PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Haerto 1 September 1966 - 1 September 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,


Kamis, 1 September 1966
Hari ini Markas besar Ganefo di Senayan, Jakarta, berlangsung rapat kerja Pemerintah Pusat dengan Penguasa/Pemerintah Daerah seluruh Indonesia. Rapat kerja di buka dengan mendengarkan uraian Ketua Presidium Kabinet Ampera Jenderal Soeharto tentang strategi dasar Kabinet Ampera. Antara lain Jenderal Soeharto mengungkapkan  tentang beberapa kebijaksanaan pokok pemerintah, termasuk di dalamnya masalah penyelesaian konfrontasi dengan Malaysia, Kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam bidang ekonomi dan politik lainnya. Telah pula di singgung dalam rapat kerja tersebut tentang peranan pemerintah/penguasa di daerah dalam hal pengamanan terhadap program-program/kebijaksnaan Kabinet Ampera.
Sementara itu, kedudukannya sebagai Mendpangadm Jenderal Soeharto hari ini telah menerima sejumlah perwira tinggi dan menengah AD yang baru saja mengikuti kursus singkat Seskoad Angkatan I di Bandung. Dalam pertemuan tersebut, Jenderal Soeharto menjelaskan perlunya pembinaan dan kesatuam pengertian untuk memenangkan cita-cita Pancasila dan UUD 1945. Hal ini diperlukan mengingat bahwa tidaklah memadai bagi kita untuk memperoleh kemenangan hanya dengan melarang PKI beserta organisasi-organisasi massanya saja, melainkan juga dengan menghancurkan cita-cita politik PKI.

Jum’at, 1 September 1967
Pejabat Presiden dalam sambutan tertulisnya pada pembukaan Musyawarah Kerja Pariwisata 1967 di Wisma Wisata mengatakan bahwa di bidang kepariwisataan kita mempunyai masa depan yang baik. Masalahnya, menurut Jenderal Soeharto, ialah bagaimana menggali potensi itu. Oleh sebab itu diharapkan agar instansi-instansi pemerintah tingkat pusat dan daerah, dan pihak swasta dan pihak masyarakat, membantu sepenuhnya penyempurnaan kepariwisataan.

Minggu, 1 September 1968
Sebelum mengakhiri kunjungan dua hari di Aceh, pagi ini di Banda Aceh Presiden Soeharto memberikan keterangan kepada para wartawan tentang kesan-kesannya. Menurut Jenderal Soeharto ia mempunyai kesan mendalam tentang keadaan daerah Aceh dan rakyatnya. Rakyat Aceh, seperti juga rakyat di daerah lain yang telah di kunjunginnya, mempunyai tekat bulat untuk memperbaiki daerahnya dan untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan kebijaksanaan yang telah di gariskan oleh pemerintah. Namun Presidn menilai bahwa keadaan prasarana ekonomi di proivinsi ini sangat terbengkalai sehingga perlu mendapat perhatian. Dalam hubungan ini Presiden mengharapkan agar rakyat Aceh dapat mengdapatkan penilaian yang wajar terhadap sebab-sebab timbulnya keadaan yang tidak menguntungkan itu. Sesuai konferensi pers, Presiden Soeharo dan rombongan meninggalkan Banda Aceh menuju Medan.
Setiba di Medan pagi ini, Presiden Soeharto di smbut oleh lebih dari 200.000 rakyat Sumatera Utara dalam rapat umum di Lapangan Merdeka. Dalam pidatonya Presiden Soeharto menekankan betapa pentingnya bagi kita untuk memupuk terus kesadaran berbangsa dan bernegara. Menyinggung soal pembangunan nasional, Presiden Soeharto mengulangi apa yang diucapkannya di Pekanbaru, Padang, dan Banda Aceh, bahwa untuk menyukseskan pembangunan maka terlebih dahulu harus di ciptakan stabilisasi. Presiden juga menekankan bahwa pembangunan adalah sarana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

Selassa, 1 September 1970
Sehubungan dengan terjadinnya kerusuhan yang di lakukan oleh unsur-unsur anti-RI di Negeri Belanda, maka rencana kunjungan Presiden Soeharto ke negara tersebut menjadi tidak pasti. Sementara itu di rumah Duta Besar RI untuk Negeri Belanda, yang terletak di Wassennar, kemari malam telah di bebaskan oleh polisi Belanda dari penguasaan tidak sah oleh kaum ekstrimis. Dalam pada itu PM Belanda Piet de Jong telah menyampaikan penyesalannya dan memberi jaminan bagi keselamatan Kepala Negara RI, antara lain dengan melarang segala bentuk demonstrasi dan pemasangan poster pada jalan yang akan dilalui oleh Presiden Ri dan rombongan.

Rabu, 1 September 1971
Presiden Soeharto meresmikan ekplorasi minyak Arjuna yang terletak di Lau Jawa, 30 kilometer dari pantai Cirebon. Dari enam sumur yang ada sekarang, kilang Arjjuna akan dapat memproduksi 24.000 barel per hari dan akan meningkat menjadi 75.000 barel per hari tahun depan. Kilang minyak ini merupakan kerjasama antara PN pertamina dan ARCO (Atlantic Richfield Indonesia Incorporation) sebuah perusahaan dari Amerika Serikat. Dalam sambutannya Presiden mengatakan bahwa ada dua jalan untuk menggali kekayaan alam Indonesia, yaitu membiarkannya sampai kita mempunyai modal, skil dan kemampuan teknologi atau bekerjasama dengan modal asing. “ saya sebagai pemimpin yang dipilih dan dipercayakan oleh rakyat, mengambil jalan kedua, yaitu mengadakan kerjsama dengan modal asing untuk mengeksploitir kekayaan alam tersebut dan memanfaatkannya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat,”demikian Presiden, ditambahkannya bahwa kerjasama dengan modal asing itu haruslah atas dasar saling menguntungkan.

Senin, 1 September 1975
Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Republik Sosialis Uni Birma, U Khin Maung Lay. Dalam pidatonya, Duta Besar Khin Maung Lay mengatakan bahwa hubungan antara Birma dan Indonesia yang sangat erat dan bersahabat didasarkan pada prinsip saling hormat menghormati dan saling pengertian.
Menyambut pidato Duta Besar Birma itu, Kepala Negara menegaskan bahwa hubungan yang erat antara kedua negara dan bangsa ini, bukan saja karena kedua negara merupakan kedua tetangga dan sama-sama non-blok, tetapi karena kita juga sama-sama berusaha mengembangkan dan mengamalkan prinsip saling menghormati dan saling membantu dengan sungguh-sungguh. Presiden mengungkapkan juga pendapatnya bahwa apabila penghayatan dn pengalaman semangat hubungan antar bangsa yang demikian itu dapat dilakukan oleh setiap negara di dunia ini, maka pasti akan tercipta suatu dunia yang damai, adil dan sejahtera.

Rabu, 1 September 1976
Pukul 10.00 pagi imi bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima 17 anggota Dewan Harian Nasional Angkatan 45. Pada kesempatan itu Kepala Negara mengharapkan agar idealisme Angkatan 45 dapat dipertahankan dan malah dihayati oleh para pewaris nilai-nilai 45. Diharapkannya pula agar Angkatan 45 dapat mengisi kemerdekaan bersama-sama angkatan lainnya.
Pada kesempatan itu pula Presiden memberitahukan kesediannya untuk memberikan bantuan keuangan sebesar Rp.1.000.000,- setiap bulannya kepada DHN Angkatan 45. Selain itu DHN Angkatan 45 menerima bantuan bulanan sebesar Rp.500.000,-dari Pemerintah DKI Jakarta yang selama ini juga menyediakan biaya pemeliharaan gedung Angkatan 45 di Jakarta.

Kamis,1 September 1977
Presiden Soeharto menekankan sekali lagi perlunya pengawasan yang betul-betul terhadap perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing, sehingga kepentingan buruh di Indonesia tidak dirugikan. Hal itu dikatakannya ketila menerima Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Prof. Dr. Subroto di Jalan Cendana, Jakarta. Dalam kesempatan itu Subroto telah menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan Keputusan Presiden No.36 Tahun 1977, tentang pembentukan suatu badan yang akan mengatur dan mengawasi pengeksporan jasa konstruksi dan barang-barang ke luar negeri, khususnya ke Timur Tengah.
Hari ini Presiden Soeharto menetapkan Keputusan Presiden No.49 Tahun 1977 tentang perubahan anggota panitia Pemeriksa Keanggotaan MPR dan DPR. Keputusan ini menetapkan perubahan jumlah anggota panitia dari 15 orang menjadi 17 orang. Keputusan yang ditetapkan pada hari ini berlaku surut mulai tanggal 3 Agustus 1977.

Sabtu, 1 September 1979
Glen Shortliffe, utusan khusus Perdana Menteri Kanada, diterima Presiden Soeharto pada pukul 10.30 pagi ini di Bina Graha. Ia, yang pernah menjadi Duta Besar Kanada untuk Indonesia, menemui Presiden untuk menyampaikan pesan pribadi Perdana Menteri Kanada kepada Presiden Soeharto. Pesan tersebut pada pokoknya berisikan penegasan Pemerintah Kanada untuk melanjutkan dukungan bagi perluasan dan peningkatan kerjasama antara kedua pemerintah. Kepada utusan khusus itu, Presiden menyambut baik penegasan Pemerintah Kanada tersebut.

 Senin, 1 September 1980
Dengan ucapan “bismillah” dan tiga pukulan gong, Presiden Soeharto pagi ini membuka Muktamar Media Massa Islam Sedunia I di Balai Sidang, Jakarta. Acara pembukaan ini selain di siarkan RRI dan TVRI, juga dipancarkan secara langsung oleh stasiun TV Arab Saudi dan Kuwait. Muktamar yang berlangsung selama tiga hari ini dihadiri oleh 327 peserta pelbagai negara Islam.
Dalam amanatnya, Presiden menilai muktamar ini sangat penting, karena yang disampaikan kaum muslimin tidak lain daripada pesan islam yang bersifat “rahmatan lil’ alamin”. Presiden menguraikan bahwa walaupun Indonesia bukan sebagai negara agama, namun agama tetap mempunyai tempat yang penting dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Dijelaskannya bahwa keberagamaan bangsa Indonesia itu terjelma dalam sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhan Yang Maha Esa.
Pada kesempatan itu, Presiden Soeharto menegaskan kembali dukungan Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina dalam menentukan nasib sendiri. Dalam hal ini, ia mengatakan bahwa bangsa Indonesia menentang pencaplokan kota Yerusalem oleh Israel untuk dijadikan Ibukotanya. Dikatakn oleh Kepala Negara bahwa pencaplokan itu sangat menusuk perasaan umat Islam di seluruh dunia. Demikian antara lain dikatakan Presiden.

Selasa, 1 September 1982
Presiden Soeharto hari ini di Bina Graha menyerahkan dua helikopter BO-105 buatan IPTN, 50 sedan Moskwitch, dan 60 sepeda motor Honda 650 kepada Polri. Bantuan tersebut diterima olek Kapolri, Jenderal (Pol.) Awaludin Djamin, yang di dampingi Kepala Daerah Kepolisian Jakarta, Mayjen. (Pol.) Anton Sudjarwo. Dalam acara yang sama, Presiden juga menyerahkan 50 sepeda motor Honda 650 kepada Polisi Militer/ABRI, yang diterima oleh Mayjen. Kartojo. Presiden memberikan bantuan-bantuan tersebut dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas kepolisian dan polisi militer.
Jenderal (Purn.)Soeharto selaku Ketua Yayasan Dharmais, menyumbangkan 30 bis mini kepada panti-panti asuhan yang tersebar di seluruh nusantara. Bis-bis mini tersebut hari ini diserahkan oleh Menteri/Sekretaris Negara, Sudharmono, dalam suatu upacara yang berlangsungdi halaman Gedung Sekretariat Negara.

Rabu, 1 September 1981
            Sidang kabinet terbatas bidang Ekuin yang dipimpin oleh Presiden Soeharto berlangsung di Bina Garaha pagi ini mulai jam 10.00 diantara mata acara, sidang hari ini telah membicara masalah kekeringan yang melanda sawah-sawah di beberapa tempat di tanah air. Sidang menyimpilkkan bahwa tanaman padi yang terkena kekeringan sekarang ini, pada umumnya adalah yang di tanam di lahan-lahan yang tidak memperoleh air dari irigasi teknis, sebaiknya pada saat kekeringan bertanam palawija saja.

Senin, 1 September 1986
Ketua Umum Koni Pusat, Surono, beserta anggota pengurus lainnya, pagi ini menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. Kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan laporan mengenai hasil Musyawarah Olahraga Nasional, yang dilangsungkan pada bulan Maret yang lalu, dan persiapan akhir kontingen Indonesia ke Asian Games di Seoul, Korea Selatan.
Dalam pertemuan itu, Presiden mengingatkan pengurus KONI agar tetap waspada didalam mendatangkan pelatih asing untuk meningkatkan prestasi dan membina atlet.
Presiden Soeharto memerintahkan Menteri Muda/Sekretaris Kabinet, Drs Moerdiono, untuk membentuk dan memimpin suatu komisi yang mengkaji peraturan perundang-undangan mengenai hak cipta. Demikian dikatakan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas, Prof. Sumarlin, setelah menghadap Kepala Negara di Bina Graha siang ini. Ia datang guna melaporkan kepada Presiden tentang hasil kunjungannya ke beberapa negara baru-baru ini. Dikatakannya bahwa di negara-negara yang dikunjunginya itu banyak pengusaha yang mempertanyakan tentang pengakuan hak cipta di Indonesia.

Selasa, 1 September 1987
Penyelenggaraan Porkas Sepakbola dapat diteruskan sepanjang izinnya masih diberikan dengan perbaikan-perbaikan. Demikian petunjuk yang diberikan Presiden kepada Menteri Sosial, Nani Sudarsono, yang menghadapkannya di Bina Graha pagi ini. Menteri Sosial  menemui Kepala Negara untuk melaporkan hasil team evaluasi dampak porkas.

Sabtu, 1 September 1990
 Pukul 10.30 pagi ini Presiden Soeharto meninjau Pekan Raya Jakarta untuk melihat secara langsung kemajuan yang telah dicapai dalam berbagai sektor. Dalam kunjungan selama dua jam setengah itu, Presiden didampingi oleh Menteri Perindustrian Hartarto dan Menteri Muda Perindustrian Tungky Ariwibowo serta Gubernur DKI Jakarta, Wijoga Atmodarminto. Presiden menghabiskan waktunya di tiga departemen, yaitu Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, Departemen Pekerjaan Umum, dan Departemen Perhubungan. Di setiap stand departemen yang dikunjungi, Kepala Negara mendapat penjelasan mengenai sektor-sektor tersebut dari menterinya masing-masing.

Selasa, 1 September 1992
Bertempat di Jakarta Convention Centre, pukul 09.00 pagi ini, Presiden Soeharto secara resmi membuka sidang KTT Gerakan Non-Blok ke-10. KTT  ini dihadiri oleh wakil-wakil 108 negara, diantaranya terdapat 60 kepala negara/pemerintahan yang memimpin delegasi negaranya. Sebelum pembukaan persidangan, acara didahului dengan perkenalan dengan para ketua delegasi, masing-masing beserta isteri.
Tepat pada pukul 09.00, Presiden Soeharto membuka sidang. Duduk di meja pimpinan, Presiden Soeharto didampingi oleh Sekretaris Jenderal PBB, Boutros-Boutros Ghali, Menteri Luar Negeri Ala Alatas, Sekretaris Jenderal KTTNon-Blok X Nana Sutresna, dan Ketua Panitia Nasional KTT Non-Blok X Moerdiono. Pidato pembukaan Presiden Soeharto disusul oleh pidato empat wakil regional, yaitu dari Asia, Eropa, Afrika dan Amerika Latin, serta sambutan dari Sekretaris Jenderal PBB.
Dalam pidatonya, selaku Ketua Gerakan Non-Blok, Presiden antara lain mengatakan bahwa masalah yang sangat utama adalah pelaksanaan keputusan-keputusan yang diambil oleh KTT Gerakan Non-Blok, baik kerjasama yang menyangkut Selatan-Selatan maupun Utara Selatan. Dalam hal kerjasama Selatan-Selatan diperlukan adanya suatu mekanisme pendukung yang efektif sehingga persiapan-persiapan pelaksanaan serta serta tindak lanjut berbagai kesepakatan kerjasama Selatan-Selatan benar-benar terlaksana dan bukan hanya tinggal diatas kertas belaka.

Sumber : Buku Jejak Langkah Pak Harto Jilid 1-6
Penyusun : Rayvan Lesilolo