PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 18 September 1967 - 18 September 1991

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,


Senin, 18 September 1967
Pejabat Presiden Soeharto, dalam sidang paripurna Kabinet Ampera di Istana Negara, menjelaskan bahwa RAPBN tahun 1968 mendatang akan berjumlah 142 milyar rupiah, yang berarti hampir dua kali lebih besar dari jumlah APBN tahun 1967. Selanjutnya dikatakan, bahwa dalam rangka pelaksanaan APBN tahun 1968 ini, gaji pegawai negeri akan dinaikkan. Akan tetapi, sejalan dengan itu, pemerintah akan mengadakan tindakan-tindakan penertiban untuk mendapatkan daya guna yang setinggi-tingginya.

Rabu, 18 September 1968
Pengurus pusat IKAHI menghadap Presiden Soeharto di Istana Merdeka pagi ini. Disamping memperkenalkan diri, pengurus organisasi hakim ini juga telah membahas soal peradilan dengan Presiden. Presiden Soeharto antara lain mengatakan bahwa pemerintah tidak akan mempengaruhi proses peradilan.

Senin, 18 September 1972
Pagi ini di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima 30 wartawan wanita Malaysia. Pada kesempatan itu, Presiden mengatakan bahwa Indonesia dewasa ini sedang giat melaksanakan pembangunan yang dilakaukan secara bertahap guna mengejar ketinggalan-ketinggalan dalam mengisi kemerdekaan. Perjuangan Indonesia didalam pembangunan dimulai dari desa-desa, sebab 80% rakyat Indonesia berasal dari desa dan hidup sebagai petani.

Selasa, 18 September 1973
Pagi ini Presiden Soeharto memimpin sidang Dewan stabilisasi Ekonomi Nasional di Bina Graha. Dalam sidang tersebut telah diputuskan untuk mengubah batas minimum pajak kekayaan, yaitu dari batas Rp3,8 juta menjadi Rp14 juta. Pajak Rp1 juta pertama diatas Rp14 juta ditentukan sebanyak 5 permil. Ketentuan baru ini mulai berlaku untuk tahun anggaran 1974/1975 yang akan datang. Demikian antara lain masalah-masalah penting yang telah dibahas dalam sidang kali ini, sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Penerangan Mashuri.

Kamis, 18 September 1975
Pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima pengurus Lembaga Alkitab Indonesia yang diketahui oleh Dr. Latuihamalodi Cendana. Sebagaimana halnya ketika menerima pimpinan Majelis Ulama Indonesia, pada kesempatan ini Kepala Negara mengajak pimpinan Lembaga Alkitab Indonesia untuk mengambil inisiatif bagi terselenggarahnya musyawarah antar umat beragama.

Sabtu, 18 September 1976
Bertempat di Istana Merdeka, pada pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima  surat kepercayaan dari duta besar Uni Soviet yang baru, Ivan Fadeavic Shpedko. Dalam balasannya terhadap Duta Besar Shpedko, Kepala Negara mengatakan bahwa dengan tetap mempertahankan dasar-dasar dan arah kami sendiri, dalam mambangun masa depanya, Indonesia membuka diri dan ingin menggunakan setiap kesempatan untuk mengembangkan kerjasama dengan dunia luar. Oleh karena itu Indonesia menyambut baik keinginan Uni Soviet untuk mengembangkan hubungan baik dengan Indonesia atas dasar saling menghormati kedaulatan, persamaan hak, saling menguntungkan dan tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing.
Setelah menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Uni Soviet, selanjutnya, bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto melantik enam orang duta besar baru Indonesia. Mereka adalah Duta Besar RIBN Djajaningrat (untuk Uni Soviet dan Mangolia), Duta Besar Mayjen. Nurmathias (untuk Australia), Duta Besar RM Sunarso Wongsonegoro (untuk Vatikan), Duta Besar HRP Mohammad Noer (untuk Prancis), Duta Besar Raden Heman Benny Mochtan (untuk Selandia Baru), dan Duta Besar Mayjen. (Pol.) Awaludin Djamin (untuk Jerman Barat).

Senin, 18 September 1978
Menteri Perekonomian Papua Nugini, Peta Lus, melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha pagi ini. Ia didampingi oleh Menteri Perdagangan dan Koperasi, Drs. Radius Prawiro.
Sebelumnya, di tempat yang sama Kepala Negara telah menerima Mufti Besar Kuwait, Syaikh Abdullah Al-Nouri. Mufti besar Kuwait ini menghadap bersama Menteri Agama, Alamsyah Ratu Perwiranegara.

Selasa, 18 September 1979
Tahap kedua pembicaraan tidak resmi antara Presiden Soeharto dan PM Lee Kuan Yew berlangsung pagi ini. Dalam babak kedua ini, pembicaraan lebih banyak berfokus pada kerjasama bilateral antara kedua negara, meskipun perhatian tetap diberikan pula pada masalah-masalah international. Salah satu aspek yang menonjol dalam pembicaraan menyangkut kerja sama bilateral adalah mengenai kemungkinan Indonesia meningkatkan ekspor sayur mayur ke Singapura. Sebagaimana diketahui selama ini, Indonesia memang sudah memasukkan sayur mayur, tetapi jumlahnya masih terlalu  kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan Singapura.

Selasa, 18 September 1984
Siang ini Presiden Soeharto telah memanggil Ketua BKPM, Ir Suhartoya, untuk datang menghadapnya. Kepada Ketua BKPM diminta untuk memberikan laporan mengenai perkembangan investasi di Indonesia selama Juli sampai dengan September tahun ini. Dalam laporan Ketua BKPM terungkap bahwa selama enam bulan pertama tahun 1984 jumlah permohonan penanaman modal secara keseluruhan menurun, tetapi jumlah PMDN meningkat, sementara PMA belum menunjukkan kenaikkan.

Rabu, 18 September 1985
Presiden Soeharto dan rombongan pagi ini mengunjungi Lembaga Peternakan Lebah dan pabrik produk dari madu di Apimondia, lebih kurang sepuluh kilometer dari Bukares. Ditempat ini Presiden dan Ibu Soeharto meninjau pabrik dan  produk madu yang dihasilkan dalam suatu eksposisi. Kemudian ditinjau pula Lembaga Penelitian Pertanian dan Mekanisasi yang terletak tidak jauh dari sana. Setelah mendapat penjelasan singkat mengenai lembaga penelitian ini, dengan berkendaraan bus, Presiden dan Ibu Soeharto mengadakan peninjaun keliling menyaksikan kegiatan-kegiatan di tempat tersebut.

Senin, 18 September 1989
Pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet terbatas sidang Ekuin yang berlangsung di Bina Graha. Didalam sidang tersebut Presiden telah menguraikan tentang dan membahas hasil-hasil yang dicapainya dalam kunjungan Uni Soviet baru-baru ini. Sebagai tindak lanjut dari kunjungan tersebut, sidang memutuskan untuk memantapkan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka peningkatan hubungan perdagangan dengan Uni Soviet. Untuk tahap pertama, Indonesia akan memusatkan perhatian pada peningkatan hubungan dagang dnegan Uzbekistan. Berbagai kemudahan akan diciptakan untuk memperlancar peningkatan hubungan itu, termasuk soal pengangkutan barang dan pemberian visa bagi para pengusaha Soviet yang ingin berkunjung ke Indonesia.

Rabu, 18 September 1991
Presiden Sudan, Omar Hasan Ahmad AL Bashir siang ini tiba di Jakarta dalam rangka kunjungan kenegaraan sampai tanggal 21 September. Di Istana Merdeka, ia disambut dengan upacara kebesaran militer oleh Presiden Soeharto dan wakil Presiden Sudharmono. Setelah melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Soeharto di Ruang Jepara Istana Merdeka, Kepala Negara pertama dari Sudan yang pernah berkunjungan ke Indonesia itu menuju Hotel Borobudur dimana ia menginap selama berada di Jakarta.
Pukul 22.00 malam ini, bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto mangadakan jamuan santap malam kenegraan untuk menghormat Presiden Republik Sudan. Dalam pidato selamat datangnya Presiden Soeharto menyatakan rasa percayanya bahwa ku jungan Presiden Omar Hasan akan memperdalam saling pengertian, yang penting bagi usaha mempererat persahabatan antara kedua bangsa dan negara, yang selama ini telah terjalin akrab. Ia yakin bahwa persahabatan, kerja sama dan saling pengertian merupakan unsur penting bagi usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa-bangsa. Presiden Soeharto juga mengharapkan kesediaan Presiden Omar untuk menghadiri KTT Non-Blok yang akan berlangsung di Jakarta tahun depan.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo