PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah, 29 Juni Sekian Tahun yang Lalu

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,,

Kamis, 29 Juni 1967
Keterangan pemerintah atas interpelasi 30 anggota DPR-GR tentang Keputusan Presiden RI No.62/1967 berkaitan dengan Ketetapan MPRS No. XXXIII/1967 adalah sebagai berikut: 1. Pada hakekatnya Ketetapan MPRS No. XXXIII/1967 itu adalah menyatakan bahwa Bung Karno bukan lagi Presiden RI dan ditegaskan dalam pasal 1 ayat 1 Keppres No.62/1967, yaitu dengan berlakunya Ketetapan MPRS No. XXXIII/1967 Bung Karno tidak lagi menggunakan sebutan Kepala Negara/Presiden RI dan lain-lain; 2. Kebijaksanaan yang dituangkan dalam Keppres No.62/1967 tidak bertentangan dengan Ketetapan MPRS No. XXXIII/1967 justeru merupakan pengamanan pelaksanaannya; 3. Pemerintah sependapat dengan anggota DPR-GR bahwa dualisme telah berakhir secara konstitusional dengan Keppres no.62/1967; 4. Setelah berlakunya Ketetapan MPRS No. XXXIII/1967, Presiden/atau Kepala Negara RI/Mandataris MPRS hanya berada pada Pejabat Presiden; 5. Bung Karno boleh mengenakan pakaian seragam Presiden/Pangti ABRI/Tanda Pangkat dan lalin-lain bila menghadiri upacara kenegaraaan berdasarkan undangan resmi pemerintah; 6. Fasilitas yang diberikan kepada Bung Karno beroifat sementara; 7. Faktor utama yang diperhitungkan pemerintah adalah stabilitas politik, oleh karena itu pemerintah mempunyai kewajiban untuk menjaga keamanan pribadi Bung Karno; dan 8. Perlakua pemerintah terhadapa Bung karno bukanlah semata-mata masalah yuridis sebab menyangkut pula aspek psikologis.

Senin, 29 Juni 1970
Presiden Soeharto melantik Dewan Pembimbing dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana di Istana Negara. Dalam sambutannya, Presiden mengatakan bahwa maslaah keluarga berencana sungguh merupakan salah satu masalah nasional. Berhasil atau tidaknya program ini dialksanakan akan menentukan pula berhasil atau tidaknya usaha untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa. Presiden mengakui bahwa jumlah penduduk yang besar merupakan salah satu potensi pembangunan. Akan tetapi dengan jumlah yang besar saja, tanpa disertai peningkatan kesejahteraan, amka akan menimbulkan suatu bencana yang sama besarnya.

Selasa, 29 Juni 1971
Presiden Soeharto menyerahkan sumbangan Rp.10 juta kepada Gubernur Jawa Tengah untuk membantu rakyat di Bantar Kawung, Brebes, yang baru-baru ini dilanda bencana alam. Sumbangan yang sama jumlahnya juga diberikan oleh Presiden Kepada Rektor Universitas Tjokroaminoto di Solo. Sri Paku Alam dan Bupati Wonosari masing-masing diberikan Rp. 24 juta untuk perbaikan daerah mereka. Semenatar itu Bupati Bogor, Jawa Barta, menerima Rp. 20 juta sebagai sumbangan Presiden bagi perbaikan Masjid Raya Bogor.
Kamis, 29 Juni 1972
Presiden Soeharto meresmikan Sekolah Teknologi Pembangunan di Yogyakarta. Dalam amanatnya, Presiden mengatakan bahwa kita sekarang sedang bergerak ke arah sistem pendidikan nasional yang baru, yaitu sistem pendidikan pembangunan. Dengan sistem ini nantinya setiap anak akan dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan; demikian harapan Presiden Soeharto.

Selasa, 29 Juni 1976
Dalam sidang kabinet paripurna di gedung Sekneg, beberapa masalah penting yang dibahas adalah hasil kunjungan Tim Pencari Fakta di Timor Timur. Pada kesempatan itu Ketua TPF, Amir Machmud bahwa keinginan berintegrasi dengan Indonesia merupakan kehendak mutlak dari bagian terbesar rakyat Timor Timur.

Kepala Negara memberikan tanggapan positif terhadap laporan tersebut. Dikatakannya bahwa meskipun kehendak rakyat Timor dapat diterima, akan tetapi pelaksanaan integrasi harus dilakukan menurut prosedur yang sejalan dengan konstitusi. Dalam hubungan ini Presiden memutuskan bahwa dalam waktu singkat pemerintah akan mengajukan RUU tentang penerimaan penggabungan Timor Timur ke dalam NKRI kepada DPR.

Selasa, 29 Juni 1982
Presiden Soeharto menerima Menteri Agama, Alamsyah di bina Graha, Presiden mengintruksikan agar biro-biro perjalanan maupun badan-badan yang mengorganisir kebernagkatan jamaah umroh ke tanah suci supaya diteliti. Hal ini perlu dilakukan mengingat bila sampai terjadi penelantaran peserta umroh di Arab saudi, maka masalahnya tentu akan menyangkut martabat bangsa.

Sabtu, 29 Juni 1985
Presiden Soeharto menyerahkan beasiswa anak asuh dari Yayasan Supersemar dan Yayasan Dharmais kepada Gubernur Irian Jaya, Izaak Hindom, Gubernur Timor Timur, Mario Vegas Carascalao, dan Gubernur DKI Jakarta Suprapto. Kepada ketiga Gubernur itu, Presiden mengatakan bahwa kedua yayasan yang dipimpinnya itu telah memberikan ribuan beasiswa kepada para pelajar dan mahsiswa, selain mengangkat ribuan anak lainnya sebagai anak asuh. Dikatakannya, bahwa bantuan ini merupakan dalam rangka perjuangan mencerdaskan dan meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia.

Penyusun : Gani Khair