PUSAT DATA JENDERAL BESAR HM. SOEHARTO

---

Jejak Langkah Pak Harto 3 April 1967 - 1992

♠ Dipublikasikan oleh Tim Kerja Media Cendana Nusantara ,,
Senin, 3 April 1967

Jenderal. Soeharto, selaku Menpangad, menghadiri perayaan ulang tahun Persit Kartika Chandra Kirana yang ke-21di Istora Senayan Jakarta. dalam amanatnya, Jenderal. Soeharto antara lain mengatakan bahwa Orde Baru adalah orde Demokrasi Pancasila yang mengutamakan kepentingan rakyat dan bukan kepentingan golongan atau pribadi.

Sebagai perwujudan dari keinginan pemerintah untuk membuka pintu bagi penanaman modal asing di Indonesia, maka pemerintah telah memberi izin kepada perusahaan freeport Sulfur, sebuah perusahaan dari AS, untuk menanamkan modalnya dalam usaha penambangan tembaga di Irian Barat.

Kamis, 3 April 1969

Presiden Soeharto mengharapkan agar kongres ISEI tidak lagi membahas Pelita, akan tetapi memusatkan diri pada pengamanan dan pengawasan program-program operasional Pelita. Walaupun demikian, Presiden menegaskan bahwa pemerintah selalu terbuka untuk saran-saran dan kritik-kritik konstruktif mengenai pelaksaan Pelita itu. Presiden menyampaikan harapan dan pesannya itu kepada panitia kongres ISEI yang menghadapnya di Istana Merdeka pagi ini. Kongres itu sendiri akan berlangsung di Palembang pada tanggal 5 – 8 april.

Memberikan sambutan tertulis pada sidang Majelis Permusyawaratan Partai (MPP) IV PNI hari ini di Jakarta, Presiden menegaskan bahwa mengorganisasi dan menggerakkan rakyat dalam pelaksanaan pembangunan merupakan salah satu tugas partai politik yang terpenting. Oleh karena itu, demikian Jenderal Soeharto, PNI juga berkewajiban untuk menyukseskan pelaksanaan Repelita yang sedang berlangsung sekarang ini. Dikatakan oleh Presiden, Repelita memberikan kesempatan yang baik bagi partai politik untuk membuktikan kepada massanya, baik di kota-kota maupun di desa-desa, bahwa partainya telah mampu memberikan bimbingan yang positif dalam meningkatkan kesejahteraan kepada rakyat.

Jumat, 3 April 1970

Presiden Soeharto menghadiahkan lima buah tongkang (semi-coaster) untuk rakyat Irian Brat, yang diserahkan melalui Sekretaris Jenderal Departemen Perubungan Laut<, Laksda. (L) Soeyono Suparto. Hadiah ini diberikan sebagai hasil peninjauan yang dilakukan oleh Presiden di Irian Barat beberapa waktu yang lalu, dimana ia menyaksikan sendiri betapa pentingnya perhubungan laut di provinsi itu. Sebelumnya Presiden telah lebih dahulu menghadiahkan dua buah coaster.

Selasa, 3 April 1973

Jam 10.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima Menteri Penerangan Mashuri SH di stana Merdeka. Selesai menghadap Presiden, Menteri Penerangan mengatakan bahwa Presiden Soeharto telah merestuinya untuk mengadakan kerjasama dengan universitas-universitas  guna merumuskan  konsep dalam rangka pembangunan bidang penerbitan, terutama dalam rangka mempersiapkan diri dalam menghadapi Pelita II.

Usai menerima Menteri Penerangan, Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan Prof. Widjojo Nitisasro, Prof. Muhammad Sadli, Dr. JB Sumarlin, Dr. Emil Salim dan Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono. Pertemuan tersebut membahas tentang dampak kenaikan harga minyak, terutama terhadap tarif angkutan darat, laut dan udara.

Kamis, 3 April 1975

Pukul 07.00 pagi ini Presiden Soeharto meninggalkan tanah air menuju Australia dalam rangka kunjungan tidak resmi selama tiga hari di negara Kangguru itu. Setiba di Townsville sore ini, Kepala Negara disambut oleh Perdana Menteri Australia, Gough Whitlam. Di kota wisata yang terletak di negara bagian Queensland ini, malam ini kedua pemimpin memulai serangkaian pembicaraan tidak resmi mereka selama dua jam. Selain membahas hubungan bilateral kedua negara, pembicaraan pertama ini juga telah menyinggung perkembangan di Indo-Cina dan proses dekolonisasi di Timor Portugis.

Senin, 3 April 1978

Presiden Soeharto sangat prihatin akan kenyataan bahwa hingga kini belum ada keserasian dan konsistensi antara perencanaan, kebijaksanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijaksanaan pemerintah. Oleh karena itu Kepala Negara membentuk Lembaga Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup. Lembaga yang baru terbentuk ini diinstruksikan oleh Kepala Negara untuk memperhatikan masalah tersebut, sehingga perencanaan dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dengan baik itu dapat dilaksanakan secara serasi dan konsisten. Demikian dikatakan oleh Mneteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Emil Salim, hari ini.

Selasa 3 April 1979

Dalam rangka menjaga kelestarian hutan, hari ini Presiden Soeharto menginstruksikan Menteri Negara PPLH bersama Menteri Pertanian dan Direktur Jenderal Kehutanan untuk meneliti cara kerja para pemenang HPH. Tujuan penelitian itu adalah untuk mengetahui apakah para pemenang HPH benar-benar melaksanakan hak yang diberikan kepada mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Demikian dikatakan Menteri PPLH, Emil Salim setelah menghadap Kepala Negara di Cendana pagi ini.

Menurut Emil Salim, Presiden juga menginstruksikan agar usaha penghijauan dan reboisasi ditingkatkan dan dikaitkan dengan usaha peningkatan penghasilan rakyat. Sebagai contoh Presiden menyebutkan penanaman rumput gajah dengan usaha-usaha peternakan. Lebih jauh Presiden menganjurkan agar diterapkan sistem “tumpang tindih”

Jumat, 3 April 1981

Jaksa Agung Ismail Saleh mengatakan bahwa Purnawirawan Letjen. M Jasin telah meminta maaf kepada Presiden Soeharto atas ucapan dan tulisannya yang menghina Presiden Soeharto sebagai Kepala Negara. pernyataan maaf ini telah disampaikan Jaksa Agung kepada Presiden Soeharto, dan telah diberitahukan pula kepada Menteri Hankam/Pangab dan Kepala Bakin.

Sabtu, 3 April 1982

Pukul 10.30 pagi ini, bertempat di Bina Graha, Kepala Negara menerima Menteri Muda Urusan Koperasi/Kepala Bulog, Bustanil Arifin. Usai pertemuan, Bustanil Arifin mengatakan bahwa kepada Presiden telah dilaporkannya masalah mutu padi yang pada tahun ini agak rendah, bila dibandingkan dengan tahun lalu, meskipun tahun ini meningkat. Akan tetapi dikatakannya pula, bahwa sekalipun mutu padi agak menurun, Bulog menetapkan toleransi kadar air sebesar 10% untuk tahun ini. Kebijaksanaan ini dibuat Bulog atas permintaan Jawa Timur. 

Presiden berkeberatan apabila toleransi yang demikian hanya diberikan kepada Jawa Timur atau Pulau Jawa saja. Ia menghendaki agar toleransi itu diberlakukan juga untuk daerah-daerah lain di seluruh Indonesia. Demikian dikatakan oleh Kepala Bulog Bustanil Arifin.

Rabu, 3 April 1985

Dari jam 10.00 sampai 11.30 waktu setempat, Presiden Soeharto dan PM Lee Kuan Yew melanjutkan pembicaraan mereka di Gubernuran Sulawesi Selatan. Ini merupakan pembicaraan tahap akhir diantara mereka. Pagi ini kedua kepala Pemerintahan itu membahas lebih lanjut masalah-masalah bilateral antara kedua negara, disamping menjelaskan masalah-masalah internasional. Dalam kesempatan ini, Presiden menjelaskan kepada tamunya situasi umum di Indonesia dewasa ini, baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Masalah regional yang dibicarakan pagi ini adalah konflik yang belum berakhir di Kamboja. Dalam hal ini, kedua kepala pemerintahan sama-sama berpendapat bahwa Vietnam tidak mau begitu saja melaksanakan resolusi PBB dan seruan ASEAN bagi penyelesaian masalah Kamboja.

Di desa Mangili, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, lebih kurang 60 kilometer di Utara Ujung Pandang, Presiden Soeharto meresmikan Unit III Pabrik Semen Tonasa. Pabrik yang dibangun dengan biaya sebesar Rp98,8 milyar ini menghasilkan 510.000 ton semen per tahun. Selain Ibu Soeharto, acara peresmian ini juga dihadiri oleh Perdana Menteri dan Nyonya Lee Kuan Yew untuk bersama-sama menandatangani kantong semen produksi perdana Pabrik Tonasa III.

Dalam pidato peresmiannya, Kepala Negara mengatakan bahwa dengan adanya kelebihan produksi semen, sekarang ini kita akan memasuki tahap ekspor semen secara lebih teratur dan mantap. Demikian pula, kita harus memasuki tahap ekspor non-migas lainnya dengan keteraturan dan kemantapan yang sebaik-baiknya.

Dalam hubungan itu selanjutnya dikatakan oleh Presiden bahwa kita menyadari bahwa kita menyadari bahwa pasaran internasional penuh dengan persaingan yang ketat. Karena itulah ia akhir-akhir ini sering menyerukan agar kita semua dan di segala bidang meningkatkan mutu dan efisiensi yang setinggi-tingginya, sehingga kita tidak terjerat dalam ekonomi biaya tinggi. Lebih jauh dikatakan oleh Presiden bahwa pemerintah terus menerus berusaha meningkatkan efesiensi nasional itu, antara lain dengan menyederhanakan prosedur-prosedur dan meniadakan hambatan-hambatan yang masih ada.

Pada akhir pidatonya, Kepala Negara mengajak seluruh dunia usaha—baik dalam lingkungan perusahan-perusahaan negara maupun swasta---untuk bersama-sama meningkatkan efisiensi dalam arti yang seluas-luasnya dalam bidang masing-masing

Setelah acara peresmian pabrik semen tersebut, Presiden dan Ibu Soeharto kembali ke Jakarta melalui Ujung Pandang. Sementara itu PM Lee Kuan Yew dan rombongannya baru akan meninggalkan Ujung Pandang besok pagi.

Kamis, 3 April 1986

Pukul 09.00 pagi ini, Presiden dan Ibu Soeharto secara resmi melepas keberangkatan Raja Hussein I dan Ratu Noor al-Hussein dalam suatu upcara kebesaran militer di Istana Merdeka. Usai upcara resmi, Presiden dan Ibu Soeharto mengantarkan kedua tamu agung itu ke bandar udara Soekarno-Hatta, Jakarta Internasional Airport. Kedua tamu dari Yordania itu selanjutnya meneruskan ke Yogyakarta dan Bali.

Sekembali dari Jakarta Internasional Airport, Presiden Soeharto siang ini memimpin sidang kabinet terbatas Ekuin di Bina Graha. Diantara keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah dalam sidang kabinet hari ini adalah keputusan untuk menaikkan harga pupuk dan pestisida. Kebijaksanaan ini dibuat dalam rangka efisiensi dan diberlakukan mulai hari ini juga.

Didalam sidang ini juga telah dibahas masalah tata niaga komoditi pala dan bunga pala yang mempunyai potensi cukup besar didalam mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan ekspor non-migas. Oleh sebab itu sidang kabinet hari ini merasa perlu untuk membentuk wadah eksportir pala, yaitu Asosiasi Pala Indonesia (Aspin). Selain itu, masih dalam rangka yang sama, dibentuk pula Badan Koordinasi Pemasaran Bersama (BKPB) yang bertugas mengadakan kerjasama dalam pemasaran pala.


Senin, 3 April 1989

Presiden dan Ibu Soeharto pagi ini meresmikan gedung PT Indosat yang terletak di Jalan Merdeka Barat, Jakarta. pada kesempatan itu juga Kepala Negara mencanangkan Kampanye Sadar Wisata Nasional. Acara yang ditandai dengan penandatanganan prasasti gedung dan pemukulan gong tanda dimulainya Kampanye Sadar Wisata itu juga dihadiri antara lain Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Soesilo Soedarman, dan bekas Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Achmad Tahir.

Kemudian Presiden melakukan temuwicara jarak jauh dengan Menteri Perindustrian Hartarto yang sedang mengunjungi sentra industri rotandi Tegalwangi, Cirebon, Jawa Barat. Setelah itu Presiden berbicara dengan salah seorang pengrajin rotan di sentra industri tersebut. Kepada pengrajin tersebut, Kepala Negara meminta kepada para pengrajin rotan agar tidak menandatangani kontrak dengan pihak diluar negeri jika tidak sanggup memenuhi isi kontrak tersebut.

Senin, 3 April 1991

Pagi ini Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet bidang Ekuin di Bina Graha siang ini memutuskan bahwa pemerintah menyediakan cadangan anggaran pembangunan sebesar Rp2 triliun pada RUU Tambahan dan Perubahan (TP) atas APBN 1990/1991. Cadangan anggaran ini bisa dimanfaatkan pada tahun anggaran 1991/1992, jika harga minyak serta bantuan luar negeri menurun.
Didalam sidang hari ini dilaporkan bahwa inflasi selama Maret mencapai 0,03%, sehingga tingkat inlflasi selama tahun anggaran mencapai 9,11%, dan inflasi dalam tahun takwim adalah 1,9%. Dilaporkan pula bahwa nilai ekspor selama bulan anuari mencapai US%2,4 miliar. Jika dibanding dengan impor yang sebesar US$1,8 miliar, maka terdapat surplus sebesar US$644 juta. Ekspor itu terdiri atas migas US$1,3 miliar. Komoditi utama Indonesia dalam kelompok non-migas adalah tekstil dan produk tekstil yang pada tahun silam mencapai US$2,9 miliar dibanding dengan kayu lapis yang mencapai US$2,7 miliar.

Setelah mendengarkan berbagai laporan tentang perekonomian di dalam negeri, Presiden meminta agar peningkatan ekspor komoditi non-migas tetap menjadi perhatian utama. Kepala Negara juga mengingatkan bahwa penjualan saham perusahaan swasta yang mampu kepada koperasi harus diteruskan.

Jumat, 3 April 1992

Presiden Soeharto memberikan bantuan berupa 50 unit mesin pengupas kopi basah dan kering serta 40 unit pemarut sagu untuk para petani di Sulawesi Tengah. Mesin-mesin tersebut hari ini diterima oleh Gubernur Sulawesi Tengah, Aziz Lamadjido dari Staf Sekertaris Pengendalian Operasi Pembangunan (Sekdalopbang) Bina Graha. Bantuan tersebut akan diserahkan kepada para petani setelah lebaran nanti.

Pemberian berupa mesin-mesin tersebut merupakan pemenuhan janji Presiden Soeharto kepada para petani Sulawesi Tengah untuk membantu mengatasi kesulitan mereka didalam meningkatkan mutu produk pertanian. Janji tersebut diberikan oleh Kepala Negara dalam temuwicara dengan para petani setempat setelah acara peresmian Pekan Penghijauan Nasional ke-30 di Kabupaten Donggala.


Penyusun Intarti, Publikasi Lita,SH.