PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 4 April 1966 - 1990

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Senin, 4 April 1966

Waperdam bidang Hankam Letjen. Soeharto, dalam amanatnya pada upacara serah terima jabantan Menteri Urusan Veteran dan Demobilisasi dari Mayjen. Basuki Rachmat kepada penggantinya, Mayjen. Sarbini, menegaskan: “Akhir-akhir ini terjadi puncak perjuangan antara kebenaran melawan kemunafikan, perjuangan antara kekuatan-kekuatan massa rakyat progresif revolusioner melawan segolongan kecil kekuatan anti-rakyat.”

Kamis, 4 April 1968

Presiden dan Ibu Tien Soeharto beserta seluruh rombongan sore ini tiba kembali di Jakarta, setelah mengadakan kunjungan kenegaraan ke Jepang dan Kamboja selama satu minggu.

Sabtu, 4 April 1970

Pagi ini Presiden Soeharto menerima DPP-PNI yang datang untuk mengundangnya menghadiri pembukaan Kongres PNI ke-12 yang akan berlangsung di Semarang pada tanggal 11 April yang akan datang. Menanggapi undangan tersebut, Presiden menyatkan kesediaannya untuk menghadirinya. Selanjutnya Presdien berpesan agar PNI, setelah kongresnya itu, dapat meningkatkan partisipasinya dalam pembangunan lima tahun yang kedua nanti.

Rabu, 4 April 1973

Pada pukul 09.00 dan 10.00 pagi ini, secara berturut-turut Presiden Soeharto menerima surat-surat kepercayaan dari Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Irak, Fadhil Salman Al-Assaf, dan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Kerajaan Muangthai, Kasemsri, di Istana Merdeka.
Kepada Duta Besar Irak, Presiden Soeharto menegaskan kembali dukungan Indonesia terhadap perjuangan yang adil dan benar dari bangsa-bangsa Arab, termasuk bangsa Arab Palestina, dalam mempertahankan haknya. Dukungan yang diberikan bangsa Indonesia ini didasarkan pada rasa saling menghormati kedaulatan penuh dan memahami kemerdekaan masing-masing bangsa, disamping karena Indonesia benar-benar memahami apa arti kemerdekaan bagi suatu bangsa.
Dalam pidatonya, Duta Besar Al-Assaf menyampaikan penghargaan Pemerintah dan rakyat Irak atas sikap Pemerintah dan rakyat Indonesia yang terpuji dan tulus membantu perjuangan bangsa Arab Palestina.

Sementara itu, kepada Duta Besar Muangthai yang baru, Presiden Soeharto mengungkapkan penilaiannya terhadap ASEAN sebagai suatu lembaga yang sangat penting artinya, bukan hanya karena hasil-hasil lahiria yang telah dicapainya, melainkan juga karena jiwa dan semangatnya. Dikatakan oleh Presiden bahwa ASEAN dapat membangun proyek-proyek bersama. Menurutnya, proyek-proyek bersama itu selain memberikan manfaat bagi kesejahteraan anggota-anggota ASEAN, dapat pula membantu menciptakan ketahanan nasional masing-masing negara, menuju kepada ketahanan regional Asia Tenggara.

Dalam pidato penyerahan surat kepercayaannya, Duta Besar Kasem Kasemsri mengatakan bahwa kedua bangsa sudah sejak lama menikmati ikatan persahabatan, sehingga tidak ada alasan bagi keduanya untuk tidak memiliki pandangan yang sama, perasaan yang agung dan cita-cita yang luhur yang dapat diabdikan bagi kepentingan perdamaian, kebebasan dan persahabatan bangsa-bangsa, terutama di kawasan Asia Tenggara ini.

Pagi ini di Istana Negara Presiden Soeharto melantik Prof. Dr. Ali Wardhana menjadi menteri Keuangan., Jenderal Soemitro, menjadi Panglima Kopkamtib/Wakil Panglima Angkatan Bersenjata, Mayjen. Ali Said menjadi Jaksa Agung, dan Drs. Rachmat Saleh menjadi Gubernur Bank Indonesia. Dalam pidato sambutaannya, Presiden antara lain mengatakan bahwa didalam melaksanakan pembangunan yang segi-seginya semakin rumit itu diperlukan laporan yang mengandung kebenaran, bukan hanya penilaian yang bertujuan untuk menyenangkan atasan saja. 

Diakui oleh Presiden bahwa meskipun perkembangan di bidang ekonomi dan politik dalam masa kerja Kabinet Pembangunan I menunjukkan garis naik, akan tetapi tidak semua sempurna. Oleh sebab itu ia minta secara khusus kepada para menteri dan pejabat tinggi negara untuk menyusun program-program kerja yang lebih tepat dan di-KIS-kan dalam rangka kesatuan bulat kebijaksanaan dan lanhkah tunggal Pemerintah.

Kamis, 4 April 1974

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW berlangsung di Istana Negara malam ini. Dalam amanatnya, Presiden Soeharto mengajak para pemuka masyarakat, terutama tokoh-tokoh agama, untuk lebih meningkatkan ketertiban mereka dalam pembangunan, sejalan dengan tahap baru Repelita II. Selain mengajak umat Islam untuk menerapkan pola hidup sederhana, ia juga mengingatkan bahwa Pancasila harus menjadi sumber gagasan pembangunan nasional.

Jumat, 4 April 1975

Pagi ini Presiden Soeharto dan PM Whitlam menuju Brandoon, sebuah kota kecil yang terletk kira-kira 80 kilometer di sebelah tenggara Townsville. Didampingi oleh PM Whitlam, disini Kepala Negara meninjau pabrik gula Pioneer yang juga terletak dalam bidang peternakan. Sebelumnya Presiden telah pula mengunjungi sebuah perusahaan pemotongan hewan dan pembekuan daging yang terletak di pinggiran kota Townsville.

Siang ini di Brandoon Presiden Soeharto dan PM Gough Whitlam melanjutkan pembicaraan mereka. Dalam pertemuan empat mata yang diadakan dikediaman direktur pabrik gula Pioneer ini, kedua pemimpin telah membahas perkembangan yang sedang terjadi di Vietnam dan Kamboja belakangan ini.

Untuk menghormati kunjungan tidak resmi Presiden Soeharto di Australia, malam ini PM Whitlam mengadakan jamuan makan malam, yang kemudian dilanjutkan dengan pembicaraan tidak resmi tahap ketiga. Setelah jamuan makan malam, Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono, menginformasikan bahwa pembicaraan-pembicaraan yang telah berlangsung selama ini, Presiden Soeharto telah menjelaskan kepada PM Whitlam bahwa Indonesia tidak mempunyai ambisi teritoorial. Hal ini dikaitkan dengan pembicaraan mengenai proses dekolonisasi yang sedang berlangsung di Timor Portugis.

Senin, 4 April 1977

Presiden Soeharto di Adolina, Sumatera Utara, pagi ini meresmikan pabrik minyak sawit milik PNP Tinjowan dan PTP Pagar Merbau. Kawasan ini meliputi pabrik fraksionasi dan refinasi minyak sawit Adolina serta Sekolah Pembangunan/Pusat Latihan Pegawai.

Dalam pidatonya pada pembicaraan kedua pabrik ini, Presiden Soeharto menyatakan bahw pabrik-pabrik minyak sawit dan sekolah-sekolah bidang pertanian sangat penting. Oleh karenanya pembangunan pabrik di perusahaan-perusahaan milik negar a ini merupakan langkah maju dalam pelaksanaan pembangunan nasional kita. Selanjutnya dikatakan oleh Kepala Negara bahwa perusahaan-perusahaan milik negara mengemban tugas ganda dalam mengelola kekayaan bumi kita dan meningkatkan penghasilan bagi negara. pertama-tama perkebunan negar bertugas memelopori pengembangan industri pengelolaan hasil perkebunan, seerti pabrik kelapa sawit ini, industri gula, teh dan lain-lain sebagainya. Disamping itu kepada perkebunan-perkebunan negara diletakkan pula tanggungjawab untuk turut membantu mendorong perkembangan perkebunan rakyat. Sehubungan dengan ini perusahaan negara harus menjadi pusat untuk pelaksanaan intensifikasi usaha perkebunan negara, dengan melaksanakan pembinaan budi-daya, pengolaan dan pemasaran hasil perkebunan rkyat. Dengan demikian usaha perkebunan negara tidak mematikan usaha perkebunan rakyat.

Presiden Soeharto dan rombongan yang tiba di Medan kemarin pagi untuk meresmikan proyek-proyek pertanian di Sumatera Utara, hari ini akan meresmikan Pelabuhan Krueng Raya di Banda Aceh . besok pagi Presiden dan rombongan akan berangkat dari Banda Aceh menuju Penang, Malaysia, untuk mengadakan pembicaraan tidak resmi dengan Perdana Menteri Malaysia.

Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan 350 orang alim-ulama seluruh Aceh di Pendopo Gubernuran Aceh malam ini. Dalam pertemuan itu, Presiden Soeharto mengemukakan, sebaiknya kita mengingatkan semua pihak agar jangan sampai tingkah laku seseorang atau suatu golongan dapat merusak persatuan dan kesatuan nasional yang akibatnya mengganggu stabilitas nasional dan kemudian mengganggu jalannya pembangunan. juga disinggung oleh Presiden Soeharto tentang usaha-usaha pemerataan pembangunan dengan memberikan berbagai bantuan, seperti Inpres. Ia juga menguraikan banyaknya gedung-gedung sekolah dan guru-guru untuk itu. Dalam hubungan ini Presiden Soeharto mengatakan bahwa ia tidak bisa mengerti apa yang diutarakan oleh “Gerakan Anti Kebodohan” yang menyinggung kurangnya perhatian pemerintah di bidang pendidikan. Presiden Soeharto membantah adanya usaha-usaha yang menghalangi pengembangan dan pembinaan bidang agama oleh pemerintah. Dinyatakan bahwa malah pemerintah akan membantu pembangunan dan pembinaan bidang tersebut, sesuai dengan UUD 1945.

Selasa, 4 April 1978

Pada jam 09.00 pagi ini, selama lebih kurang 45 menit, Kepala Negara menerima pmimpinan Pepabri, yaitu Widya Pranata, Djatikusumo, Suprayogi dan Dr. Satrio. Melalui para pengurus organisasi purnawirawan ABRI ini, Presiden mengharapkan agar anggota-anggota Pepabri yang ada di desa tidak ongkang-ongkang cari kekayaan saja, melainkan bisa menjadi pelatih dan pendidik disiplin masyarakat desa, sesuai dengan jiwa pejuang TNI. Sebagai organisasi, Pepabri diminta Kepala Negara ikut membantu Pemerintah didalam membentuk kader di pedesaan, terutama dalam hal pembinaan BUUD dan KUD.

Rabu, 4 April 1979

Pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto memimpin sdang kabinet terbatas bidang Ekuin yang berlangsung di Bina Graha. Sidang antara lain telah membahas kemungkinan-kemungkinan kenaikan harga BBM. Dalam hal ini Presiden menginstruksikan agar dilakukan persiapan-persiapan tersebut menyangkut penyediaan dan distribusi BBM, disamping usaha memperkecil pengaruh kenaikan harga BBM terhadap harga barang-barang lain, terutama harga sembilan bahan pokok. Demikian dijelaskan oleh Menteri Pertambangan dan Energi, Subroto, kepada pers seusai sidang ini.

Sabtu, 4 April 1981

Di Istana Merdeka pagi ini, Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan Duta Besar Australia yang baru, F Rawdon Darlrymple. Dalam pidato balasannya, Kepala Negara mengatakan bahwa Indonesia memandang penting arti kerjasama dengan bangsa-bangsa lain dalam usha mempercepat pelaksanaan program pembangunan yang dengan giat dilakukan sekarang ini. Dalam usaha meningkatkan pelaksanaan pembangunan inilah, Republik Indonesia dan Australia perlu meningkatkan hubungan dan kerjasama yang erat dan luas.

Senin, 4 April 1983

Pukul 09.00 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Presiden Soeharto menerima Pembantu Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik, Paul Wolfowitz. Pejabat tinggi Amerika ini didampingi oleh Duta Besar AS untuk Indonesia, John Holdridge.

Setelah menerima Wolfowitz, pagi ini Presiden juga menerima Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kependudukan, Emil Salim. Usai menghadap Kepala Negara, Emil Salim mengatakan bahwa ia datang untuk mendapatkan petunjuk mengenai bidang lingkungan hidup dan kependudukan yang dikoordinasikannya. Mengenai masalah kependudukan, ia mengatakan bahwa Presiden telah meminta kepadanya untuk mencari cara-cara lain diluar KB dalam rangka pengurangan jumlah penduduk.

Kamis, 4 April 1985

Pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto di Bina Graha memimpin sidang kabinet terbatas bidang Ekuin. Didalam sidang yang berlangsung selama lebih dari tiga jam itu, Kepala Negara menginstrusikan kepada sejumlah menteri untuk melaksanakan kebijaksanaan baru dan mengambilkan langkah-langkah untuk kelancaran arus barang antar pulau, serta ekspor dan impor. Kebijaksanaan baru mengenai transportasi itu mulai berlaku pada hari ini.

Diungkapkan didalam sidang hari ini bahwa neraca perdagangan Indonesia pada bulan Januari mencatat surplus US$784,4 juta. Juga diungkapkan bahwa jumlah uang yang beredar dalam bulan Februari yang lalu tercatat sebanyak Rp8.504 miliar. Sementara itu laju inflasi dalam bulan Maret ini tercatat sebesar 0,22%.

Sabtu, 4 April 1987

Presiden Soeharto hari ini meresmikan Bendungan Gondang dan Jembatan diatas Waduk Morokrembangan, Lamongan Jawa Timur. Dengan selesainya waduk ini, maka masyarakat Lamongan dan sekitarnya akan terbebas dari banjir yang mereka alami setiap tahun sejak zaman penjajahan. Selain itu, dengan adanya waduk ini maka sejumlah waduk lain akan mendaat air secara teratur. 

Jembatan yang diresmikan itu panjangnya lebih dari satu kilometer. Dengan adanya jembatan ini, maka ruas jalan toll antara Tanjung Perak dan Dupak, telah dapat digunakan, sehingga memperlancar arus lalu lintas. Jembatan ini oleh Presiden diberi nama Suryo, yaitu nama seorang pejuang Jawa Timur dalam masa perang kemerdekaan yang kemudian dibunuh secra kejam oleh PKI dalam pemberontakannya di Madiun pada tahun 1948.

Setelah acara peresmian itu, Presiden Soeharto mengadakan temu wicara dengan masyarakat sekitar waduk Gondang. Kepala Negara menganjurkan para pemuda desa yang daerahnya memiliki potensi air yang besar, misalnya di sekitar waduk, untuk mengembangkan usaha perikanan. Dikatakan oleh Presiden, dari pada mereka pergi ke kota dan belum tentu memperoleh pekerjaan, adalah lebih baik memanfaatkan potensi daerah mereka sendiri. Dianjurkan oleh Kepala Negara agar mereka mengusahakan perikanan dengan menggunakan jaringan apung yang sudah banyak dilakukan di daerah-daerah lain. Dikemukakannya bahwa jenis ikan yang dapat  dikembangkan dengan jaringan apung itu antara lain tawes, nila, ikan mas dan lele. Diungkapkan oleh Kepala Negara bahwa ia sendiri telah melakukannya di peternakan terpadunya di Tapos, Bogor.

Selasa, 4 April 1989

Presiden dan ibu Soeharto pagi ini meninggalkan jakarta menuju Kalimantan Timur dalam rangka kunjungan kerja sehari. Setiba di Bontang, Kepala Negara meresmikan lima buah pabrik agrokimia yang menghasikan bahan-bahan yang sangat penting untuk mendukung pembangunan pertanian yang tangguh. Kelima pabrik itu adalah Pabrik Pupuk Urea III PT Pupuk Kalimantan Timur dan empat pabrik agrokimia lainnya yang terletak di Jawa Barat.

Dalam kata sambutannya. Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa produksi pupuk dan obat-obatan anti hama dewasa ini telah mampu memenuhi seluruh kebutuhan Nasional. Namun ini tidak berarti bahwa kita boleh mengginakannya secara berlebihan. Diingatkan oleh Presiden bahwa penggunan pupuk dan obat-obat anti hama secara berlebihan akan merusak sumber daya alam serta menggangu keseimbangan lingkungan. Jika hal ini sampai terjadi, maka produksi pertanian akan terancam. Oleh karena itu Kepala Negara meminta aparat pertanian di daerah melakukan pengawasan terhadap penggunaan pupuk dan obat-obatan anti hama di lapangan agar tidak berlebihan.

Sesuai acara peresmian itu, Presiden Soeharto melepas pengapalan perdana produksi urea curah hasil produksi Pabrik Pupuk Kalimantan III di pelabuhan Bontang. Selain Ibu Tien Soeharto, hadir pula dalam acara pelepasan itu, antara lain, Gubernur Kalimantan Timur,HM Ardans SH dan Direktur Utama PT Pupuk Kaltim.

Rabu, 4 April 1990

Hari ini dari jam 10.08 hingga jam 11.45, Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet terbatas bidang Ekuin yang berlangsung di Bina Graha. Dalam sidang kali ini Kepala Negara memutuskan untuk membebaskan para petani dari kewajiban membayar kredit apabila sawah mereka mengalami puso lebih dari 85% sebagai akibat serangan hama sundep. Dalam kasus yang demikian, pembayaran kembali kredit itu diambil alih oleh pemerintah, sedangkan petani yang bersangkutan dapat mengambil kredit untuk masa tanam berikut. Sementara itu para petani yabg sawah mereka rusak sekitar 50-85% oleh pemerintah akan diberikan kesempatan untuk menjadwalkan kembali pembayaran kredit tersebut. Para petani yang sawahnya rusak 30-50% diberi kesempatan menjadwalkan pembayaran kreditnya selama dua kali musim tanam. Petani yang sawahnya hanya rusak ringan, diharuskan membayar kreditnya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Sementara itu, didalam sidang hari ini dilaporkan bahwa angka inflasi pada bulan Maret mencapai 0,39%. Dengan demikian, jika dihitung berdasarkan tahun anggaran, yaitu Maret 1989-Maret 1990, maka laju inflasi tercatat sebesar 5,48%, sedangkan dari sudut tahun takwim, dari Januari-Maret 1990, tingkat inflasi adalah 1,51%.

Nilai ekspor selama bulan Januari 1990 dilaporkan mencapai US$848 juta dan non-migas sebesar US$1,072 miliar. Jika dibandingkan dengan impor yang sebesar US$1,304 miliar, maka neraca perdagangan Indonesia pada bulan Januari mencatat surplus sebesar US$615 juta. Secara keseluruhan, jika dilihat selama 10 bulan dari tahun1989/1990, maka nilai ekspor Indonesia mencapai US$19,015 miliar. 

Penyusun Intarti, Publikasi Lita,SH.