Kamis, 1 September 1966
Hari ini Markas besar Ganefo di
Senayan, Jakarta, berlangsung rapat kerja Pemerintah Pusat dengan
Penguasa/Pemerintah Daerah seluruh Indonesia. Rapat kerja di buka dengan
mendengarkan uraian Ketua Presidium Kabinet Ampera Jenderal Soeharto tentang
strategi dasar Kabinet Ampera. Antara lain Jenderal Soeharto mengungkapkan tentang beberapa kebijaksanaan pokok
pemerintah, termasuk di dalamnya masalah penyelesaian konfrontasi dengan
Malaysia, Kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam bidang ekonomi dan politik lainnya.
Telah pula di singgung dalam rapat kerja tersebut tentang peranan
pemerintah/penguasa di daerah dalam hal pengamanan terhadap
program-program/kebijaksnaan Kabinet Ampera.
Sementara itu, kedudukannya sebagai
Mendpangadm Jenderal Soeharto hari ini telah menerima sejumlah perwira tinggi
dan menengah AD yang baru saja mengikuti kursus singkat Seskoad Angkatan I di
Bandung. Dalam pertemuan tersebut, Jenderal Soeharto menjelaskan perlunya
pembinaan dan kesatuam pengertian untuk memenangkan cita-cita Pancasila dan UUD
1945. Hal ini diperlukan mengingat bahwa tidaklah memadai bagi kita untuk
memperoleh kemenangan hanya dengan melarang PKI beserta organisasi-organisasi
massanya saja, melainkan juga dengan menghancurkan cita-cita politik PKI.
Jum’at, 1
September 1967
Pejabat Presiden dalam sambutan
tertulisnya pada pembukaan Musyawarah Kerja Pariwisata 1967 di Wisma Wisata
mengatakan bahwa di bidang kepariwisataan kita mempunyai masa depan yang baik.
Masalahnya, menurut Jenderal Soeharto, ialah bagaimana menggali potensi itu.
Oleh sebab itu diharapkan agar instansi-instansi pemerintah tingkat pusat dan
daerah, dan pihak swasta dan pihak masyarakat, membantu sepenuhnya
penyempurnaan kepariwisataan.
Minggu, 1 September
1968
Sebelum mengakhiri kunjungan dua
hari di Aceh, pagi ini di Banda Aceh Presiden Soeharto memberikan keterangan
kepada para wartawan tentang kesan-kesannya. Menurut Jenderal Soeharto ia
mempunyai kesan mendalam tentang keadaan daerah Aceh dan rakyatnya. Rakyat
Aceh, seperti juga rakyat di daerah lain yang telah di kunjunginnya, mempunyai
tekat bulat untuk memperbaiki daerahnya dan untuk melaksanakan pembangunan
sesuai dengan kebijaksanaan yang telah di gariskan oleh pemerintah. Namun
Presidn menilai bahwa keadaan prasarana ekonomi di proivinsi ini sangat
terbengkalai sehingga perlu mendapat perhatian. Dalam hubungan ini Presiden
mengharapkan agar rakyat Aceh dapat mengdapatkan penilaian yang wajar terhadap
sebab-sebab timbulnya keadaan yang tidak menguntungkan itu. Sesuai konferensi
pers, Presiden Soeharo dan rombongan meninggalkan Banda Aceh menuju Medan.
Setiba di Medan pagi ini, Presiden
Soeharto di smbut oleh lebih dari 200.000 rakyat Sumatera Utara dalam rapat
umum di Lapangan Merdeka. Dalam pidatonya Presiden Soeharto menekankan betapa
pentingnya bagi kita untuk memupuk terus kesadaran berbangsa dan bernegara.
Menyinggung soal pembangunan nasional, Presiden Soeharto mengulangi apa yang
diucapkannya di Pekanbaru, Padang, dan Banda Aceh, bahwa untuk menyukseskan
pembangunan maka terlebih dahulu harus di ciptakan stabilisasi. Presiden juga
menekankan bahwa pembangunan adalah sarana untuk mencapai masyarakat adil dan
makmur.
Selassa, 1
September 1970
Sehubungan
dengan terjadinnya kerusuhan yang di lakukan oleh unsur-unsur anti-RI di Negeri
Belanda, maka rencana kunjungan Presiden Soeharto ke negara tersebut menjadi
tidak pasti. Sementara itu di rumah Duta Besar RI untuk Negeri Belanda, yang
terletak di Wassennar, kemari malam telah di bebaskan oleh polisi Belanda dari
penguasaan tidak sah oleh kaum ekstrimis. Dalam pada itu PM Belanda Piet de
Jong telah menyampaikan penyesalannya dan memberi jaminan bagi keselamatan
Kepala Negara RI, antara lain dengan melarang segala bentuk demonstrasi dan pemasangan
poster pada jalan yang akan dilalui oleh Presiden Ri dan rombongan.
Rabu, 1
September 1971
Presiden Soeharto meresmikan
ekplorasi minyak Arjuna yang terletak di Lau Jawa, 30 kilometer dari pantai
Cirebon. Dari enam sumur yang ada sekarang, kilang Arjjuna akan dapat
memproduksi 24.000 barel per hari dan akan meningkat menjadi 75.000 barel per
hari tahun depan. Kilang minyak ini merupakan kerjasama antara PN pertamina dan
ARCO (Atlantic Richfield Indonesia
Incorporation) sebuah perusahaan dari Amerika Serikat. Dalam sambutannya
Presiden mengatakan bahwa ada dua jalan untuk menggali kekayaan alam Indonesia,
yaitu membiarkannya sampai kita mempunyai modal, skil dan kemampuan teknologi
atau bekerjasama dengan modal asing. “ saya sebagai pemimpin yang dipilih dan
dipercayakan oleh rakyat, mengambil jalan kedua, yaitu mengadakan kerjsama
dengan modal asing untuk mengeksploitir kekayaan alam tersebut dan
memanfaatkannya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat,”demikian Presiden,
ditambahkannya bahwa kerjasama dengan modal asing itu haruslah atas dasar
saling menguntungkan.
Senin, 1
September 1975
Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di
Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan dari Duta Besar
Republik Sosialis Uni Birma, U Khin Maung Lay. Dalam pidatonya, Duta Besar Khin
Maung Lay mengatakan bahwa hubungan antara Birma dan Indonesia yang sangat erat
dan bersahabat didasarkan pada prinsip saling hormat menghormati dan saling
pengertian.
Menyambut pidato Duta Besar Birma
itu, Kepala Negara menegaskan bahwa hubungan yang erat antara kedua negara dan
bangsa ini, bukan saja karena kedua negara merupakan kedua tetangga dan
sama-sama non-blok, tetapi karena kita juga sama-sama berusaha mengembangkan
dan mengamalkan prinsip saling menghormati dan saling membantu dengan
sungguh-sungguh. Presiden mengungkapkan juga pendapatnya bahwa apabila
penghayatan dn pengalaman semangat hubungan antar bangsa yang demikian itu
dapat dilakukan oleh setiap negara di dunia ini, maka pasti akan tercipta suatu
dunia yang damai, adil dan sejahtera.
Rabu, 1
September 1976
Pukul 10.00 pagi imi bertempat di
Bina Graha, Presiden Soeharto menerima 17 anggota Dewan Harian Nasional
Angkatan 45. Pada kesempatan itu Kepala Negara mengharapkan agar idealisme
Angkatan 45 dapat dipertahankan dan malah dihayati oleh para pewaris
nilai-nilai 45. Diharapkannya pula agar Angkatan 45 dapat mengisi kemerdekaan
bersama-sama angkatan lainnya.
Pada kesempatan itu pula Presiden
memberitahukan kesediannya untuk memberikan bantuan keuangan sebesar Rp.1.000.000,-
setiap bulannya kepada DHN Angkatan 45. Selain itu DHN Angkatan 45 menerima
bantuan bulanan sebesar Rp.500.000,-dari Pemerintah DKI Jakarta yang selama ini
juga menyediakan biaya pemeliharaan gedung Angkatan 45 di Jakarta.
Kamis,1
September 1977
Presiden Soeharto menekankan sekali
lagi perlunya pengawasan yang betul-betul terhadap perusahaan-perusahaan yang
mempekerjakan tenaga kerja asing, sehingga kepentingan buruh di Indonesia tidak
dirugikan. Hal itu dikatakannya ketila menerima Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi Prof. Dr. Subroto di Jalan Cendana, Jakarta. Dalam
kesempatan itu Subroto telah menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan
Keputusan Presiden No.36 Tahun 1977, tentang pembentukan suatu badan yang akan
mengatur dan mengawasi pengeksporan jasa konstruksi dan barang-barang ke luar
negeri, khususnya ke Timur Tengah.
Hari ini Presiden Soeharto
menetapkan Keputusan Presiden No.49 Tahun 1977 tentang perubahan anggota
panitia Pemeriksa Keanggotaan MPR dan DPR. Keputusan ini menetapkan perubahan
jumlah anggota panitia dari 15 orang menjadi 17 orang. Keputusan yang
ditetapkan pada hari ini berlaku surut mulai tanggal 3 Agustus 1977.
Sabtu, 1
September 1979
Glen Shortliffe, utusan khusus
Perdana Menteri Kanada, diterima Presiden Soeharto pada pukul 10.30 pagi ini di
Bina Graha. Ia, yang pernah menjadi Duta Besar Kanada untuk Indonesia, menemui
Presiden untuk menyampaikan pesan pribadi Perdana Menteri Kanada kepada
Presiden Soeharto. Pesan tersebut pada pokoknya berisikan penegasan Pemerintah
Kanada untuk melanjutkan dukungan bagi perluasan dan peningkatan kerjasama
antara kedua pemerintah. Kepada utusan khusus itu, Presiden menyambut baik
penegasan Pemerintah Kanada tersebut.
Senin, 1
September 1980
Dengan ucapan “bismillah” dan tiga
pukulan gong, Presiden Soeharto pagi ini membuka Muktamar Media Massa Islam
Sedunia I di Balai Sidang, Jakarta. Acara pembukaan ini selain di siarkan RRI
dan TVRI, juga dipancarkan secara langsung oleh stasiun TV Arab Saudi dan
Kuwait. Muktamar yang berlangsung selama tiga hari ini dihadiri oleh 327
peserta pelbagai negara Islam.
Dalam amanatnya, Presiden menilai
muktamar ini sangat penting, karena yang disampaikan kaum muslimin tidak lain
daripada pesan islam yang bersifat “rahmatan lil’ alamin”. Presiden menguraikan
bahwa walaupun Indonesia bukan sebagai negara agama, namun agama tetap
mempunyai tempat yang penting dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Dijelaskannya bahwa keberagamaan bangsa Indonesia itu terjelma dalam sila
pertama Pancasila, yaitu Ketuhan Yang Maha Esa.
Pada kesempatan itu, Presiden
Soeharto menegaskan kembali dukungan Indonesia terhadap perjuangan rakyat
Palestina dalam menentukan nasib sendiri. Dalam hal ini, ia mengatakan bahwa
bangsa Indonesia menentang pencaplokan kota Yerusalem oleh Israel untuk
dijadikan Ibukotanya. Dikatakn oleh Kepala Negara bahwa pencaplokan itu sangat
menusuk perasaan umat Islam di seluruh dunia. Demikian antara lain dikatakan
Presiden.
Selasa, 1
September 1982
Presiden Soeharto hari ini di Bina
Graha menyerahkan dua helikopter BO-105 buatan IPTN, 50 sedan Moskwitch, dan 60
sepeda motor Honda 650 kepada Polri. Bantuan tersebut diterima olek Kapolri,
Jenderal (Pol.) Awaludin Djamin, yang di dampingi Kepala Daerah Kepolisian
Jakarta, Mayjen. (Pol.) Anton Sudjarwo. Dalam acara yang sama, Presiden juga
menyerahkan 50 sepeda motor Honda 650 kepada Polisi Militer/ABRI, yang diterima
oleh Mayjen. Kartojo. Presiden memberikan bantuan-bantuan tersebut dalam rangka
memperlancar pelaksanaan tugas kepolisian dan polisi militer.
Jenderal (Purn.)Soeharto selaku
Ketua Yayasan Dharmais, menyumbangkan 30 bis mini kepada panti-panti asuhan
yang tersebar di seluruh nusantara. Bis-bis mini tersebut hari ini diserahkan
oleh Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono, dalam suatu upacara yang
berlangsungdi halaman Gedung Sekretariat Negara.
Rabu, 1
September 1981
Sidang kabinet terbatas bidang Ekuin
yang dipimpin oleh Presiden Soeharto berlangsung di Bina Garaha pagi ini mulai
jam 10.00 diantara mata acara, sidang hari ini telah membicara masalah
kekeringan yang melanda sawah-sawah di beberapa tempat di tanah air. Sidang
menyimpilkkan bahwa tanaman padi yang terkena kekeringan sekarang ini, pada
umumnya adalah yang di tanam di lahan-lahan yang tidak memperoleh air dari irigasi
teknis, sebaiknya pada saat kekeringan bertanam palawija saja.
Senin, 1 September
1986
Ketua Umum Koni Pusat, Surono,
beserta anggota pengurus lainnya, pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Bina
Graha. Kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan laporan mengenai hasil
Musyawarah Olahraga Nasional, yang dilangsungkan pada bulan Maret yang lalu,
dan persiapan akhir kontingen Indonesia ke Asian Games di Seoul, Korea Selatan.
Dalam pertemuan itu, Presiden
mengingatkan pengurus KONI agar tetap waspada didalam mendatangkan pelatih
asing untuk meningkatkan prestasi dan membina atlet.
Presiden Soeharto memerintahkan
Menteri Muda/Sekretaris Kabinet, Drs Moerdiono, untuk membentuk dan memimpin
suatu komisi yang mengkaji peraturan perundang-undangan mengenai hak cipta.
Demikian dikatakan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua
Bappenas, Prof. Sumarlin, setelah menghadap Kepala Negara di Bina Graha siang
ini. Ia datang guna melaporkan kepada Presiden tentang hasil kunjungannya ke
beberapa negara baru-baru ini. Dikatakannya bahwa di negara-negara yang
dikunjunginya itu banyak pengusaha yang mempertanyakan tentang pengakuan hak
cipta di Indonesia.
Selasa, 1
September 1987
Penyelenggaraan Porkas Sepakbola
dapat diteruskan sepanjang izinnya masih diberikan dengan perbaikan-perbaikan. Demikian
petunjuk yang diberikan Presiden kepada Menteri Sosial, Nani Sudarsono, yang
menghadapkannya di Bina Graha pagi ini. Menteri Sosial menemui Kepala Negara untuk melaporkan hasil
team evaluasi dampak porkas.
Sabtu, 1
September 1990
Pukul 10.30 pagi ini Presiden
Soeharto meninjau Pekan Raya Jakarta untuk melihat secara langsung kemajuan
yang telah dicapai dalam berbagai sektor. Dalam kunjungan selama dua jam
setengah itu, Presiden didampingi oleh Menteri Perindustrian Hartarto dan
Menteri Muda Perindustrian Tungky Ariwibowo serta Gubernur DKI Jakarta, Wijoga
Atmodarminto. Presiden menghabiskan waktunya di tiga departemen, yaitu
Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, Departemen Pekerjaan Umum, dan
Departemen Perhubungan. Di setiap stand departemen yang dikunjungi, Kepala
Negara mendapat penjelasan mengenai sektor-sektor tersebut dari menterinya
masing-masing.
Selasa, 1
September 1992
Bertempat di Jakarta Convention Centre, pukul
09.00 pagi ini, Presiden Soeharto secara resmi membuka sidang KTT Gerakan
Non-Blok ke-10. KTT ini dihadiri oleh
wakil-wakil 108 negara, diantaranya terdapat 60 kepala negara/pemerintahan yang
memimpin delegasi negaranya. Sebelum pembukaan persidangan, acara didahului
dengan perkenalan dengan para ketua delegasi, masing-masing beserta isteri.
Tepat pada pukul 09.00, Presiden
Soeharto membuka sidang. Duduk di meja pimpinan, Presiden Soeharto didampingi
oleh Sekretaris Jenderal PBB, Boutros-Boutros Ghali, Menteri Luar Negeri Ala
Alatas, Sekretaris Jenderal KTTNon-Blok X Nana Sutresna, dan Ketua Panitia
Nasional KTT Non-Blok X Moerdiono. Pidato pembukaan Presiden Soeharto disusul
oleh pidato empat wakil regional, yaitu dari Asia, Eropa, Afrika dan Amerika
Latin, serta sambutan dari Sekretaris Jenderal PBB.
Dalam pidatonya, selaku Ketua
Gerakan Non-Blok, Presiden antara lain mengatakan bahwa masalah yang sangat
utama adalah pelaksanaan keputusan-keputusan yang diambil oleh KTT Gerakan
Non-Blok, baik kerjasama yang menyangkut Selatan-Selatan maupun Utara Selatan.
Dalam hal kerjasama Selatan-Selatan diperlukan adanya suatu mekanisme pendukung
yang efektif sehingga persiapan-persiapan pelaksanaan serta serta tindak lanjut
berbagai kesepakatan kerjasama Selatan-Selatan benar-benar terlaksana dan bukan
hanya tinggal diatas kertas belaka.
Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo