PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah, 5 Juli Sekian Tahun yang Lalu

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,,


Selasa, 5 Juli 1966
Hari ini dilaksanakan Sidang Umum MPRS, yang berlangsung sejak tanggal 20 Juni telah berakhir. Sidang berhasil mensahkan 23 ketetapan, masing-masing berupa keputusan, resolusi dan memorandum, dimana terdapat dua yang berkaitan langsung dengan kedudukan Jenderal Soeharto sebagai Pemegang Ketetapan MPRS No.IX/1966, yaitu Ketetapan MPRS No. XIII/1966 tentang rekomendasi kepada Letjen Soeharto untk membentuk Kabinet Ampera menggantikan Kabinet Dwikora, dan Ketetapan MPRS No.XV/1966 tentang Penunjukan Wakil Presiden dan Tatacara Pengangkatan Pejabat Presiden.

Rabu, 5 Juli 1967
Pejabat Presiden Jenderal Soeharto menegaskan bahwa ABRI tidak akan meluncur ke arah militerisme dengan adanya Sumpah Prajurit dan Sapta Marga, dan karena ABRI memegang teguh Pancasila dan UUD 1945. Pernyataan tersebut disampaikan dalam pidato pada acara kenaikan pangkat Laksdya Rusmin Nuryadin (Menpangau) menjadi Laksamana dan Letjen M Panggabean menjadi Jenderal di Istana Negara.

Rabu, 5 Juli 1969
Presiden Soeharto mmeperingatkan pegawai-pegawai bank pemerintah agar supaya menghentikan perlakuan tidak wajar, seperti mempersulit pemberian kredit, memeperlambat dropping uang, meminta dan menerima “uang hangus” dari para penerima kredit. Dalam hal ini Presiden mengatakan bahwa pemerintah akan mengambil tindakan yang tegas terhadap pejabat perbankan yang melakukan pelanggaran. Demikian pernyataan Kepala Negara dalam sambutan tertulisnya pada peringatan HUT BNI 1946.
Pemerintah memberlakukan UU no. 5 tahun 1969, dengan dilaksanakannya UU tersebut maka DKI Jakarta mulai hari ini telah sah menurut hukum berbada langsung dibawah Presiden.

Minggu, 5 Juli 1970
Presiden Soeharto meninjau proyek prototype perumahan kota Bandung. Proyek yang terdiri atas 3.065 unit rumah yang dibangun diatas tanah seluas 110 hektar itu terletak di Cijagra. Preiden memberikan perhatian besar terhadap proyek ini, sehingga menghabiskan waktu selama dua jam untuk peninjauan.

Rabu, 5 Juli 1978
Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekuin di Bina Graha membahas masalah moneter dan produksi pertanian. Dalam sidang dilaporkan bahwa untuk kwartal pertama tahun anggaran 1978/1979 laju inflasi sebesar 0%, ini merupakan gejala yang belum pernah terjadi di Indonesia dalam delapan tahun terakhir. Sidang menilai bahwa produksi pangan tahun ini sangat menggembirakan, terutama beras dan jagung. Hal ini karena berhasilnya panen raya di banyak daerah. Juga diungkapkan bahwa Bulog telah melakukan pembelian pangan dari BUUD dan non-BUUD sebanyak 600.000 ton setara beras, sehingga stok nasional tercatat sebesar 1,5 juta ton lebih. Pembelian ini merupakan suatu kemajuan pula, sebab dalam tahun-tahun sebelumnya belum pernah terjadi pembelian beras didalam negeri sebanyak itu dalam priode yang sama.

Selasa, 5 Juli 1983
Bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima Menteri Perindustrian Ir. Hartarto, Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Dalam Negeri Ir. Ginanjar Kartasasmita, Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Tanaman Keras, Ir Hasjrul Harahap. Kepada Kepala Negara telah dialporkan tentang rencana membangun 39 buah pabrik minyak kelapa sawit. Dalam hubungan ini Presiden memberikan petunjuk bahwa karena kemampuan bangsa Indonesia untuk membangun pabrik minyak kelapa sawit sudah ada, maka mulai sekarang pembangunan pabrik-pabrik tersebut harus sepenuhnya ditangani oleh tenaga Indonesia sendiri.
Sementara itu ketika menerima Menko Kesra Alamsyah Ratu Prawiranegara, Presiden meminta kepada RT/RW agar melakukan kampanye bahaya narkotika kepada masyarakat luas, khususnya kepada generasi muda. Diharapkannya agar kampanye tersebut dilakukan secara langsung dan mencapai masyarakat secara merata. Ditambahkan bahwa Pemerintah telah bertekad untuk melaksanakan hukuman pidana mati terhadap penyalahgunaan narkotika, hal ini sesuai dengan Undang-undang N0. 9 Tahun 1976

Jum’at, 5 Juli 1985
Dengan dihadiri lebih kurang 2000 orang undangan, Presiden Soeharto meresmikan bandar udara baru untuk Jakarta. Bandar udara yang baru dan modern ini dibangun dengan gaya arsitektur Indonesia; terletak di Cengkareng, kira-kira 20 km dari pusat kota Jakarta. Oleh Kepala Negara Bandar Udara ini diberi nama Bandar Udara Internasional Jakarta Soekarno-Hatta. Acara peresmiannya ditandai dengan penandatanganan prasasti serta pembukaan selubung “Soekarno-Hatta” yang tertulis disebuah batu setinggi sekitar dua meter. Kemudian Presiden dan rombongan meninjau Terminal A, yaitu tempat pemberangkatan dan kedatangan pesawat ke dan dari luar negeri, serta bangunan lainnya.
Dalam kata sambutannya Presiden meminta agar pengelola bandar udara internasional ini sungguh-sungguh diperhatikan, sebab bandar udara ini yang terpenting dalam jaringan penerbangan dalam negeri  dan merupakan salah satu mata rantai penerbangan internasional.

Minggu, 5 Juli 1987
Setelah mendengar laporan dari Ibu Tien Soeharto selaku Ketua Yayasan Harapan Kita, Presiden Soeharto meresmikan Museum Keprajuritan di TMII. Museum seluas 5.500 meter persegi dan dibangun di atas tanah seluas 68.000 meter persegi ini merupakan gagasan Ibu Tien Soeharto sebagai Ketua Yayasan Harapan Kita dan Ketua Badan Pengelola TMII.

Penyusun : Gani Khair