melaporkan tentang kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam segala bidang selama tahun berjalan, Presiden mengemukakan perlunya suatu perombakan fundamental dari struktur ekonomi Indonesia. Ditegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka jauh harus menjadikan Indonesia suatu negara industri yang mampu untuk tumbuh secara cepat dan kumulatif. Oleh karena itu, menurut Jenderal Soeharto, dalam jangka jauh ekonomi Indonesia harus membebaskan diri dari ketergantungan kepada ekspor sejumlah bahan mentah yang sangat dipengaruhi pasaran dunia. Demikian beberapa pokok terpenting dari pidato kenegaraan Presiden.

SENIN, 16 AGUSTUS 1971

Pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto menyampaikan amanat kenegaraannya di depan sidang DPR-GR, dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan. Dalam amanatnya Presiden menekankan bahwa bahwa kekuatan kita yang paling besar dalam menegakkan Orde Baru ialah kesetiaan kita kepada Pancasila. Ingat, lima tahun yang lalu kekuatan rakyat dimana-mana bangkit bersama-sama ABRI untuk menumpas G-30-S/PKI, demi mempertahankan Pancasila. Ditegaskan pula bahwa tanpa keyakinan kepada Pancasila, kita tidak mungkin menumpas pemberontakan PKI, yang dahulu dikenal sebagai partai politik terkuat, dan barangkali kita juga tidak mungkin meruntuhkan Orde Lama yang telah begitu lama memusatkan kekuasaan negara pada satu tangan.

Disusun oleh : Sari Puspita Ayu